EFEKTIVITAS PETIDIN 25 MG INTRAVENA UNTUK MENCEGAH MENGGIGIL PASCA ANESTESI UMUM

dokumen-dokumen yang mirip
EFEKTIVITAS TRAMADOL SEBAGAI PENCEGAH MENGGIGIL PASCA ANESTESI UMUM JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN TEKANAN DARAH DAN FREKUENSI JANTUNG PADA PENDERITA YANG MENDAPAT MEPERIDIN DAN KETAMIN PADA AKHIR ANESTESI UMUM

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI

PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PENGGUNAAN MAGNESIUM SULFAT UNTUK MENCEGAH MENGGIGIL PASCA ANESTESI TERHADAP KADAR MAGNESIUM DARAH ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN EFEK HEMODINAMIK ANTARA PROPOFOL DAN ETOMIDATE PADA INDUKSI ANESTESI UMUM ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

Bagian Anestesesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI

JST Kesehatan, Januari 2012, Vol.2 No.1 : ISSN

PENGARUH PEMBERIAN PETIDIN DAN FENTANYL SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH DI RSUD PROF. DR.

Perbandingan Efek Efedrin Peroral dan Efedrin Intramuskuler sebagai Profilaksis terhadap Menggigil pada Anestesi Spinal ARTIKEL KARYA ILMIAH

TERHADAP KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN OPERASI SECSIO CAESAREA DI KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT AISYIYAH BOJONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

PERBANDINGAN EFEK EFEDRIN PER ORAL DAN EFEDRIN INTRAMUSKULAR SEBAGAI PROFILAKSIS MENGGIGIL PADA ANESTESI SPINAL

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian. 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH INDUKSI SUKSINILKOLIN, PROPOFOL, DAN ATRAKURIUM TERHADAP TEKANAN DARAH DAN FREKUENSI DENYUT JANTUNG PADA SECTIO CAESARIA

Lama Analgesia Lidokain 2% 80 mg Dibandingkan Kombinasi Lidokain 2% dan Epinefrin pada Blok Subarakhnoid

ELEVASI KAKI EFEKTIF MENJAGA KESTABILAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN DENGAN SPINAL ANESTESI

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang,

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA LIDOKAIN 0,50 mg/kgbb DENGAN LIDOKAIN 0,70 mg/kgbb UNTUK MENGURANGI NYERI PENYUNTIKAN PROPOFOL SAAT INDUKSI ANESTESIA

PERBEDAAN TEKANAN DARAH PASCA ANESTESI SPINAL DENGAN PEMBERIAN PRELOAD DAN TANPA PEMBERIAN PRELOAD 20CC/KGBB RINGER ASETAT MALAT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

Maria Caroline Wojtyla P., Pembimbing : 1. Endang Evacuasiany, Dra., MS., AFK., Apt 2. Hartini Tiono, dr.

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif

SKRIPSI PENGARUH ELEVASI KAKI TERHADAP KESTABILAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN DENGAN SPINAL ANESTESI

HUBUNGAN PEMBERIAN LIDOCAIN 1,5mg/kg/jam INTRAVENATERHADAP NYERI PASCA LAPAROTOMI DINILAI DENGAN VISUAL ANALOG SCALE

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Anestesiologi. proposal disetujui.

EFEKTIVITAS PARASETAMOL UNTUK NYERI PASCA OPERASI DINILAI DARI VISUAL ANALOG SCALE LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB III METODE PENELITIAN

Volume 2 Nomor 3 September 2013 ISSN : JURNAL KEDOKTERAN UNRAM I N M A T A R. Tinjauan Pustaka : Kejang Demam Pada Anak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Alfiani Sofia Qudsi 1, Heru Dwi Jatmiko 2

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA TRAMADOL DAN MEPERIDIN UNTUK PENCEGAHAN MENGGIGIL PASCA ANESTESI UMUM

PELAYANAN SPECIAL DENTAL CARE DI BAGIAN BEDAH MULUT FKG UNPAD / PERJAN RS. DR. HASAN SADIKIN BANDUNG ABSTRAK

PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TRAMADOL DENGAN KOMBINASI TRAMADOL + KETOLORAC PADA PENANGANAN NYERI PASCA SEKSIO SESAREA

PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan bedah pada pasien menunjukkan peningkatan seiring tumbuhnya

PERBEDAAN TEKANAN DARAH PASCA ANESTESI SPINAL DENGAN PEMBERIAN PRELOAD DAN TANPA PEMBERIAN PRELOAD 20CC/KGBB RINGER LAKTAT

NI MADE AYU SRI HARTATIK

BAB I PENDAHULUAN. untuk prosedur tersebut. Angka bedah caesar pada ibu usia 35 tahun ke atas jauh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERUBAHAN TEKANAN DARAH DAN LAJU JANTUNG 30 MENIT PASCA INSISI PADA PASIEN BEDAH ONKOLOGI YANG MENDAPATKAN 0,5 MG/KGBB KETAMIN PREINSISI

EFEKTIVITAS PEMBERIAN AJUVAN MIDAZOLAM PADA ANESTESI SPINAL DENGAN BUPIVAKAIN TERHADAP PENCEGAHAN PENINGKATAN KADAR GULA DARAH TESIS

BAB III METODE PENELITIAN

Metodologi Penelitian

Kata Kunci: Musik, Kecemasan, Tekanan Darah, Denyut Nadi, Ekstraksi Gigi

Pengaruh Pemberian Teh Hitam terhadap VO 2 max dan Pemulihan Denyut Nadi Pasca Melakukan Latihan Treadmill

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN PROPOFOL DAN TIOPENTAL TERHADAP RESPON HEMODINAMIK PADA INDUKSI ANESTESI UMUM ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DAN TEKANAN DARAH ANTARA PENGGUNAAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DAN APLIKASI DIGITAL PILLBOX REMINDER

Sri Utari Masyitah Sony Dewi Anggraini ABSTRACT

BAB IV METODE PENELITIAN

Tasnim 1) JIK Vol. I No.16 Mei 2014: e-issn:

Oleh: Esti Widiasari S

BAB I. A. Latar Belakang. Mual dan muntah pasca operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROPOFOL 0,5 Mg/KG/BB DENGAN LIDOCAIN 2 Mg/KG/BB DALAM MENCEGAH KEJADIAN SPASME LARING PASCA EKSTUBASI TESIS

PENGARUH PEMBERIAN ANALGESIK PREEMTIF TERHADAP DURASI ANALGESIA PASCA ODONTEKTOMI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

ABSTRAK. Maizar Amatowa Iskandar, 2012 Pembimbing I : Pinandojo Djojosoewarno, dr., Drs., AIF. Pembimbing II : Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

ARTIKEL PENELITIAN. , petidin

PENGARUH PEMBERIAN KETAMIN INTRAVENA DOSIS BERTINGKAT TERHADAP KADAR GULA DARAH TIKUS WISTAR JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERBEDAAN NILAI TEKANAN DARAH ANTARA ANESTESI SPINAL BUPIVAKAIN 0,5% DAN LIDOKAIN 5% PADA PASIEN TRANSURETHRAL

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN HIPOTERMI DENGAN WAKTU PULIH SADAR PASCA GENERAL ANESTESI DI RUANG PEMULIHAN RSUD WATES AMILA HANIFA NIM: P

ABSTRAK. EFEK PISANG RAJA (Musa paradisiaca L.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PRIA DEWASA

PENGARUH INDUKSI KETAMIN DOSIS 2 MG/KgBB DAN. DEKSAMETASON DOSIS 0,2 MG/KgBB INTRAVENA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS WISTAR

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini melingkupi bidang Anestesiologi. Penelitian ini dimulai sejak tanggal 28 Mei 2014 hingga 28 Juni 2014.

Jurnal Anestesiologi Indonesia

PENGARUH PEMBERIAN PARASETAMOL 1000 MG INTRAVENA PERIOPERATIF TERHADAP PENGGUNAAN FENTANYL PADA PASIEN KRANIOTOMI DI RSUP DR.

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat

PENGARUH AROMATERAPI JAHE TERHADAP MUAL DAN MUNTAH AKIBAT KEMOTERAPI PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA.

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR RISIKO PERDARAHAN DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2012 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian nomor 7 (5,7%). Menurut statistik rumah sakit dalam Sistem

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

Abstrak. Kata kunci: nyeri pinggang bawah, kompres hangat, lansia. Abstract

SKRIPSI. Oleh: Yuni Novianti Marin Marpaung NIM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

ABSTRAK PENGARUH AKTIVITAS FISIK SEDANG TERHADAP PENINGKATAN MEMORI JANGKA PENDEK

PENGARUH ANESTESI SPINAL PADA SECTIO CAESARIA TERHADAP KADAR GULA DARAH

PENGARUH INTERVENSI MUSIK KLASIK MOZART DIBANDING MUSIK INSTRUMENTAL POP TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DENTAL PASIEN ODONTEKTOMI

ABSTRAK. EFEK KOMBINASI JUS STROBERI (Fragraria vesca) DAN JUS BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola Linn.) TERHADAP TEKANAN DARAH NORMAL WANITA DEWASA

ABSTRAK. EFEK ANALGETIK EKSTRAK ETANOL DAN EKSTRAK AIR BUAH ASAM JAWA (Tamarindus indica L.)

UJI EFEK PEMBERIAN ASAM MEFENAMAT SEBELUM PENCABUTAN GIGI TERHADAP DURASI AMBANG NYERI SETELAH PENCABUTAN GIGI

PERBEDAAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL 2µg/kg DAN KLONIDIN 3µg/kg PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI

BAB I PENDAHULUAN. didalam tindakan operasi atau pembedahan untuk menghilangkan rasa

PERBANDINGAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL DAN KLONIDIN PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN LEMBAYUNG (Vigna unguiculata) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS DIABETES MELLITUS DENGAN INDUKSI ALOKSAN

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) DALAM MENURUNKAN KADAR TRIGLISERIDA TIKUS WISTAR JANTAN

PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PERNAFASAN PADA TERAPI LATIHAN PASIF MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN LUKA BAKAR DERAJAT II DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Transkripsi:

EFEKTIVITAS PETIDIN 25 MG INTRAVENA UNTUK MENCEGAH MENGGIGIL PASCA ANESTESI UMUM Erwin Kresnoadi, Hadian Rahman, Wahyu Sulistya Affarah Fakultas Kedokteran Universitas Mataram ABSTRACT Background : Post anesthesia complication scan be caused by various factors, shivering is quite frequently encountered complications during recovering time. Risks that may happen is increasing of metabolism and make post operative pain worst. This study proves petidine can be used as an alternative to prevent shivering after general anesthesia. Methods : This research includes phase II clinical trials, the sample selection by Quota Sampling of patients are being prepared for elective surgery with general anesthesia, aged 20-40 years, ASA I-II, all patients who meet the criteria for inclusion in the sample until the required number met, willing to volunteer. Randomization was done at the end of the operation. Patients were divided into two groups, Pand S.Severity of shivering were recorded and assessed. Results : Characteristics of patients five minutes before induction did not significant differences. Measurement of systolic blood pressure and heart rate immediately after extubation showed significant differences. Duration of shivering in saline group occurredin almost the same when compared with the treatment group, because after the shivering, the patient is given immediate intervention of meperidine of 25mg for the treatment of shivering occurred, especially given to people who experience shivering with2 nd, 3 rd, or 4 th degree. For patients shivered first degree was given meperidine administration intervention. Duration of shivering in the control group took place in almost the same time. Conclusion : Pethidine had a good effectiveness in preventing the occurrence of shivering after general anesthesia. Keywords: Pethidine, shivering after general anesthesia. LATAR BELAKANG MASALAH Penyulit yang terjadi pasca anestesi dapat ditimbulkan oleh berbagai faktor yaitu tindakan pembedahan, tindakan anestesi atau faktor penderita itu sendiri. Salah satu penyulit yang cukup sering dijumpai selama pemulihan yaitu menggigil. Angka kejadian menggigil selama pemulihan anestesi ini antara 5% hingga 65%. Menggigil menimbulkan keadaan yang tidak nyaman bagi pasien, selain itu menggigil juga menimbulkan risiko. Risiko utama yang terjadi pada pasien menggigil ialah peningkatan proses metabolisme (dapat mencapai 400%) dan memperberat nyeri pasca operasi. Aktivitas otot yang meningkat akan meningkatkan konsumsi oksigen dan peningkatan produksi karbondioksida. Hal ini akan dapat berbahaya bagi pasien dengan kondisi fisik yang tidak optimal, pasien dengan penyakit paru obstruktif menahun yang berat, atau pasien dengan gangguan kerja pada jantung. Asidosis laktat dan asidosis respiratorik dapat terjadi bila ventilasi dan kerja dari jantung tidak meningkat secara proporsional,karena itu menggigil harus segera dicegah atau diatasi. Cara yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengatasi menggigil pasca operasi antara lain dengan menjaga suhu tubuh tetap normal selama tindakan pembedahan, 10,11 atau memberikan obatobatan. Penggunaan obat-obatan merupakan cara yang sering dilakukan untuk mengatasi kejadian menggigil pasca operasi. Penghangatan secara aktif terhadap pasien 16

yaitu suatu cara yang dapat digunakan, meskipun hasilnya tidak selalu efektif karena menggigil pasca anestesi tidak selalu terjadi pada pusat pengaturan suhu, oleh karena core temperature tidak selalu rendah pada pasien yang mulai mengalami menggigil selama masa pemulihan dari tindakan anestesi. Meperidin dianjurkan untuk mengatasi kejadian menggigil pasca anestesi. Efek anti menggigil dari meperidine pada reseptor- dari reseptor opioid. Meperidin dosis kecil (10-25 mg) sering digunakan sebagai terapi menggigil pasca anestesi pada orang dewasa dan 0,2mg/kgBB 0,5 mg/kgbb untuk pasien anak-anak. Dosis yang dibutuhkan untuk pencegahan terhadap menggigil 0,5 mg/kgbb dapat menurunkan angka kejadian menggigil 32 % - 80%. Meperidin mempunyai efek samping spesifik yaitu sedasi, euforia, pruritus dan bias menyebabkan rasa mual dan muntah pasca operasi. Selain itu juga kejadian depresi pernafasan cukup tinggi. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk eksperimental murni uji klinis tahap II yang dilakukan secara acak tersamar ganda, dengan tujuan mengetahuiefektivitas petidin 25 mg intra vena untuk mencegah menggigil pasca anestesi umum. Cara pemilihan sampel dilakukan dengan cara Quota Sampling terhadap semua penderita yang dipersiapkan untuk operasi elektif dengan General Anestesi, usia 20 40 tahun, ASA I-II, dimana semua penderita yang memenuhi kriteria dimasukkan dalam sampel sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi, bersedia menjadi sukarelawan. Total sampel adalah 48 orang dibagi menjadi 2 kelompok: - Kelompok I (kontrol) = 24 orang - Kelompok II (perlakuan) =24 orang. Semua penderita dipuasakan 6 jam sebelum operasi, dan kebutuhan cairan selama puasa dipenuhi sebelum operasi dengan menggunakan Ringer Laktat. Pada saat masuk ke kamar operasi, tekanan darah sistolik (TDS), tekanan darah diastolik (TDD), tekanan arteri rerata (TAR), laju jantung (LJ) dan saturasi oksigen (SaO 2 ) diukur 5 menit sebelum dilakukan induksi anestesi.dan semua penderita akan diberikan premedikasi fentanil 1 g/kgbb intra vena 2 menit sebelum induksi. Induksi dilakukan dengan menggunakan propofol 2 mg/kgbb. Setelah refleks bulu mata hilang, diberikan atrakurium besilat 0,5 mg/kgbb, kemudian dilakukan intubasi endotrakheal. Rumatan anestesi dengan menggunakan sevoflurane 1 vol%, N 2 O 50% dan O 2 50% serta ketolorak 30 mg. Atrakurium intermiten diberikan dengan dosis 0,2 mg/kgbb. Randomisasi dilakukan pada akhir operasi.obat anestesi inhalasi dihentikan pada akhir operasi. Penderita dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok P dan S. Kelompok P mendapatkan Petidin 25 mg intra vena dan kelompok S mendapatkan NaCl 0,9% intra vena yang diberikan setelah nafas spontan adekuat dan refleks laringeal kembali ada. Ekstubasi dilakukan 5 menit setelah perlakuan. TDS, TDD, TAR, LJ, SaO 2 dan suhu tubuh diukur dan dicatat segera setelah dilakukan ekstubasi. TDS, TDD, TAR, LJ dan SaO 2 diukur terus menerus setiap lima menit selama 30 menit. Pasca ekstubasi, penderita diberikan oksigen 17

6L/menit dengan menggunakan sungkup muka. Data-data yang dicatat untuk perhitungan statistik yang termasuk tersebut meliputi data demografi dasar, status fisik, tekanan darah, laju jantung, tekanan arteri rerata, saturasi oksigen, suhu tubuh, skor menggigil, dan durasi menggigil. Data yang diperoleh dicatat dalam suatu lembar penelitian khusus yang telah disediakan satu lembar untuk setiap penderita dan dipisahkan antara kelompok kontrol dan perlakuan. Data diolah, dianalisis dan dinyatakan dalam nilai rerata simpang baku (mean SD). Uji statistik disini untuk membandingkan 2 kelompok. Untuk data nominal meliputi variabel tingkat pendidikan, status ASA, jenis kelamin menggunakan uji Mann Whitney. Untuk data numerik yang meliputi variabel umur, tinggi badan, berat badan, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri rata-rata, laju jantung, laju nafas dengan menggunakan independent t-test dengan derajat kemaknaan p < 0,05. Penyajian data dalam bentuk tabel dan grafik. 18

Kerangka Kerja Penelitian Kriteria Inklusi POPULASI SAMPEL PENELITIAN Kriteria Eksklusi TDS, TDD, TAR, LJ, SaO2 diukur 5 menit sebelum induksi Premedikasi : Fentanyl 1 g/kgbb intra vena 2 menit pre induksi Induksi : Propofoll 2 mg/kgbb Refleks bulu mata hilang Atrakurium besilat 0,5 mg/kgbb INTUBASI ENDOTRAKEA Rumatan anestesi : Sevoflurane 1 vol%; O2 50% : N2O 50%, Atrakurium intermiten 0,2 mg/kgbb Akhir operasi, nafas spontan adekuat, refleks laringeal (+) R A N D O M I S A S I KELOMPOK ( P ) Petidin 25 Mg iv KELOMPOK ( S ) NaCl 0,9% iv Ekstubasi 5 menit kemudian Ukur TDD, TDS, TAR, LJ, SaO2 segera pasca ekstubasi dan tiap 5 menit selama 30 menit Menggigil : berat ringannya menggigil, durasi menggigil UJI STATISTIK 19

HASIL PENELITIAN Telah dilakukan penelitian pada 48 orang penderita laki-laki dan perempuan yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok S (kontrol) 24 penderita mendapat injeksi NaCl 0,9% sebanyak 2,5 cc yang diberikan secara intravena dan kelompok P (perlakuan) 24 penderita mendapatkan injeksi petidin 25 mg secara intra vena yang diberikan setelah nafas spontan adekuat dan refleks laringeal kembali ada. Ekstubasi dilakukan 5 menit setelah perlakuan. TDS, TDD, TAR, LJ, SaO 2 dan suhu tubuh diukur dan dicatat segera setelah dilakukan ekstubasi. TDS, TDD, TAR, LJ dan SaO 2 diukur terus menerus setiap lima menit selama 30 menit. Pasca ekstubasi, penderita diberikan oksigen 6L/menit dengan menggunakan sungkup muka.berat ringannya menggigil dicatat, dan dinilai pula lamanya menggigil. Variabel Tabel 1.Karakteristik kedua kelompok perlakuan. Kelompok P Kelompok S p Umur (tahun) 27,92 ± 9,03 28,83 ± 8,14 0,242* Jenis kelamin Perempuan 14 13 0,295** Laki-laki 10 11 Berat badan (kg) 58,08 ± 5,66 59,75 ± 4,63 0,473* Tinggi badan (cm) 152,13 ± 8,36 154,13 ± 6,76 0,782* Status fisik ASA I 10 11 0,385** ASA II 14 13 Sumber : data Primer * = uji statistik menggunakan t-test ** = uji statistik menggunakan Mann Whitney Untuk karakteristik penderita dan distribusi antara kedua kelompok tidak berbeda Tabel 2.Jenis operasi dan lama operasi. Sumber : data Primer * = uji statistik menggunakan t-test ** = uji statistik menggunakan Mann Whitney Untuk karakteristik penderita dan distribusi antara kedua kelompok tidak berbeda. 20

Tabel 3. Data karakteristik klinis penderita lima menit sebelum induksi. Variabel Kelompok P Kelompok S p TD Diastolik 73,13 ± 9,42 74,73 ± 9,23 0,569 TD Sistolik 122,92 ± 11,12 122,03 ± 9,90 0,457 T A R 79,38 ± 11,55 78,64 ± 8,41 0,387 Laju jantung 73,92 ± 6,89 75,48 ± 1,53 0,129 Saturasi O 2 98,58 ± 1,21 98,09 ± 1,27 0,642 Keterangan : TAR = tekanan arteri rerata. Sumber : data Primer uji statistik menggunakan t-test Untuk karakteristik klinis penderita lima menit sebelum induksi antara kedua kelompok tidak berbeda. Atas dasar hasil uji statistik yang dilakukan pada data dasar subyek penelitian dan karakteristik klinis penderita lima menit sebelum induksi pada kedua kelompok perlakuan dengan hasil menunjukkan perbedaan tidak bermakna, maka kedua kelompok dapat dikatakan homogen dan semuanya layak untuk diperbandingkan. Tabel 4.Perbandingan TDS, TDD, TAR, LJ dan SaO 2 kedua kelompok perlakuan. Variabel Waktu Kelompok P Kelompok S p* TD Diastolik 5 pra induksi 75,13 ± 9,42 73,33 ± 8,93 0,936 0 pasca ekstubasi 75,42 ± 4,64 76,88 ± 5,48 0,455 5 pasca ekstubasi 72,29 ± 6,42 71,88 ± 5,28 0,838 10 pasca ekstubasi 71,25 ± 4,48 70,83 ± 4,58 0,818 15 pasca ekstubasi 71,04 ± 4,66 72,50 ± 4,66 0,429 20 pasca ekstubasi 70,42 ± 4,40 72,71 ± 4,42 0,200 25 pasca ekstubasi 73,13 ± 8,18 75,21 ± 5,61 0,362 30 pasca ekstubasi 75,00 ± 8,08 73,13± 4,85 0,371 TD Sistolik 5 pra induksi 122,92±11,12 123,33±10,90 0,896 0 pasca ekstubasi 124,58±8,33 132,92 ± 6,06 0,001 5 pasca ekstubasi 127,71±11,03 126,25 ± 9,58 0,615 10 pasca ekstubasi 127,08±12,85 123,75 ± 8,50 0,269 15 pasca ekstubasi 125,21±11,56 123,75 ± 9,00 0,629 20 pasca ekstubasi 124,79±9,61 123,54 ± 9,03 0,650 25 pasca ekstubasi 123,54±9,15 124,79 ± 9,03 0,651 30 pasca ekstubasi 125,00±9,78 126,04 ± 8,60 0,710 21

Variabel Tabel 4. Perbandingan TDS, TDD, TAR, LJ dan SaO 2 kedua kelompok perlakuan(lanjutan) Waktu Kelompok P Kelompok S p* T A R 5 pra induksi 79,38 ± 11,55 76,46 ± 9,15 0,303 0 pasca ekstubasi 83,96 ± 11,79 88,13 ± 4,62 0,109 5 pasca ekstubasi 83,96 ± 9,67 86,04 ± 11,89 0,460 10 pasca ekstubasi 85,21 ± 12,81 86,04 ± 11,70 0,791 15 pasca ekstubasi 84,79 ± 12,20 85,63 ± 10,14 0,781 20 pasca ekstubasi 80,42 ± 6,90 78,33 ± 6,37 0,288 25 pasca ekstubasi 79,38 ± 8,12 78,54 ± 6,51 0,718 30 pasca ekstubasi 84,17 ± 11,77 81,25 ± 5,76 0,253 Laju jantung 5 pra induksi 73,92 ± 6,89 76,58 ± 6,45 0,322 0 pasca ekstubasi 78,21 ± 5,39 88,25 ± 11,45 0,002 5 pasca ekstubasi 80,67 ± 7,19 78,42 ± 8,54 0,416 10 pasca ekstubasi 79,63 ± 7,28 81,71 ± 10,17 0,458 15 pasca ekstubasi 80,96 ± 7,99 81,38 ± 8,38 0,869 20 pasca ekstubasi 80,25 ± 7,74 77,63 ± 9,72 0,331 25 pasca ekstubasi 79,71 ± 7,11 80,04 ± 11,13 0,904 30 pasca ekstubasi 79,08 ± 8,02 79,33 ± 9,38 0,927 Saturasi O 2 5 pra induksi 98,58 ± 1,21 98,79 ± 1,02 0,513 0 pasca ekstubasi 98,46 ± 0,98 98,58 ± 1,06 0,678 5 pasca ekstubasi 98,33 ± 1,01 98,13 ± 0,95 0,473 10 pasca ekstubasi 98,58 ± 1,21 98,67 ± 1,05 0,783 15 pasca ekstubasi 98,58 ± 1,21 98,21 ± 0,83 0,217 20 pasca ekstubasi 98,21 ± 0,83 98,58 ± 1,21 0,217 25 pasca ekstubasi 98,67 ± 1,05 98,21 ± 0,83 0,133 30 pasca ekstubasi 98,58 ± 1,21 98,21 ± 0,83 0,217 Keterangan : TAR = tekanan arteri rerata. Sumber : data Primer uji statistik menggunakan t-test Dari Tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa pada terdapat perbedaan bermakna tekanan darah diastolik, tekanan darah sistolik, tekanan arteri rerata dan laju jantung pada saat setelah ekstubasi antara kelompok petidin dengan kelompok salin (p < 0,05). Tabel 5. Perbedaan suhu tubuh ketiga kelompok perlakuan Suhu tubuh Kelompok P Kelompok S p Segera setelah intubasi 36,88 ± 0,89 36,73 ± 0,84 0,471 Akhir operasi 35,56 ± 0,44 34,70 ± 0,80 0,568 15 menit pasca ekstubasi 36,17 ± 0,42 35,08 ± 0,41 0,408 22

Dari Tabel 5 diatas tidak didapatkan perbedaan suhu tubuh yang bermakna pada kelompok ketamin dibandingkan dengan kelompok salin pada akhir operasi dan 15 menit pasca ekstubasi (p > 0,05). Tabel 6.Kejadian, derajat dan durasi menggigil ketiga kelompok perlakuan. Variabel Kelompok P Kelompok S p Kejadian menggigil 2 13 0,007 Derajat menggigil 0 19 11 0,026 1 4 3 2 1 6 3-2 4-2 Durasi menggigil 91,00 ± 10,15 95,00 ± 3,69 0,296 Dari Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa kejadian menggigil dan derajat menggigil pada kelompok petidinn dan kelompok salin menunjukkan hasil berbeda yang bermakna (p < 0,05). Untuk durasi menggigil menunjukkan hasil berbeda tidak bermakna untuk kedua kelompok perlakuan (p > 0,05). Tabel 7.Efek samping pemberian obat pada ketiga kelompok perlakuan. Efek Samping Kelompok M (n = 24) Kelompok S (n =24) p Pruritus 0 0 Mual 5 0 0,006 Depresi nafas dan sedasi 2 0 0,002 Dari Tabel 7 diatas terlihat bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada efek samping obat yang timbul pada kelompok Petidin dibandingkan pada kelompok salin (p < 0,05). PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 48 orang penderita laki-laki dan perempuan yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok S (kontrol) 24 penderita mendapat injeksi NaCl 0,9% sebanyak 2,5 cc yang diberikan secara intravena dan kelompok P (perlakuan) 24 penderita mendapatkan petidin 25 mg secara intra vena yang diberikan setelah nafas spontan adekuat dan refleks laringeal kembali ada. Ekstubasi dilakukan 5 menit setelah perlakuan. TDS, TDD, TAR, LJ, SaO 2 dan suhu tubuh diukur dan dicatat segera setelah dilakukan ekstubasi. TDS, TDD, 23

TAR, LJ dan SaO 2 diukur terus menerus setiap lima menit selama 30 menit. Pasca ekstubasi, penderita diberikan oksigen 6L/menit dengan menggunakan sungkup muka.berat ringannya menggigil dicatat, dan dinilai pula lamanya menggigil. Dari data karakteristik penderita yang meliputi umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, jenis operasi, lama operasi dan status fisik penderita serta karakteristik klinis penderita lima menit sebelum induksi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna dari kedua kelompok perlakuan. Dengan demikian dapat dikatakan homogen dan layak untuk diperbandingkan. Hasil pengukuran tekanan darah sistolik dan laju jantung segera setelah ekstubasi menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok petidin dengan kelompok salin.pada penelitian ini, durasi menggigil pada kelompok salin terjadi dalam waktu hampir sama jika dibandingkan dengan kelompok petidin. Hal ini dikarenakan setelah terjadi menggigil, pada penderita langsung diberikan intervensi berupa pemberian meperidin dosis 25 mg untuk terapi menggigil yang terjadi, terutama diberikan pada penderita yang mengalami menggigil dengan derajat 2, 3 atau 4. Untuk penderita menggigil derajat 1 tidak diberikan intervensi pemberian meperidin. Oleh sebab itu durasi menggigil pada kelompok kontrol berlangsung dalam waktu hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian petidin cukup efektif dalam mengurangi kejadian menggigil pasca anestesi umum, selain untuk mengurangi terjadinya nyeri pasca pembedahan. 24 20 16 12 8 4 0 MEPERIDIN SALIN Derajat 0 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4 Grafik 1. Perbandingan kejadian dan derajat menggigil dari kedua kelompok perlakukan Pada penelitian ini menunjukkan efek samping obat yang timbul akibat pemberian meperidin lebih tinggi dibandingkan pemberian salin.tidak ditemukan efek 24

samping pruritus di kedua kelompok perlakuan.pada kelompok meperidin, terdapat 5 pasien mengalami kejadian mual dan 2 orang pasien yang mengalami kejadian depresi nafas.hal ini menunjukkan berbeda bermakna jika dibandingkan kelompok salin (Grafik 2). 8 6 4 2 0 MEPERIDIN SALIN Pruritus Mual Depresi nafas Grafik 2. Efek samping obat pada kedua kelompok perlakuan KESIMPULAN 1. Petidin mempunyai efektifitas yang baik dalam mencegah terjadinya menggigil pasca anestesi umum. 2. Petidin mempunyai efek samping obat yaitu depresi nafas, mual yang lebih tinggi jika dibandingkan salin. DAFTAR PUSTAKA 1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Larson CP. Post anesthesia care. In : Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Larson CP. Clinical Anesthesiology. 4 th ed. New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill Medical Publishing Edition, 2006 : 169 72. 2. Tsai YC, Chu KS. Anesthetic shivering in parturients. Anesth Analg 2001 ; 93:1288 92. 3. Schawarzkopt KR, Hoft H, Hartman M, Fritz HG. Treatment of postanesthetic shivering. Anesth Analg 2001 ; 95:257 60. 4. Piper Sn, Maleck WH, Bolt J, Suttner SW, Schmidt CC, Reich DGP. Preventing postanesthetic shivering. Anesth Analg 2000 ; 90:954 7. 5. Bigatella L. The post anesthesia care unit. In : Davidson JK, Eckhart WT, Perese DA, eds. Cinical anesthesia procedures of the massachusetts general hospital, 4 th ed. Boston : Little Broun and Co, 1993 : 527 43. 6. Horn EP. Physostigmin prevents post anesthetic shivering as does meperidine or clonidine. Anesthesiology, 1998 ; 88 : 108 13. 7. Wang JJ, Ho ST, Lu SC, Liu YC. Treating postanesthetic shivering. Anesth Analg 1999 ; 88:686 9. 8. Behringer EC. Postanesthesia care. In : Longnecker DE., Murphy FL (eds). Introduction to anesthesia. Philadelphia : W.B. Saunders Company, 1997 : 438-9. 9. De Witte J., Sessler. D. Perioperative shivering: Physiology and Pharmacology. American Society of Anesthesiologists 2002; 96 : 467 84. 10. Rosa G, Pinto G, Orsi P. Control of post anesthetic shivering. Acta 25

Anaesthesiologica Scandinavia 1995 ; 39 (1):90 5. 11. Chan AMH, Ng KFJ, Tong EWN, Jan GSK. Control of shivering under general anesthesia. Can J Anesth 1999; 46: 253 8. 12. Mathews S., Varghese PK,. Postanesthetic shivering. Anaesthesia 2000 ; 57 : 387 95. 13. Bhatnagar S., Kannan TR., Panigrahi M. Pethidine for Post operative shivering. Anaesthesia and Intensive Care 2002 ; 32 : 294 305. 14. Thaib MR, Harjanto E, George YWH. Comparative study of the effectiveness of pethidine for prevention of post anesthtetic shivering in general anesthesia. Asean Otorhinolaryngology Head & Neck Surgery Journal 1999 ; 3 :108 15. 15. Mathews S., Al Mulia A., Varghese PK, Radim K, Mumtaz S. Pethidine for Postanesthetic shivering. Anaesthesia 2002;65 : 578 83. 16. Kramer TH. Opioids in anesthesia practice. In : Longnecker DE., Murphy FL (eds). Introduction to anesthesia. Philadelphia : W.B. Saunders Company, 1997 : 100. 17. Stoelting RK. Opioid agonist and antagonist. In : Stoelting RK. Pharmacology and physiology in anesthetic practice. 3 rd ed. Philadelphia : JB Lippincott Company 1999 : 82 4. 18. Kranke. P, Eberhart. H.L. Pharmacological treatment of perioperative shivering. Anesth. Analg. 2002; 94: 453 60. 19. Candido KD, Collins VJ. Antagonist to narcortics. In : Collins VJ (ed). Physiologic and pharmacologic bases of anesthesia. Baltimore : William & Wilkins, 1996 : 582 3. 20. Stoelting RK. Alpha and beta adrenergic receptor antagonists. In : Stoelting RK. Pharmacology and physiology in anesthetic practice. 3 rd ed. Philadelphia : JB Lippincott Company 1999 : 294 305. 21. Akinci. B, Basgul. E, Aypar. U. Pharmacological modulation of shivering.br. J. Anaesth. 1997: 613 7. 22. Miller.R.D. Anesthesia. 6 th edition. Philadelphia: Churchill Livingstone, 2005. 240 4 23. Harun SR, Putra ST, Wiharta AS, Chair I. Uji klinis. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, eds. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis edisi 2. Jakarta : Sagung Seto, 2002 : 144 64. 24. Madiyono B, Moeslicjan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta : Sagung Seto, 2002 : 260-9. 25. Sastroasmoro S. Pemilihan subyek penelitian. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, eds. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis edisi 2. Jakarta : Sagung Seto, 2002 : 67 77. 26