4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan yang penting dalam metabolisme karbohidrat (Kandra, 2003). Selama ini, telah banyak dilakukan penelitian mengenai α-amilase. Akan tetapi, penelitian mengenai α-amilase dari bakteri laut Vibrio sp. masih sangat sedikit. Oleh karena itu, penelitian dengan topik tersebut merupakan hal yang sangat menarik. Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan isolasi dan identifikasi bakteri laut Vibrio sp. B10.2.8 (O. Karnaradjasa dan D. Natalia, dkk., data belum dipublikasi). Pada penelitian ini telah dilakukan karakterisasi α-amilase yang disekresikan oleh bakteri Vibrio sp. B10.2.8. Karakterisasi yang dilakukan meliputi profil sekresi α-amilase pada pertumbuhan Vibrio sp. B10.2.8, identifikasi massa molekul, penentuan pengaruh ph dan suhu pada aktivitas α-amilase, dan analisis kemampuan α-amilase dalam mendegradasi pati mentah dengan melakukan analisis gula pereduksi yang dilepas α-amilase dalam mendegradasi pati mentah. 4.1. Sekresi α-amilase oleh Vibrio sp. B10.2.8 Uji kualitatif aktivitas α-amilase dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya sekresi α-amilase oleh Vibrio sp. B10.2.8 dan menentukan waktu optimum pertumbuhan Vibrio sp. B10.2.8. Tahapan untuk mengkonfirmasi adanya α-amilase yang disekresikan oleh Vibrio sp. B10.2.8 dilakukan dengan menumbuhkan Vibrio sp. B10.2.8 di media marine broth padat yang mengandung pati dapat larut 1% selama 24 jam. Pada pengujian ini diperlukan kontrol. Kontrol yang digunakan adalah media marine broth padat yang tidak ditumbuhkan Vibrio sp. B10.2.8. Perubahan warna diamati setelah ke dalam media yang ditumbuhkan Vibrio sp. B10.2.8 dan kontrol dituangkan larutan KI/I 2. Reaksi I 2 dengan pati akan menghasilkan warna biru.
Jika pati direaksikan dengan senyawa-senyawa makromolekul biologis seperti enzim, maka akan terbentuk suatu senyawa kompleks (Yune Li, 2003). Dengan demikian, ketika Vibrio sp. B10.2.8 mensekresikan α-amilase, maka α-amilase akan bereaksi dengan pati dapat larut yang ada pada media marine broth dan menghidrolisis pati dapat larut tersebut. Warna bening (Gambar 4.1) menunjukkan adanya α-amilase yang disekresikan oleh Vibrio sp. B10.2.8. Warna bening terbentuk karena pati dapat larut yang ada pada media telah dihidrolisis oleh α-amilase sehingga tidak terbentuk kompleks pati dapat larut dengan I 2. A B Gambar 4.1 Uji kualitatif sekresi α-amilase oleh Vibrio sp. B10.2.8 Keterangan: (A) media marine broth padat (pati dapat larut 1%) tanpa ditumbuhi Vibrio sp. B10.2.8. (B) media marine broth padat (pati dapat larut 1%) yang ditumbuhi Vibrio sp. B10.2.8. 4.2. Profil sekresi α-amilase pada pertumbuhan Vibrio sp. B10.2.8 Profil sekresi α-amilase merupakan gambaran produksi α-amilase oleh bakteri Vibrio sp. B10.2.8 pada setiap waktu pertumbuhan. Dengan mengetahui profil sekresi α-amilase oleh Vibrio sp. B10.2.8, maka dapat ditentukan waktu optimum pertumbuhan Vibrio sp. B10.2.8 sehingga dapat dihasilkan α-amilase dalam jumlah besar dan memiliki aktivitas yang maksimum. Tahapan untuk mendapat mendapatkan profil sekresi α-amilase oleh bakteri Vibrio sp. B10.2.8 pada setiap waktu pertumbuhan dilakukan dengan memasukkan 1 ml inokulum Vibrio sp. B10.2.8 ke dalam media marine broth cair 100 ml dalam erlenmeyer 500 ml. Media berisi inokulum tersebut kemudian dikocok dalam shaking incubator dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 30 C. Proses sampling dilakukan dengan mengambil 1 ml kultur dan dimasukkan dalam tabung Eppendorf 1,5 ml pada interval waktu 0, 3, 6, 9, 12, 15, 16, 18, 19, 22, 25 jam pertumbuhan bakteri. Semua proses di atas harus dilakukan secara aseptik. Sampel kemudian diukur besar 29
densitas optiknya pada panjang gelombang 600 nm (OD 600 ) untuk mengetahui jumlah sel bakteri yang tumbuh. Aktivitas α-amilase yang disekresikan oleh Vibrio sp. B10.2.8 ditentukan dengan menggunakan metode Fuwa (1954). Fasa pertumbuhan bakteri terdiri atas tiga tahap, yaitu fasa lag, fasa log, dan stasioner. Fasa lag merupakan tahap dimana bakteri beradaptasi dengan lingkungan, dalam hal ini adalah media pertumbuhan. Fasa lag biasanya terjadi pada jam ke-0 sampai jam ke-2 waktu pertumbuhan. Fasa log adalah tahap dimana terjadi pertumbuhan bakteri dalam jumlah besar. Pada tahap ini, jumlah nutrisi akan berkurang dalam jumlah yang cukup besar karena digunakan bakteri untuk proses pertumbuhan. Memasuki fasa stasioner, bakteri-bakteri mulai mengalami kematian. Akan tetapi, pada tahap ini juga masih mungkin terjadi lahirnya bakteri dengan jumlah yang hampir sama dengan bakteri yang mati. Salah satu penyebab kematian bakteri tersebut adalah karena kurangnya jumlah nutrisi. Bentuk adaptasi bakteri-bakteri yang lahir pada tahap ini adalah dengan meminimalisasi proses metabolisme (Wai et al., 1999). Pada Vibrio sp. B10.2.8, fasa lag terjadi dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena inokulum yang dimasukkan ke dalam media telah diinokulasi pada media yang sama sehingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Fasa log terjadi sekitar jam ke-3 sampai jam ke-13 waktu pertumbuhan. Fasa stasioner mulai terjadi setelah jam ke-13 waktu pertumbuhan (Gambar 4.2). OD600 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 140 120 100 80 60 40 20 Aktivitas a-amilase (U/mL) 0.0 0 3 6 9 12 15 16 18 19 22 25 Waktu pertumbuhan (jam) 0 Pertumbuhan bakteri Aktivitas alfa-amilase Gambar 4.2 Pola pertumbuhan Vibrio sp. B10.2.8 dan profil α-amilase yang disekresikan Produksi α-amilase meningkat seiring dengan waktu pertumbuhan dan mencapai nilai maksimum pada akhir fasa log. Akan tetapi, peningkatan produksi dan aktivitas α-amilase yang disekresikan berada dalam keadaan konstan ketika sel mulai memasuki fasa stasioner (Gambar 30
4.2). Adanya proses minimalisasi proses metabolisme oleh bakteri pada tahap ini menyebabkan enzim yang disekresikan menjadi kurang stabil dan aktivitasnya (Wai et al., 1999). Hasil yang didapat pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Najafi et al., 2005). Menurut penelitian tersebut, Vibrio sp. mensekresikan α-amilase pada setiap fasa pertumbuhannya. Produksi dan aktivitas α-amilase yang disekresikan meningkat seiring waktu pertumbuhan dan mencapai nilai maksimum pada akhir fasa log. 4.3. Produksi α-amilase Produksi α-amilase oleh Vibrio sp. B10.2.8 dilakukan dengan menggunakan media marine broth cair. Dari 225 ml kultur diperoleh α-amilase dengan kadar protein total 3,93 µg/ml. Aktivitas total dari kultur supernatan α-amilase oleh Vibrio sp. B10.2.8 adalah 27263,25 Unit. Kultur supernatan α-amilase ini kemudian difraksinasi 0-70% (NH 4 ) 2 SO 4 dan didialisis. α-amilase hasil fraksinasi 0-70% (NH 4 ) 2 SO 4 dan dialisis ini kemudian disebut dengan fraksi 70%. Pada akhir fraksinasi dan dialisis, didapatkan fraksi 70% α-amilase sebanyak 27 ml, dengan kadar protein total 11,91 µg/ml. Aktivitas total fraksi 70% α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 adalah sebesar 2364,12 Unit. 4.4. Pengaruh ph terhadap aktivitas α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 Aktivitas suatu enzim dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim adalah ph. Perubahan ph dapat menyebabkan perubahan aktivitas enzim. Pada proses katalisis oleh α-amilase, keadaan ph yang terlalu rendah (suasana asam) dapat menyebabkan proses protonasi oleh Asp tidak dapat berjalan dengan baik. Sebaliknya, pada keadaan ph yang terlalu tinggi (suasana basa), proses deprotonasi hidrogen donor (Glu) tidak dapat berlangsung dengan sempurna. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa profil pengaruh ph terhadap aktivitas α-amilase bergantung dari pka kedua sisi aktif enzim tersebut (Nielsen et al., 2001). Gambaran pengaruh lingkungan pada nilai pka kedua sisi aktif enzim tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.6. 31
Gambar 4.3 Pengaruh ph pada sisi aktif enzim α-amilase Pengujian pengaruh ph terhadap α-amilase yang disekresikan oleh Vibrio sp. B10.2.8 dilakukan dengan melakukan uji aktivitas α-amilase fraksi 70% terhadap pati dapat larut pada rentang ph 5 hingga ph 8 dengan metode Fuwa (1954). Pada ph 5, aktivitas α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 masih rendah. Aktivitas ini mencapai nilai maksimum pada ph 6 dan masih relatif stabil pada ph 6,5. Aktivitas α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 mulai menurun pada ph 7 (Gambar 4.4). Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 memiliki pka pada rentang ph netral. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini tidak beda jauh dengan hasil yang diperoleh pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini α-amilase yang disekresikan memiliki aktivitas dan kestabilan pada rentang ph 6,5 hingga ph 7,5 (Nielsen et al., 2001). 32
Aktivitas a-amilase (U/mL) 120 100 80 60 40 20 0 4 5 6 7 8 ph 9 Gambar 4.4 Pengaruh ph terhadap aktivitas α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 4.5. Pengaruh suhu terhadap aktivitas α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 Suhu merupakan faktor yang juga dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Pengujian untuk menentukan pengaruh enzim terhadap aktivitas α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 dilakukan dengan menguji aktivitas pada suhu 30 C hingga suhu 80 C menggunakan metode Fuwa (1954). Pada suhu 30 C, α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 memiliki aktivitas yang cukup tinggi. Aktivitas ini semakin meningkat dan mencapai nilai optimum pada suhu 50 C. Aktivitas α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 mulai menurun cukup drastis pada suhu 60 C hingga 80 C (Gambar 4.5). Aktivitas a-amilase (U/mL) 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0 20 40 60 80 100 Temperatur ( C) Gambar 4.5 Pengaruh suhu terhadap aktivitas α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 33
Pada suhu rendah, enzim memiliki struktur yang rigid karena kurangnya energi untuk pergerakan molekul enzim. Dengan demikian, fleksibilitas enzim untuk melakukan proses katalisis masih rendah. Pada suhu tinggi, vibrasi molekul enzim sangat besar sehingga mengakibatkan putusnya ikatan-ikatan yang lemah (Gianese et al., 2002). Enzim yang ada pada keadaan ini disebut dengan enzim yang telah mengalami denaturasi. 4.6. Identifikasi berat molekul α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 Penentuan berat molekul α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 dilakukan dengan metode SDS-PAGE, silver staining, dan zimografi. Metode SDS-PAGE dilakukan untuk memisahkan protein dalam medan listrik. Metode silver staining dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan protein. Metode silver staining kurang spesifik karena pita yang muncul bukan hanya pita α-amilase saja. Oleh karena itu, digunakan juga metode zimografi yang sangat spesifik untuk α-amilase. Sebelum dilakukan metode zimografi, gel elektroforesis SDS-PAGE diinkubasi dalam larutan buffer fosfat ph 6 20 mm selama 1 jam. Proses ini bertujuan untuk merenaturasi α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 pada gel. Setelah itu, gel diinkubasi dalam larutan pati 1% selama 30 menit. Adanya pita bening pada permukaan gel yang berwarna biru menunjukkan adanya α-amilase. Pita ini terbentuk karena adanya aktivitas α-amilase menghidrolisis pati selama proses inkubasi. 1 2 3 Gambar 4.6 Identifikasi berat molekul α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 Keterangan: (1) protein penanda; (2) α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 hasil pewarnaan perak; (3) α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 hasil zimograf 34
4.7. Kemampuan hidrolisis pati mentah α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 Tidak semua α-amilase mampu mendegradasi pati mentah secara langsung. α-amilase yang dapat menghidrolisis pati mentah adalah α-amilase yang memiliki domain pengikat pati (starch binding domain, SBD). Dengan adanya domain ini, afinitas pati mentah terhadap enzim semakin meningkat. Penentuan kemampuan hidrolisis pati mentah α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 dilakukan dengan menganalisis produk akhir α-amilase terhadap pati mentah yang digunakan. Analisis ini dilakukan dengan metode antron. α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 diinkubasi dengan pati mentah 5% (b/v) pada ph 7,0 selama 96 jam dalam shaking incubator berkecepatan 150 rpm pada suhu 30 C. Sebagai kontrol, α-amilase diganti dengan bufer fosfat ph 7,0 20 mm. Berdasarkan data yang didapat (Lampiran F), tidak ada perbedaan kadar glukosa antara kontrol dengan sampel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa α-amilase Vibrio sp. B10.2.8 tidak dapat menghidrolisis pati mentah. 35