BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dalam kegiatannya mengeluarkan produk-produk syari ah dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan prinsip syariah. penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat). 2. Instrumen Kebijakan Bank Syariah

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

Murabahah adalah salah satu bentuk jual beli yang bersifat amanah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELASANAAN AKAD MUDH ARABAH PADA SIMPANAN SERBAGUNA DI BMT BISMILLAH SUKOREJO

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2): dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2):27

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2):278 45)& %*('! Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang b

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

Pengertian. Dasar Hukum. QS. Al-Baqarah [2] : 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial

$!%#&#$ /0.#'()'*+, *4% :;< 63*?%: #E Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

Menurut Antonio (2001) ada beberapa syarat khusus yang mengatur. 1) Penjual memberitahukan modal kepada nasabah

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT EL LABANA SERTA KAITANYA DENGAN FATWA DSN MUI NO.04 TAHUN 2000

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi Syariah (AS), Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), dan Unit Simpan

Prinsip Sistem Keuangan Syariah

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan perbankan syariah sebagai salah satu pilar penyangga dual-banking

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul maal wat tamwil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB II LANDASAN TEORI

RESCHEDULING NASABAH DEFAULT PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di

PERBANKAN SYARIAH. Oleh: Budi Asmita SE Ak, MSi. Bengkulu, 13 Februari 2008

SOAL DAN JAWABAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB I PENDAHULUAN. modal, reksa dana, dana pensiun dan lain-lain). Pengertian bank menurut UU No.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

BAB III LUMAJANG. berbeda beda untuk jangka waktu cicilan yang berbeda. Penerapan keuntungan transaksi pembiayaan mura>bah{ah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

BAB II LANDASAN TEORI. BPRS atau yang dulu dikenal sebagai Bank Perkreditan Rakyat

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI

BAB IV ANALISIS PENERAPAN AKAD MUDHARABAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PRODUK PENGHIMPUNAN DANA DI BANK SYARI AH MANDIRI KUDUS

TINJAUAN BAGI HASIL SIMPANAN BERJANGKA PADA KJKS BMT BINA UMAT MANDIRI (BUM) CABANG ADIWERNA

BAB II Landasan Teori

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN DENDA PENUNDAAN PEMBAYARAN KPR PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SURABAYA

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be

BAB IV. Seperti di perbankan syari ah Internasional, transaksi mura>bah}ah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang membutuhkan modal yang besar tidak mungkin dipenuhi tanpa bantuan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan bukanlah sebuah pabrik atau produsen yang menghasilkan uang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be

Tinjauan Penerapan Psak N0.105 Tentang Akuntansi Mudharabah Pada BMT Itqan Bandung

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTIM JUAL BELI HASIL PERKEBUNAN TEMBAKAU DI DESA RAJUN KECAMATAN PASONGSONGAN KABUPATEN SUMENEP

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

Dasar-Dasar Pembiayaan Bank Syariah

AL MURABAHAH DOSEN PENGAMPU H. GITA DANUPRANATA OLEH MELINDA DWIJAYANTI ( ) DHYKA RACHMAENI ( )

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

Usulan Penelitian Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Akuntansi

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Simpulan. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada PT. BPR Syariah Karya Mugi

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang

KARAKTERISTIK TRANSAKSI PERBANKAN SYARIAH DIRINGKAS DARI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.59

BAB III HASIL PENELITIAN. yang peduli terhadap perkembangan ekonomi umat. BMT PAM merupakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENALTI PADA PENGAMBILAN SIMPANAN MUDHARABAH BERJANGKA (DEPOSITO) SEBELUM JATUH TEMPO DI BMT SYIRKAH

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat kemajuan ekonomi masyarakat. yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur an dan Al-Hadis. ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Subandi, Ekonomi Koperasi, (Bandung: Alfabeta, 2015), 14

BAB I PENDAHULUAN. akan sistem operasionalnya, telah menunjukkan angka kemajuan yang sangat

Dan Janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfa at) sampai ia dewasa penuhilah janji; sesungguhnya janji

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. Raja Grafindo Persada, 2010, h Karim Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta:PT

MAKALAH AKUNTANSI SYARIAH (AKAD SALAM) OLEH : Dian Magfirawati A Dwi Kartini Wardaningsi A

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DUA AKAD DALAM SATU TRANSAKSI KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN MENURUT HUKUM ISLAM

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

Raja Grafindo Persada, 2016, hlm.99

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Konversi Akad Murabahah

A. Praktik Akad Murabahah dan Wakalah di KJKS BMT Bahtera

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah [2]: 275: &$!%#*#$ 234 +#,-.,(/01 '() )5'(2%6.789:;<= & #AB7CDE3" Orang yang makan (mengambil) riba ti

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut UU Republik Indonesia No.21 tahun 2008 tentang perbankan. Pasal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan analisis terhadap penggunaan

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lembaga Keuangan Syari ah Lembaga Keuangan Syari ah atau LKS merupakan suatu badan usaha yang dalam kegiatannya mengeluarkan produk-produk syari ah dan operasional kerjanya berdasarkan pada prinsip syari ah. Bentuk-bentuk Lembaga Keuangan Syari ah yang ada di Indonesia, yaitu: 1. Bank Umum Syari ah (BUS) Bank Umum Syari ah adalah bank yang melakukan penghimpunan serta penyaluran dana berdasarkan skema bagi hasil dan juga membawahi Unit Usaha Syari ah (UUS) sebagai badan usaha dalam skala yang lebih kecil. 2. Bank Perkreditan Rakyat Syari ah (BPRS) Bank Perkreditan Rakyat Syari ah adalah bank yang operasionalnya hampir sama dengan BUS, tetapi BPRS memiliki kelebihan dalam hal pendekatan kepada nasabah sehingga lebih bersifat personal dan prosedur yang digunakan untuk nasabah yang akan memakai jasa juga lebih disederhanakan. 3. Baitul Maal wat Tamwil Baitul Maal wat Tamwil adalah Lembaga Keuangan Syari ah nonperbankan yang merupakan salah satu perwujudan dari badan usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari ah (KJKS) yang lebih berfokus dalam 7

8 melakukan penyaluran dana untuk mensejahterakan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). B. Baitul Maal wat Tamwil 1. Pengertian Baitul Maal wat Tamwil Baitul Maal wat Tamwil atau sering disingkat BMT terdiri dari dua istilah yakni Baitul Maal yang berarti rumah harta, dimana BMT bekerja sebagai penerima Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) untuk kemudian disalurkan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan amanah pendistribusian yang telah diberikan, dan Baitut Tamwil yang berarti pengembangan harta dimana BMT memiliki tugas untuk mengembangkan usaha-usaha produktif pengusaha skala mikro. BMT yang pertama kali berdiri bernama Bait at Tamwil Salman. Lembaga ini didirikan pada tahun 1980 oleh beberapa aktivis mahasiswa ITB. Dalam perannya menjadi bagian dari Lembaga Keuangan Syari ah, BMT memegang prinsip-prinsip syari ah sebagai landasan operasional kerjanya. Menurut Masyithoh (2014) Kegelisahan masyarakat muslim di tengah lajunya perkembangan ekonomi yang menggunakan prinsip riba (bunga) dapat diminimalisir setelah hadirnya BMT, sekaligus sebagai pendukung dalam pengembangan kegiatan pemberdayaan usaha kecil dan menengah. BMT dapat didirikan dalam bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berada di bawah

9 pengawasan PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) ataupun juga berbentuk badan hukum koperasi. 2. Fungsi dan Peranan BMT Beberapa fungsi dan peranan agar tercapainya tujuan BMT, sebagai berikut: a. Menjadi perantara dana-dana sosial terutama zakat, infaq, atau shadaqah (ZIS) dari shohibul maal (pemilik dana) kepada mudharib (duafa). b. Meningkatkan kualitas anggota menjadi lebih profesional dan islami. c. Menggali potensi yang dimiliki anggota untuk meningkatkan kesejahteraannya. d. Mengembangkan kesempatan kerja. 3. Produk-produk BMT Sebagai bentuk pelayanan untuk nasabah yang ingin melakukan transaksi baik dalam bentuk penyaluran ataupun penghimpunan dana, BMT menyediakan produk-produk yang disajikan dengan berbagai macam kriteria yang berbeda-beda untuk kemudian disesuaikan pada kebutuhan nasabah tersebut, diantaranya. a. Produk penghimpunan dana Berikut ini merupakan beberapa produk penghimpunan dana yang dikeluarkan oleh BMT:

10 1) Simpanan mudharabah Yaitu simpanan yang bagi hasilnya dibagikan berdasarkan nisbah yang telah disepakati diawal akad oleh kedua belah pihak (BMT dan anggota BMT), dimana anggota BMT sebagai shahibul maal (pemilik dana) mempercayakan 100% dananya dikelola oleh BMT yang berperan sebagai mudharib (pengelola dana) dan dana tersebut dapat diambil suatu waktu jika dibutuhkan oleh nasabah. Mudharabah dikelompokkan menjadi 2 jenis; mudharabah mutlaqah, yaitu perjanjian kerjasama antara nasabah dengan bank tidak mengandung syarat tertentu yang diminta oleh shahibul maal kepada mudharib dalam mengelola dananya selama tidak menyimpang dari syariat Islam. Mudharabah muqayyadah, yaitu perjanjian kerjasama antara bank dengan nasabah dimana nasabah memberikan suatu syarat tertentu pada dananya untuk dapat dikelola oleh bank selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. 2) Simpanan tarbiyah Yaitu simpanan yang dikhususkan bagi pelajar/mahasiswa yang dapat digunakan sebagai investasi dini sekaligus memberikan edukasi secara tidak langsung mengenai simpanan untuk kebutuhan biaya pendidikannya sendiri dimasa depan dan dapat diambil pada waktu tertentu jika dibutuhkan.

11 3) Simpanan hari raya Yaitu simpanan anggota BMT yang diperuntukkan untuk mempersiapkan kebutuhan hari raya dan biasanya diambil ketika akan menjelang hari raya. 4) Simpanan aqiqah Yaitu simpanan yang secara sengaja dipersiapkan anggota BMT untuk dapat dipakai ketika akan melaksanakan penyembelihan aqiqah ataupun digunakan sebagai persiapan menyambut hari raya qurban. Simpanan ini dapat diambil pada saat akan melaksanakan penyembelihan aqiqah atau saat qurban. 5) Simpanan wadiah Yaitu simpanan anggota BMT yang bersifat titipan. Wadiah terbagi menjadi dua; wadiah yad al-amanah yaitu titipan yang disyaratkan oleh penitipnya untuk tidak dipergunakan atau titipan murni, sedangkan wadiah yad addhamanah yaitu titipan oleh penitip yang dapat dipergunakan oleh mudharib. b. Produk penyaluran dana Produk penyaluran atau pembiayaan dana untuk anggota yang dilakukan oleh BMT adalah sebagai berikut: 1) Pembiayaan mudharabah Di dalam pembiayaan ini, terjadi kesepakatan antara BMT dan anggotanya. BMT sebagai pemilik dana (shahibul

12 maal) menyediakan modal sepenuhnya kepada anggota BMT yang menjadi pengelola dana (mudharib). Apabila dari dana tersebut menghasilkan keuntungan, maka kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tersebut sesuai dengan kesepakatan. Jika mengalami kerugian, maka akan ditanggung oleh shahibul maal (BMT) sepenuhnya selama kerugian tersebut bukan dikarenakan kelalaian dari mudharib (anggota BMT). 2) Pembiayaan musyarakah Di dalam pembiayaan ini terjadi kesepakatan antara BMT sebagai shahibul maal (pemilik dana) dan anggota BMT sebagai mudharib (pengelola dana). Modal usaha pada pembiayaan ini berasal dari kedua belah pihak. Jika dana yang dikelola oleh mudharib menghasilkan keuntungan, maka keuntungan tersebut dibagikan berdasarkan kesepakatan. Tetapi, jika mengalami kerugian, maka dibagikan sesuai persentasi kerugian yang telah disepakati sebelumnya. 3) Pembiayaan murabahah Pembiayaan ini termasuk pembiayaan dengan prinsip jual beli dimana BMT akan menyampaikan harga beli barang ditambah dengan margin keuntungan yang akan menjadi perolehan bank.

13 4) Pembiayaan salam Pembiayaan ini merupakan pembiayaan dengan prinsip jual beli dalam bentuk pesanan, karena barang yang diajukan pada pembiayaan ini belum ada pada saat akad. Anggota BMT (pembeli) melakukan pembayaran dimuka sedangkan barang diserahkan dikemudian hari. 5) Pembiayaan istishna Pembiayaan ini merupakan pembiayaan dengan prinsip jual beli dalam bentuk pesanan dimana anggota BMT (pembeli) memberikan kriteria tertentu untuk barang yang akan dipesan pada pembiayaan ini. Pembeli dapat melakukan pembayaran dimuka, dicicil, atau ditangguhkan sedangkan barang diserahkan dikemudian hari. C. Akad Murabahah 1. Pengertian Akad Murabahah Akad atau dapat disebut dengan istilah al-aqd merupakan suatu bentuk perjanjian antara dua pihak atau lebih dalam Islam. Pihak-pihak terkait akan melakukan prosesi ijab dan qobul untuk mengesahkan objek pada perjanjian tersebut. Hukum Islam mengenai akad tercantum dalam firman Allah SWT berikut ini:..

14 Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu (Qs. Al-Ma idah [5]: 1). Dalam Qs. Al-Ma idah [5]: 1 di atas dijelaskan bahwa Allah SWT menyuruh para umat-nya untuk memenuhi setiap akad yang ada di dalam kehidupan dengan sebaik-baiknya. Salah satu akad yang telah banyak diterapkan oleh masyarakat adalah Akad Murabahah. Murabahah secara etimologis berasal dari kata Al-Ribhu yang memiliki makna tumbuh dan berkembang dalam bidang perniagaan. Dalam dunia perbankan maupun koperasi berbasis syari ah, Akad Murabahah juga dikenal dengan sebutan pembiayaan/transaksi murabahah. Akad Murabahah adalah akad jual beli antara dua pihak atau lebih dimana pihak pertama menyampaikan harga jual kepada pihak kedua sebesar harga pokok perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati sebelumnya. Akad Murabahah memiliki perbedaan dari jual beli pada umumnya terkait dengan penentuan harga kesepakatan, dimana pihak pertama wajib memberitahukan kepada pihak kedua harga pokok pembelian barang serta berapa besar margin keuntungan yang ingin diperoleh pihak pertama dan pembayaran pada akad ini dapat dilakukan secara tunai atau tangguh (kredit) (Warsono dan Jufri, 2011). Mekanisme Akad Murabahah dimulai pada saat prosesi ijab dan qobul antara pihak pertama (BMT) dengan pihak kedua (anggota BMT), kemudian BMT membelikan barang yang dibutuhkan oleh anggotanya

15 kepada pihak ketiga (produsen) secara tunai, setelah itu pihak pertama menjual kepada pihak kedua sesuai dengan harga kesepakatan baik secara tunai ataupun dengan pembayaran angsuran (Wiyono, 2005). Mekanisme lain tentang Akad Murabahah juga telah diatur di dalam PSAK Nomor 102 yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI), juga di dalam Fatwa Dewan Syari ah Nasional oleh Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000. 2. Sumber Hukum Islam Akad Murabahah Sebagai salah satu Akad yang paling banyak diminati diantara akad yang lain, Akad Murabahah tentunya memiliki sumber hukum Islam sebagai landasan dalam proses menjalankannya. Sumber-sumber hukum Islam Akad Murabahah terdapat dalam Firman-firman Allah SWT dan hadits berikut ini: a. Qs. An-Nisa [4]: 29: Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di

16 antaramu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah maha penyayang kepadamu (Qs. An-Nisa [4]: 29). Dalam Qs. An-Nisa [4]: 29 di atas dijelaskan bahwa Allah melarang perbuatan memperoleh atau mengambil harta sesama umat-nya dengan cara yang bertentangan dengan syariat Islam, kecuali dengan cara berdagang atas dasar saling ikhlas dan ridha. b. Qs. Al-Baqarah [2]: 275: Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukkan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka

17 itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya (Qs. Al-Baqarah [2]: 275). Dalam Qs. Al-Baqarah [2]: 275 di atas Allah SWT menjelaskan bahwa jual beli itu berbeda dengan riba. Dapat dikatakan haram suatu perniagaan jika di dalamnya terkandung riba. Berbeda dengan jual beli yang dihalalkan dan boleh dilakukan oleh siapa saja. Ketika seseorang ingin berhenti dari perbuatan yang mengandung riba, maka barang yang telah diperoleh dari hasil riba tersebut menjadi tanggung jawabnya kepada Allah SWT. Qs. Al-Baqarah [2]: 275 juga menjelaskan apabila seseorang kembali lagi ke perbuatan yang mengandung riba maka ia adalah orang yang akan bertempatkan di neraka. c. Qs. Al-Baqarah [2]: 280: Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui (Qs. Al-Baqarah [2]: 280). Sedangkan dalam Qs. Al-Baqarah [2]: 280 di atas Allah menjelaskan bahwa ketika seseorang yang memiliki hutang berada dalam keadaan yang dianggap sudah tidak mampu lagi untuk membayar hutangnya, maka diwajibkan bagi umat-nya untuk mendampingi orang

18 yang berhutang tersebut sampai ia mampu lagi dalam menyelesaikan hutangnya. d. Hadits Riwayat Ibnu Majah Nabi bersabda, Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib). Hadits diatas menjelaskan tentang keberkahan dari tiga jenis hal yakni, melalui jual beli yang dilakukan tidak secara tunai, melalui pembiayaan mudharabah, dan ketika mencampur bahan untuk keperluan rumah tangga. e. Hadits Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dari pemberian sangsi kepadanya (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). f. Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim Penundaan (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman (HR. Bukhari & Muslim).

19 Dari sumber-sumber di atas, jelas terlihat bahwa Islam sangat melarang hal-hal yang di dalamnya terkandung riba beserta dengan konsekuensi yang akan didapatkan jika hal tersebut dilakukan. Riba secara bahasa berarti tumbuh atau tambahan, sedangkan secara istilah riba merupakan pengambilan tambahan dari modal atau harta pokok secara batil. Atas dasar ini, ekonomi Islam menganggap bahwa sistem bunga adalah riba (Triyuwono dan As udi, 2001). Sebagai pengganti bunga, Islam mendorong sistem bagi hasil melalui jalan jual beli. Adapun perbedaan nyata yang dapat diketahui melalui tabel di bawah ini tentang sistem bunga dan bagi hasil.

20 Tabel 2.1. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil No. Bunga Bagi hasil 1. Penentuan bunga dibuat pada saat akad dengan asumsi harus untung. Penentuan besarnya nisbah bagi hasil dibuat pada saat akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung/rugi. 2. Besarnya persentase tergantung pada jumlah modal yang dipinjamkan. Besarnya persentase bagi hasil dilihat dari jumlah keuntungan yang diperoleh. 3. Jumlah pembayaran bunga tidak akan berubah walaupun usaha yang dijalankan nasabah mengalami untung/rugi. Bagi hasil tergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan. Jika mengalami kerugian, akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. 4. Jumlah pembayaran bunga tidak akan meningkat meskipun jumlah keuntungan Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. berlipat. 5. Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama termasuk Islam. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil. Sumber: Antonio (dalam Triyuwono dan As udi, 2001). 3. Jenis Akad Murabahah Akad Murabahah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu: a. Murabahah dengan pesanan Pada jenis murabahah ini, penjual akan melakukan pembelian barang setelah mendapatkan pesanan dari pembeli.

21 Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli. Bersifat mengikat, jika pembeli sudah melakukan kesepakatan kepada penjual atas pesanan yang diajukan, sehingga pembeli tidak dapat melakukan pembatalan atas barang tersebut. Penjual (1) (4) (5) Pembeli (2) (3) Produsen/ Supplier Sumber: Nurhayati dan Wasilah, 2012 Keterangan gambar: Gambar 2.1. Skema Murabahah dengan Pesanan (1) Kedua belah pihak melakukan akad murabahah (2) Penjual melakukan pemesanan dan pembelian barang kepada produsen (3) Penyerahan barang oleh produsen kepada penjual (4) Barang pesanan diberikan kepada pembeli (5) Pembeli melakukan pembayaran atas barang pesanan

22 b. Murabahah tanpa pesanan Berbeda dengan jenis yang pertama, pada murabahah jenis ini, pembeli tidak bersifat terikat kepada penjual karena pembeli langsung melakukan transaksi kepada penjual yang telah memiliki persediaan barang untuk dijual. Penjual (1) (2) (3) Pembeli Sumber: Nurhayati dan Wasilah, 2012 Keterangan gambar: Gambar 2.2. Skema Murabahah tanpa Pesanan (1) Penjual dan pembeli melakukan akad murabahah (2) Penjual menyerahkan barang ke pembeli (3) Pembeli melakukan pembayaran barang 4. Rukun dan Ketentuan Akad Murabahah Adapun rukun dan ketentuan Akad Murabahah, yaitu sebagai berikut: a. Pelaku (Transaktor) Pelaku/transaktor dalam akad murabahah terdiri dari penjual (BMT) dan pembeli (anggota BMT). Pihak-pihak dalam akad murabahah harus cakap hukum dan baligh yaitu yang berakal dan

23 dapat membedakan yang benar dan salah, sedangkan perlakuan jual beli oleh anak kecil dapat dianggap sah apabila didampingi oleh walinya. Dalam hal ini, Dewan Syari ah Nasional (DSN) membolehkan BMT meminta uang muka (urbun) yang lazimnya sebesar 30% dari harga pokok perolehan barang pada saat kesepakatan awal pemesanan. Adanya uang muka, dapat menjadi langkah antisipasi BMT dalam mengatasi kerugian ketika anggota BMT membatalkan pesanan barang yang telah dipesan. Jika kerugian yang dialami BMT tidak tertutupi dari besarnya uang muka yang ada, DSN membolehkan BMT untuk meminta kembali sisa kerugiannya kepada Anggota BMT. Fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 yang mengatur tentang murabahah juga membolehkan BMT meminta jaminan/agunan yang dapat disimpan. Jaminan/agunan dapat diserahkan pada saat awal akad maupun saat BMT melakukan pemesanan barang ke produsen. Jaminan/agunan juga bertujuan untuk dijadikan tanda keseriusan anggota BMT yang melakukan pengajuan pembiayaan. Biasanya, jenis barang yang dijadikan jaminan/agunan berupa barang yang dibeli atau surat-surat berharga seperti sertifikat tanah, sertifikat rumah, ataupun surat BPKB suatu kendaraan yang sekiranya nilai dari jaminan yang diberikan tersebut mampu untuk menutupi biaya kerugian yang ditanggung oleh BMT jika terjadi kegagalan pembayaran angsuran.

24 Di dalam Fatwa DSN-MUI nomor 17 dinyatakan bahwa nasabah/anggota dilarang melakukan penundaan pembayaran yang juga termasuk pembayaran piutang murabahah. Karena penundaan pembayaran oleh anggota BMT yang melakukan pembiayaan dapat mengganggu operasional kerja BMT, di samping itu juga merugikan anggota BMT penabung yang seharusnya mendapatkan keuntungan bagi hasil menjadi tidak mendapatkan keuntungan tersebut. Karena alasan ini, DSN-MUI membolehkan BMT untuk memberlakukan sanksi kepada anggotanya yang dengan sengaja menunda-nunda pembayaran piutang murabahah padahal memiliki kemampuan untuk membayar berupa denda sejumlah uang tertentu. Sanksi yang berlaku untuk penundaan pembayaran diambil dari prinsip ta zir, yakni membiasakan anggota BMT agar dapat memenuhi kewajibannya. Oleh karena itu, bagi anggota BMT yang benar-benar belum mampu membayar dikarenakan kejadian yang tidak bisa di antisipasi, tidak boleh dikenakan sanksi. Dana yang terkumpul dari hasil sanksi anggota BMT juga harus digunakan untuk dana sosial (Fatwa DSN Nomor 17 Tahun 2000). b. Objek Murabahah Dalam Fatwa DSN Nomor 4 ditetapkan jika kriteria objek murabahah bukan merupakan jenis barang yang diharamkan dalam Islam. DSN juga memberi syarat jika BMT membeli barang atas pesanan anggota BMT, harus dengan nama BMT itu sendiri dan

25 BMT wajib menyampaikan segala aspek tentang barang tersebut kepada anggotanya. BMT harus membelikan barang yang dipesan anggotanya kepada produsen/supplier terlebih dahulu sehingga barang tersebut sudah menjadi milik BMT yang kemudian dapat dijual kepada anggota BMT. Tetapi, DSN juga membolehkan BMT mewakilkan pembelian barang kepada anggota BMT untuk membeli dari produsen/supplier dengan syarat akad dilakukan ketika barang secara prinsip telah menjadi milik BMT. Menurut Fatwa DSN Nomor 4 Tahun 2000, BMT harus menyebutkan secara jelas dan jujur harga pembelian barang ditambah margin keuntungan yang akan diperoleh kepada anggotanya. Selanjutnya, anggota BMT tersebut dapat membayar barang secara tunai ataupun tangguh. Selain itu, di bawah ini juga merupakan syarat-syarat lain dari objek murabahah, yaitu: 1) Barang yang menjadi objek murabahah merupakan barang halal Hal ini berdasarkan hadits di bawah ini: Sesungguhnya Allah mengharamkan menjualbelikan khamr, bangkai, babi, patung-patung (HR. Bukhari Muslim). 2) Barang yang diperjualbelikan memiliki nilai dan memiliki manfaat. 3) Barang harus sudah menjadi milik penjual

26 Penjual mempunyai barang yang bersifat miliknya sendiri dan bukan milik orang lain. 4) Penyerahan barang dapat dilakukan tanpa tergantung kejadian tertentu dimasa depan. 5) Wujud barang tersebut dapat dilihat langsung oleh pembeli. 6) Pembeli dapat menilai spesifik barang baik dalam segi kualitas maupun kuantitas sehingga tidak menimbulkan gharar (ketidakpastian). 7) Barang memiliki harga yang jelas. 8) Sebelum melakukan akad, barang harus sudah berada di tangan penjual Dalam hal ini, penjual harus telah memiliki barang untuk dapat dijual ke pembeli. Penjual tidak boleh menawarkan sesuatu barang yang belum dimiliki dan belum diketahui bentuk fisiknya. Seperti hadits di bawah ini: Siapa yang membeli sesuatu barang yang ia tidak melihatnya, maka dia boleh memilih jika telah menyaksikannya (HR. Abu Hurairah). c. Ijab dan Qobul Pernyataan ijab (serah) dan qobul (terima) bersifat mengikat dan dapat terjadi jika kedua belah pihak telah saling ikhlas dan ridho melakukan pembiayaan murabahah. Proses ini dapat dilakukan dengan cara verbal, tertulis, ataupun menggunakan cara-

27 cara komunikasi modern. Hal-hal yang tercantum pada proses ini, yaitu: 1) Nama notaris serta informasi mengenai tempat dan waktu penandatanganan akad. 2) Identitas pihak yang mewakili BMT sebagai pihak pertama. 3) Identitas pihak kedua yakni anggota BMT yang mengajukan pembiayaan murabahah dan biasanya didampingi suami/istri sebagai ahli waris. 4) Penjelasan keseluruhan tentang akad murabahah, hal ini mencakup perjanjian pembiayaan, syari ah, barang, pemasok (pihak ketiga), harga beli barang, margin keuntungan, surat permohonan pembiayaan, formulir jaminan/agunan, jangka waktu perjanjian, jam operasional BMT, pembukuan pembiayaan, kartu angsuran, surat permohonan realisasi pembiayaan, SK murabahah, cedera janji, dan penggunaan fasilitas pembiayaan. 5) Kesepakatan-kesepakatan bersama, meliputi kesepakatan tentang fasilitas pembiayaan dan penggunaannya, pembayaran dan jangka waktu, realisasi fasilitas pembiayaan, pengutamaan pembiayaan, biaya dan pengeluaran, jaminan, pajak-pajak, syarat-syarat penarikan fasilitas pembiayaan, peristiwa cidera janji, pernyataan dan jaminan, kesepakatan untuk tidak berbuat

28 sesuatu, penggunaan fasilitas pembiayaan, dan penyelesaian sengketa. 5. Pengawasan Syari ah Transaksi Murabahah Peran Dewan Pengawas Syari ah (DPS) sangat penting untuk memastikan prosedur pembiayaan murabahah yang dijalankan di BMT tidak menyimpang dari Fatwa yang telah ditetapkan DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 yang mengatur segala hal mengenai murabahah. Berikut merupakan hal-hal yang diawasi oleh DPS, yaitu: a. Memastikan barang yang diperjualbelikan sesuai dengan syari ah Islam. b. Memastikan BMT telah menyebutkan harga jual senilai harga pembelian barang ditambah margin keuntungan kepada anggotanya. Apabila ada uang muka, maka angsuran BMT kepada anggotanya akan berkurang. c. Melakukan penelitian apakah akad wakalah telah dibuat terpisah dari akad murabahah bila BMT ingin mewakilkan pembelian barang kepada anggotanya. d. Melakukan penelitian berdasarkan prinsip murabahah yang pelaksanaannya dilakukan setelah adanya permohonan pengajuan dari anggota BMT dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada BMT. BMT perlu berhati-hati dalam melakukan pembiayaan murabahah dengan anggotanya, mengingat adanya pengawasan yang

29 dilakukan DPS agar tetap sejalan dengan Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN Nomor 4 Tahun 2000 tersebut. 6. Aplikasi Penerapan Akad Murabahah di BMT Aplikasi penerapan akad murabahah di BMT umumnya berbentuk barang pesanan, karena barang baru akan dibeli oleh pihak BMT kepada produsen/supplier ketika ada anggota BMT yang melakukan permintaan pemesanan barang di dalam pembiayaan murabahah. Skema pembiayaan murabahah digambarkan pada gambar berikut. 1. Negosiasi 2. Akad Murabahah BMT (Penjual) 6. Bayar Anggota BMT (Pembeli) 5. kirim dokumen 3. Beli barang PEMASOK 4. Kirim barang Sumber: Yaya, 2014 Gambar 2.3. Alur Transaksi Murabahah (dengan pesanan)

30 Keterangan: 1. Anggota BMT melakukan permohonan pengajuan pembiayaan murabahah dan melakukan negosiasi dengan BMT mengenai segala aspek di dalam pembiayaan seperti; harga barang, margin keuntungan, jangka waktu, kriteria barang, waktu pembayaran, serta besar angsuran/bulan. 2. Kedua pihak yang terkait kemudian melakukan Akad Murabahah dan anggota BMT melakukan pengisian formulir-formulir yang harus dilengkapi pada pembiayaan murabahah, apabila telah mencapai kesepakatan pada point 1. 3. Setelah melakukan Akad Murabahah, kemudian BMT melakukan pembelian barang pesanan anggota BMT kepada pemasok secara tunai. Akan tetapi, murabahah dengan pesanan ini juga bisa langsung diwakilkan oleh anggota BMT untuk melakukan pembelian barang langsung ke pemasok atas nama BMT. 4. Pemasok melakukan pengiriman barang kepada anggota BMT yang telah mewakilkan BMT untuk melakukan pembelian barang. 5. Bukti pembelian barang oleh anggota BMT dikirimkan pemasok kepada BMT. 6. Anggota BMT melakukan pembayaran atas barang kepada BMT baik secara tunai ataupun tangguh.

31 D. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu ini menjadi salah acuan penulis dalam melakukan penelitian dengan judul Analisis Kesesuaian Pelaksanaan Akad Murabahah dengan Fatwa DSN-MUI di BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama. Namun penulis mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Latif (2016) yang berjudul Implementasi Fatwa DSN-MUI terhadap Praktik Pembiayaan Murabahah Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat KCP Ponorogo. Modifikasi yang penulis lakukan dalam penelitian ini terletak pada objek yang diteliti yaitu BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta. Dalam penelitian penulis merumuskan masalah tentang prosedur pelaksanaan dan kesesuaian pelaksanaan Akad Murabahah dengan Fatwa DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Latif (2016) karena objek yang menjadi tempat penelitian pada kasus ini tidak sama. E. Kerangka Penelitian Objek penelitian ini adalah BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta. Penulis melakukan wawancara dengan kepala divisi marketing dan meminta formulir-formulir mengenai Akad Murabahah yang sekiranya dapat digunakan untuk menunjang penelitian ini. Penelitian ini berfokus pada data utama yaitu prosedur pelaksanaan Akad Murabahah dan kesesuaian

32 pelaksanaan Akad Murabahah dengan Fatwa DSN Nomor 04/DSN- MUI/IV/2000 di BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta. Hasil dari analisis data akan menunjukkan bagaimana prosedur pelaksanaan dan kesesuaian pelaksanaan Akad Murabahah di BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta dengan Fatwa DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000. Mulai Identifikasi Masalah Perumusan Masalah Menentukan Tujuan Penelitian Melakukan Penelitian Studi Literatur Data Penelitian Analisis Hasil Penelitian Kesimpulan Selesai Gambar 2.4. Bagan Alir Penelitian