BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan aspek fisik maupun aspek sosial dan budaya. Pembangunan

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

No.1087, 2014 BNPB. Badan Penanggulangan Bencana. Daerah. Pembentukan. Pedoman KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pusat aktivitas dari penduduk, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian kota

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN (Kasus di Kota Bandung Bagian Barat)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

BAB VI RENCANA DAN GAGASAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS TAMMUA

Powered by TCPDF (

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUPATI PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kebutuhan tanah untuk tempat tinggal dan kegiatan aktifitas lainnya.

Identifikasi Kawasan Rawan Kebakaran di Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan dengan Sistem Informasi Geografis

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

BAB III LANDASAN TEORI

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI BANDUNG BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

Wisnu Widyatmadja Taufik Hery Purwanto

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

ANALISIS KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KONTIJENSI TSUNAMI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PENCEGAH PEMADAM KEBAKARAN KOTA MEDAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

LEMBAR EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI KELURAHAN SADAR BENCANA (KELURAHAN BANJAR-SERASAN KEC.PONTIANAK TIMUR)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kelembagaan Penanggulangan Kebakaran di PPS Nizam Zachman Jakarta. Bagian Tata Usaha. Bidang Tata Operasional

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

WALI KOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mempunyai tempat penyimpanan barang yang cukup rentan terhadap

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

Profil dan Data Base BPBD Sleman

Arahan Distribusi Lokasi Pos Pemadam Kebakaran Berdasarkan Kawasan Potensi Risiko Bencana Kebakaran di Kota Surabaya

VI. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis temuan penelitian rencana strategi BPBD Kota Bandar

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 29 TAHUN 2014

PENGENDALIAN BAHAYA KEBAKARAN MELALUI OPTIMALISASI TATA KELOLA LAHAN KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH PERKOTAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

Kata Kunci : Kebakaran, Penanggulangan, Permukiman Padat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. tidak digenangi air dalam selang waktu tertentu. (Pribadi, Krisna. 2008)

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan merupakan kawasan pemusatan penduduk. Keadaan ini akan memicu terjadinya penurunan kualitas perkotaan yang dapat ditunjukkan dengan timbulnya berbagai permasalahan kompleks, bahkan hingga permasalahan kebencanaan. Hal ini dikarenakan semakin besar potensi kesalahan yang timbul oleh manusia yang berada di lingkungan perkotaan. Kejadian kebakaran perkotaan dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, akan tetapi potensi kejadian terbesar penyebab kebakaran biasanya diakibatkan oleh faktor kompleksnya masalah perkotaan (Suprapto, 1998). Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana merupakan rangkaian perisitiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam, nonalam, maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Salah satu bencana yang dapat muncul di kawasan perkotaan yaitu bencana nonalam seperti terjadinya bencana kebakaran. Menurut RPJMD Kota Yogyakarta Tahun 2012-2016, disebutkan bahwa bencana kebakaran Kota Yogyakarta meningkat dari tahun-ketahun baik di permukiman padat penduduk maupun pada perkantoran. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Yogyakarta (2015), dalam Rusqiyati (2015) menyebutkan bahwa pada tahun 2015, hingga awal September telah menangani 52 kasus kebakaran, dan 26 kasus diantaranya terjadi di Kota Yogyakarta. Sedangkan melalui rekam data BPBD Kota Yogyakarta, kejadian kebakaran Kecamatan Ngampilan dan Gondomanan dari 2012 2016 dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel tersebut menunjukkan bahwasanya kebakaran merupakan bencana yang dapat terjadi kapan saja, meskipun kejadiannya berbeda dengan kejadian bencana lain yang dapat diprediksi secara periodik. Tindakan yang dapat dilakukan dalam siklus bencana kebakaran perkotaan berupa penanggulangan dan penanganan. 1

No Tabel 1.1 Kasus Kebakaran Kecamatan Ngampilan dan Gondomanan Tahun Tahun Jumlah Kasus Konsleting 2012-2016 Penyebab Terbakar Kompor/aktivitas rumah Kendaraan 1 2012 1 1 - - - 2 2013 0 - - - - 3 2014 4 2 1-1 4 2015 1-1 - - 5 2016 5 3 1-1 Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Yogyakarta, 2012 2016 Lainlain Menurut Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Tahun 2000, penanggulangan kebakaran di perkotaan merupakan segala upaya yang menyangkut sistem organisasi, personil, sarana dan prasarana, serta tata laksana untuk mencegah, mengeliminasi, dan meminimalisasi dampak kebakaran di bangunan, lingkungan, dan kota. Tindakan penanganan kebakaran adalah strategi untuk mengantisipasi bila terjadi keadaan darurat kebakaran atau lainnya dalam suatu bangunan, gedung dan atau lingkungannya, sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Oleh karena itu, terjadinya bencana kebakaran di kawasan perkotaan membutuhkan penanganan yang tepat dan cepat untuk meminimalkan dampak terjadinya kebakaran. Menurut Purwono (2015), yang dibutuhkan dalam penanganan pada saat terjadi bencana kebakaran adalah kecepatan untuk meminimalisasi kerugian bahkan korban, sehingga tidak hanya dinas pemadam kebakaran, namun masyarakat yang turut berperan aktif dalam penanganan kebakaran sangat membantu dalam kondisi tanggap darurat siklus bencana kebakaran. Masyarakat yang secara mandiri, dalam beberapa menit pertama ketika diketahui adanya api dapat memanfaatkan dengan baik keberadaan fasilitas pemadam kebakaran, sehingga akan sangat membantu dalam penanganan bencana kebakaran. Penanganan pada saat terjadi bencana kebakaran di perkotaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti; keterlibatan petugas pemadam kebakaran, pemanfaatan fasilitas sarana dan prasarana pemadam yang ada mulai 2

dari alat pemadam api ringan, sprinkler, penggunaan hidran, dan usaha pemadaman secara cepat dari sumber air terdekat misalnya kolam air, danau, jeram, sumur dalam, air mancur, dan sungai (Octavianus, 2003). Akan tetapi, tindakan penanganan terhadap kejadian kebakaran biasanya mengalami beberapa hambatan, terutama di kawasan perkotaan padat bangunan, seperti; sumberdaya ahli pemadam yang kurang, sulitnya mobil pemadam kebakaran untuk mencapai lokasi kebakaran karena sempitnya akses jalan, dan minimnya fasilitas sarana dan prasarana pemadam kebakaran. Penyediaan fasilitas kebakaran Kota Yogyakarta dibantu dengan menggunakan fasilitas jaringan utama hidran dari PDAM Tirtamarta Yogyakarta yang berada di jalan-jalan protokol sebagai pemasok air untuk mobil-mobil pemadam kebakaran yang berada di lokasi ketika terjadi kebakaran. Akan tetapi, adanya fasilitas ini belum dapat memadahi karena mobil pemadam tidak selalu dapat menjangkau perkampungan dengan akses jalan sempit dan padat bangunan. Oleh karena itu, dikembangakan teknologi hidran kering Kota Yogyakarta yang berada tidak hanya di jalan-jalan protokoler, akan tetapi menjangkau perkampungan padat hingga ke dalam dengan pasokan sumber air hidran dari mobil pemadam kebakaran. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Yogyakarta, sebagai salah satu badan yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan bencana berinisiatif untuk membangun pengadaan hidran kering di beberapa kelurahan Kota Yogyakarta yang dianggap memiliki kerawanan tinggi terjadinya bencana kebakaran dan aksesnya sulit. Hal tersebut sebagai upaya percepatan penanganan bencana kebakaran, terutama di kawasan Kota Yogyakarta yang padat, untuk menangani mobil pemadam yang tidak dapat masuk ke jalan-jalan sempit. Terdapat tiga kelurahan yang pembangunan hidrannya telah direalisasikan, yaitu Kelurahan Prawirodirjan, Pathuk, dan Kauman (Pranyoto, 2015). Kerawanan sendiri merupakan kondisi karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, social, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai, kesiapan, dan mengurangi kemampuan menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (UU No 24 Tahun 2007). 3

Menurut RPJMD Kota Yogyakarta Tahun 2012-2016, disebutkan pula bahwa untuk menangani bencana kebakaran Kota Yogyakarta baik di permukiman padat warga maupun pada perkantoran sebaiknya harus tersedia hidran kering yang dapat digunakan sewaktu-waktu. Akan tetapi, pembangunan hidran membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga jumlahnya masih terbatas. Masing-masing kelurahan hanya dibangun 3 hidran. Umumnya, satu unit hidran hanya dapat mencakup daerah efektif 800m 2 hingga 1000m 2 bergantung dari jumlah lantai dan kelas bangunan yang ada di lingkungan tersebut (Keputusan Menteri PU, 2000). Penyediaan dan pembangunan hidran yang terbatas memerlukan adanya penentuan dan pemilihan lokasi yang tepat, sehingga lokasi hidran benar-benar efisien untuk membantu penanganan ketika terjadi kebakaran pada daerah yang rawan kebakaran dan tidak dapat dijangkau mobil-mobil pemadam. Penentuan lokasi hidran yang tepat dan efisien dapat dibantu dengan pemrosesan serta analisis sistem informasi geografis dari berbagai parameter yang dapat diekstraksi dari penginderaan jauh ataupun data sekunder dan lapangan. Parameter yang dapat diekstraksi seperti kepadatan, tata letak bangunan, dan lebar jalan. Oleh karena itu, penyadapan parameter menggunakan kajian penginderaan jauh dan sistem informasi geografis pada kajian kebakaran di perkotaan membutuhkan bantuan citra resolusi tinggi. Salah satu citra resolusi tinggi yang dapat digunakan untuk melakukan kajian penentuan lokasi hidran yaitu citra GeoEye-1. Melalui berbagai pertimbangan pengolahan menggunakan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis tersebut, maka dapat diasumsikan jumlah dan lokasi yang sekiranya cocok bagi peletakan hidran. Salah satu metode yang digunakan dalam menentukan nilai harkat dan bobot parameter tersebut adalah metode Analysis Hierarchy Process (AHP), yaitu pendekatan dasar untuk melakukan pengambilan keputusan (Saaty dan Vargas, 2000). Menggunakan bantuan AHP, maka hasil harkat dan bobot parameter spasial lebih menyesuaikan dari kebutuhan dan kesesuaian dari kondisi lapangan. 4

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diuraikan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Sistem informasi geografis dan penginderaan jauh GeoEye-1 sudah banyak digunakan untuk membantu di berbagai kajian salah satunya kebakaran, akan tetapi perlu dilihat tingkat kemampuannya untuk menyadap parameter kerawanan dalam penentuan lokasi efisien dan peletakan fasilitas hidran pemadam kebakaran. 2. Pembangunan dan penyediaan fasilitas hidran pemadam kebakaran mulai digalakkan, akan tetapi perlu adanya penelitian untuk evaluasi dan rekomendasi lokasi-lokasi yang tepat dan efisien dalam peletakannya. 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji kemampuan teknologi sistem informasi geografis dan citra penginderaan jauh GeoEye-1 untuk menyadap parameter penentuan lokasi yang efisien dalam peletakan fasilitas hidran pemadam kebakaran. 2. Mengevaluasi dan merekomendasikan lokasi-lokasi yang tepat dan efisien dalam peletakan fasilitas hidran pemadam kebakaran. 1.4 Kegunaan Kegunaan penelitian ini diharapkan: 1. Membantu pengembangan dan pemanfaatan sistem informasi geografis dan data penginderaan jauh di bidang penyediaan fasilitas pengurangan dampak bencana berupa hidran pemadam kebakaran berdasarkan parameter kerawanan kebakaran yang dapat diekstraksi dari citra penginderaan jauh. 2. Membantu mengevaluasi dan merekomendasikan penentuan lokasi-lokasi fasilitas hidran pemadam kebakaran yang efisien dalam peletakannya. 5