1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan sarana kesehatan untuk menangani masalah kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat, rumah sakit mempunyai kegiatan berupa unit pelayanan gawat darurat, rawat inap, ruang operasi, dan pelayanan penunjang seperti radiologi, laboratorium, farmasi, dan lain lain. Rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan baik untuk masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sakit merupakan tempat yang berisiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) serta Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan pekerja rumah sakit mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja industri lain untuk terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja (Departemen Kesehatan, 2010). Bahaya potensial di rumah sakit disebabkan oleh faktor biologi, faktor kimia, faktor ergonomi, faktor fisik, faktor psikososial. Bahaya faktor biologi dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur, dan mikroorganisme lain. Berbeda dengan faktor bahaya yang lain, bahaya faktor biologi dapat menular dari seorang pekerja kepada pekerja lain, sehingga harus ditempuh cara pencegahan penyakit menular seperti pemberian vaksinasi. Bahaya faktor fisik dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi seseorang. Bahaya faktor fisik dapat berupa getaran, kebisingan, suhu yang terlalu tinggi/ rendah, tekanan, dan lainnya. Bahaya yang berasal dari faktor kimia diantaranya adalah gas anestesi, bahan kimia berbahaya. Rumah sakit 1
2 juga tidak terlepas dari bahaya faktor ergonomi seperti posisi mengangkat beban yang salah, kesulitan melakukan latihan kerja, beban kerja yang berlebihan, dan lain sebagainya. Bahaya faktor faktor tersebut diatas dapat menyebabkan kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja yang dapat menyebabkan penurunan kemampuan fisik atau mental, cacat, atau bahkan kematian. Berkurangnya kemampuan merupakan penurunan atau sama sekali tidak produktif yang berarti pula berkurangnya penghasilan atau pendapatan (Soeripto, 2008). Hal ini juga dapat merugikan rumah sakit sebagai tempat kerja. Kerugian yang ditimbulkan berupa biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan, upah selama pekerja tak mampu bekerja, hingga biaya atas kerusakan bahan, alat atau bahkan mesin (Suma mur, 2009). Estimasi tingkat kecelakaan kerja rata rata diseluruh dunia adalah 14 orang setiap 100.000 pekerja. Tingkat tertinggi sebesar 23,1 per 100.000 pekerja adalah di wilayah Asia, dimana Korea, Thailand dan Indonesia dilaporkan mempunyai tingkat kecelakaan yang tinggi. Untuk Amerika tingkat kematian terjadi setiap 3,2 per 100.000 pekerja (Jovanovic, 2004). Selama tahun 2010, kasus kecelakaan kerja di Indonesia yang dilaporkan sebanyak 98.711 kasus. Ditinjau dari sumber kecelakaan, penyebab terbesar adalah mesin, pesawat angkut, dan perkakas kerja tangan. Sementara berdasarkan tipe kecelakaan, yang terbanyak adalah terbentur, bersinggungan dengan benda tajam yang mengakibatkan tergores, terpotong, tertusuk dan sebagainya. Perawat merupakan salah satu profesi yang secara khusus dididik untuk melakukan perawatan bagi orang sakit atau bidang tertentu, karena tugas dan
3 profesinya tersebut perawat sering melakukan kontak dengan pasien dan melakukan beberapa tindakan medis yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit atau kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum suntik. Pada tahun 2011, rumah sakit di Amerika mencatat 58.860 pekerja cidera dan terpapar penyakit akibat kerja. Hampir 48% dari cidera tersebut disebabkan karena kelelahan, kesalahan mengangkat beban, bending, atau nyeri sendi, hal ini sering terjadi ketika sedang menangani pasien. Gangguan sistem muskoloskeletal seperti terkilir menyumbang sebesar 54% cidera setiap harinya di tempat kerja. Pada tahun yang sama, terdapat 16.680 kasus dimana pekerja kehilangan pekerjaannya akibat cidera muskoloskeletal, dimana sebagian besar adalah perawat dan asisten perawat yang terkena cidera tersebut. Karena cidera muskoloskeletal dirumah sakit bersifat kumulatif, sehingga perlu langkah atau cara untuk meminimalkan risiko tersebut (Occupational Safety and Health Administration, 2013). Setiap tahun di Amerika Serikat, terdapat 600.000-800.000 laporan cidera akibat jarum suntik. Sebuah penelitian yang dilakukan di 60 rumah sakit di Amerika Serikat, tenaga medis yang paling banyak terpapar dengan darah maupun carian tubuh adalah perawat. Paparan darah dapat terjadi melalui jarum suntik atau terkena benda tajam lain, percikan darah atau cairan ke mata atau mulut, dan percikan darah atau cairan dengan luka terbuka pada kulit (Stone, dkk., 2004). Sebuah penelitian cross sectional, lebih dari 1500 perawat yang bekerja pada 40 unit di 20 rumah sakit, iklim organisasi yang tidak baik serta beban kerja yang tinggi berkaitan dengan 50% hingga 200% peningkatan kejadian cidera akibat jarum suntik, dan kejadian nyaris cidera perawat di rumah sakit (Clarke, dkk., 2002).
4 Data mengenai K3 rumah sakit di Indonesia diantaranya pada tahun 2006, sebanyak 83,3% pekerja rumah sakit mengeluh low back pain, penderita terbanyak pada usia 30 49 tahun: 63,3% terjadi pada instalasi bedah sental di RSUD di Jakarta. Penelitian dr. Joseph pada tahun 2005 2007 mencatat bahwa kecelakaan kerja akibat needle stick injury (NSI) mencapai 38 73% dari total petugas kesehatan. Selain itu sebanyak 17,7% perawat di suatu rumah sakit di Jakarta mengalami gangguan mental emosional akibat stressor kerja (Departemen Kesehatan, 2010). Sebanyak 80% hingga 90% kecelakaan kerja dipicu oleh perilaku tidak aman. Pekerja sering berperilaku tidak aman karena selama melakukan pekerjaan tersebut tidak pernah sekalipun terjadi kecelakaan kerja (Cooper, 2001). National Safety Council pada tahun 2011, melaporkan 9100 orang meninggal dunia dan 3,2 juta terluka karena kecelakaan yang terjadi ditempat kerja pada tahun 1993 total biaya yang dikeluarkan sebesar $111,9 miliar. Banyaknya akibat dari kecelakaan kerja tersebut disebabkan oleh perilaku tidak aman karena tidak adanya motivasi pekerja untuk bekerja secara aman (Komaki, 1983). Heinrich menyebutkan bahwa perilaku tidak aman disebabkan oleh sikap yang buruk, kurangnya pengetahuan dan ketrampilan, dan lingkungan kerja yang tidak aman (Cooper, 2001). Pengetahuan tentang keselamatan sangat penting dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang aman dan meningkatkan kesadaran akan keselamatan. Pengetahuan yang kurang akan dapat menyebabkan kecelakaan karena pekerja tidak patuh terhadap aturan, sadar tetapi tidak memahami aturan, keliru dalam menerapkan aturan, mengabaikan aturan dan kurang terlatih atau tidak
5 memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai. Penelitian lain mengatakan bahwa pengetahuan keselamatan adalah faktor yang memberikan kontribusi dalam menciptakan lingkungan keselamatan kerja yang baik (Neal, 2000). Konsep kecelakaan banyak dikembangkan oleh ahli K3 seperti Heinrich, Frank Birds, James Reason, Peterson, dan lain lain. Mereka mengemukakan berbagai teori kecelakaan mulai dari faktor manusia hingga manajemen. Heinrich (1930) menyebutkan faktor penyebab kecelakaan dengan teori dominonya yang digolongkan atas tindakan tidak aman dari manusia dan kondisi tidak aman dari manusia. Selanjutnya teori tersebut dikembangkan oleh Frank Bird yang menggolongkan atas sebab langsung (immediate causes) dan faktor dasar (basic causes). Penyebab langsung kecelakaan adalah pemicu yang langsung menyebabkan terjadinya kecelakaan, penyebab tidak langsung merupakan faktor yang turut memberikan konstribusi terhadap kejadian tersebut. Disamping faktor manusia, ada faktor lain yaitu ketimpangan sistem manajemen seperti perencanaan, pengawasan, pelaksanaan, pemantauan, dan pembinaan. Banyak kecelakaan yang disebabkan karena faktor manajemen yang tidak kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Sehingga upaya pencegahan yang dilakukan antara lain: menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3), mengembangkan organisasi K3 yang efektif, mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk manajemen tingkat atas (Ramli, 2010). Suksesnya program keselamatan dan kesehatan kerja, dibutuhkan komitmen manajemen yang kuat dan partisipasi dalam upaya menciptakan dan memelihara
6 tempat kerja yang aman dan sehat. Semua tingkatan manajemen harus membuat prioritas keselamatan dan kesehatan. Manajemen melakukan komunikasi dengan pekerja agar mereka mengamati prosedur kerja dan peralatan yang ada disekitar kerja. Setiap tempat kerja, tanggung jawab dimulai dari tingkat atas (manajemen) ke tingkat bawah (pekerja) harus jelas. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Donald dan Rodgers pada tahun 1993 menunjukkan bahwa komitmen manajemen sangat penting dalam menentukan keberhasilan keselamatan ditempat kerja (Marsh, 1998). Kerugian akibat kecelakaan kerja dapat mengakibatkan kerugian baik langsung maupun tidak langsung. Kerugian langsung akibat kecelakaan dapat langsung dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi seperti biaya pengobatan dan kompensasi maupun kerusakan saran produksi. Kerugian tidak langsung berupa kerugian jam kerja, kerugian produksi, kerugian sosial, citra dan kepercayaan konsumen. Kecelakaan dapat menimbulkan citra negatif bagi organisasi karena dinilai tidak peduli terhadap keselamatan, tidak aman dan merusak lingkungan. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan rumah sakit tipe B dengan 16 fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil survei pendahuluan, perawat cenderung tidak melaporkan kejadian kecelakaan kerja kepada bagian K3 rumah sakit. Sehingga peneliti berinisiatif untuk membuat survei mengenai kecelakaan kerja kepada perawat di 6 unit berisiko RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Berdasarkan hasil survey kecelakaan kerja, didapatkan hal hal sebagai berikut:
7 1. Sebanyak 23,81% perawat Intensive Care Unit (ICU) dan bangsal arafah mengaku pernah mengalami kejadian kecelakaan kerja umum seperti terpeleset dan terjatuh. 2. Berdasarkan potensi bahaya biologi, sebanyak 35,41% perawat pada unit Instalasi Bedah Sentral (IBS) pernah merasa tidak sehat akibat paparan faktor biologi. 3. Perawat yang paling banyak mengalami bahaya mekanik adalah perawat bagian ICU (32,69%). Rata rata perawat di seluruh unit mengaku pernah mengalami kejadian seperti tertusuk benda tajam. 4. Faktor risiko bahaya kimia terbanyak dialami oleh perawat Instalasi Bedah Sentral (40,63%). 5. Perawat pada ruang Ibnu Sina (48,00%) menyebutkan bahwa tempat kerja panas dan suara bising (faktor fisik). 6. Rata rata perawat mengaku pernah mengalami kecelakaan kerja akibat bahaya ergonomi seperti mengangkat beban yang terlalu berat dan teknik mengangkat beban yang salah, terbanyak dialami perawat pada ruang Instalasi Gawat Darurat (36,47%). 7. Faktor psikososial seperti beban kerja berlebih, shift kerja, dan stress akibat kerja terbanyak dialami oleh perawat pada unit Instalasi Bedah Sentral (IBS) (31,82%) disusul perawat pada unit ICU (27,27%), bangsal arafah dan IMC Mina (18,18%).
8 Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai komitmen manajemen, pengetahuan K3, perilaku k3, dan kecelakaan kerja pada perawat di unit berisiko RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ada hubungan antara komitmen manajemen dan kecelakaan kerja pada perawat di Unit Berisiko RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Apakah ada hubungan antara pengetahuan K3 dan kecelakaan kerja pada perawat di Unit Berisiko RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Apakah ada hubungan antara perilaku K3 dan kecelakaan kerja pada perawat di Unit Berisiko RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 4. Apakah ada hubungan antara komitmen manajemen, pengetahuan K3, perilaku K3 dan kecelakaan kerja pada perawat di Unit Berisiko RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui adanya hubungan antara komitmen manajemen dan kecelakaan kerja pada perawat di Unit Berisiko RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
9 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui adanya hubungan antara pengetahuan K3 dan kecelakaan kerja pada perawat di Unit Berisiko RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. b. Untuk mengetahui adanya hubungan antara perilaku K3 dan kecelakaan kerja pada perawat di Unit Berisiko RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. c. Untuk mengetahui adanya hubungan antara komitmen manajemen, pengetahuan K3, perilaku K3 dan kejadian kecelakaan kerja pada perawat di Unit Berisiko RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Pimpinan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta: dapat menjadi masukan untuk meningkatkan program keselamatan dan kesehatan kerja dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja. 2. Bagi Perawat di RS PKU Muhammadiyah: dapat menjadi acuan bagi perawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk mematuhi peraturan keselamatan dan kesehatan kerja dalam upaya mengurangi terjadinya kecelakaan kerja. 3. Bagi Peneliti: dapat menambah wawasan dan pemahaman dalam penerapan ilmu pengetahuan yang telah diterima selama kuliah. 4. Bagi Ilmu Pengetahuan: dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti lain dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang keselamatan dan kesehatan kerja.
10 E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Komitmen Manajemen, Pengetahuan K3, Perilaku K3, dan Kecelakaan kerja, peneliti menemukan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya: 1. Samosir (2007), dengan judul penelitian Komitmen Manajemen dan Keterlibatan Karyawan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kejadian Kecelakaan Kerja pada PT. Nestle Kejayan Factory Pasuruan. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh sangat signifikan antara komitmen manajemen dan keterlibatan karyawan dengan kejadian kecelakaan kerja. Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Samosir dan penulis adalah sama sama mengukur variabel komitmen manajemen dan kecelakaan kerja dengan rancangan penelitian cross sectional. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada variabel bebas keterlibatan karyawan dan Samosir melakukan penelitian di PT. Nestle Kejayan Factory Pasuruan, sedangkan penulis melakukan penelitian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Saerang (2011), melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pengetahuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Sikap Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kejadian Kecelakaan Kerja di Tempat Kerja Pada Tenaga Keperawatan RSUD X Kupang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan K3 dan sikap penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja di tempat kerja pada tenaga keperawatan RSUD X. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Saerang dan penulis adalah bahwa sama sama mengukur variabel pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja dan variabel
11 kecelakaan kerja dengan rancangan penelitian cross sectional. Sedangkan perbedaannya pada variabel bebas sikap pengetahuan alat pelindung diri dan Saerang melakukan penelitian di RSUD X Kupang, untuk penulis melakukan penelitian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Nallas (2013), melakukan penelitian dengan judul Pengetahuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Motivasi K3, Penerapan Job Safety Analysis dan Kecelakaan Kerja. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan kesehatan dan keselamatan kerja (K3), motivasi K3 dan penerapan job safety analysis dengan kecelakaan kerja. Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Nallas dan penulis adalah sama sama mengukur variabel tingkat pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja dan variabel kecelakaan kerja dengan rancangan penelitian cross sectional. Sedangkan perbedaannya, pada variabel bebas motivasi K3, penerapan Job Safety Analysis dan Nallas melakukan penelitian di PT. Chevron Pasific Indonesia di Riau, untuk penulis melakukan penelitian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.