VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO ABAKA (Musa textilis Nee) UNTUK KETAHANAN TERHADAP LAYU FUSARIUM RULLY DYAH PURWATI

dokumen-dokumen yang mirip
VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO ABAKA (Musa textilis Nee) UNTUK KETAHANAN TERHADAP LAYU FUSARIUM RULLY DYAH PURWATI

VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO ABAKA (Musa textilis Nee) UNTUK KETAHANAN TERHADAP LAYU FUSARIUM RULLY DYAH PURWATI

BAB IX PEMBAHASAN UMUM

BAB VI. SELEKSI IN VITRO UNTUK RESISTENSI ABAKA TERHADAP F. oxysporum f.sp. cubense MENGGUNAKAN FILTRAT KULTUR SEBAGAI AGENS PENYELEKSI

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

PENGGUNAAN ASAM FUSARAT DALAM SELEKSI IN VITRO UNTUK RESISTENSI ABAKA TERHADAP Fusarium oxysporum f.sp. cubense

Oleh : A. Farid Hemon

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

KERAGAMAN GENETIKA VARIAN ABAKA YANG DIINDUKSI DENGAN ETHYLMETHANE SULPHONATE (EMS)

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan

Teknik Pengujian In Vitro Ketahanan Pisang terhadap Penyakit Layu Fusarium Menggunakan Filtrat Toksin dari Kultur Fusarium oxysporum

RESISTENSI PISANG AMPYANG

disukai masyarakat luas karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi dalam kondisi aseptik secara in vitro (Yusnita, 2010). Pengembangan anggrek

IV. SELEKSI IN VITRO EMBRIO SOMATIK KACANG TANAH PADA MEDIA DENGAN POLIETILENA GLIKOL YANG MENSIMULASIKAN CEKAMAN KEKERINGAN*)

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

Seleksi In Vitro dan Pengujian Mutan Tanaman Pisang Ambon Kuning untuk Ketahanan terhadap Penyakit Layu Fusarium

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk sayuran buah yang

Perbaikan Ketahanan Abaka Terhadap Fusarium dan Prospek Pengembangannya

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

Pengujian Planlet Abaka Hasil Seleksi terhadap Fusarium oxysporum

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penyediaan lapangan kerja dan sumber devisa. Kondisi ini merupakan

KETAHANAN DAN VIABILITAS Lactobacillus plantarum YANG DIENKAPSULASI DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB SETELAH PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN

tidak dipengaruhi oleh jumlah eksplan awal. Tetapi tahapan fase stasioner dari akar transgenik yang ditanam lebih cepat tercapai pada kultur dengan

PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI

SKRIPSI OLEH : MUTIA RAHMAH AET-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

REGENERASI DAN UJI RESPON TOLERANSI TERHADAP NaCl PADA GANDUM (Triticum aestivum L.) GALUR R-036 DAN R-040

iii ABSTRACT ABDUL KADIR. Induction of somaclone variation through gamma irradiation and in vitro selection to obtain drought tolerance patchouly.

Seleksi In Vitro Tanaman Lada untuk Ketahanan terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang

INDUKSI KERAGAMAN SOMAKLONAL PADA TUNAS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA SECARA IN VITRO

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

No. 02 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH:

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BENIH PISANG dan STRAWBERI

EFEKTIVITAS FILTRAT KULTUR DAN IDENTIFIKASI EMBRIO SOMATIK DAN KECAMBAH KACANG TANAH KULTIVAR LOKAL BIMA PADA FILTRAT KULTUR CENDAWAN Fusarium sp

KETAHANAN BEBERAPA GALUR KACANG TANAH HASIL KULTUR IN VITRO TERHADAP PENYAKIT LAYU CENDAWAN Fusarium sp

HASIL DAN PEMBAHASAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PENGARUH APLIKASI GA 3 DALAM PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS MIKRO TANAMAN KARET (Hevea brasiliensismuell. Arg) SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH :

SKRIPSI OLEH : DESMAN KARIAMAN TUMANGGER Universitas Sumatera Utara

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(MUSA TEXTILIS NEE) DENGAN FILTRAT FUSARIUM OXYSPORUM UNTUK KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT LAYU FUSARIUM

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA

Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 17 (2): ISSN eissn Online

PERBAIKAN KETAHANAN TANAMAN PANILI TERHADAP PENYAKIT LAYU MELALUI KULTUR IN VITRO. Endang G. Lestari, D. Sukmadjaja, dan I.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA

Seleksi Silang Tunas Abaka dengan Asam Fusarat atau Filtrat F. oxysporum dan Regenerasinya Membentuk Planlet

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang

PENGARUH REFORMASI PERPAJAKAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PAJAK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA

METODE PERCOBAAN EKONOMI UNTUK MENGKAJI SISTEM PEMBIAYAAN DI PERBANKAN NOVIATI

TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK YANG DIAMBIL ALIH KEPEMILIKANNYA OLEH ASING IRVANDI GUSTARI

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

I. PENDAHULUAN. Pisang raja bulu (Musa paradisiaca L var. sapientum) merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

III. INDUKSI DAN PERBANYAKAN POPULASI KALUS, REGENERASI TANAMAN SERTA UJI RESPON KALUS TERHADAP KONSENTRASI PEG DAN DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA

KULTUR ANTERA DAN EVALUASI GALUR HAPLOID GANDA UNTUK MENDAPATKAN PADI GOGO TIPE BARU HENI SAFITRI

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO

SELEKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERI ENDOFIT UNTUK MENEKAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TANAMAN TOMAT IKA DAMAYANTI

Induksi Mutasi dan Keragaman Somaklonal untuk Meningkatkan Ketahanan Penyakit Blas Daun pada Padi Fatmawati

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

KETAHANAN SEJUMLAH GALUR KACANG TANAH HASIL REGENERASI EMBRIO SOMATIK TERHADAP INFEKSI

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI

KAJIAN PENGOLAHAN DAN TOKSISITAS KHITOSAN LARUT AIR DENGAN MENGGUNAKAN TIKUS PUTIH ( Rattus norvegicus ) MUNAWWAR KHALIL

Formulir 1 Data dan Informasi Hasil Kegiatan Penelitian [tahun ] Puslit Bioteknologi LIPI

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

`PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP INDUKSI TUNAS MIKRO DARI EKSPLAN BONGGOL PISANG KEPOK ( Musa paradisiaca L) SKRIPSI OLEH :

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO

SUBKULTUR BERULANG TUNAS IN VITRO PISANG KEPOK UNTI SAYANG PADA BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM RASKIN DAN KEPUASAN RUMAH TANGGA PENERIMA MANFAAT DI DKI JAKARTA

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

PENGARUH SERANGAN PENYAKIT LAYU (Pineapple Mealybug Wilt/PMW) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. Merr) RIKE NOVIANTI

Transkripsi:

VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO ABAKA (Musa textilis Nee) UNTUK KETAHANAN TERHADAP LAYU FUSARIUM RULLY DYAH PURWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya berjudul Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro Abaka (Musa textilis Nee) untuk Ketahanan terhadap Layu Fusarium adalah benar-benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing, dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun serta belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Bogor, Januari 2007 Rully Dyah Purwati NIM G426010071 ii

ABSTRAK RULLY DYAH PURWATI. Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro Abaka (Musa textilis Nee.) untuk Ketahanan terhadap Layu Fusarium. Dibimbing oleh EDI GUHARDJA, SAID HARRAN, SUDARSONO dan SUDJINDRO. Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan abaka di daerah tropis adalah adanya serangan penyakit layu yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum Schlecht.f.sp. cubense (E.F. Smith) Snyd & Hans dan dilaporkan telah menimbulkan kerusakan antara 5-65% dari pertanaman abaka di lapangan. Sejauh ini, penggunaan kultivar abaka yang resisten merupakan metode alternatif pengendalian F. oxysporum f.sp. cubense (Foc) yang efektif. Perakitan kultivar abaka resisten terhadap penyakit tersebut melalui hibridisasi atau seleksi sulit dilakukan karena sempitnya keragaman genetika. Pendekatan induksi keragaman genetika dengan menggunakan kombinasi perlakuan mutagenesis dan perbanyakan tanaman secara in vitro yang dilanjutkan dengan seleksi in vitro merupakan metode yang efisien untuk memperoleh kultivar abaka resisten terhadap penyakit layu Fusarium. Penggunaan mutagen EMS yang dikombinasikan dengan kultur in vitro meningkatkan tipe varian somaklonal diantara bibit abaka yang diregenerasikan dari kalus embriogen. Keberadaan sejumlah fenotipe varian diantara bibit abaka hasil perlakuan EMS pada kalus embriogen mengindikasikan meningkatnya keragaman genetika bibit abaka. Dengan demikian, terbuka peluang penggunaan metode tersebut untuk mendapatkan karakter unggul tertentu seperti produktivitas dan kualitas serat tinggi, atau resistensi terhadap layu Fusarium, meskipun kebanyakan varian yang didapat bersifat negatif. Untuk itu perlu didukung dengan teknik seleksi in vitro menggunakan agens penyeleksi filtrat kultur (FK) Foc atau asam fusarat (AF). Dari hasil pengembangan teknik seleksi in vitro terhadap kalus embriogen abaka, dapat dibuktikan bahwa FK dari tiga isolat Foc dan toksin asam fusarat (AF) mampu menghambat proliferasi kalus embriogen dan tunas abaka. Seleksi in vitro dengan mengkulturkan kalus embriogen abaka yang sebelumnya diberi perlakuan 0.6% EMS dalam media selektif dengan penambahan 40% FK Foc isolat Banyuwangi atau 50 mg/l AF, diperoleh klon-klon varian abaka yang insensitif FK Foc sebanyak 326 tunas dari klon Tangongon dan 176 tunas dari klon Sangihe-1. Dari kalus embriogen abaka hasil seleksi in vitro dengan AF diperoleh tunas yang insensitif terhadap AF sebanyak 85 tunas varian abaka klon Tangongon dan 28 tunas varian klon Sangihe-1. Setelah tahapan aklimatisasi, pembibitan, dan evaluasi respon terhadap inokulasi Foc berhasil diperoleh 8 bibit untuk abaka klon Tangongon dan 8 bibit untuk abaka klon Sangihe-1 yang meningkat resistensinya terhadap infeksi Foc isolat Banyuwangi. Kata kunci: Keragaman somaklonal, seleksi in vitro, abaka, Fusarium oxysporum f.sp. cubense. iii

ABSTRACT RULLY DYAH PURWATI. Somaclonal Variation and In Vitro Selection of Abaca (Musa textilis Nee) to Resistance against Fusarium Wilt. Supervised by EDI GUHARDJA, SAID HARRAN, SUDARSONO, and SUDJINDRO. Cultivation of abaca (Musa textilis Nee) in Indonesia is hampered by Fusarium wilt (Panama disease) due to infection of Fusarium oxysporum Schlecht f.sp. cubense (E.F. Smith) Snyd & Hans (Foc) and caused reduction of abaca fibre yield by as much as 5-65% in comercial abaca cultivation. The use of resistance Fusarium wilt abaca clones is the most efective method for overcoming the problem. However, development of F. oxysporum f.sp cubense (Foc) resistance abaca genotypes requires the availability of a wide abaca genetic variability. Induction of genetic variability through mutagenesis in combination with in vitro selection may be the most efficient method for developing the Foc resistant abaca clones. The use of EMS mutagen combined with in vitro culture improves type of somaclonal variants in abaca plantlets regenerated from embryogenic calli. The existence of somaclonal variants among regenerated abaca plantlet indicate the increased genetic variability of abaca; therefore, open the possibility of using embryogenic calli treated with EMS to obtain desirable mutant such as fiber productivity and quality, or Fusarium wilt resistance, even though most of variants have negative characters. For this reason, the use of in vitro selection using culture filtrates (CF) of Foc or fusaric acid is required. Culture filtrates of three Foc isolates and toxin fusaric acid (FA) inhibited proliferation of embriogenic calli and shoots of abaca. Following treatment by 0.6% EMS of abaca embriogenic calli, and cultured in selection medium containing 40% CF Foc isolate Banyuwangi or 50 mg/l FA, resulted in 326 shoots of abaca variants insensitive to Foc CF from clone Tangongon and 176 shoots from clone Sangihe-1. Meanwhile 85 shoots insensitive to FA of abaca variants clone Tangongon and 28 shoots of clone Sangihe-1 were resulted from in vitro selection using FA as selective agents. Following acclimatization and evaluation of responses to Foc inoculation resulted in 8 plantlets from clone Tangongon and 8 plantlets from clone Sangihe-1 with increase in resistance to Foc infection isolate Banyuwangi. Keywords : somaclonal variation, in vitro selection, abaca, Fusarium oxysporum f.sp. cubense. iv

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya. v

VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO ABAKA (Musa textilis Nee) UNTUK KETAHANAN TERHADAP LAYU FUSARIUM Rully Dyah Purwati Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Biologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 vi

Judul Disertasi : Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro Abaka (Musa textilis Nee) untuk Ketahanan terhadap Layu Fusarium Nama : Rully Dyah Purwati NRP : G426010071 Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Edi Guhardja, MSc Ketua Dr. Ir. Said Harran, MSc Anggota Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc Anggota Dr. Ir. Sudjindro, MS Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Dedy Duryadi S, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 20 Desember 2006 Tanggal Lulus: vii

PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2003 hingga Agustus 2006 berjudul: Variasi somaklonal dan seleksi in vitro abaka (Musa textilis Nee) untuk ketahanan terhadap layu Fusarium. Pemilihan judul tersebut bertujuan untuk memperoleh klon unggul baru abaka yang memiliki produktivitas dan kualitas serat tinggi, serta tahan terhadap penyakit layu fusarium. Penulisan disertasi ini bertujuan untuk memperoleh gelar doktor pada Program Studi Biologi. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Edi Guhardja, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Said Harran, M.Sc, Bapak Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M. Sc dan Bapak Dr. Ir. Sudjindro, MS selaku anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Jakarta), Kepala Puslit Pengembangan Tanaman Perkebunan (Bogor), dan Kepala Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Malang) yang telah memberikan kesempatan dan izin studi untuk mengikuti program doktor (S3) pada sekolah Pascasarjana IPB. Berikutnya penulis menyampaikan terima kasih kepada Pemimpin Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP) yang telah memberikan dana studi S3. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ika Mariska (APU) dari Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik (Bogor) atas pemberian saran-saran dan kultur abaka klon Tangongon sebagai bahan penelitian. Tak lupa kepada seluruh rekan-rekan di Balittas, Malang yang telah membantu baik moril maupun materiil, penulis menyampaikan terima kasih. Kepada rekan-rekan di program studi Biologi dan Agronomi yang telah berteman, bersahabat dan berdiskusi selama studi di IPB, penulis menyampaikan terima kasih. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada sdri. Aris Farida yang telah setia membantu dalam pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami dan anak-anak, serta seluruh keluarga yang telah memberikan do a, semangat dan kasih sayangnya. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penelitian dan penyusunan disertasi, penulis menyampaikan terima kasih. Semoga disertasi ini bermanfaat bagi yang membutuhkan. Bogor, Januari 2007 Rully Dyah Purwati viii

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tulungagung pada tanggal 2 Mei 1958 sebagai anak ke empat dari pasangan R.M. Soerjopoetro dan R.Ngt. Soekapti. Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Agronomi, jurusan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, lulus pada tahun 1983. Pendidikan S2 jurusan Bioteknologi Pertanian ditempuh pada tahun 1994-1996 di Murdoch University, Perth, Australia dengan gelar Master of Philosophy yang diperoleh tahun 1998. Beasiswa untuk pendidikan S2 berasal dari pemerintah Australia (Ausaid).Tahun 2001 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi Biologi, sekolah Pascasarjana IPB, dengan beasiswa yang diperoleh dari Proyek PAATP Badan LITBANG Pertanian. Sejak bulan Maret 1984 penulis bekerja sebagai tenaga honorer, terhitung mulai April 1985 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas). Sejumlah tugas yang pernah diembannya antara lain: Ketua Kelompok Peneliti Pemuliaan Balittas (1989-1992); Focal Point Scientist of IJO (International Jute Organisation) Germplasm Project (1989-1993); National Project Coordinator of IJO Project on Application of Biotechnology in the Improvement of Jute, Kenaf and Allied Fibres Phase II (1998-2000). Jenjang fungsional Peneliti Muda bidang Pemuliaan Tanaman diperoleh pada tahun 2000. Penulis telah berperan aktif dalam berbagai kegiatan penelitian dan pelepasan varietas unggul kenaf: KR 1, KR 2, KR 3, KR 4, KR 5, KR 6, KR 9, KR 11, KR 12 dan KR 13. Sampai saat ini telah mempublikasikan sejumlah karya ilmiah di berbagai jurnal ilmiah, majalah semi ilmiah, atau prosiding pertemuan ilmiah di tingkat regional, nasional maupun internasional dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Beberapa pelatihan yang pernah diikuti untuk meningkatkan keahlian antara lain: Pelatihan di bidang Pemuliaan Radiasi dan Mutasi (BATAN, Jakarta dan BARC, India), Kursus singkat Kultur Jaringan dan Fusi Sel (PAU, UGM, Jogjakarta), serta Pemuliaan Kenaf (IBFC, China). ix

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xiv xvii xxi BAB I PENDAHULUAN... 1 LATAR BELAKANG. 1 PENDEKATAN MASALAH.. 4 TUJUAN PENELITIAN.. 6 MANFAAT PENELITIAN... 7 GARIS BESAR DISERTASI.. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 14 TANAMAN ABAKA... 14 1 Biologi dan manfaatnya... 14 2 Asal dan penyebarannya... 14 3 Plasma nutfah dan pemuliaannya... 15 PENYAKIT LAYU FUSARIUM. 16 1 Gejala yang ditimbulkan..... 17 2 Respon tanaman terhadap penyakit layu Fusarium... 18 3 Metabolit yang terdapat dalam ekstrak F. oxysporum... 18 4 Asam Fusarat dan gejala yang ditimbulkannya... 19 KULTUR JARINGAN ABAKA. 20 MUTASI DAN KERAGAMAN SOMAKLONAL.. 21 SELEKSI IN VITRO. 23 BAB III METODE INOKULASI DAN KERAPATAN KONIDIUM Fusarium oxysporum f.sp. cubense UNTUK MENGINFEKSI ABAKA... 25 ABSTRAK... 25 ABSTRACT... 26 PENDAHULUAN... 26 BAHAN DAN METODE... 27 Isolat F. oxysporum f.sp cubense dan Bahan Tanaman... 27 Efektivitas Metode Inokulasi... 28 Pengaruh Kerapatan Konidia Foc terhadap Intensitas 29 Penyakit... x

Respon 10 Klon Abaka terhadap Infeksi Foc...... 29 Skoring Gejala dan Intensitas Penyakit.... 30 Pengamatan Anatomis Akar.... 30 HASIL... 31 Efektivitas Metode Inokulasi..... 31 Pengaruh Kerapatan Konidia Foc... 31 Respon 10 klon abaka terhadap infeksi Foc... 33 PEMBAHASAN... 33 SIMPULAN... 37 DAFTAR PUSTAKA... 39 BAB IV BAB V INDUKSI MUTAN SOMAKLONAL DENGAN PER- LAKUAN EMS PADA KULTUR KALUS EMBRIOGEN ABAKA (Musa textilis Nee)... 41 ABSTRAK... 41 ABSTRACT... 42 PENDAHULUAN... 42 BAHAN DAN METODE... 43 Induksi dan proliferasi kalus embriogen abaka.... 43 Daya hambat EMS terhadap proliferasi kalus embriogen... 44 Keragaman fenotipik bibit abaka akibat perlakuan EMS... 44 HASIL.. 45 Induksi dan proliferasi kalus embriogen abaka...... 45 Daya hambat EMS terhadap proliferasi kalus embriogen... 45 Keragaman fenotipik bibit abaka akibat perlakuan EMS... 46 PEMBAHASAN.. 49 SIMPULAN... 51 DAFTAR PUSTAKA... 55 KERAGAAN DI LAPANGAN DARI KLON VARIAN ABAKA YANG DIINDUKSI DENGAN ETHYL METHANESULPHONATE (EMS)... 57 ABSTRAK... 57 ABSTRACT... 58 PENDAHULUAN... 58 BAHAN DAN METODE... 59 Induksi varian dengan EMS dan regenerasi tanaman... 59 Penanaman bibit abaka varian di lapangan... 60 Karakter kualitatif tanaman di lapangan.... 60 Karakter kuantitatif tanaman di lapangan.... 61 HASIL.. 61 Karakter kualitatif tanaman di lapangan.. 61 xi

Karakter kuantitatif tanaman di lapangan... 62 PEMBAHASAN.. 66 SIMPULAN... 67 DAFTAR PUSTAKA... 71 BAB VI BAB VII SELEKSI IN VITRO UNTUK RESISTENSI ABAKA TERHADAP F. oxysporum f.sp. cubense MENG- GUNAKAN FILTRAT KULTUR SEBAGAI AGENS PENYELEKSI... 73 ABSTRAK... 73 ABSTRACT... 74 PENDAHULUAN... 74 BAHAN DAN METODE... 75 Penyiapan FK Foc... 75 Daya hambat FK tiga isolat Foc..... 76 Seleksi in vitro dengan FK Foc.... 76 Regenerasi dan Evaluasi Tunas Varian Hasil Seleksi in 77 vitro... HASIL.. 78 Daya hambat FK tiga isolat Foc.. 78 Seleksi in vitro dengan FK Foc... 79 Evaluasi Tunas Varian Hasil Seleksi in vitro... 80 PEMBAHASAN.. 81 SIMPULAN... 83 DAFTAR PUSTAKA... 85 SELEKSI IN VITRO UNTUK RESISTENSI ABAKA TERHADAP F. oxysporum f.sp. cubense MENG- GUNAKAN ASAM FUSARAT SEBAGAI AGENS PENYELEKSI... 88 ABSTRAK... 88 ABSTRACT... 89 PENDAHULUAN... 89 BAHAN DAN METODE... 91 Daya hambat AF.. 91 Peningkatan keragaman abaka dengan EMS... 92 Seleksi in vitro dengan AF... 92 Evaluasi Tunas Varian Hasil Seleksi in vitro... 93 HASIL.. 93 Daya hambat AF.. 93 Seleksi in vitro dengan AF... 95 Evaluasi Tunas Varian Hasil Seleksi in vitro... 96 xii

PEMBAHASAN.. 96 SIMPULAN... 99 DAFTAR PUSTAKA... 101 BAB VIII RESISTENSI KLON ABAKA VARIAN SOMAKLONAL TERHADAP INFEKSI F. oxysporum f.sp cubense... 104 ABSTRAK... 104 ABSTRACT... 105 PENDAHULUAN... 105 BAHAN DAN METODE... 107 Populasi bibit abaka... 107 Inokulasi bibit abaka dengan Foc Bw... 107 HASIL.. 108 Populasi bibit abaka.. 108 Respon individu bibit terhadap Foc BW.. 110 Pengaruh panjang akar dan tinggi bibit awal terhadap 112 resistensi... Perbedaan respon klon yang berasal dari satu eksplan... 112 PEMBAHASAN.. 113 SIMPULAN... 115 DAFTAR PUSTAKA... 118 BAB IX PEMBAHASAN UMUM... 120 BAB X SIMPULAN DAN SARAN... 127 SIMPULAN... 127 SARAN... 129 DAFTAR PUSTAKA... 131 LAMPIRAN... 140 xiii

DAFTAR TABEL Nomor J u d u l Halaman 1 Pengaruh metode inokulasi F. oxysporum f.sp. cubense isolat Banyuwangi (Bw), Bojonegoro (Bn) atau Malang (Ml) terhadap persentase tanaman bergejala, rataan skor gejala kelayuan dan intensitas penyakit pada bibit abaka klon Tangongon, pada 30 hari sesudah inokulasi. 2 Pengaruh kerapatan konidia F. oxysporum f.sp. cubense isolat Banyuwangi yang digunakan untuk menginokulasi bibit abaka klon Tangongon (Tg), Sangihe-1 (Sh), atau UB-3 (Ub) terhadap persentase bibit bergejala, rataan skor gejala kelayuan (SGK), dan intensitas penyakit (IP). 3 Pengaruh kerapatan konidia F. oxysporum f.sp. cubense isolat Banyuwangi yang digunakan untuk menginokulasi bibit abaka klon Tangongon (Tg), Sangihe-1 (Sh), atau UB-3 (Ub) abaka klon Tangongon (Tg), Sangihe-1 (Sh), atau UB-3 (Ub) terhadap persentase bibit bergejala, rataan skor gejala nekrosis(sgn) pada bonggol bibit, dan intensitas penyakit (IP), pada 60 hari sesudah inokulasi. 4 Respons 10 klon abaka terhadap infeksi Fusarium oxysporum f.sp. Cubense isolat Banyuwangi. Pengamatan dilakukan pada 60 hari sesudah inokulasi. 5 Pengaruh perlakuan berbagai konsentrasi larutan mutagen EMS pada eksplan kalus embriogen abaka klon Tangongon dan Sangihe-1 terhadap persentase eksplan bertunas, jumlah tunas per eksplan, dan penurunan jumlah total tunas. Pengamatan dilakukan 5 bulan setelah perlakuan EMS. 6 Tipe dan persentase keragaman karakter kualitatif diantara populasi bibit abaka klon Tangongon dan Sangihe-1 varian yang diregenerasikan dari kalus embriogen setelah diberi perlakuan berbagai konsentrasi EMS pada 3 bulan setelah aklimatisasi. 7 Rataan berbagai karakter kuantitatif pada populasi bibit abaka klon Tangongon dan Sangihe-1 varian yang diregenerasikan dari kalus embriogen setelah diberi perlakuan berbagai konsentrasi EMS pada 3 bulan setelah aklimatisasi. 32 32 33 34 46 47 48 xiv

Nomor J u d u l Halaman 8 Tipe karakter kualitatif varian dan frekuensinya diantara populasi abaka klon Tangongon dan Sangihe-1 yang diregenerasikan dari kalus embriogen dengan perlakuan berbagai konsentrasi EMS. Pengamatan dilakukan di lapangan hingga 16 bulan. 9 Rataan karakter kuantitatif tanaman pada populasi abaka klon Tangongon dan Sangihe-1 yang diregenerasikan dari kalus embriogen dengan perlakuan berbagai konsentrasi EMS. Pengamatan dilakukan di lapangan hingga 16 bulan. 10 Karakter kuantitatif tanaman abaka klon Tangongon dan Sangihe-1 varian dengan hasil serat per tanaman tertinggi untuk masing-masing perlakuan EMS 0.3%, 0.4%, 0.5% dan 0.6% dan perlakuan standar (EMS 0%). 11 Daya hambat filtrat kultur Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc isolat Banyuwangi [Bw], Malang [Ml], Bojonegoro [Bn]) terhadap pertumbuhan tunas abaka klon Tangongon dan Sangihe-1. Pengamatan dilakukan 3 bulan setelah penanaman tunas abaka dalam media selektif. 12 Hasil seleksi in vitro kalus embriogen abaka yang telah diberi perlakuan EMS dalam filtrat kultur (FK) Fusarium oxysporum f.sp. cubense isolat Banyuwangi dengan konsentrasi 40% v/v (sub-letal), pada 6 bulan setelah tanam. 13 Persentase daun bergejala (DB), rataan skor gejala kerusakan (SGK), intensitas penyakit (IP), dan ketahanan klon varian abaka klon Tangongon (Tg) dan Sangihe-1 (Sh) hasil seleksi in vitro dalam media dengan penambahan filtrat kultur Fusarium oxysporum f. sp. cubense (Foc) isolat Banyuwangi, yang ditentukan berdasarkan hasil uji inokulasi daun dengan Foc isolat Banyuwangi dengan teknik detached leaf dual cultures. 14 Persentase kalus bertunas, jumlah tunas per eksplan, total tunas dan persentase penurunan tunas abaka klon Tangongon (Tg) dan Sangihe-1 (Sh) yang dipanen setelah ditanam dalam media selektif dengan penambahan berbagai konsentrasi asam fusarat. Pengamatan dilakukan 5 bulan setelah tanam. 62 63 65 79 80 81 94 xv

Nomor J u d u l Halaman 15 Persentase kematian tunas dan rataan skor kerusakan tunas abaka klon Tangongon yang ditanam dalam media selektif dengan penambahan berbagai konsentrasi asam fusarat (AF), pada 30, 60, dan 90 hari sesudah tanam. 16 Penghambatan pertumbuhan kalus embriogen dua klon abaka yang ditanam dalam media proliferasi tunas dengan atau tanpa penambahan asam fusarat (AF). Pengamatan dilakukan 6 bulan setelah tanam. 17 Persentase daun bergejala (PDB), rataan skor gejala kerusakan (SGK), intensitas penyakit (IP), dan ketahanan abaka klon Tangongon (Tg) dari lapang dan klon hasil seleksi in vitro dalam media dengan penambahan asam fusarat. Respons ketahanan ditentukan berdasarkan hasil uji inokulasi daun dengan F. oxysporum f. sp. cubense isolat Banyuwangi. 18 Respons bibit abaka yang diregenerasikan dari kalus embriogen (Populasi KJ), dari kalus embriogen dengan perlakuan EMS (Populasi EMS), dari EMS diikuti seleksi in vitro dalam filtrat kultur F. oxysporum f.sp. cubense (Populasi EMS+FK) atau dalam asam fusarat (Populasi EMS+AF) terhadap infeksi F. oxysporum f.sp. cubense isolat Banyuwangi. Pengamatan dilakukan 60 hari sesudah inokulasi. 19 Hubungan antara panjang akar dan tinggi bibit abaka awal dengan skor kerusakan bibit dan hari bibit mati setelah perlakuan inokulasi bibit abaka klon Tangongon dengan F. oxysporum f.sp. cubense isolat Banyuwangi di rumah kaca. 20 Hubungan antara panjang akar dan tinggi bibit abaka awal dengan skor kerusakan bibit (SKB) yang diamati 60 hari sesudah inokulasi dan hari bibit mati setelah perlakuan inokulasi bibit abaka klon Sangihe-1 dengan F. oxysporum f.sp. cubense isolat Banyuwangi di rumah kaca. 21 Keragaman respons terhadap infeksi F. oxysporum f.sp. cubense diantara bibit abaka klon Tangongon dan Sangihe- 1 yang diregenerasikan dari satu kalus embriogen. Pengamatan skor kerusakan bibit (SKB) dilakukan 60 hari sesudah inokulasi Foc Bw pada bibit yang diuji. 95 95 97 108 109 111 113 xvi

DAFTAR GAMBAR Nomor J u d u l Halaman 1 Diagram alir strategi penelitian dan keterkaitan antar percobaan. 2 (a) Biakan Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc) dalam media PDB; (b) Bibit abaka umur 2 bulan yang digunakan dalam penelitian dan siap diinokulasi dengan Foc; (c) Fenotipe bibit dengan gejala layu skor 0, (d) skor 1, (e) skor 2, (f) skor 3, dan (g) skor 4, sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh Epp (1986); (h) Fotomikrograf penampang melintang akar abaka pada 30 hari sesudah inokulasi dengan Foc (perbesaran 200x) menunjukan adanya kerusakan jaringan penyusun akar yang ditunjukkan oleh warna coklat kehitaman pada jaringan epidermis dan korteks; (i) penampang melintang akar abaka sehat, yang tidak diinokulasi dengan Foc. 3 Eksplan kalus embriogen dan perkembangan embrio somatik abaka dengan atau tanpa perlakuan EMS. (a) Close up eksplan kalus embriogen dengan ukuran 3x3x3 mm3, (b) Embrio somatik abaka klon Tangongon (pembesaran 20x) berbentuk jantung (heart shape), (c) Embrio somatik abaka klon Sangihe-1 berbentuk globular (globular shape) pada fase polarisasi (pembesaran 10x), (d) proliferasi kalus embriogen tanpa perlakuan EMS menjadi tunas, (e) penghambatan proliferasi kalus embriogen yang diberi perlakuan EMS 0.3% dan (f) yang diberi perlakuan EMS 0.5% - setelah 3 bulan dalam media proliferasi tunas. 4 Populasi bibit abaka varian, diregenerasikan dari kalus embriogen yang telah diberi perlakuan larutan mutagen EMS. (a) Representatif bibit abaka yang dievaluasi keragaman somaklonalnya, (b) Bibit varian dengan fenotipe kate (kerdil) dibandingkan dengan bibit normal hasil kultur jaringan (tanpa perlakuan EMS), (c) Bibit varian dengan fenotipe daun variegata (dv), (d) Bibit varian dengan fenotipe batang semu yang ramping (br), dan (e) bibit varian dengan pelepah berwarna ungukehitaman (ph). Pengamatan dilakukan pada saat bibit berumur 2 bulan sesudah aklimatisasi. 13 38 52 52 xvii

Nomor J u d u l Halaman 5 Jumlah klon bibit varian, diregenerasikan dari kalus embriogen abaka klon Tangongon yang telah diberi perlakuan EMS, berdasarkan nilai panjang, lebar, rasio panjang/lebar daun (rasio P/L), dan tinggi bibit abaka yang ditumbuhkan di rumah kaca. Tanda panah menunjukkan bibit varian untuk masing-masing fenotipe. 6 Jumlah klon bibit varian, diregenerasikan dari kalus embriogen abaka klon Sangihe-1 yang telah diberi perlakuan EMS, berdasarkan nilai panjang, lebar, rasio panjang/lebar daun (rasio P/L), dan tinggi bibit abaka yang ditumbuhkan di rumah kaca. 7 (a) Populasi tanaman abaka yang ditumbuhkan di lapangan, (b) daun variegata pada tanaman induk dan anakannya, (c) Tanaman abaka varian dengan fenotipe kate (kerdil), (d) daun berkerut dan tepi daun menggulung, (e) daun berkerut, (f) duduk daun berhadapan, seperti kipas, (g) Perbedaan warna serat antara klon Sangihe-1 dan Tangongon, (h) sel getah (gt) yang diamati diantara sel-sel dari jaringan kalus embriogen abaka klon Sangihe-1 8 Sebaran nilai dan jumlah klon berdasarkan peubah panjang serat, bobot serat dan bobot pelepah per tanaman serta tinggi batang semu tanaman di lapangan diantara populasi tanaman abaka klon Tangongon varian yang diregenerasikan dari kalus embriogen dengan perlakuan berbagai konsentrasi EMS (0%, 0.3%, 0.4%, 0.5%, dan 0.6%). 9 Sebaran nilai dan jumlah klon berdasarkan peubah bobot dan kekuatan serat, jumlah pelepah per tanaman serta tinggi batang semu tanaman di lapangan diantara populasi tanaman abaka klon Sangihe-1 varian yang diregenerasikan dari kalus embriogen dengan perlakuan berbagai konsentrasi EMS (0%, 0.3%, 0.4%, 0.5%, dan 0.6%). 53 54 68 69 70 xviii

Nomor J u d u l Halaman 10 Representasi tunas abaka dengan skoring gejala kerusakan tunas 0 hingga 4 (berdasarkan kriteria yang dikembangkan oleh Epp 1987) setelah ditanam dalam media selektif dengan penambahan filtrat kultur kultur Fusarium oxysporum f.sp. cubense isolat Banyuwangi. (FK 0%) atau dalam media selektif dengan FK Foc 10%, 20%, 30%,40%, 50%, atau 60%. 11 Daya hambat filtrat kultur (FK) Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc) isolat Banyuwangi terhadap pertumbuhan dan proliferasi tunas abaka klon Tangongon. Perkembangan tunas dalam media tanpa FK 12 Seleksi in vitro kalus embriogen abaka dalam media yang mengandung FK Foc isolat Banyuwangi. Kalus embriogen abaka klon Tangongon (a) mengalami proliferasi tunas dalam media tanpa FK, (b) sebagian besar membusuk dan dorman, atau membusuk dan memproliferasikan (c) tunas, (d) tunas roset, serta (e) kalus embriogen yang insensitif FK dalam media selektif dengan penambahan 40% FK Foc isolat Bw. 13 Representasi tunas abaka dengan skoring gejala kerusakan tunas 0 hingga 4 (berdasarkan kriteria yang dikembangkan oleh Epp 1987) setelah ditanam dalam media selektif dengan penambahan AF. 14 Daya hambat berbagai konsentrasi asam fusarat (AF) terhadap pertumbuhan dan proliferasi kalus embriogen abaka klon Tangongon (atas) dan Sangihe-1 (bawah). Foto diambil saat 5 bulan setelah penanaman ke dalam media selektif dengan penambahan AF 15 Daya hambat berbagai konsentrasi asam fusarat (AF) terhadap pertumbuhan dan proliferasi tunas klon Tangongon, pada saat 3 bulan setelah penanaman ke dalam media selektif dengan penambahan AF. 16 Perkembangan eksplan kalus embriogen abaka setelah periode seleksi in vitro dalam media yang mengandung asam fusarat (AF). Kalus embriogen abaka (a) mengalami proliferasi tunas dalam media tanpa AF, (b) membusuk, (c) membusuk dan memproliferasikan kalus embriogen yang insensitif AF, dan (d) memproliferasikan tunas ruset yang insensitif AF, dalam media selektif dengan penambahan AF 50 mg/l. 84 84 85 99 100 100 101 xix

Nomor J u d u l Halaman 17 Fenotipe bibit abaka dengan skor gejala layu (a) skor 0, (b) skor 1, (c) skor 2, (d) skor 3, dan (e) skor 4, sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh Epp (1987). (f) Representatif populasi bibit abaka yang dievaluasi responsnya terhadap infeksi F. oxysporum f.sp. cubense isolat Banyuwangi di rumah kaca. (g) bibit abaka yang mati dan yang tetap bertahan hidup setelah diinokulasi dengan Foc. (h) variasi respons bibit abaka yang diregenerasikan dari satu kalus embriogen hasil seleksi in vitro terhadap infeksi Foc: fenotipe tidak mengalami kerusakan, sebagian mengering, hingga bibit mati. 18 Sebaran respons berdasarkan skor kerusakan bibit pada pengamatan 60 hari setelah diinokulasi dengan F. oxysporum f.sp. cubense isolat Banyuwangi. Bibit abaka Populasi KJ (kultur jaringan) diregenerasikan dari kalus embriogen, Populasi EMS kalus embriogen dengan perlakuan EMS, Populasi EMS+FK kalus embriogen dengan perlakuan EMS dan diikuti dengan seleksi in vitro dalam filtrat kultur Foc dan Populasi EMS+AF kalus embriogen dengan perlakuan EMS dan diikuti dengan seleksi in vitro dalam asam fusarat. 19 Pengaruh tinggi bibit awal (TBA) dan panjang akar awal (PAA) terhadap skor kerusakan bibit (SKB) pada pengamatan 30 dan 60 hari sesudah inokulasi (hsi) bibit abaka dengan F. oxysporum f.sp. cubense isolat Banyuwangi. Total bibit yang dievaluasi sebanyak 99 bibit yang terdiri atas gabungan populasi kultur jaringan, EMS, EMS+FK, dan EMS+AF dari abaka klon Tangongon dan Sangihe-1. 116 117 118 xx

DAFTAR LAMPIRAN Nomor J u d u l Halaman 1 Sebaran nilai dan jumlah klon berdasarkan peubah panjang daun, lebar daun dan rasio panjang/lebar daun tanaman di lapangan diantara populasi abaka klon Tangongon varian yang diregenerasikan dari kalus embriogen dengan perlakuan berbagai konsentrasi EMS (0%, 0.3%, 0.4%, 0.5%, dan 0.6%), pada 16 bulan setelah tanam. 2 Sebaran nilai dan jumlah klon berdasarkan peubah diameter batang, bobot batang dan jumlah anakan tanaman di lapangan diantara populasi abaka klon Tangongon varian yang diregenerasikan dari kalus embriogen dengan perlakuan berbagai konsentrasi EMS (0%, 0.3%, 0.4%, 0.5%, dan 0.6%), pada 16 bulan setelah tanam. 3 Sebaran nilai dan jumlah klon berdasarkan peubah jumlah pelepah, kekuatan serat, rendemen serat dari batang, dan dari pelepah tanaman di lapangan diantara populasi abaka klon Tangongon varian yang diregenerasikan dari kalus embriogen dengan perlakuan berbagai konsentrasi EMS (0%, 0.3%, 0.4%, 0.5%, dan 0.6%), pada 16 bulan setelah tanam. 4 Sebaran nilai dan jumlah klon berdasarkan peubah panjang daun, lebar daun, dan rasio panjang/lebar daun tanaman di lapangan diantara populasi abaka klon Sangihe-1 varian yang diregenerasikan dari kalus embriogen dengan perlakuan berbagai konsentrasi EMS (0%, 0.3%, 0.4%, 0.5%, dan 0.6%), pada 16 bulan setelah tanam 5 Sebaran nilai dan jumlah klon berdasarkan peubah diameter dan bobot batang, serta jumlah anakan tanaman di lapangan diantara populasi abaka klon Sangihe-1 varian yang diregenerasikan dari kalus embriogen dengan perlakuan berbagai konsentrasi EMS (0%, 0.3%, 0.4%, 0.5%, dan 0.6%), pada 16 bulan setelah tanam 6 Sebaran nilai dan jumlah klon berdasarkan peubah bobot pelepah, panjang serat, rendemen serat dari batang dan dari pelepah tanaman di lapangan diantara populasi abaka klon Sangihe-1 varian yang diregenerasikan dari kalus embriogen dengan perlakuan berbagai konsentrasi EMS (0%, 0.3%, 0.4%, 0.5%, dan 0.6%), pada 16 bulan setelah tanam. 140 141 142 143 144 145 xxi