BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi tantangan terbesar bagi kemanusiaan, ilmu pengetahuan, dan politik di abad ke-21. Kegiatan manusia menambah konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir. Emisi gas rumah kaca karena kegiatan manusia atau emisi anthropogenik akan meningkatkan efek pemanasan tambahan terhadap permukaan bumi (pemanasan global). Inilah yang disebut dengan perubahan iklim. Meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfir melebihi batas kemampuan bumi untuk menetralisirnya telah mendorong terjadinya perubahan iklim. Gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Indonesia merupakan salah satu penyumbang emisi GRK yang signifikan di dunia, terutama emisi yang bersumber dari kegiatan penggunaan lahan dan kehutanan (LULUCF). Selain itu, emisi GRK Indonesia bersumber dari kegiatan terkait konsumsi energi BBM dan batubara. Pengendalian Gas Rumah Kaca (GRK) secara efektif menjadi sangat mendesak untuk menghindari dampak perubahan iklim yang lebih parah. Pertumbuhan konsumsi yang tinggi jika tidak diimbangi dengan ketersediaan dan penghematan energi, maka akan menjadi bencana. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) keempat menunjukkan bahwa 11 dari 12 tahun antara 1995-2006 merupakan 12 tahun dengan suhu permukaan terpanas sejak tahun 1850. Hal ini antara lain disebabkan oleh peningkatan emisi GRK sebesar 70% antara tahun 1970 sampai dengan 2004. Porsi terbesar kenaikan emisi GRK dikontribusikan oleh pertumbuhan sektor energi dan limbah, yang bersumber dari peningkatan permintaan dan produksi di perkotaan. Akibatnya, tingkat konsentrasi GRK di atmosfer jauh melampaui perkiraan yang pernah ditetapkan. Perubahan iklim telah menjadi tantangan pembangunan di kota-kota di Indonesia. Kegiatan ekonomi dan pembangunan menghasilkan Gas Rumah Kaca (GRK), yang menjadi penyebab perubahan iklim. Di pulau Jawa bagian tengah, perubahan iklim ditandai dengan kenaikan suhu udara 0,004 o -0,04 o C per Zero Carbon Campus 1
tahun, kenaikan muka air laut 16-22 cm sampai tahun 2030, memendeknya musim hujan dengan curah hujan lebih tinggi dan kejadian cuaca yang tidak lazim. Bangunan sebagai salah satu konsumen energi, membutuhkan energi untuk menciptakan kenyamanan huni di dalamnya. Sektor bangunan mengkonsumsi sepertiga energi dunia yang digunakan untuk penerangan, pemanas/pendingin ruangan dan kebutuhan rumah tangga. Pada kebanyakan bangunan di Indonesia, hampir separuh energi listrik dialokasikan untuk mensuplai sistem pendinginan bangunan. Kota Semarang sebagai bagian masyarakat global telah merasakan dampak perubahan iklim. Kajian kerentanan yang telah dilakukan menunjukkan fenomena perubahan iklim telah terjadi. Peningkatan suhu diperkirakan terjadi sehingga meningkatkan curah hujan khususnya pada saat musim hujan. Di lain sisi, kenaikan suhu juga menginduksi peningkatan permukaan air laut. Dua dampak tersebut meningkatkan kejadian banjir dan genangan air laut (rob). Sebagai pusat konsentrasi ekonomi dan penduduk maka Kota Semarang menjadi rentan terhadap dampak-dampak perubahan iklim. Ruang-ruang terbuka hijau, sumber-sumber air, dan daerah tangkapannya sangat terbatas sehingga apabila terjadi perubahan curah hujan maka risikonya menjadi lebih besar. Sementara itu, urbanisasi didorong oleh berkembangnya kegiatan ekonomi industri dan jasa seperti manufaktur, pendidikan, pariwisata dan fasilitas pendukungnya, serta transportasi yang menjadikan Kota Semarang sebagai salah satu kota pengguna energi tinggi di Jawa Tengah. Artinya, Kota Semarang menjadi salah satu penyumbang GRK terbesar di wilayah Jawa Tengah. Kenyataan tersebut mendorong Kota Semarang berinisiatif melakukan kegiatan untuk menghadapi perubahan iklim. Hal ini juga sejalan dengan komitmen nasional yang dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Penurunan Emisi GRK. Oleh karena itu, penerbitan RAN GRK saat ini menjadi pemacu Kota Semarang untuk berdiri dibarisan depan dalam menghadapi perubahan iklim. Salah satu kawasan yang berkembang pesat secara ekonomi dan pembangunan adalah kawasan Tembalang yang berdasarkan RDTRK masuk kedalam BWK VI yang memilki fungsi kawasan sebagai kawasan pendidikan. Adanya pemindahan Kampus Universitas Diponegoro pada akhir tahun 2010 ke Zero Carbon Campus 2
lokasi baru dan pembangunan gedung gedung baru dari berbagai fakultas yang berdampak terhadap peningkatan kualitas pendidikan, sehingga dapat meningkatkan animo masyarakat bahkan dalam skala nasional untuk menimba ilmu di Kota Semarang khususnya di Universitas Diponegoro. Dengan demikian maka dapat memicu pertambahan jumlah penduduk di kawasan tembalang ini dengan jumlah yang besar, baik itu dari segi mahasiswa maupun dari masyarakat pelaku ekonomi dan usaha. Pertambahan jumlah penduduk ini akan berdampak langsung pada pertambahan jumlah bangunan-bangunan baru serta infrastruktur yang dibuat guna memenuhi permintaan kebutuhan dari masyarakat. Hal ini akan berdampak langsung pada semakin berkurangnya wilayah hijau yang ada dan ruang pejalan kaki sebab telah berubah alih fungsi menjadi kawasan terbangun. Hal itu berdampak pada enggannya pemakai ruang kota untuk berjalan kaki sebagai transportasi yang sustainable. Hal tersebut juga menimbulkan terjadinya urban heat island yang terjadi karena modifikasi permukaan tanah akibat pengembangan kota. Pemindahan kampus UNDIP bawah ke lokasi baru di kawasan Tembalang juga menimbulkan persoalan baru terutama masalah transportasi yaitu semakin tingginya penggunaan transportasi pribadi yang memunculkan kemacetan yang terjadi di kawasan menuju kampus UNDIP Tembalang. Padatnya arus lalu lintas mulai Jl. Ngesrep Timur V hingga Jl Prof Soedarto SH yang dialami para pengguna jalan, dikhawatirkan semakin parah jika tidak ada langkah yang dilakukan. Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno menjelaskan, kepindahan mahasiswa UNDIP bawah ke Tembalang seharusnya sudah diperkirakan bakal menimbulkan dampak kepadatan akses lalu lintas. Hal ini sudah terbukti dengan kemacetan yang luar biasa mulai dari bertemunya arus dari dari jalan masuk dan keluar tol Tembalang, pertigaan Jl. Tirto Agung-Prof. Soedarto SH membuat kendaraan harus bersabar. Banyaknya jumlah sepeda motor dan mobil yang melintas saling serobot membuat kondisi semakin ruwet dan menimbulkan antrian panjang lebih dari satu kilometer. Wali Kota Semarang mengungkapkan secara jangka panjang kondisi jalan tersebut akan ditingkatkan atau dilebarkan. Sementara untuk jangka pendek, direncanakan dengan mencoba jalur baru yakni Jangli-Tembalang. Pelebaran jalan hanya solusi jangka pendek, lima tahun lagi hal seperti ini akan terjadi karena memicu pertumbuhan pengguna kendaraan. Zero Carbon Campus 3
Perkembangan transportasi akan sangat bergantung kepada perkembangan aktivitas manusia tersebut. Dengan bervariasinya aktivitas manusia maka transportasi pun akan semakin berkembang. Karena transportasi haruslah mendukung mobilitas manusia. Dengan begitu aktivitas manusia tidak akan terganggu dan dapat lebih berkembang lagi. Tetapi perkembangan transportasi saat ini sudah melampaui batas dan yang terjadi adalah dampak negative terhadap lingkungan. Karena polusi udara semakin banyak karena tingginya jumlah kendaraan bermotor yang ada. Dan dampak yang paling terasa adalah adanya global warming karena gas polutan dari kendaraan berupa gas carbon monoksida (CO) dan berdampak langsung pada perubahan iklim. Kondisi ini tentunya merubah kawasan Tembalang secara mikro dan makro, dari segala segi termasuk dalam konteks bahasan ini mengenai pengurangan emisi karbon dari lingkungan terbangun dan transportasi, peningkatan efisiensi penggunaan energi pada kawasan terbangun di kota, peningkatan penggunaan sumber energi alternatif, dan pengembangan sistem transportasi massal dengan sumber energi alternatif yang bertujuan mengurangi penambahan kendaraan pribadi. Kondisi kepadatan di kawasan Tembalang saat ini mendesak adanya konsep penataan kawasan ini secara berkelanjutan sebelum tumbuh secara sporadis ke arah yang tidak teratur yang didukung juga dengan konsep pembangunan yang rendah emisi karbon. Oleh karena itu, perlu adanya perencanaan dan perancangan kampus UNDIP Tembalang guna menciptakan kawasan kampus yang rendah emisi karbon (Zero Carbon Campus). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan penjabaran latar belakang diatas menunjukan bahwa berkembangnya kegiatan ekonomi dan jasa, menjadikan Kota Semarang sebagai salah satu pengguna merupakan penghasil GRK terbesar di wilayah Jawa Tengah. Khususnya kawasan kampus terpadu UNDIP Tembalang yang menjadi pemicu berkembangnya kegiatan ekonomi dan jasa yang berdampak pada banyaknya pembangunan sarana dan prasarana serta tingginya intensitas penggunaan kendaraan pribadi sehingga menghasilkan emisi karbon yang cukup tinggi diwilayah Tembalang sementara wilayah hijau semakin berkurang. Zero Carbon Campus 4
Dari permasalahan diatas maka dapat diajukan beberapa pertanyaan penelitian diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah karakteristik kawasan kampus UNDIP menuju zero carbon campus? 2. Arahan serta perencanaan yang bagaimanakah sehingga dapat mengurangi jejak karbon di lingkungan kampus UNDIP? 1.3. Batasan Penelitian Penelitian dibatasi dengan lingkup geografis, substantif dan kerangka waktu tertentu. 1. Secara geografis penelitian dilakukan di Semarang, Indonesia, sebagai salah satu penyumbang GRK terbesar di Jawa Tengah. 2. Subjek penelitian adalah kawasan Kampus UNDIP Tembalang yang berlokasi didaerah perbukitan dengan 11 fakultas dan 47 jurusan. 3. Karakteristik kawasan mencangkup kawasan terbangun dan transportasi darat pada lingkungan kampus UNDIP. 4. Perhitungan jejak karbon yang dimaksud adalah jejak karbon primer dari aktivitas yang dihasilkan oleh civitas akademik di lingkungan kampus UNDIP Tembalang. 5. Jejak karbon primer yang dimaksud adalah jejak karbon yang dihasilkan dari perjalanan harian civitas akademika dan konsumsi energi pada bangunan. 6. Civitas akademika yang dimaksud adalah Dosen, Staf/Karyawan dan Mahasiswa S1 tahun 2011-2014. 7. Jenis karbon yang dihitung adalah Karbon dioksida (CO 2) yang dihasilkan dari perjalanan harian dan konsumsi energi domestik pada bangunan. 8. Perhitungan karbon menggunakan faktor emisi dan kalkulator jejak karbon sebagai alat evaluasi dan klarifikasi. 9. Waktu penelitian dibagi menjadi dua segmen, yaitu pagi & siang/sore. 1.4. Tujuan Dan Sasaran Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mitigasi perubahan iklim dengan upaya untuk menurunkan/ menyeimbangkan emisi Zero Carbon Campus 5
karbon melalui peningkatan efisiensi penggunaan energi pada kawasan terbangun dan penggunaan sumber energi alternatif serta pengembangan sistem transportasi massal untuk menuju kawasan zero carbon campus. Untuk mendapatkan tujuan yang ada maka ditetapkan sasaran-sasaran penelitian yang saling berkaitan, antara lain : 1. Menganalisis jejak karbon terkait emisi karbon yang dihasilkan dari perjalanan harian civitas akademika dan konsumsi energi pada bangunan. 2. Merumuskan arahan penataan kawasan yang mendukung terciptanya kawasan zero carbon campus. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam hal: 1. Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang emisi CO2 atau carbon footprint yang disebabkan oleh adanya aktivitas manusia sehingga diharapkan manusia dapat membatasi jumlah jejak karbon yang ditimbulkan dalam membantu memulihkan lingkungan hidup. 2. Memberikan kontribusi pemikiran dan analisis berdasarkan hasil penelitian ini mengenai upaya penanganan perubahan iklim dan pembangunan rendah emisi karbon di Indonesia. 3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan dalam perencanaan serta perancangan lingkungan kampus yang rendah emisi karbon untuk membuat lingkungan kampus yang lebih baik dan berkelanjutan. 1.6. Keaslian Penelitian Adapun beberapa penelitian yang sama atau sejenis baik dalam hal pemilihan lokus yang sama dengan fokus yang berbeda maupun sebaliknya yang sudah dilakukan maupun sementara dilakukan oleh peneliti yang lain. Zero Carbon Campus 6
Tabel. 1.1.Keaslian Penelitian Sumber: Berbagai penelitian Peneliti Judul Penelitian Lokus Tujuan Penelitian Metode Penelitian Temuan Penelitian Centre for Alternative Technology (2010) Zero Carbon Britain 2030 : a New Energy Strategy Britain, UK Menurunkan melalui pengurangan pemborosan energi. Meningkatkan melalui pengerahan energi terbarukan. Menurunkan emisi GRK menjadi nol emisi. - Reducing consumption of energy through greater efficiency and technologica limprovement. Reducing consumption of energy and other resources through behaviour change. Ratih Gita Astari (2012) Studi Jejak Karbon dari Aktivitas Permukiman di Kecamatan Pademangan Kotamadya Jakarta Utara Pademangan, Jakarta Utara Mengetahui jumlah emisi CO 2 dari permukiman. Memetakan jejak karbon Mengidentifikasi faktorfaktor yang berpengaruh terhadap emisi CO 2 dari permukiman. Melalui survei, pengumpulan data primer & sekunder dengan sampel wilayah studi Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai emisi CO 2 primer & sekunder adalah tipe rumah, daya listrik dan jumlah pengahasilan Violeta Hardiyanti (2013) Jejak Karbon (Carbon Footprint) Dari Civitas Akademika Universitas Atma Jaya Yogyakarta Kampus Atma Jaya Yogyakarta Menganalisa carbon footprint (emisi CO 2) dari aktivitas mahasiswa,dosen dan non dosen Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Mengetahui faktor faktor yang berkontribusi pada carbon footprint(emisi CO 2) dari aktivitas mahasiswa, dosen dan non dosen UniversitasAtma Jaya Yogyakarta Metode Kuantitatif yang dilakukan dengan beberapa tahap yaitu survei, pengumpulan data primer & sekunder, pengolahan data dan analisisi data Produksi jejak karbon civitas akademika UAJY Profil jejak karbon civitas akademika UAJY Faktor yang berpengaruh terhadap emisi jejak karbon harian yang dihasilkan oleh civitas akademika UAJY Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan diatas, maka state of the art dari penelitian ini mengambil judul Arahan Penataan Kawasan Kampus Universitas Diponegoro Tembalang dengan Pendekatan Zero Carbon Campus. Mengintegrasikan kawasan kampus UNDIP untuk menuju zero carbon campus melalui peningkatan efisiensi energi pada kawasan terbangun dan penggunaan sumber energi alternatif serta pengembangan sistem transportasi publik yang bertujuan menurunkan emisi karbon penyebab GRK kedalam strategi perencanaan dan perancangan kawasan yang berkelanjutan. Zero Carbon Campus 7