BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan merupakan kawasan pemusatan penduduk. Keadaan ini akan memicu terjadinya penurunan kualitas perkotaan yang dapat ditunjukkan dengan timbulnya berbagai permasalahan kompleks, bahkan hingga permasalahan kebencanaan. Hal ini dikarenakan semakin besar potensi kesalahan yang timbul oleh manusia yang berada di lingkungan perkotaan. Kejadian kebakaran perkotaan dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, akan tetapi potensi kejadian terbesar penyebab kebakaran biasanya diakibatkan oleh faktor kompleksnya masalah perkotaan (Suprapto, 1998). Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana merupakan rangkaian perisitiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam, nonalam, maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Salah satu bencana yang dapat muncul di kawasan perkotaan yaitu bencana nonalam seperti terjadinya bencana kebakaran. Menurut RPJMD Kota Yogyakarta Tahun 2012-2016, disebutkan bahwa bencana kebakaran Kota Yogyakarta meningkat dari tahun-ketahun baik di permukiman padat penduduk maupun pada perkantoran. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Yogyakarta (2015), dalam Rusqiyati (2015) menyebutkan bahwa pada tahun 2015, hingga awal September telah menangani 52 kasus kebakaran, dan 26 kasus diantaranya terjadi di Kota Yogyakarta. Sedangkan melalui rekam data BPBD Kota Yogyakarta, kejadian kebakaran Kecamatan Ngampilan dan Gondomanan dari 2012 2016 dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel tersebut menunjukkan bahwasanya kebakaran merupakan bencana yang dapat terjadi kapan saja, meskipun kejadiannya berbeda dengan kejadian bencana lain yang dapat diprediksi secara periodik. Tindakan yang dapat dilakukan dalam siklus bencana kebakaran perkotaan berupa penanggulangan dan penanganan. 1
No Tabel 1.1 Kasus Kebakaran Kecamatan Ngampilan dan Gondomanan Tahun Tahun Jumlah Kasus Konsleting 2012-2016 Penyebab Terbakar Kompor/aktivitas rumah Kendaraan 1 2012 1 1 - - - 2 2013 0 - - - - 3 2014 4 2 1-1 4 2015 1-1 - - 5 2016 5 3 1-1 Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Yogyakarta, 2012 2016 Lainlain Menurut Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Tahun 2000, penanggulangan kebakaran di perkotaan merupakan segala upaya yang menyangkut sistem organisasi, personil, sarana dan prasarana, serta tata laksana untuk mencegah, mengeliminasi, dan meminimalisasi dampak kebakaran di bangunan, lingkungan, dan kota. Tindakan penanganan kebakaran adalah strategi untuk mengantisipasi bila terjadi keadaan darurat kebakaran atau lainnya dalam suatu bangunan, gedung dan atau lingkungannya, sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Oleh karena itu, terjadinya bencana kebakaran di kawasan perkotaan membutuhkan penanganan yang tepat dan cepat untuk meminimalkan dampak terjadinya kebakaran. Menurut Purwono (2015), yang dibutuhkan dalam penanganan pada saat terjadi bencana kebakaran adalah kecepatan untuk meminimalisasi kerugian bahkan korban, sehingga tidak hanya dinas pemadam kebakaran, namun masyarakat yang turut berperan aktif dalam penanganan kebakaran sangat membantu dalam kondisi tanggap darurat siklus bencana kebakaran. Masyarakat yang secara mandiri, dalam beberapa menit pertama ketika diketahui adanya api dapat memanfaatkan dengan baik keberadaan fasilitas pemadam kebakaran, sehingga akan sangat membantu dalam penanganan bencana kebakaran. Penanganan pada saat terjadi bencana kebakaran di perkotaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti; keterlibatan petugas pemadam kebakaran, pemanfaatan fasilitas sarana dan prasarana pemadam yang ada mulai 2
dari alat pemadam api ringan, sprinkler, penggunaan hidran, dan usaha pemadaman secara cepat dari sumber air terdekat misalnya kolam air, danau, jeram, sumur dalam, air mancur, dan sungai (Octavianus, 2003). Akan tetapi, tindakan penanganan terhadap kejadian kebakaran biasanya mengalami beberapa hambatan, terutama di kawasan perkotaan padat bangunan, seperti; sumberdaya ahli pemadam yang kurang, sulitnya mobil pemadam kebakaran untuk mencapai lokasi kebakaran karena sempitnya akses jalan, dan minimnya fasilitas sarana dan prasarana pemadam kebakaran. Penyediaan fasilitas kebakaran Kota Yogyakarta dibantu dengan menggunakan fasilitas jaringan utama hidran dari PDAM Tirtamarta Yogyakarta yang berada di jalan-jalan protokol sebagai pemasok air untuk mobil-mobil pemadam kebakaran yang berada di lokasi ketika terjadi kebakaran. Akan tetapi, adanya fasilitas ini belum dapat memadahi karena mobil pemadam tidak selalu dapat menjangkau perkampungan dengan akses jalan sempit dan padat bangunan. Oleh karena itu, dikembangakan teknologi hidran kering Kota Yogyakarta yang berada tidak hanya di jalan-jalan protokoler, akan tetapi menjangkau perkampungan padat hingga ke dalam dengan pasokan sumber air hidran dari mobil pemadam kebakaran. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Yogyakarta, sebagai salah satu badan yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan bencana berinisiatif untuk membangun pengadaan hidran kering di beberapa kelurahan Kota Yogyakarta yang dianggap memiliki kerawanan tinggi terjadinya bencana kebakaran dan aksesnya sulit. Hal tersebut sebagai upaya percepatan penanganan bencana kebakaran, terutama di kawasan Kota Yogyakarta yang padat, untuk menangani mobil pemadam yang tidak dapat masuk ke jalan-jalan sempit. Terdapat tiga kelurahan yang pembangunan hidrannya telah direalisasikan, yaitu Kelurahan Prawirodirjan, Pathuk, dan Kauman (Pranyoto, 2015). Kerawanan sendiri merupakan kondisi karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, social, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai, kesiapan, dan mengurangi kemampuan menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (UU No 24 Tahun 2007). 3
Menurut RPJMD Kota Yogyakarta Tahun 2012-2016, disebutkan pula bahwa untuk menangani bencana kebakaran Kota Yogyakarta baik di permukiman padat warga maupun pada perkantoran sebaiknya harus tersedia hidran kering yang dapat digunakan sewaktu-waktu. Akan tetapi, pembangunan hidran membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga jumlahnya masih terbatas. Masing-masing kelurahan hanya dibangun 3 hidran. Umumnya, satu unit hidran hanya dapat mencakup daerah efektif 800m 2 hingga 1000m 2 bergantung dari jumlah lantai dan kelas bangunan yang ada di lingkungan tersebut (Keputusan Menteri PU, 2000). Penyediaan dan pembangunan hidran yang terbatas memerlukan adanya penentuan dan pemilihan lokasi yang tepat, sehingga lokasi hidran benar-benar efisien untuk membantu penanganan ketika terjadi kebakaran pada daerah yang rawan kebakaran dan tidak dapat dijangkau mobil-mobil pemadam. Penentuan lokasi hidran yang tepat dan efisien dapat dibantu dengan pemrosesan serta analisis sistem informasi geografis dari berbagai parameter yang dapat diekstraksi dari penginderaan jauh ataupun data sekunder dan lapangan. Parameter yang dapat diekstraksi seperti kepadatan, tata letak bangunan, dan lebar jalan. Oleh karena itu, penyadapan parameter menggunakan kajian penginderaan jauh dan sistem informasi geografis pada kajian kebakaran di perkotaan membutuhkan bantuan citra resolusi tinggi. Salah satu citra resolusi tinggi yang dapat digunakan untuk melakukan kajian penentuan lokasi hidran yaitu citra GeoEye-1. Melalui berbagai pertimbangan pengolahan menggunakan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis tersebut, maka dapat diasumsikan jumlah dan lokasi yang sekiranya cocok bagi peletakan hidran. Salah satu metode yang digunakan dalam menentukan nilai harkat dan bobot parameter tersebut adalah metode Analysis Hierarchy Process (AHP), yaitu pendekatan dasar untuk melakukan pengambilan keputusan (Saaty dan Vargas, 2000). Menggunakan bantuan AHP, maka hasil harkat dan bobot parameter spasial lebih menyesuaikan dari kebutuhan dan kesesuaian dari kondisi lapangan. 4
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diuraikan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Sistem informasi geografis dan penginderaan jauh GeoEye-1 sudah banyak digunakan untuk membantu di berbagai kajian salah satunya kebakaran, akan tetapi perlu dilihat tingkat kemampuannya untuk menyadap parameter kerawanan dalam penentuan lokasi efisien dan peletakan fasilitas hidran pemadam kebakaran. 2. Pembangunan dan penyediaan fasilitas hidran pemadam kebakaran mulai digalakkan, akan tetapi perlu adanya penelitian untuk evaluasi dan rekomendasi lokasi-lokasi yang tepat dan efisien dalam peletakannya. 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji kemampuan teknologi sistem informasi geografis dan citra penginderaan jauh GeoEye-1 untuk menyadap parameter penentuan lokasi yang efisien dalam peletakan fasilitas hidran pemadam kebakaran. 2. Mengevaluasi dan merekomendasikan lokasi-lokasi yang tepat dan efisien dalam peletakan fasilitas hidran pemadam kebakaran. 1.4 Kegunaan Kegunaan penelitian ini diharapkan: 1. Membantu pengembangan dan pemanfaatan sistem informasi geografis dan data penginderaan jauh di bidang penyediaan fasilitas pengurangan dampak bencana berupa hidran pemadam kebakaran berdasarkan parameter kerawanan kebakaran yang dapat diekstraksi dari citra penginderaan jauh. 2. Membantu mengevaluasi dan merekomendasikan penentuan lokasi-lokasi fasilitas hidran pemadam kebakaran yang efisien dalam peletakannya. 5