I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk mempertahankan gigi selama mungkin di dalam mulut, sehingga fungsi dalam lengkung gigi dapat terjaga dengan baik. Tujuan dari perawatan saluran akar adalah menghilangkan iritan oleh mikroorganisme dalam saluran akar dan mencegah adanya infeksi kembali. Syarat keberhasilan suatu perawatan endodontik adalah tercapainya triad endodontik yang meliputi preparasi biomekanikal (cleaning and shaping), pembersihan saluran akar secara kimiawi dengan menggunakan larutan irigasi dan medikamen intrakanal (disinfection), dan pengisian atau obturasi dengan bahan pengisi saluran akar (obturation). Preparasi biomekanis merupakan tahap penting pada saat perawatan saluran akar, namun kekurangannya adalah sulit untuk membersihkan seluruh mikroorganisme dalam saluran akar. Irigasi membantu tahap debridemen pada saluran akar saat preparasi biomekanis dengan mengeluarkan material organik dan anorganik dari saluran akar. Menurut Shahravan, dkk. (2007) irigasi menggunakan bahan kimiawi akan membantu menghilangkan smear layer dari saluran akar, mengurangi resiko kebocoran mikro dan dapat meningkatkan kerapatan dari material siler terhadap dentin. Larutan irigasi yang baik adalah larutan yang mempunyai daya antimikroba maksimal dengan toksisitas yang minimal. Beberapa jenis larutan irigasi yang sering digunakan antara lain: Chlorhexidine (CHX), Sodium 1
Hypoclorite (NaOCl), Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA). Chlorhexidine merupakan larutan antibakteri berspektrum luas yang dapat digunakan sebagai larutan irigasi. Penggunaan CHX harus dibarengi dengan larutan irigasi lain oleh karena CHX tidak memiliki sifat pelarut. Menurut Gaarg dan Gaarg (2008) serta Hulsmann (2012), larutan irigasi CHX tidak dapat dijadikan irigan utama dalam perawatan endodontik, karena tidak mampu melarutkan sisa-sisa jaringan organik maupun anorganik, tidak mempengaruhi kolagen dalam matriks organik dentin. Oleh karena itu larutan CHX tidak mempengaruhi kondisi dentin. Chlorhexidine mampu diserap oleh jaringan keras gigi, kemudian mengalami dekomposisi, dan sisa kation CHX akan membentuk ikatan elektron dengan ion fosfat pada kristal hidroksi apatit yang mengakibatkan ikatan terhadap dentin meningkat, sehingga menyebabkan adaptasi antara material siler dengan dentin menjadi lebih baik sehingga terjadinya koloni bakteri pada dinding saluran akar dapat dicegah (Hulsmann, 2013). Larutan CHX akan meninggalkan endapan berwarna oranye bila bercampur dengan larutan NaOCl yang mengandung senyawa kimia parachloro-anilin dan berpotensi karsinogenik (Hulsmann, 2012). Sodium hipoklorit adalah salah satu larutan irigasi yang umum digunakan. Sodium hipoklorit memiliki kemampuan melarutkan komponen organik, debris, sifat antibakteri dan dapat menyebabkan toksik terhadap jaringan jika digunakan dalam konsentrasi dan volume yang besar. Menurut Hulsmann (2013) NaOCl mempengaruhi komponen organik dan merubah sifat mekanis dan kimiawi dentin. Kondisi ini sangat bergantung pada lama waktu dentin terpapar dan jumlah konsentrasi yang digunakan. Efektifitas NaOCl dapat bertambah bila 2
digunakan bersama dengan chelating agent (agen kelasi). Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA) adalah salah satu agen kelasi yang dapat digunakan sebagai larutan irigasi. Agen kelasi berfungsi sebagai larutan yang membantu saat preparasi pada saluran yang sempit dan terkalsifikasi. Larutan EDTA melarutkan komponen anorganik dan smear layer, namun dapat mengakibatkan terjadinya demineralisasi dentin. Proses demineralisasi oleh EDTA berlangsung cepat dan kedalaman penetrasinya tergantung dari lama waktu terapapar oleh larutan tersebut (Hulsmann, 2012; Haapasalo dkk, 2014). Penelitian oleh Violich dan Chandler (2010) didapatkan bahwa pembersihan smear layer yang optimal akan menambah kekuatan ikatan material siler terhadap dentin. Penggunaan EDTA bersama dengan NaOCl akan meningkatkan efektifitas proses irigasi, namun dapat berpengaruh terhadap kekerasan (microhardness) dentin (Haapasalo, dkk., 2014). Masing-masing larutan irigasi memiliki sifat fisik dan kimiawi tertentu yang dapat membantu larutnya debris dan smear layer. Zehnder (2006 sit. Basrani dan Haapasalo, 2013) menganjurkan protokol larutan irigasi sebelum dilakukan obturasi dengan menggunakan NaOCl untuk pelarut jaringan organik, EDTA untuk melarutkan jaringan anorganik dan CHX untuk meningkatkan sifat antibakteri spektrum luas. Mulyawati (2011) menganjurkan kombinasi penggunaan larutan irigasi sesuai dengan indikasinya; pada perawatan gigi vital hanya digunakan larutan NaOCl, pada gigi nekrosis dapat digunakan kombinasi larutan NaOCl+EDTA dan atau ditambahkan CHX. Penggunaan larutan irigasi dapat menyebabkan efek samping antara lain; mempengaruhi kondisi dentin dan dapat mempengaruhi kekuatan ikatan material obturasi. 3
Obturasi saluran akar dapat menyempurnakan kekurangan dari tahapan preparasi biomekanis dan irigasi saluran akar. Tujuan utama obturasi (pengisian saluran akar) adalah menghilangkan semua sumber kebocoran dan menutup saluran akar dari iritan dan mikroorganisme yang tidak dapat hilang seluruhnya pada saat prosedur preparasi biomekanis (Mamootil dan Messer, 2007). Kegagalan perawatan saluran akar terjadi akibat adanya iritan masuk ke dalam jaringan periapikal dan atau kembali kedalam sistem saluran akar oleh karena adanya kebocoran. Menurut Walton dan Torabinejad (2008) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kebocoran secara spesifik pada apikal, antara lain; adanya bakteri, debris dan iritan yang tidak dapat hilang seluruhnya selama pembersihan dan preparasi biomekanis. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adanya kebocoran apikal adalah perkolasi, yaitu pergerakan cairan didalam rongga sempit akibat kerja kapiler dan membentuk hubungan antara ruang pulpa dan periapeks. Cairan jaringan dapat masuk ke dalam ruang pulpa yang kemudian mengalami degradasi dan menjadi zat kimia yang mengiritasi. Zat kimia tersebut dapat kembali berdifusi ke jaringan periapeks yang kemudian kembali mengiritasi dan menyebabkan inflamasi. Penutupan apikal (apical sealing) yang baik dibutuhkan untuk menghindari adanya faktor-faktor yang dapat mengakibatkan kegagalan pasca perawatan, mengingat bahwa mikroorganisme mungkin tidak dapat seluruhnya hilang setelah preparasi biomekanikal maupun disinfeksi menggunakan agen kimiawi (Ǿstarvik, 2014 dan Muliyar, dkk., 2014). Material siler dibutuhkan sebagai bahan pengisi bersama dengan material inti guta perca, material siler 4
sebagai agen yang mengikat antara guta perca dan dinding saluran akar, dan mengisi ruang dimana material pengisi utama tidak dapat masuk (Gaarg dan Gaarg, 2008). Mineral trioxide aggregate (MTA) telah dikembangkan sebagai bahan dasar material siler. Mineral Trioxide Aggregate bersifat konduktif dan induktif terhadap jaringan keras, dan biokompatibel (Parirokh dan Torabinejad, 2010; Camilleri, dkk., 2010). Mineral Tri-oxide Aggregate memproduksi kalsium hidroksit dan melepaskannya dalam bentuk larutan serta merangsang pembentukan hidroksi apatit dan melarutkan endapan kalsium fosfat (Sarkar, dkk., 2005 sit. Camilleri, dkk., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Camilleri, dkk. (2010), menunjukkan bahwa pada saat material MTA terkena cairan tubuh secara simultan akan memproduksi deposit kristal yang terdiri dari kalsium dan fosfat, yang akan membentuk lapisan interfasial antara dentin dan MTA dan dapat menambah kekuatan ikatannya. Material siler epoxy resin (resin epoksi) merupakan material siler berbasis resin non eugenol yang memiliki sealing ability (kemampuan kerapatan) yang bagus, karena siler resin epoksi dapat masuk kedalam tubulus dentinalis secara kapilari. Material resin epoksi merupakan material sedikit toksik bila dibandingkan dengan material siler dengan bahan dasar lain, namun memiliki biokompatibilitas yang sangat baik terhadap jaringan. Siler resin epoksi memiliki sifat solubilitas rendah, ekspansi rendah, dapat berikatan terhadap dentin dan memiliki kemampuan penutupan baik terhadap apikal. Oleh karena itu siler resin 5
epoksi merupakan material gold standart sebagai siler pembanding yang bagus untuk evaluasi kebocoran apikal pada material siler baru. Evaluasi kebocoran apikal pada pengisian saluran akar dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain dengan tes penetrasi warna, radioisotop, elektrokimia, tes penetrasi bakteri dan analisis scanning electron microscopic (Muliyar, dkk., 2014). Wu dan Wesselink (1993) mengemukakan bahwa metode yang digunakan untuk evaluasi kebocoran lebih banyak dilakukan dengan pengukuran linear menggunakan pewarnaan methylene blue (biru metilen) sepanjang saluran akar. Berdasarkan keunggulan dari material siler berbahan dasar mineral trioxide aggregate yang telah diuraikan, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian menguji pengaruh kombinasi larutan irigasi terhadap kebocoran apikal pada perawatan saluran akar menggunakan bahan pengisi jenis resin epoksi dan mineral trioxide aggregate menggunakan metode tes penetrasi warna dengan larutan biru metilen. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan masalah apakah terdapat pengaruh kombinasi larutan irigasi terhadap kebocoran apikal pada obturasi saluran akar menggunakan bahan pengisi jenis resin epoksi dengan mineral trioxide aggregate. 6
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan larutan irigasi NaOCl 2,5%; kombinasi larutan irigasi NaOCl 2,5% + EDTA 17% dan kombinasi larutan irigasi NaOCl 2,5% + EDTA 17% + CHX 2% terhadap kebocoran apikal pada obturasi saluran akar menggunakan bahan pengisi jenis resin epoksi dengan mineral trioxide aggregate. D. Keaslian Penelitian Terdapat penelitian yang membandingkan material siler berbahan dasar epoxy resin dan mineral trioxide aggregate antara lain; penelitian yang dilakukan oleh Borges, et al. (2011), melakukan penelitian terhadap 4 jenis bahan siler; epoxy-resin based sealer, ceramic based sealer, mineral trioxide aggregate dan calcium hydroxide based sealer, membandingkan perubahan struktur permukaan dan distribusi elemen sesuai prosentase pelepasan ion kalsium. Bogen dan Kuttler (2009), melakukan penelitian secara spesifik terhadap material mineral trioxide aggregate sebagai bahan siler terhadap beberapa kasus, disimpulkan bahwa material MTA memiliki bahan bioaktif semen tricalcium silicate yang menstimulasi mekanisme biologis terhadap perbaikan jaringan pada gigi dengan kasus yang kompleks. Hingga saat ini, menurut pengetahuan penulis belum terdapat penelitian yang membandingkan pengaruh kombinasi larutan irigasi NaOCl 2,5%, NaOCl 2,5% + EDTA 17%, dan NaOCl 2,5% + EDTA 17% + CHX 2% terhadap tingkat 7
kebocoran apikal pada perawatan saluran akar menggunakan siler dengan bahan dasar resin epoksi dan mineral trioxide aggregate. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh penggunaan kombinasi larutan irigasi NaOCl 2,5%, NaOCl 2,5% + EDTA 17%, dannaocl 2,5% + EDTA 17% + CHX 2% terhadap kebocoran apikal pada obturasi saluran akar menggunakan bahan pengisi jenis resin epoksi dengan mineral trioxide aggregate. 2. Memberikan referensi pemilihan material siler pada perawatan saluran akar yang memiliki penutupan apikal yang baik, sesuai dengan indikasinya. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya dan memberi sumbangan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang konservasi gigi. 8