II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwarto dan Octavianty (2010), tanaman tebu dapat diklasifikasikan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan

TINJAUAN PUSTAKA. Tebu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang ditanam untuk bahan baku gula.

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. di dunia. Dan merupakan makanan pokok ketiga di dunia setelah gandum dan

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Gulma

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan semusim yang termasuk golongan rerumputan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting bagi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah sebagai berikut;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu menurut ilmu tumbuh-tumbuhan termasuk famili rumput

EFIKASI HERBISIDA PRATUMBUH DIURON PADA GULMA DI PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING. Skripsi. Oleh DANNY FHAISAL AKBAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

PENDAHULUAN. ton. Data produksi gula 2013 hanya mencapai ton dengan luas wilayah. penyiapan bibit dan kualitas bibit tebu (BPS, 2013).

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman yang dibudidayakan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (Monoecious) yaitu letak

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

I. PENDAHULUAN. mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di Pulau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat

TEBU. (Saccharum officinarum L).

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu

I. PENDAHULUAN. sumber kalori yang relatif murah. Kebutuhan akan gula meningkat seiring dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

TINJAUAN PUSTAKA. atas. Umumnya para petani lebih menyukai tipe tegak karena berumur pendek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Spermatophyta. : Monocotyledonae. Species : Allium ascalonicum L.

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

I. PENDAHULUAN. lebih tahan terhadap hama dan penyakit (Sumarno dan Karsono 1996 dalam

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut : kingdom : Plantae ;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias merupakan salah satu produk hortikultura yang saat ini mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Batang padi berbentuk bulat, berongga, dan beruas-ruas. Antar ruas

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tebu (Saccharum officinarum L.) adalah sebagai berikut;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan tanaman yang berasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr) merupakan salah satu komoditas pangan utama

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat

PEMELIHARAAN TANAMAN JAGUNG

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

I. PENDAHULUAN. Tanaman karet (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) berasal dari Brazil, Amerika

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penggolongan gulma didasarkan pada aspek yang berbeda-beda sesuai dengan

TINJAUAN PUSTAKA. diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi:

I. PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Biologi Kutu Perisai Aulacaspis tegalensis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dunia. Jagung menjadi salah satu bahan pangan dunia yang terpenting karena

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian

I. PENDAHULUAN. yang dipakai untuk membudidayakan tanaman. Gangguan ini umumnya berkaitan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman kacang hijau menurut Hartono dan Purwono (2005)

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas merupakan tanaman yang telah lama dikenal dikalangan

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Kelas: Monocotyledoneae, Tanaman tebu terdiri dari akar, batang, daun dan bunga.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

Transkripsi:

11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu 2.1.1 Botani tanaman tebu Menurut Suwarto dan Octavianty (2010), tanaman tebu dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Poales : Poaceae : Saccharum : Saccharum officinarum Batang tanaman tebu berbentuk silinder beruas ruas dan berwarna hijau hingga cokelat kekuningan. Di sepanjang batang tebu terdapat lapisan lilin (Suwarto dan Octavianty, 2010). Tinggi batang tebu antara 2 sampai 5 meter, tergantung baik buruknya pertumbuhan, jenis tebu, dan keadaan iklim. Batang tanaman tebu tumbuh lurus dan beruas - ruas yang dibatasi dengan buku - buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas. Batang tanaman tebu berasal dari mata tunas yang

12 berada dibawah permukaan tanah yang tumbuh keluar dari permukaan tanah dan berkembang membentuk rumpun. Diameter batang antara 3-5 cm dan tidak bercabang (Indrawanto dkk., 2010) Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri, berpelepah seperti daun jagung dan tidak bertangkai. Tulang daun sejajar dan, di bagan tengah berlekuk. Tepi daun kadang - kadang bergelombang dan berambut keras. Lebar daun tebu antara 4-6 cm. Daun tebu memiliki rambut yang berfungsi untuk mencegah serangga pengganggu (Muljana, 2006). Warna daun umumnya hijau tetapi ada juga yang berwarna hijau tua atau hijau kekuninagan. Biasanya daun-daun yang sudah tua kering dan terkelupas saat umur 7 bulan atau 4 minggu sebelum panen (Suwarto dan Octavianty, 2010). Menrurut Indrawanto dkk. (2010), pertumbuhan tanaman tebu umumnya berlangsung selama kurang lebih 12 bulan, mulai saat tanam ditanam hingga dipanen. Tanaman tebu mengalami fase pertumbuhan yaitu: 1. Fase perkecambahan (germination phase), yaitu dimulai sejak penanaman hingga pembentukan kecambah pada bud (mata), berlangsung selama 30-45 hari, dengan faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain: kadar air, suhu, aereasi tanah, kadar air, kadar gula tereduksi, dan status nutrien akar. 2. Fase pertunasan (tillering phase), yaitu fase pembentukan tunas yang akan menentukan populasi tanaman, berlangsung kurang lebih 75 hari, dengan faktor-faktor yang berpengaruh: sinar matahari, varietas, suhu, kadar air, dan pupuk.

13 3. Fase pemanjangan batang (grand growth phase), yaitu fase pemanjangan batang tebu, berlangsung sekitar 120-150 hari. Dibutuhkan kondisi lingkungan yang optimal seperti air, pupuk, suhu udara, dan sinar matahari untuk mencapai kecepatan pemanjangan batang dapat mencapai 4-5 ruas per bulan. 4. Fase pematangan (maturity and ripening phase), yaitu fase pembentukan dan penyimpanan gula, berlangsung sekitar 90 hari. Pada fase ini air dan nutrisi yang diserap oleh akar ditranslokasi menuju daun, dengan bantuan sinar matahari, bahan-bahan tersebut akan bereaksi dengan karbondioksida di udara untuk membentuk gula (sukrosa). Gula yang terbentuk disimpan di dalam batang, dimulai dari bagian bawah dan berangsur-angsur naik ke bagian atas batang. 2.1.2 Syarat tumbuh tebu Tanaman tebu tumbuh di daerah tropika dan sub tropika sampai batas garis lintang antara 19 0 LU 35 0 LS. Kondisi tanah yang baik bagi tanaman tebu adalah tanah yang tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Selain itu akar tanaman tebu sangat sensitif terhadap kekurangan udara dalam tanah sehingga pengairan dan drainase harus sangat diperhatikan. Saluran drainase yang baik dengan kedalaman sekitar 1 meter memberikan peluang akar tanaman menyerap air dan unsur hara pada lapisan yang lebih dalam sehingga pertumbuhan tanaman pada musim kemarau tidak terganggu (Indrawanto dkk., 2010).

14 Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah seperti tanah alluvial, grumosol, latosol dan regusol. Ketinggian tempat untuk tanaman tebu adalah 0 1400 m diatas permukaan laut. Ketinggian tempat yang paling sesuai adalah kurang dari 500 m diatas permukaan laut. Pada ketinggian 1200 m diatas permukaan laut menyebabkan pertumbuhan tanaman relatif lambat. Kemiringan lahan yang baik untuk tanaman tebu adalah kurang dari 8%, meskipun pada kemiringan sampai 10% dapat juga digunakan tanaman. Kondisi lahan terbaik untuk tebu adalah berlereng panjang, rata dan melandai sampai 2% apabila tanahnya ringan dan sampai 5 % apabila tanahnya lebih berat (Indrawanto dkk., 2010). Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan berkisar antara 1.000 1.300 mm per tahun dengan terdapat lebih dari 3 bulan kering. Distribusi curah hujan yang ideal untuk pertanaman tebu adalah pada periode pertumbuhan vegetatif diperlukan curah hujan yang tinggi (200 mm per bulan) selama 5 6 bulan. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan 125 mm dan 4 5 bulan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/ bulan yang merupakan periode kering. Periode ini merupakan periode pertumbuhan generatif dan pemasakan tebu (Indrawanto dkk., 2010). Pengaruh suhu pada pertumbuhan dan pembentukan sukrosa pada tebu cukup tinggi. Suhu ideal bagi tanaman tebu berkisar antara 24 0 34 0 C dengan perbedaan suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10 0 C. Pembentukan sukrosa terjadi pada siang hari dan akan berjalan lebih optimal pada suhu 30 0 C.

15 Sukrosa yang terbentuk akan disimpan pada batang dimulai dari ruas paling bawah pada malam hari. Proses penyimpanan sukrosa ini paling efektif dan optimal pada suhu 15 0 C (Indrawanto dkk., 2010). 2.1.3 Sistem budidaya tanaman tebu Budidaya tanaman tebu, merupakan upaya untuk membuat lingkungan tanaman sesuai dengan kebutuhan tanaman tebu yang ditanam agar tanaman dapat tumbuh optimal dan pada akhirnya produktivitas tebu/gula maksimal sesuai potensinya. Sistem yang dikenal di Indonesia yaitu sistem budidaya tebu lahan sawah dengan sistem "reynoso" dan lahan kering. sistem reynoso menitik beratkan pada bagaimana mengubah lahan sawah menjadi tanah kering dengan sistem drainase yang baik (Indrawanto dkk., 2010). Menurut Indrawanto dkk. (2010), pada umumnya budidaya tebu menempuh beberapa langkah seperti penyediaan bahan tanam, penyiapan lahan, dan tanaman, penyulaman, pemupukan, pengendalian gulma, ham,a dan penyakit, panen dan dilanjutkan dengan kegiatan pasca panen. Sistem budidaya lahan kering biasanya dilakukan dengan system keprasan (ratoon) yaitu seekali tanam untuk beberapa kali panen. Kebun yang akan dikepras harus dibersihkan dahulu dari kotoran-kotoran bekas tebangan yang lalu. Setelah kebun selesai dibersihkan barulah pengeprasan dapat dimulai. Pelaksanaan pengeprasan haruslah dilakukan secara berkelompok dan perpetak.

16 Pengeprasan jangan dilakukan secara terpencar-pencar karena akan mengakibatkan pertumbuhan tebu tidak merata sehingga penuaannya menjadi tidak merata dan menyulitkan pemilihan dan penebangan tanaman yang akan dipanen (Indrawanto dkk., 2010). 2.2 Pengendalian Gulma 2.2.1 Gulma Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia. Gulma dianggap merugikan karena berkompetisi dengan tanaman budidaya dalam memperoleh sarana tumbuh seperti air, unsur hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh. Selain itu juga gulma mengeluarkan zat alelokimia yang dapat meracuni tanaman budidaya (Sembodo, 2010). Kerugian yang diakibatkan adanya persaingan antara gulma dengan tanaman yaitu pertumbuhan tanaman terhambat sehingga waktu mulai berproduksi lebih lama, penurunan kualitas dan kuantitas hasil produksi, produktifitas kerja terjanggu, dapat menjadi inang hama penyakit, dan biaya pengendalian gulma mahal (Barus, 2003). Klasifikasi gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya berdasarkan sifat-sifat morfologi, siklus hidup, habitat ataupun pengaruhnya terhadap tanaman. Klasifikasi yang umum digunakan yaitu berdasarkan morfologinya, gulma

17 dibedakan menjadi gulma rumputan (grasses), teki-tekian (sedges) dan gulma daun lebar (broad leaf) (Barus, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari dkk. (2013) menunjukkan bahwa analisis vegetasi gulma pada pertanaman umur 91 hari setelah tanam (HST) menunjukkan gulma Eleusine indica (SDR = 32,18 %) masih menjadi gulma yang paling dominan pada pertanaman tebu. Berdasarkan hasil analisis vegetasi sebelum aplikasi herbisida diuron dan ametrin didapatkan empat spesies gulma dominan yaitu Digitaria adscendens, Borreria alata, Cleome rutidosperma, dan Cyperus kyllingia. Spesies gulma lain sebelum aplikasi herbisida ini adalah Commelina diffusa, Fymbristillis milliaceae, Cardiospermum halicacabum dan Centella asiatica (Agustanti, 2006). Selain itu juga dalam penelitian Rohitashav dkk. (2012) menyebutkan bahwa gulma yang dominan pada pertanaman tebu yaitu Brachiaria reptans, Commelina benghalensis, Cyperus rotundus, Ehinochloa colona, Ipomoea spp. dan Parthenium hysterophorus. Menurut Khan dkk. (2004), kerugian yang ditimbulkan oleh keberadaan gulma pada pertanaman tebu yaitu dapat menurunkan bobot tebu antara 20-25%. Sedangkan keberadaan gulma pada periode kritis tanaman tebu akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi hasil tanaman. Pernyataan ini didukung oleh Zimdahl, (1980) dalam Wijaya dkk. (2012) bahwa kompetisi gulma disaat 3, 6, dan 9 minggu setelah tanam menurunkan hasil tanaman tebu berturut-turut sebesar 77,6 %, 50,6 %, dan 41,7%.

18 2.2.2 Pengendalian gulma secara kimiawi Pengendalian gulma merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menekan pertumbuhan gulma sampai batas toleransi tidak merugikan secara ekonomis. Dengan kata lain usaha pengendalian gulma bukan merupakan upaya pemusnahan secara total. Beberapa metode pengendalian gulma yang digunakan di perkebunan seperti penyiangan mekanis, kultur teknis, biologis dan kimiawi. Metode yang paling banyak digunakan yaitu metode kimiawi dengan menggunakan herbisida. Metode ini dianggap lebih praktis dan menguntungkan dibandingkan dengan metode lain terutama jika ditinjau dari segi kebutuhan tenaga kerja dan waktu pelaksanaan yang relatif lebih singkat (Barus, 2003) Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida ini dapat mempengaruhi satu atau lebih proses-proses (seperti pada proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Barus, 2003) Menurut Tjitrosoedirdjo dkk. (1984) dalam Puspitasari dkk (2013), penggunaan herbisida bertujuan untuk mendapatkan pengendalian gulma yang selektif yaitu mematikan gulma tanpa mematikan tanaman budidaya. Selektivitas herbisida dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis herbisida, formulasi herbisida, volume semprotan, ukuran butiran semprotan dan waktu pemakaian (pra tanam, pra tumbuh atau pasca tumbuh) (Barus, 2003).

19 Raskar (2004) melaporkan bahwa penggunaan herbisida pada pertanaman tebu menguntungkan bagi petani karena mampu meningkatkan hasil panen 36.32 hingga 50.10%. Selain itu Cheema dkk. (2010) melaporkan bahwa pengendalian gulma dengan herbisida memberikan hasil tebu lebih tinggi dan cost benefit ratio 1: 12,85 sedangkan rasio manfaat biaya secara penyiangan penyiangan mekanis dengan tangan 1: 7,25. 2.2.3 Herbisida Flumioxazin Herbisida pratumbuh merupakan herbisda yang digunakan pada saat gulma belum tumbuh, bekerja dengan cara menekan biji gulma yang akan berkecambah di dalam maupun di atas permukaan tanah. Agar dapat merata ke seluruh gulma sasaran, sebelum diaplikasikan herbisida pra tumbuh diperlukan proses pengolahan tanah yang baik dan tekstur tanah yang gembur serta tidak berbongkah-bongkah (Barus, 2003). Flumioxazin merupakan herbisida yang dapat digunakan secara pratumbuh dan pasca tumbuh dengan tatanama IUPAC yaitu N- (7-fluro- 3,4 dihydro- 3- oxo-4 prop- 2-ynyl- 2H-1,4 benzoxazin-= 6yl) cyclohex- 1- ene-1,2- dicarboxamide. Cara kerja herbisida (mode of action) flumioxazin yaitu menghambat enzim protoporphyrinogen oxidase (PPO). Enzim ini merupakan bagian penting dari jalanya biosintesis klorofil yang nantinya akan menghambat kerja klorofil dan karetonoid. Selain itu juga, kerusakan enzim PPO akan merusak struktur dan

20 fungsi membran tanaman. Herbisida berbahan aktif flumioxazin banyak digunakan untuk mengendalikan gulma tahunan baik rumput, daun lebar ataupun teki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fitotoksitas flumioxazin terhadap kedelai dan kacang tanah toleran sedangkan pada jagung, gandum, barley dan padi agak toleran (Tomlin, 2011). Gambar 1. Struktur kimia flumioxazin (Tomlin, 2011) Herbisida flumioxazin memilki rumus molekul C 19 H 15 FN 2 O 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa herbisida flumioxazin yang diaplikasikan pratumbuh di pertanaman cemara mampu mengendalikan 80% gulma dan berpengaruh terhadap keracunan tanaman hanya 6% (Richardson dan Zandstra, 2009). Menurut Tomlin. (2011), herbisida flumioxazin mampu mengendalikan gulma daun lebar, rumput, dan teki. Hal serupa juga telah dilaporkan sebelumnya oleh Ducar dkk. (2009) bahwa perlakuan kombinasi herbisida diklosulam, flumioxazin, dan imazapik pada pertanaman kacang tanah menunjukkan persentase pengontrolan gulma lebih dari 84% dan diiringi oleh hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa aplikasi herbisida. Selain itu juga dilaporkan oleh Jursik dkk. (2011) bahwa fitotoksitas herbisda flumioxazin yang diaplikasikan pascatumbuh pada tanaman bunga matahari menunjukkan fitotoksitas yang rendah hanya 6%.