II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. Kumbang berwarna cokelat gelap sampai hitam, mengkilap, panjang 35-50 mm dan lebar 20-33 mm dengan satu tanduk yang menonjol pada bagian kepala (Wood, 1968 dan Bedford, 1976). Kumbang jantan memiliki tanduk yang lebih panjang dari pada kumbang betina. Kumbang jantan dapat dibedakan lebih akurat dengan ujung ruas abdomen terakhir dimana betina memiliki rambut. Larva yang baru jadi kumbang langsung menyerang kelapa sawit, kemudian terjadi perkawinan. Selanjutnya kumbang betina meletakkan telur pada bahan organik yang sedang mengalami pembusukan seperti batang kelapa atau kelapa sawit yang mati, kotoran kerbau atau sapi, kompos atau sampah dan lainlain. Kumbang ini memiliki telur yang berwarna putih kekuningan dengan diameter 3-4 mm (Susanto, 2012). Larva berwarna putih, berbentuk silinder, gemuk dan berkerut-kerut, melengkung membentuk setengah lingkaran dengan panjang sekitar 60 100 mm atau lebih (Kartasapoetra, 1987). Kepala yang keras dilengkapi dengan rahang yang kuat. Larva berkembang pada kayu lapuk, kompos dan pada hampir semua bahan organik yang mengalami proses pembusukan dengan kelembapan yang cukup. Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit batang kelapa sawit dan kelapa yang membusuk adalah tempat yang baik untuk hidup larva ini. Belum pernah diketahui bahwa larva kumbang ini menimbulkan kerusakan pada tanaman. Stadia 1
larva terdiri dari 3 instar yaitu instar I selama 11 21 hari, instar II selama 12 21 hari dan instar III selama 60 165 hari. Pupa ukurannya lebih kecil dari larva berwarna coklat kekuningan, berada dalam kokon yang terbuat dari bahan-bahan organik disekitar tempat hidupnya dengan panjang mencapai 50 mm (Sipayung dan Sudharto 1990). Hama ini merupakan salah satu hama utama pada tanaman kelapa sawit, terutama pada areal-areal bekas tanaman ulang (TU). Tingkat serangan akan semakin berat apabila tanaman pada areal sebelumnya telah mengalami serangan Ganoderma boninense. Pohon-pohon tanaman kelapa sawit yang terserang Ganoderma boninense lebih cepat membusuk, sehingga lebih cepat tersedia media perkembangbiakan hama tersebut. Berdasarkan pengalaman pada satu batang kelapa sawit yang mati akibat Ganoderma dapat dijumpai ± 150 200 ekor larva kumbang tanduk O. rhinoceros. Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit, tempat berkembang biak kumbang tanduk O. rhinoceros yaitu: a. Rumpukan batang kelapa sawit di areal replanting b. Rumpukan batang yang telah dicacah c. Tanaman yang masih berdiri pada sistem underplanting, sasaran untuk peletakan telur d. Larva berkembang sangat baik pada tandan kosong kelapa sawit yang diaplikasikan pada gawangan maupun pada lubang tanam besar. 2
B. Siklus Hidup Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Di lapangan siklus hidup dari kumbang tanduk O. rhinoceros dan khususnya pada masa larva di dalam batang busuk sangat bervariasi tergantung pada kondisi iklim. Rata-rata dua generasi muncul selama satu tahun. Lamanya masa dari setiap stadia adalah masa perkampungan yang bersemak dan banyak tanaman kelapa atau kotoran sapi atau lembu. Serangan sangat langka pada areal yang baru dibuka jauh dari perkampungan. Kumbang jantan dan betina menyerang kelapa sawit, hingga pada pelepah daun yang agak muda, kemudian mulai menggerek ke arah titik tumbuh kelapa sawit. Panjang lubang gerekan dapat mencapai 4,2 cm dalam sehari. Apabila gerekan sampai ke titik tumbuh, kemungkinan tanaman akan mati atau tumbuh tunas baru satu atau lebih. Pucuk kelapa sawit yang terserang, apabila nantinya membuka pelepah daunnya akan kelihatan seperti kipas atau bentuk lain yang tidak normal. Biasanya serangan kumbang tanduk O. rhinoceros, bakteri ataupun cendawan pada pelepah menyebabkan pembusukan yang berkelanjutan. Dalam keadaaan seperti ini tanaman menjadi mati atau terus hidup dengan gejala pertumbuhan yang tidak normal (Anshari, 2013). Penelitian dan pengamatan menunjukkan bahwa kematian tanaman muda akan serangan kumbang tanduk O. rhinoceros berkisar antara 1,0 2,5 %. Produksi dari areal tanaman yang banyak terserang dapat berkurang antara 0,2 0,3 ton/ ha, selama 18 bulan pada panen tahun pertama (Rustam dan Widanarko, 2011). Susanto (2012) mengatakan kumbang terbang mencari makanan dari tempat persembunyian menjelang malam (sampai dengan pukul 22.00) dan jarang dijumpai terbang pada waktu larut malam. Dari pengalaman diketahui bahwa 3
kumbang banyak dijumpai sedang menyerang tanaman apabila malam sebelumnya turun hujan. Diduga malam yang sebelum atau menjelang hujan turun sangat merangsang kumbang untuk keluar dari persembunyiannya. Siklus hidup kumbang tanduk bervariasi tergantung pada habitat dan kondisi lingkungan. Iklim kering dan kondisi sedikit makanan akan merusak perkembangan larva, yang dapat bertahan selama 14 bulan dan memberikan ukuran dewasa lebih kecil. Bedford (1980) menemukan kisaran luas dalam durasi larva instar ketiga dibandingkan dengan stadia hidup yang lain yang disebabkan oleh kondisi iklim dan makanan di habitatnya. Suhu yang sesuai untuk perkembangan larva adalah 27 o C-29 o C dengan kelembapan relatif 85-95% (Bedford, 1980). Dammerman (1929) telah mengemukakan tentang spesies kumbang Oryctes gnu Mohn dan Oryctes trituberculatus Lansb, bahwa ukuran kumbangnya agak lebih besar dari kumbang O. rhinoceros, panjang rata-rata lebih kurang 55 mm, pada punggung bagian depan terdapat 3 tonjolan kecil Masalah kumbang tanduk O. rhinoceros semakin berkembang dengan adanya pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit pada gawangan maupun pada sistem lubang tanam besar. Pada saat mulsa tandan kosong kelapa sawit ini mulai membusuk menjadi tempat yang baik bagi perkembangbiakan O. rhinoceros (Chenon dkk., 1997). Berikut disajikan gambar 1 yaitu tentang siklus hidup O. rhinoceros. 4
1. Telur 2. Larva 4. Kumbang Dewasa 3. Pupa Gambar 1 : Siklus hidup kumbang tanduk O. rhinoceros 1. Telur kumbang tanduk O. rhinoceros berwarna putih kekuningan dengan diameter 3-4 mm. Bentuk telur biasanya oval kemudian mulai membengkak sekitar satu minggu setelah peletakan dan menetas pada umur 8-12 hari (Bedford, 1976). Kumbang tanduk betina dalam dalam satu siklus menghasilkan 30-70 butir (Sudarmo, 1988). Kumbang tanduk bertelur pada bahan organik yang telah dalam proses pelapukan. 2. Larva kumbang tanduk hidup selama 80-200 hari. Larva berwarna putih kekuningan, berbentuk silinder, gemuk dan berkerut-kerut, melengkung membentuk setengah lingkaran seperti huruf C dengan panjang sekitar 60-100 mm atau lebih. Kepala keras dilengkapi dengan rahang yang kuat. 5
Penutup kepala maksimum sekitar 10,6-11,4 mm. Tengkorak coklat gelap dengan sejumlah lubang disekelilingnya. Panjang spirakel toraks mencapai 1,85-2,23 mm dan lebarnya 1,25-1,53 mm. Tempat pernapasan memiliki jumlah lubang maksimum 40-80 atau lebih yang berbentuk oval disekeliling toraks. Spirakel toraks lebih besar dari pada spirakel abdomenndan spirakel abdomen pertama lebih kecil dari pada spirakel berikutnya (Bedford, 1976). 3. Pupa berwarna coklat kekuningan, berukuran 50 mm dengan waktu 17-28 hari (Bangun, 1991). 4. Kumbang tanduk berwarna coklat gelap sampai hitam, mengkilap, panjang 35-50 mm dan lebar 20-23 mm dengan satu tanduk yang menonjol pada bagian kepala. Kumbang jantan memiliki tanduk yang lebih panjang dari betina. Imago betina mempunyai lama hidup 274 hari, sedangkan imago jantan mempunyai lama hidup 192 hari. Dengan demikian satu siklus hama ini dari telur sampai dewasa sekitar 6-9 bulan (Sipayung dan Sudharto, 1990). C. Gejala Serangan dan Tingkat Kerugian Kumbang tanduk hanya meninggalkan tempat bertelurnya pada malam hari untuk menyerang pohon kelapa sawit. Kumbang ini membuat lubang kosong di dalam pupus daun yang belum membuka, dimulai dari pangkal pelepah. Apabila nantinya pupus yang terserang itu membuka, akan terlihat tanda serangan berupa potongan simetris dikedua sisi pelepah daun tersebut. Pada tanaman, serangan hama ini akan menghambat pertumbuhan dan bahkan dapat mematikan tanaman kelapa sawit pada tahun pertama di perkebunan (Lubis, 2008). 6
Stadia kumbang tanduk O. rhinoceros yang bertindak sebagai hama atau yang merusak adalah imago atau kumbangnya (Tjahjadi, 1989). Makanan kumbang dewasa baik jantan maupun betina adalah tajuk tanaman, dengan menggerek melalui pangkal petiole ke dalam titik tumbuh. Kegiatan ini menciptakan kumpulan serat yang berada di dalam lubang gerekan. Serangan yang dihasilkan pada pelepah dengan bentuk huruf V terbalik atau karakteristik potongan serrate (Wood, 1968). Gejala ini disebabkan kumbang menyerang pucuk dan pangkal daun muda yang belum membuka yang merusak jaringan aktif untuk pertumbuhan. Kumbang jantan maupun betina dapat menyerang kelapa sawit selama hidupnya, yang dapat mencapai umur 6-9 bulan, kumbang berpindahpindah dari satu tanaman ke tanaman lain setiap 4-5 hari, sehingga seekor kumbang dapat merusak 6-7 pohon/bulan (Sipayung dan Sudharto, 1990). Kumbang tanduk O. rhinoceros hinggap pada pelepah daun agak muda, kemudian mulai menggerek ke arah titik tumbuh kelapa sawit. Panjang lubang gerekan dapat mencapai 4,2 cm dalam sehari. Dengan serangan ulangan dan mencapai titik tumbuh maka tanaman dapat mati dan menjadi rentan terhadap serangan kumbang garis merah, Rhyncophorus bilineatus (Coleoptera: Curculionidae) (Bedford, 1976). Jika tanaman tidak mati akan menyebabkan gejala serangan berat berupa terpuntirnya atau terputarnya titik tumbuh sehingga tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. Serangan dalam bentuk ini akan mengakibatkan terhambatnya masa TM. Apabila populasi O. rhinoceros sangat tinggi maka serangan dapat juga terjadi pada pembibitan kelapa sawit (Susanto, 2012). Kerugian ekonomi akibat serangan kumbang tanduk O. rhinoceros sangat besar terutama pada areal replanting. Gerekannya merusak daun dan apabila 7
mencapai titik tumbuh akan dapat menyebabkan kematian tanaman sampai 80%. Kerugian menjadi lebih besar dengan adanya sinergisme antara kumbang tanduk O. rhinoceros dengan kumbang moncong Rhynchophorus spp. (Susanto, 2012). Rhynchophorus spp. dahulu hanya dikenal menyerang tanaman kelapa seperti halnya O. rhinoceros, namun saat ini pada beberapa kebun telah dilaporkan dapat menyebabkan kematian tanaman kelapa sawit. Biasanya serangan O. rhinoceros akan diikuti oleh serangan sekunder dari bakteri ataupun jamur sehingga terjadi pembusukan yang berkelanjutan. Dalam keadaan seperti ini tanaman mungkin menjadi mati atau terus hidup dengan gejala pertumbuhan yang tidak normal. Tanaman mengalamai gerekan beberapa kali, sehingga walaupun dapat bertahan hidup, pertumbuhannya terhambat dan mengakibatkan saat berproduksi menjadi terlambat. Kematian tanaman muda akibat serangan kumbang tanduk berkisar antara 1,0 2,5%. Produksi dari areal tanaman yang banyak terserang dapat berkurang antara 0,2 0,3 ton/ha, selama 18 bulan pada panen tahun pertama (Listiawan, 2013). Kumbang O. rhinoceros biasanya menyerang tanaman kelapa sawit yang baru ditanam sampai tanaman remaja. Pada areal replanting kelapa sawit, serangan kumbang dapat mengakibatkan tertundanya masa berproduksi sampai satu tahun, dan tanaman yang mati dapat mencapai lebih dari 25%. Namun sekarang ini, dengan dilakukannya pemberian mulsa tandan kosong kelapa sawit (TKS) pada gawangan mati mengakibatkan populasi hama kumbang tanduk O. rhinoceros menjadi sangat tinggi dan akhirnya dapat menyerang tanaman menghasilkan (TM). Pada beberapa perkebunan serangan kumbang tanduk 8
O. rhinoceros pada tanaman tua ini menyebabkan harus melakukan replanting lebih cepat (Susanto & Brahmana, 2008). Pada tanah gambut serangan kumbang O. rhinoceros biasanya lebih berat dan dalam luasan yang sangat luas apabila tidak dikendalikan dengan baik. Hal ini dapat terjadi akibat melimpahnya media tanah gambut sebagai tempat berkembang biak kumbang O. rhinoceros. Menurut Lubis (2008) kategori kerusakan yang disebabkan oleh kumbang tanduk O. rhinoceros adalah sebagai berikut: Ringan (R) = tanaman digerek, pucuk belum rusak (20 30% dari populasi tanaman per blok terserang). Sedang (S) = tanaman digerek, pucuk rusak tapi tumbuh kembali (30 40% dari populasi tanaman per blok terserang). Berat (B) = tanaman digerek, pucuk tidak tumbuh dan perlu disisip (lebih dari 50% dari populasi tanaman per blok terserang). D. Metode Pengendalian Serangan Hama Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Teknik pengendalian serangan hama kumbang tanduk yang umum dilaksanakan adalah dengan pengelolaan tanaman penutup tanah (leguminosa cover crop), sistem pembakaran, sistem pencacahan batang, pengutipan kumbang dan larva secara manual, secara kimia, biologi, mekanis dan hayati. Pengendalian secara kimiawi meliputi penggunaan pestisida dan pengendalian secara biologi menggunakan Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana dan Bacolus oryctes. 9
Pengendalian hama secara mekanis salah satunya dengan menggunakan metode perangkap cahaya light trap. Metode perangkap cahaya adalah pengendalian secara mekanis yang menggunakan cahaya buatan berupa cahaya lilin ataupun lampu yang diarahkan ke kain sehingga warna kain menjadi cerah. Warna yang cerah dan terang inilah yang akan mengundang kumbang tanduk terbang ke arah kain dan menabraknya sehingga jatuh ke bawah yang sudah ada jaring sebagai perangkap. Kegiatan ini dilaksanakan pada malam hari yaitu dimulai pada pukul 19.00 hingga 22.00, sebab pada waktu-waktu tersebut kumbang tanduk O. rhinoceros melakukan aktivitasnya. 10