BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI Transpor sedimen pada bagian ini dipelajari dengan menggunakan model transpor sedimen tersuspensi dua dimensi horizontal. Dimana sedimen yang dimodelkan pada penelitian ini adalah sedimen kohesif yang berasal dari banjir kanal timur Semarang. Pola penyebaran sedimen hasil model transpor sedimen yang dikembangkan ini dibandingkan dengan pola pergerakan sedimen yang diberi label radioaktif hasil analisa penelitian lapangan yang dilakukan oleh Supriyatnya (1999). Dengan demikian model disimulasikan dengan kondisi pasang surut yang bersamaan dengan kondisi penelitian lapangan tersebut dilakukan. Pengembangan model transpor sedimen dua dimensi, merupakan bagian dari kegiatan pengembangan model transpor sedimen tiga dimensi yang akan disajikan pada bab berikut dari buku ini. Model transpor sedimen dua dimensi yang diuraikan pada bagian ini, ditujukan untuk memberikan tahapan awal dalam menuju pemahaman terhadap model transpor sedimen 3 dimensi dan penyebaran korpostanol pada suatu lokasi. 6.1. Persamaan Pembangun Transpor Sedimen Dua Dimensi Persamaan pembangun transpor sedimen tersuspensi dua dimensi yang digunakan adalah: C C C u v K t x y x x C x 118 K y y C y dimana: C = konsentrasi sedimen tersuspensi, u = kecepatan horizontal memanjang (arah sumbu-x), v = kecepatan horizontal melintang (arah sumbu-y), S d = fluks deposisi, S e = fluks erosi, t = waktu, dan K x, K y = koefisien difusi kearah sumbu x dan y. S e - S d (6.1)
Fluks deposisi dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut ini (Krone 1962) : b Sd 1- Ws Cb,untuk b cd (6.2) cd dan fluks erosi menurut Mehta et al (1982) adalah : b - ce Se M,untuk b ce (6.3) ce dimana : b = tegangan geser dasar cd = tegangan geser kritis deposisi ce = tegangan geser kritis erosi W s = kecepatan endap sedimen C b = konsentrasi sedimen dasar Tegangan deser dasar ditentukan menurut persamaan berikut: 2 V b ρ g (6.4) 2 C H dimana: V = kecepatan aliran rata-rata = densitas air laut g = percepatan gravitasi C = koefisien chezy H = kedalaman perairan. Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian yang luas Van Rijn (1987), untuk menentukan konsentrasi sedimen dasar yang terdapat dalam persamaan (6.2) dan (6.3) di atas dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan empiris sebagai berikut : T c b co 0,18 D (6.5) * dimana : c o = konsentrasi (dasar) maksimum. ' b b, cr T = tegangan stress b, cr 2 D * = paramter ukuran partikel d g 1/ 3 50 / 119
Persamaan (6.5) di atas mensyaratkan bahwa konsentrasi sedimen dasar akan ada apabila tegangan geser dasar lebih besar dari pada tegangan geser kritis erosi. Rivera (1997) menyatakan kondisi seperti ini tidak realistis, karena dalam kolom perairan setiap sedimen yang tersuspensi tetap akan jatuh ke arah dasar perairan, sehingga akan selalu terdapat sedimen dasar sepanjang masih ada sedimen tersuspensi yang bergerak jatuh ke dasar perairan. Mehta et al. (1989), mengasumsikan bahwa konsentrasi dasar berhubungan dengan rata-rata konsentrasi sedimen dan variasi vertikal konsentrasi, bentuk analitis hubungan tersebut diberikan oleh Teeter (1986), yakni : Pe cb c 1 2, 5 (6.5) 1,25 4,75p dimana : c = konsentrasi rata-rata, p = probabilitas pengendapan, dan P e = bilangan Peclet. ws Pe (6.6) 1 u* 6 dimana : = konstantan von Karman dan dapat diasumsikan sama dengan 1, (Koutitas, 1988). Secara umum, peningkatan nilai P e mengimplikasikan peningkatan dominasi pengendapan atau sedimentasi di lingkungan, kasus ini terjadi dibanyak estuari (Mehta et al., 1989). 6.2. Syarat Batas dan Nilai Awal Model yang dibangun diterapkan pada perairan sekitar muara Banjir Kanal Timur dengan luasan daerah model adalah 1,50 x 1,25 km 2. Dalam aplikasi di daerah model, pada sisi batas tertutup model diterapkan syarat batas semislip : C 0 (6.7) n dengan pengertian bahwa tidak ada konsentrasi sedimen yang dapat melewati dinding batas tertutup domain model. Sedangkan pada batas terbuka domain model, dalam penelitian ini digunakan syarat batas terbuka Radiasi Orlanski Implisit (ORI): 120
C C 0 t x n1 n n1 C B 1 2CB 1 C B (6.8) 1 1 jika CL 1 CL jika 0 C 0 jika CL 0 L 1 dimana :C L C n1 b1 C n1 B1 n1 CB1 n1 CB1 2C n B2 Nilai awal penerapan model di perairan Pantai Semarang, konsentrasi sedimen tersuspensi di seluruh domain model tidak terdapat di dalam kolom perairan. 0 C (6.9) t 0 6.3. Simulasi Arus Dua Dimensi Horizontal Model hidrodinamika yang digunakan adalah model POM seperti yang telah disajikan pada bab terdahulu. Simulasi model yang dilakukan pada tanggal 24 Juli s/d 8 Agustus dengan pembangkit pasang surut semidiurnal. Pasang tertinggi pada periode purnama adalah 0,4 meter, sedangkan pasang terendah pada periode perbani adalah 0,14 meter. Fluktuasi muka air perairan pantai Semarang pada periode waktu Juli-Agustus diperlihatkan dalam Gambar 6.1. Elevasi Muka Air (m) 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0-0,1-0,2-0,3-0,4 1 21 41 61 81 101 121 141 161 181 201 221 241 261 281 301 321 341 Waktu (Jam) Gambar 6.1. Fluktuasi elevasi muka air pada periode 24 Juli s/d 8 Agustus. 121
Asumsi yang digunakan dalam pemodelan arus adalah tidak ada pengaruh angin dan gelombang pendek terhadap pembangkit arus. Pola pergerakan arus pasut perairan pantai Semarang di sekitar muara Banjir Kanal Timur Semarang di perlihatkan dalam Gambar 6.2. s/d 6.5. Saat kondisi pasut manuju pasang arus bergerak dari arah Utara / Timur Laut menuju pantai dan membelok ke arah Barat sejajar garis pantai. Kisaran kecepatan arus pada saat surut menuju pasang adalah 0,0004 s/d 0,04 m/dt (purnama) dan 0,0003 s/d 0,03 m/dt (perbani). Arus bergerak menuju arah Utara saat pasang menuju surut dengan kecepatan lebih rendah dari pada saat surut manuju pasang, yakni dengan kisaran kecepatan 0,0001 s/d 0,031 m/dt (purnama) dan 0,0001 s/d 0,036 m/dt (perbani). Keberadaan kolam pelabuhan di sebelah Barat daerah model memberikan pengaruh terhadap kecepatan dan pembelokan arus. Dimana jetty kolam pelabuhan menghambat gerak massa air, sehingga massa air yang terhambat ini bergerak mengarah pada celah yang terbuka antara jetty kolam pelabuhan dengan darat. Peristiwa tersebut menimbulkan peningkatan kecepatan di celah antara jetty kolam pelabuhan dengan darat. Gambar 6.2. Pola pergerakan arus saat surut menuju pasang (purnama). 122
Gambar 6.3. Pola pergerakan arus saat pasang menuju surut (purnama). Gambar 6.4. Pola pergerakan arus saat surut menuju pasang (perbani). 123
Gambar 6.5. Pola pergerakan arus saat pasang menuju surut (perbani). 6.4. Pola Sebaran Sedimen Horizontal Sedimen pada awal simulasi dilepaskan di posisi sekitar 500 m dari muara Banjir Kanal Timur ke arah Utara daerah model. Model diaplikasikan dalam kondisi arus perairan pada bulan Juli sampai dengan Agustus. Berdasarkan hasil simulasi model pada selang waktu 25 Juli s/d 1 Agustus diperoleh adanya kecenderungan pola pergerakan sedimen kesegala arah dari posisi awal sedimen dilepaskan, akan tetapi pada tanggal 25 Juli lebih dominan ke arah Barat, sedangkan pada tanggal 28 Juli s/d 1 Agustus terlihat kecenderungan sedimen bergerak dominan ke arah Timur daerah penelitian (Gambar 6.6 s/d 6.10). Kecenderungan pergerakan sedimen hasil simulasi model karena dipengaruhi oleh pola pergerakan arus pasang surut. 124
Gambar 6.6. Pola penyebaran sedimen tersuspensi hasil simulasi model pada tanggal 25 Juli. Gambar 6.7. Pola penyebaran sedimen tersuspensi hasil simulasi model pada tanggal 26 Juli. 125
Gambar 6.8. Pola penyebaran sedimen tersuspensi hasil simulasi model pada tanggal 28 Juli. Gambar 6.9. Pola penyebaran sedimen tersuspensi hasil simulasi model pada tanggal 30 Juli. 126 126
Gambar 6.10. Pola penyebaran sedimen tersuspensi hasil simulasi model pada tanggal 1 Agustus. Gambar 6.6 memperlihatkan hasil simulasi model pada tanggal 25 Juli setelah 34 jam sedimen dimasukan ke dalam daerah penelitian. Pada waktu ini besarnya konsentrasi sedimen tersuspensi berkisar antara 1.x10-5 s/d 3.77x10-2 kg/m 3. 24 jam kemudian (setelah 58 jam sedimen dimasukan dalam daerah model) pola penyebaran sedimen dalam perairan diperlihatkan dalam Gambar 6.7 dengan kisaran kandungan konsentrasi dalam perairan adalah 2,0x10-5 s/d 2,98x10-2 kg/m 3. Pada selang waktu 24 jam dari tanggal 25 s/d 26 Juli terjadi penurunan kandungan konsentrasi maskimum sedimen sebesar 0,78 kg/m 3. Gambar 6.8 s/d 6.10 memperlihatkan penyebaran sedimen di perairan setelah 106, 154 dan 204 jam dari awal sedimen dimasukan ke dalam perairan. Setelah 204 jam sedimen dimasukan ke dalam perairan, hasil simulasi memperlihatkan bahwa kisaran besaran konsentrasi sedimen dalam kolom perairan adalah antara 4,30x10-4 s/d 9,39x10-3 kg/m 3. Kecenderungan pengurangan konsentrasi maksimum yang ada dalam perairan berdasarkan simulasi model dari tanggal 25 juli s/d 1 Agustus diperlihatkan dalam Gambar 6.11. 127 127
Konsentrasi sedimen tersuspensi (kg/m 3 ) 4,00E-02 3,50E-02 3,00E-02 2,50E-02 2,00E-02 1,50E-02 1,00E-02 5,00E-03 0,00E+00 0 24 48 72 96 120 144 168 192 Waktu (jam) Gambar 6.11. Penurunan konsentrasi maksimum sedimen tersuspensi hasil simulasi model dari tanggal 25 Juli s/d 1 Agustus. Gambar 6.11 memperlihatkan konsentrasi maksimum sedimen tersuspensi dari waktu ke waktu terus menurun, hal ini terjadi disebabkan adanya sedimen yang terendapkan dan terangkut ke luar daerah model. Peristiwa sedimentasi (pengendapan) terjadi apabila tegangan geser dasar aliran lebih kecil dari tegangan kritis suspensi. Sehingga dengan demikian banyaknya konsentrasi sedimen tersuspensi juga dipengaruhi oleh arah dan kecepatan arus dalam daerah model. Pola dan kecepatan arus perairan pada saat penyebaran sedimen tersuspensi yang disajikan di atas diperlihatkan dalam Gambar 6.12 s/d 6.16. Arus pada tanggal 25 Juli seperti yang disajikan dalam Gambar 6.12 bergerak mengarah ke pantai dan terjadi pembelokan ke arah kolam pelabuhan Tanjung Emas. Memperhatikan pola penyebaran sedimen pada tanggal 25 Juli, jelas terlihat penyebaran sedimen kecenderungan bergerak ke arah Barat dan ini sesuai dengan arah pergerakan arus perairan. Arus pada tanggal 26 Juli (Gambar 6.13) juga bergerak menuju pantai dan terjadi pembelokan ke arah Barat (kolam pelabuhan), akan tetapi kecepatan arus hampir diseluruh daerah penelitian lebih rendah jika dibandingkan dengan kecepatan arus pada tanggal 25 Juli. Pola pergerakan arus pada tanggal 26, 28, 30 Juli dan 1 Agustus, bergerak ke arah Timur dan Utara daerah penelitian. Kisaran kecepatan arus pda tanggal-tanggal yang bersesuaian disajikan dalam Tabel 6.1. 128
Gambar 6.12. Sirkulasi arus perairan di sekitar muara Banjir Kanal Timur Semarang hasil simulasi model pada tanggal 25 Juli.. Gambar 6.13. Sirkulasi arus perairan di sekitar muara Banjir Kanal Timur Semarang hasil simulasi model pada tanggal 26 Juli. 129
Gambar 6.14. Sirkulasi arus perairan di sekitar muara Banjir Kanal Timur Semarang hasil simulasi model pada tanggal 28 Juli. Gambar 6.15. Sirkulasi arus perairan di sekitar muara Banjir Kanal Timur Semarang hasil simulasi model pada tanggal 30 Juli. 130
Gambar 6.16. Sirkulasi arus perairan di sekitar muara Banjir Kanal Timur Semarang hasil simulasi model pada tanggal 1 Agustus. Tabel 6.1 Kisaran kecepatan arus perairan sekitar muara Banjiran Kanal Timur Semarang. No Tanggal Jam Kecepatan Arus (m/dt) Minimum Maksimum 1 25 Juli 10. oo 0.0001 0,028 2 26 Juli 10. oo 0.0001 0,029 3 28 Juli 14. oo 0.0001 0.031 4 30 Juli 10. oo 0.0002 0.032 5 1 Agustus 10. oo 0.0002 0.032 Hasil penelitian lapangan yang dilakukan oleh Supriyatna (1999) melalui pelacakan sedimen dengan perunut radioaktif yang dilaksanakan pada tanggal 25, 26,28, 30 Juli dan 1 Agustus 1997 memperlihatkan pola penyebaran sedimen kecenderungannya sama dengan hasil model. Penyebaran sedimen hasil pelacakan radioaktif pada tanggal 25 dan 26 cenderung bergerak ke arah Barat daerah penelitian (Gambar 6.17 dan 6.18), sedangkan tanggal 28, 30 Juli dan 1 Agustus sedimen terlihat bergerak ke arah Timur daerah penelitian (Gambar 6.19 s/d 6.21). Perbedaan terlihat pada keteraturan polanya, dimana pola hasil simulasi lebih teratur dibandingkan dengan hasil data lapangan. Perbedaan ini timbul karena dalam pemodelan tidak semua faktor alam yang 131
dimasukkan. Selain dari keteraturan polanya, perbedaan juga dalam luas sebaran sedimen, dimana hasil model pergerakannya lebih luas. Gambar 6.17. Kontur hasil pelacakan perunut radioaktif pada tanggal 25 Juli. (Sumber: Supriyatna, 1999). Gambar 6.18. Kontur hasil pelacakan perunut radioaktif pada tanggal 26 Juli. (Sumber: Supriyatna, 1999). 132
Gambar 6.19. Kontur hasil pelacakan perunut radioaktif pada tanggal 28 Juli. (Sumber: Supriyatna, 1999). Gambar 6.20. Kontur hasil pelacakan perunut radioaktif pada tanggal 30 Juli. (Sumber: Supriyatna, 1999). 133
Gambar 6.21. Kontur hasil pelacakan perunut radioaktif pada tanggal 1 Agustus. (Sumber: Supriyatna, 1999). Pergerakan sedimen yang ada di depan muara Banjir Kanal Timur baik hasil simulasi model transpor sedimen dua dimensi maupun hasil pelacakan dengan menggunakan perunut radioaktif (Supriatna,1999), menyebar hampir keseluruh arah dari titik pelepasan perunut, akan tetapi adanya dominasi arah pola pergerakan sesuai dengan arah arus perairan. Model transpor sedimen dua dimensi yang dibangun sudah cukup baik untuk mensimulasikan pola pergerakan sedimen yang berasal dari Banjir Kanal Timur Semarang, hal ini dibuktikan dengan kecocokannya dengan hasil pelacakan perunut radioaktif. Hasil simulasi model arus yang digunakan memperlihat pola sirkulasi arus saat kondisi surut menuju pasang bergerak dari arah Utara / Timur Laut menuju pantai dan membelok ke arah Barat sejajar garis pantai. Dengan kisaran kecepatan pada saat surut menuju pasang adalah 0,0004 s/d 0,04 m/dt (purnama) dan 0,0003 s/d 0,03 m/dt (perbani). Sedangkan saat pasang menuju surut arus bergerak menuju Utara dengan kisaran kecepatan 0,0001 s/d 0,031 m/dt (purnama) dan 0,0001 s/d 0,036 m/dt (perbani). Hasil simulasi model pada tanggal 25 Juli saat setelah 34 jam sedimen dimasukan ke dalam daerah penelitian konsentrasi sedimen tersuspensi berkisar antara 1.x10-5 s/d 3.77x10-2 kg/m 3, 24 jam kemudian (26 Juli) kisaran kandungan konsentrasi dalam perairan adalah 2,0x10-5 s/d 2,98x10-2 kg/m 3. Setelah 204 jam sedimen dimasukan ke dalam perairan kisaran konsentrasi sedimen dalam kolom perairan adalah antara 4,30x10-4 s/d 9,39x10-3 kg/m 3. 134