BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

dokumen-dokumen yang mirip
OLEH KADEK FIRA PARWATI NIM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGALAMAN ORANGTUA DALAM MERAWAT ANAK GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIVITAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal.

Pedologi. Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan manusia merupakan perubahan. yang bersifat progresif dan berlangsung secara

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat mencukupi segala kebutuhannya hanya dengan. mengandalkan kemampuannya sendiri, melainkan kebutuhan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam

Memahami dan membantu anak-anak yang mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan suatu proses atau kegiatan yang sukar dihindari

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention

PENGERTIAN. Dita Rachmayani., S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id 5/9/2017

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,

BAB I PENDAHULUAN. tujuan. Hal senada dikemukakan oleh David C.McClelland. McClelland. Sebenarnya inti teori motivasi yang dikemukakan oleh David

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan

Pedologi. Attention-Deficit Hyperactivity Disorder Kesulitan Belajar. Yenny, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak. merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua

LAMPIRAN. Tabel Karakteristik ADHD dan gangguan Sensori Integrasi (SI) Karakteristik Permasalahan ADHD Gangguan SI Terlalu lelah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I. self atau diri sendiri. Penyandang Autisme pada dasarnya seseorang yang. melakukan auto-imagination, auto-activity, auto-interested, dan lain

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. 1. sering ditunjukkan ialah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. 2 Analisis meta-regresi

BAB I PENDAHULUAN. tuanya,keberadaannya diharapkan dan ditunggu-tunggu serta disambut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak normal (siswa reguler), akan

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nur Aliyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

1. Disregulasi Neurologik

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

II. Deskripsi Kondisi Anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Karakteristik Anak Usia Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, komunikasi menjadi hal terpenting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan upaya yang lebih sinerji, memadai, terpadu dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder, dalam pengertian secara umum berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

PERAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MEMBANTU ANAK HIPERAKTIF. 0leh: Anita Fitriya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan

Mimi M Lusi/Astrid L. Seminar AD/HD. Universitas Bina Nusantara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang dilakukan oleh Center for Diesease Control and Prevention

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak anak yang mengalami gangguan perkembangan autisme. Dewasa ini,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat. Secara historis

BAB I PENDAHULUAN. depan, seperti pendidikan formal di universitas mahasiswa diharapkan aktif, kunci

BAB 1 PENDAHULUAN. variable tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ADHD ( Attention Deficit Hyperactivity Disorder) merupakan istilah

BAB I PENDAHULUAN. tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Anak tuna rungu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anngi Euis Siti Sa'adah, 2013

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua untuk dirawat dan dididik sebaik-baiknya agar kelak menjadi anak yang berguna. Anak juga dikatakan sebagai generasi penerus bangsa yang sangat berharga bagi keluarga dan memegang peranan penting bagi kelangsungan bangsa dan negara. Untuk mewujudkan anak yang berguna dalam pembangunan nasional diperlukan pengawasan secara terus-menerus dari keluarga terutama orang tua demi pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak. Terdapat berbagai masalah klinis yang dapat terjadi pada masa perkembangan anak. Masalah-masalah tersebut patutnya mendapat perhatian karena dapat berlanjut hingga masa dewasa. Salah satu masalah klinis yang dapat dialami yaitu ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Bahaiqi & Sugiarmin (2006) ADHD merupakan suatu kelainan perkembangan yang terjadi pada masa anak dan dapat berlangsung sampai masa remaja. ADHD atau sering dikenal dengan anak hiperaktif adalah anak yang tidak bisa berkonsentrasi pada suatu hal, tidak bisa duduk dengan tenang di tempat duduknya, selalu bergerak, kadang mengganggu temannya dan sering diteriaki guru atau orangtuanya karena tidak bisa diam. Mereka mempunyai gangguan perilaku untuk dapat bersikap tenang, diam dan dapat berkonsentrasi. 1

2 Mereka juga terkadang impulsif, yaitu melakukan sesuatu secara tiba-tiba tanpa dipikir terlebih dahulu (Ormrod, 2003) Data dari Centers For Disease Control and Prevention (CDC) orangtua yang melaporkan anaknya didiagnosis ADHD pada tahun 2007 sekitar 9,5% dari anakanak usia 4-17 tahun (5,4 juta). Presentasi anak-anak ADHD meningkat sebesar 22% antara tahun 2003 dan 2007. Tingkat ADHD meningkat rata-rata 3% per tahun dari 1997-2003 dan dari tahun 2003 hingga 2007 rata-ratanya 5,5%. Presentasi anak lakilaki yang terkena ADHD lebih tinggi yaitu 13,2% daripada perempuan yang hanya 5,6%. Data statistik Nasional memperlihatkan jumlah anak dengan ADHD mencapai 26,2% di antara anak usia 6-13 tahun. Diperkirakan di masa mendatang anak dengan ADHD mencapai 3-7% pada anak usia sekolah. Akan tetapi presentasi ADHD di Indonesia pada anak-anak usia sekolah secara pasti masih belum diketahui karena peningkatan jumlah kasusnya bervariasi (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali terakhir yaitu tahun 2011 didapatkan data jumlah anak ADHD di Bali sebesar 321 anak yang tersebar di 9 kabupaten di Bali yaitu Kabupaten Buleleng, Jembrana, Tabanan, Denpasar, Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung dan Karangasem. Prevalensi terbanyak terdapat di Kota Denpasar yaitu sebanyak 108 anak. Selain itu, menurut Dinas Pendidikan tahun 2013 terdapat 16 SLB yang tersebar di 9 kabupaten. Pada setiap SLB terdapat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

3 ADHD diklasifikasikan dalam DSM-IV sebagai disruptive behavior disorder dikarenakan adanya kesulitan yang signifikan dalam perilaku dan penyesuaian sosial. Perilaku interpersonal anak ADHD lebih impulsif, mengganggu, berlebihan, tidak teratur, agresif, intens dan emosional. Itu menyebabkan mereka mengalami kesulitan dan gangguan dalam berinteraksi sosial biasa yang kooperatif dimana ini merupakan bagian yang penting dalam kehidupan sosial anak (Whalen & Henker, 1992 dalam Barkley, 2004). Inattention, impulsivitas, dan hiperaktivitas membuat sulitnya perkembangan keterampilan sosial pada anak ADHD (Kurts, 2005). Dalam situasi sosial anak terlihat tidak memusatkan perhatian pada percakapan, tidak mendengarkan orang lain, mengganti-ganti topik pembicaraan atau meloncat-loncat dalam percakapan (Green & Chee, 1998). Anak yang inattentive kurang mampu memperhatikan keadaan sekitar dalam berinteraksi. Misalnya mereka tidak mampu menangkap atau kurang memperhatikan kebosanan anak lain saat berbicara kepadanya. Anak yang hiperaktif dan impulsif mungkin langsung menarik kesimpulan, membuat penilaian negatif dengan cepat pada niat orang lain, atau bereaksi secara berlebihan pada suatu keadaan (Barkley, 2004 dalam Kurtz, 2005). Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam proses tumbuh kembang anak. Ketika dalam sebuah keluarga hadir anggota baru, muncul berbagai dinamika terkait dengan penyesuaian yang perlu dilakukan. Bagi orangtua yang mendapati anaknya yang lahir merupakan anak berkebutuhan khusus (ADHD), dinamika yang terjadi dapat menjadi lebih kompleks dan juga lebih berat. Kebutuhan

4 khusus yang dimiliki sang anak dapat pula berdampak lebih jauh (Mangunsong, 2010). Memiliki anak ADHD mempengaruhi ibu, ayah, dan semua anggota keluarga dalam keluarga dan akan menjadi stressor tersendiri khususnya bagi orangtua sang anak. Sebagai orangtua, disamping harus menghadapi dinamika psikologis mereka sendiri juga harus menghadapi berbagai tuntutan eksternal. Menghadapi respon dari masyarakat bukanlah hal yang mudah. Masyarakat terkadang bereaksi tidak sepantasnya atau bahkan kejam pada anak-anak ADHD (Mangunsong, 2010). Keluarga dengan anak ADHD dinilai oleh masyarakat sebagai suatu hukuman, dosa atau kutukan. Keluarga merasakan adanya diskriminasi yang mempengaruhi kehidupan sehingga menumbuhkan keinginan menarik diri secara sosial, fisik, dan membatasi diri berinteraksi dengan lingkungan di sekitar (Diana, 2006 dalam Ria 2011). Pengetahuan masyarakat yang kurang mengenai ADHD mengakibatkan mereka tidak peduli kepada anak ADHD atau bahkan menganggap mereka anak yang tidak berguna. Pada suatu penelitian mengatakan ketika menghadapi anak ADHD orangtua bisa saja bereaksi berbeda. Sebagian menjadi sadar terhadap perasaan mereka dan menemukan kekuatan serta kapasitas luar biasa untuk menghadapinya. Sebagian lagi mengingkari kesedihan, kekecewaan, frustasi maupun kemarahan mereka. Para orangtua lainnya begitu sedih dan kecewa terhadap anak mereka sehingga mereka menjadi kejam dan bersikap menolak. Mereka menarik diri secara fisik maupun emosi. Mereka tidak bermaksud untuk menolak anak mereka, mereka mencintainya

5 namun hanya dengan menjaga jarak mereka bisa melindungi diri mereka sendiri (Rahmatia, 2010) Ada juga orangtua yang merasakan dorongan kuat melarikan diri, berpurapura bahwa ketidakmampuan anaknya tidak pernah ada. Namun, mereka merasa sangat tidak nyaman dengan perasaan tersebut, maka mereka melawannya dengan mengambil sikap sebaliknya yaitu terlalu melindungi terhadap anaknya. Mereka takut anak mereka hilang dari pandangannya, takut membiarkannya berinteraksi dengan orang lain, dan melarang anaknya melakukan sesuatu sendiri. Mereka tidak bermaksud terlalu melindungi anaknya, namun hanya dengan membuat anak tersebut selalu dekat, maka mereka bisa melindungi diri mereka sendiri dari perasaan yang mengganggu (Greenspan, 2006 dalam Rahmatia 2010). Orangtua yang memiliki anak ADHD merasakan adanya pandangan negatif sehingga orangtua tersebut membatasi atau mengurangi anak ADHD untuk berinteraksi dengan teman sebaya (Goffman, 1963 dalam Malsch, 2008) yang menyatakan orangtua yang memiliki anak ADHD akan membatasi kesempatan anak tersebut bersosialisasi dengan kehidupan di sekitar sebagai dampak dari lingkungan yang menghindari keberadaan anak tersebut. Masyarakat memandang anak yang berkebutuhan khusus (ADHD) dengan sebelah mata. Terkadang mereka mengucilkan atau tidak menganggap anak-anak tersebut ada. Pada studi pendahuluan yang dilakukan di SLB C Negeri Denpasar pada lima orangtua dari anak ADHD. Kelima orangtua tersebut awalnya pada saat mengetahui anaknya ADHD yaitu mengingkari keadaan anaknya dengan menunjukkan

6 kemarahan, kecewa dan frustasi. Tiga dari orangtua tersebut menjaga anak mereka terlalu overprotektif. Mereka takut membiarkan anaknya berinteraksi dengan orang lain karena mereka tidak ingin anaknya dipandang sebelah mata oleh orang disekitarnya. Salah satu orangtua mengatakan anak mereka mengalami ADHD karena dosa yang telah mereka perbuat pada kehidupan sebelumnya. Hanya satu orangtua saja yang sudah mampu menerima keadaan anak mereka dan memberi keleluasaan kepada anaknya untuk berinteraksi serta bersosialisasi dengan lingkungannya. Dari hasil observasi anak yang orangtuanya overprotektif terlihat sulit saat bermain dengan teman-temannya di sekolah karena saat ingin melakukan sesuatu selalu dilarang oleh orangtuanya. Anak yang orangtuanya sudah mampu menerima keadaan anaknya terlihat anak mampu bermain walaupun masih terlihat canggung karena tingkah laku anak yang hiperaktif. Anak berkebutuhan khusus seperti ADHD memerlukan sekolah atau institusi pendidikan yang khusus, salah satu sekolah yang terdapat di Denpasar adalah Madania Center. Alasan pemilihan lokasi penelitian di Madania Center ini adalah pada sekolah ini terdapat psikolog, pusat terapi dan biro consulting yang disediakan untuk orangtua anak. Selain itu juga, di sekolah tersebut terdapat program yang melibatkan orangtua dalam proses pembelajaran sang anak. Sebulan sekali orangtua diundang oleh sekolah untuk melihat bagaimana sang anak belajar dan bersosialisasi dengan teman sekolahnya. Keberadaan Madania Center di Denpasar, sangat mendukung Denpasar sebagai Kota Layak Anak (KLA)

7 Konsep Kota Layak Anak (KLA) adalah keberadaan sebuah sistem pembangunan pada suatu wilayah administrasi yang mampu mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam rangka memenuhi hak anak yang terencana secara menyeluruh secara berkelanjutan dalam kebijakan, program, dan kegiatan pemenuhan hak anak. Pemerintah kota Denpasar selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 2011-2013 terus mendapatkan penghargaan Kota Layak Anak (KLA). Pemerintah Kota Denpasar terus berinovasi dalam mengembangkan berbagai program pemenuhan hak-hak anak, tidak terhenti pada pembuatan program-program saja, tetapi secara berkesinambungan Pemkot Denpasar memberikan ruang kreatifitas dan fasilitas bermain yang memadai bagi anak-anak. Disamping itu Pemkot Denpasar juga memperhatikan pendidikan bagi anak-anak bekebutuhan khusus dan penyandang disabilitas. Kegiatan inovatif yang dijalankan tidak hanya memperhatikan dan memberikan hak pada anak-anak yang tumbuh normal saja, bahkan Pemkot Denpasar juga sangat memperhatikan perkembangan anak berkebutuhan khusus dengan mendirikan sekolah. Anak ADHD memang memiliki keterbatasan, namun bukan berarti sudah tidak ada jalan bagi anak tersebut untuk berhasil dalam hidupnya. Di balik semua kelemahan dan kekurangan yang dimiliki anak tersebut, peran orangtua sangat berpengaruh untuk membantu menjalani kehidupan seperti anak-anak normal lainnya. Penolakan yang diterima anak dari orangtua akan membuat mereka semakin takut dan menarik diri dari lingkungannya sehingga anak tidak dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

8 Peneliti akan meneliti mengenai pengalaman orangtua dalam merawat anak ADHD. Penelitian ini akan mencoba untuk menggambarkan secara mendalam pengalaman orangtua dalam merawat anak ADHD menggunakan metode riset kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, karena penggunaan pendekatan ini dapat menggambarkan pengalaman orangtua selama merawat anak ADHD. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian Bagaimana pengalaman orangtua dalam merawat anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) di Sekolah Madania Center Tahun 2014? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna secara mendalam mengenai pengalaman orangtua dalam merawat anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) di Sekolah Madania Center Tahun 2014. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Diperolehnya gambaran mengenai pengetahuan orangtua mengenai ADHD. b. Diperolehnya gambaran respon orangtua terhadap keberadaan anak ADHD.

9 c. Diperolehnya upaya yang dilakukan orangtua dalam merawat anak ADHD. d. Diperolehnya hambatan yang dirasakan orangtua selama merawat anak ADHD. e. Diperolehnya harapan orangtua dalam merawat anak ADHD. f. Diperolehnya makna hidup yang dirasakan orangtua selama merawat anak ADHD. 1.2. Manfaat Penelitian 1.2.1. Manfaat Teoritis a. Untuk memberikan informasi bagi sekolah luar biasa (SLB) dan pelayanan kesehatan agar lebih memahami stres yang dialami keluarga dalam merawat anak ADHD b. Sebagai bahan referensi atau rujukan bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan pengalaman orangtua dalam merawat anak ADHD. 1.2.2. Manfaat Praktis a. Klien & Keluarga 1. Memberikan informasi mengenai kondisi yang bisa terjadi ketika memiliki anak ADHD dan sikap apa saja yang dilakukan dalam menangani kondisi tersebut. 2. Tumbuhnya kesadaran mengenai pentingnya penerimaan orangtua terhadap penanganan anak ADHD

10 b. Profesi Keperawatan 1. Untuk menjadi dasar dalam pengembangan keperawatan anak sebagai program bagi anak ADHD. 2. Untuk lebih memperhatikan psikologis orangtua yang memiliki anak ADHD.