menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ditemui dalam masalah sehari-hari 1. Selain itu matematika adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan,

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran metamatika telah diperkenalkan sejak siswa menginjak kelas I. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dua dimensi yang harus dipahami oleh guru yaitu: (1) guru harus menetapkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. yang dikenal dengan sebutan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses pemberian pengalaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan mata pelajaran yang penting untuk diajarkan di MI karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma dunia pendidikan sekarang ini adalah memunculkan kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. lebih maju dan lebih kompetitif baik dalam segi kognitif (pengetahuan), afektif

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi sekarang ini, semua hal dapat berubah dengan cepat

Pada isi pernyataan SKL yang kedua, memahami unsur-unsur dan sifatsifat bangun datar merupakan materi yang harus dikuasai siswa terlebih dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjadi (dalam Heruman 1 ), hakikat Matematika adalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Oleh: Yuniwati SDN 2 Tasikmadu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi sekarang ini pendidikan di Indonesia sudah mulai berkembang,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Masrini, 2013

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB I PENDAHULUAN. dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, terutama ditingkat sekolah dasar (SD).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu sektor penentu keberhasilan untuk

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia itu sendiri (Dwi Siswoyo,dkk, 2007: 16). Oleh karena itu pendidikan

Lasyuri, Peningkatan Hasil Belajar...

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan pengetahuan yang ada. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. mengajar mata pelajaran matematika di MI adalah kurangnya pengetahuan bagi

BAB II KAJIAN TEORETIS. pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelajaran matematika dimata siswa kelas I MI Ittihadil Ikhwan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan proses penting dalam kehidupan, manfaat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang mengembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia pendidikan adalah Sekolah Dasar (SD). Sesuai dengan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu Negara dikelilingi bangsa yang mempunyai kualitas

BAB I PENDAHULUAN. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm Baharudin dan Esa Nur wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran,

BAB I PENDAHULUAN. potensi baik psikis maupun fisik yang meliputi moral dan nilai agama, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama secara efektif. Sumber daya manusia yang memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. untuk mempresentasikan sesuatu hal. 1. suatu kegiatan dimana guru melakukan peranan-peranan tertentu agar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Aktualisasi Pemikiran Jean Piaget dalam Implementasi Kurikulum 2013 (Suatu Kajian Teoritis)

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan. Auliya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Oleh: Ramikayani, S.Pd Guru SDN Mantaren 1 Kabupaten Pulang Pisau ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. dan materi yang berhubungan dengan pembagian. Adapun tujuan mata pelajaran

PEMBELAJARAN GEOMETRI BIDANG DATAR DI SEKOLAH DASAR BERORIENTASI TEORI BELAJAR PIAGET

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN MEDIA TIGA DIMENSI PADA SISWA KELAS V SDN TLOGOADI

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat penelitian dan penegasan istilah. mempunyai peran yang sangat penting, yaitu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Matematika, menurut Ruseffendi adalah bahasa simbol; ilmu deduktif

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kelangsungan hidup manusia akan berjalan dengan lancar dan optimal.

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL ANGKA 1 10 DENGAN MENGGUNAKAN KARTU ANGKA. Endah Retnowati

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Indikator Menerapkan tindakan disiplin dari pengalaman belajar dan bekerja dengan matematika dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MELALUI MEDIA PENGGARIS RAPITUNG. Devi Afriyuni Yonanda Universitas Majalengka

BAB I PENDAHULUAN. sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pendidikan. Menurut Sutawijaya bahwa matematika mengkaji

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses membantu manusia dalam

BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang Vol.4 No 1 Pebruari 2017 ISSN

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika di jenjang Sekolah Dasar (SD) adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TEORI PEMBELAJARAN ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF DIENES

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Ruseffendi matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. 1 Soedjadi menyatakan bahwa hakekat matematika memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. 2 Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa matematika mempunyai sifat yang abstrak, dengan sifat abstrak tersebut sulit untuk dipahami bagi anak SD/MI, karena secara psikologis anak sampai usia SD/MI mengalami beberapa tahap perkembangan berpikir. Piaget membagi tingkat perkembangan berpikir anak menjadi 4 tahapan yaitu : 1) Sensori motor (0-2 tahun). 2) Berpikir praoperasional(2-7 tahun). 3) Berpikir operasional konkret (7-11 tahun).4) Berpikir operasional formal(11-15 tahun). 3 Perkembangan kognitif pada tahap sensorik motorik (0-2 tahun) dapat terlihat pada upaya bayi melakukan gerakan reflektif (spontan), dorongan untuk melakukan gerakan tertentu selalu datang dari faktor internal, interaksi sosial dengan lingkungan dapat mempengaruhi kematangan seseorang. Pada usia dua bulan berikutnya bayi mulai belajar untuk membedakan objek yang ada di 1 Heruman, Model Pembelajaran Matematika(Bandung : Rosdakarya, 2013), 1 2 Ibid. 3 Djaali, Psikologi Pendidikan(Jakarta : Bumi Aksara, 2013), 68

2 sekitarnya diawali dengan gerakan refleksinya untuk mengisap segala sesuatu yang ditemukan di sekelilingnya. Pada usia dua tahun, anak secara mental dapat mengenali objek dan kegiatan, dan dapat menerima solusi masalah sensori motor. Pada usia ini anak sudah dapat membedakan suka dan tidak suka, hal ini menandakan bahwa perkembangan afektif seorang anak sudah ada. Proses pembentukan pengetahuan pada anak - anak dimulai dari proses yang paling primitif, yaitu mencoba mengulang-ulang bunyi yang didengarnya. Menurut Trianto tahap sensori motor ini merupakan tahap awal perkembangan mental anak dan perkembangan mental itu terus bertambah hingga mencapai puncaknya pada tahap operasional formal. 4 Tahap selanjutnya adalah tahap berpikir praoperasional( 2-7 tahun), pada tahapan ini terjadi perubahan intelektual dari tingkat sensori motor menuju tingkat konseptual. Perkembangan konseptual diikuti dengan perkembangan bahasa yang sangat pesat. Pada usia antara 2-4 tahun anak mendapatkan kemampuan berbahasa dengan sangat cepat, namun tingkah laku anak hampir sama dengan anak yang berada pada tahapan sesnsori motor, masih bersifat egosentris dan antisosial. Perkembangan bahasa dan representasional (simbol) akan berperan dalam menunjang perkembangan berikutnya dari perilaku sosial. Pada fase ini pikiran yang dimiliki anak masih bersifat egosentris yaitu suatu keyakinan bahwa yang mereka pikirkan adalah benar. Pada usia 6-7 tahun, anak-anak sudah mampu berbicara lebih komunikatif dibanding sebelumnya dan sudah menunjukkan sikap sosial dalam pergaulan. 4 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu(Jakarta : Bumi Aksara, 2013), 71

3 Dalam hal berpikir anak usia 7 tahun sudah mulai berpikir pralogis atau semi logis. Anak-anak sudah mulai berpikir tentang peraturan dan hukum, namum mereka belum mampu mengembangkan konsep tersebut secara intensional. Pemikiran anak pada tahap ini lebih didominasi oleh persepsi, anak-anak berpendapat berdasar persepsi mereka. Pada tahap praoperasional anak mengalami perkembangan kognitif dan afektif lebih maju dibanding tahapan sensori motor, dan terjadi perkembangan egosentris bahasa percakapan, perkembangan afektif dengan munculnya responsitas (timbal balik) serta perasaan moral sesuai dengan konsep yang dimiliki anak-anak tentang peraturan bermasyarakat dengan lingkungan sosialnya. 5 Tahap berikutnya adalah tahap berpikir operasional konkrit (7-11 tahun), pada tahapan ini anak-anak sudah mampu berpikir secara logis, namun belum mampu menerapkan secara logis masalah hipotetik dan abstrak. Untuk memahami konsep matematika yang bersifat abstrak, anak yang berada pada tahapan operasional konkret membutuhkan benda-benda nyata saat pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu guru harus memahami kebutuhan anak pada tahapan ini sehingga guru mendapat kemudahan dalam menanamkan konsep matematika. Perkembangan afektif anak pada tahap operasional konkret adalah konservasi perasaan yang menjadi alat ukur dalam meningkatkan regulasi dan stabilitas berpikir efektif. Tahap operasional konkret merupakan masa transisi dari tahap praoperasional dan tahap berpikir formal. Selama tahap operasional konkret 5 Djaali, Psikologi Pendidikan, 70

4 perhatian anak mengarah pada operasi logis yang sangat cepat. Dalam tahap ini anak masih didominasi oleh persepsi, namun dengan pengalaman yang dimiliki, anak mampu memecahkan masalah berdasarkan pengalamannya. Seluruh perkembangan kognitif maupun afektif dalam setiap tahap harus selalu diobservasi. Pada tahap operasional konkret anak sudah memahami konsep tentang peraturan,berbohong, perhatian dan hukum. Hal itu merupakan pertumbuhan anak dilihat dari konsep moral. 6 Pada tahap operasional konkret anak mulai menggunakan logika dalam berpikir sehingga hal ini dapat dikatakakn bahwa anak pada tahap ini sudah mulai berpikir secara ilmiah. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Trianto bahwa pada tahap operasional konkret siswa mulai dapat memandang dunia secara objektif dan berorientasi secara konseptual. Berpikir secara operasional konkret dapat dipandang sebagai tipe awal berpikir ilmiah. 7 Dalam pembelajaran matematika anak yang berada pada tahap operasional konkret sudah mampu menggunakan logika untuk mengembangkan konsepkonsep matematika baik konsep tentang bilangan dengan berbagai variasinya, satuan ukuran dengan variasinya, bidang datar, dan bangun ruang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Turmudi bahwaanak usia SD/MI berada pada tahapan operasional konkret, mereka mengembangkan konsep-konsep matematika seperti bilangan, panjang, luas, masa, dan volume. 8 Pada tahap operasional konkret terdapat kemampuan-kemampuan utama yang dimiliki anak yaitu perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis, 6 Djaali, Psikologi Pendidikan, 71 7 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, 72 8 Turmudi dan Aljupri, Pembelajaran Matematika(Jakarta : Dirjen Pendidikan Islam, 2009), 13

5 kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan operasi-operasi yang dapat balik, dalam hal pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi, pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan. 9 Tahap berikutnya adalah tahap berpikir operasional formal (11 15 tahun), pada tahap ini struktur kognitif anak menjadi matang secara kualitas, anak mulai dapat menerapkan operasi secara konkret untuk semua masalah yang dihadapi dalam kelas, anak dapat menerapkan berpikir logis dari masalah hipotesis yang berkaitan dengan masa yang akan datang. Pada tahap berpikir operasional formal terdapat beberapa struktur penting yang melandasi selama konstruksi operasi formal antara lain berpikir hipotesis deduktif, yaitu kemampuan berpikir tentang hipotesis seperti kondisi yang sebenarnya dan kemampuan untuk menyimpulkan berdasar premis-premis hipotesis. 10 Pada usia 11 15 tahun, kemampuan berpikir anak mulai berkembang dari hanya sekedar menamai dan mengelompokkan benda-benda menjadi kemampuan untuk memerikan, mengorganisasi, dan menghubungkan sifat-sifat benda. Kemampuan kemampuan utama yang dimiliki anak adalah pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan, dalam memecahkan masalah menggunakan eksperimentasi sistematis. 11 Dari paparan mengenai perkembangan kognitif anak di atas, dapat diketahui bahwa anak usia SD/MI berada pada tahap berpikir operasional konkrit. Pada tahapan ini kemampuan anak untuk memahami konsep matematika yang bersifat 9 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, 71 10 Djaali, Psikologi Pendidikan, 71 11 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, 71-72

6 abstrak membutuhkan bantuan benda-benda konkrit. Tahapan pembelajaran dimulai dengan benda-benda konkrit kemudian beralih menjadi semi abstrak kemudian menjadi abstrak yang berupa simbol simbol. Guru harus memahami tahapan berpikir anak sehingga dalam pembelajaran siswa mudah memahami konsep matematika yang diberikan dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam standar kompetesi lulusan untuk mata pelajaran matematika yang ditetapkan oleh BSNP bahwa siswa SD/MI harus memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifatsifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. 2. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. 3. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume,sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. 4. Memahami konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. 5. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dalam tabel, gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung,

7 modus serta menerapkannyadalam pemecahan masalah kehidupan seharihari. 6. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan. 7. Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif. 12 Dari standar yang ditetapkan oleh pemerintah dapat diketahui bahwa siswa kelas 5 SD/MI harus menguasai tentang konsep bilangan bulat.faktor Persekutuan Terbesar (FPB) termasuk dalam konsep bilangan bulat, konsep tersebut bertujuan untuk menentukan faktor terbesar dari persekutuan dua bilangan atau lebih dan konsep tersebut berguna untuk membuat siswa terampil dalam membagi dua benda atau lebih dengan komposisi yang sama. Kemampuan siswa dalam memahami konsep Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) di kelas VA Madrasah Ibtidaiyah Negeri Jambangan Surabaya ternyata masih rendah. Bukti kemampuan siswa dalam memahami Faktor Persekutuan Terbesar masih rendah yaitu pada akhir pembelajaran guru mengadakan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam menyerap dan menerima materi pembelajaran ternyata nilai yang didapatkan masih rendah. Hasil evaluasi yang dilakukan setelah pembelajaran dengan evaluasi 10 soal dapat dilihat pada gambar 1.1 sebagai berikut : 12 I. Wayan AS, 8 Standar Nasional Pendidikan (Jakarta : Az-Zahra Books8, 2010) 214

8 Banyaknya Siswa 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 20 45 55 65 80 90 100 Nilai Nilai Gambar 1.1 Diagram hasil tes Formatif matematika pembelajaran awal Siswa kelas VA Madrasah Ibtidaiyah Negeri JambanganSurabaya Dari 30 siswa yang ada ternyata yang mendapatkan nilai 20 sebanyak 1 siswa, nilai 40 sebanyak 1 siswa, nilai 45 sebanyak 2 siswa, nilai 50 sebanyak 2 siswa, nilai 55 sebanyak 3 siswa, nilai 60 sebanyak 1 siswa, nilai 65 sebanyak 3 siswa, nilai 75 sebanyak 1 siswa, nilai 80 sebanyak 4 siswa, nilai 85 sebanyak 2 siswa, nilai 90 sebanyak 4 siswa, nilai 95 sebanyak 3 siswa, dan nilai 100 sebanyak 3 siswa. Dari diagram hasil belajar siswa kelas VA dapat diketahui bahwa sebanyak 17 siswa atau 56,66 % sudah mencapai ketuntasan dalam belajar, sedangkan 13 siswa atau 43,33 % belum tuntas dalam belajar matematika untuk materi memahami konsep Faktor Persekutuan Terbesar (FPB). Kondisi yang demikian ini sangat mengganggu, sehingga jika dibiarkan akan memberikan dampak yang kurang baik terhadap keberhasilan pendidikan kelas VA khususnya dan di MIN Jambangan Surabaya pada umumnya. Berangkat dari kesadaran inilah peneliti

9 mencoba menemukan apa yang salah pada pembelajaran yang dilakukan, dengan melakukan perenungan diri tentang apa yang terjadi pada proses pembelajaran dan tukar pendapat serta melakukan diskusi dengan teman sejawat dan kepala sekolah. Dari hasil refleksi serta diskusi tersebut, muncul beberapa kemungkinan menjadi penyebab dan kurang berhasilnya pembelajaran, antara lain: Guru dalam menggunakan metode kurang tepat, guru tidak membiasakan dengan pembelajaran yang berbasis masalah, pembelajaran kurang menarik, karena materi pembelajaran yang cukup sulit dipahami tetapi tidak didukung dengan penggunaan alat peraga oleh anak yang dapat membantu pemahaman siswa terhadap materi tersebut, masalah yang diberikan guru pada siswa kurang dekat dengan kehidupan antak-anak (kontekstual), guru kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga siswa terkesan sebagai pendengar dan penonton yang tidak paham akan apa yang dilihat dan didengarnya, jika guru mengajukan pertanyaan hanya anak-anak tertentu saja yang menjawabnya,siswa tidak diberi kesempatan yang cukup untuk menanyakan hal-hal yang tidak dipahaminya, seringnya siswa minta ijin keluar kelas dengan bermacam-macam alasan, siswa kurang memperhatikan pada saat guru menerangkan, pandangan mereka tampak kosong. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi Faktor Persekutuan Terbesar (FPB), peneliti mencoba menggunakan pendekatan Kontekstual yang mempunyai ciri khas bahwa dalam pembelajaran ada keterkaitan antara materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dengan demikian siswa mampu membuat hubungan antara materi pelajaran dengan aplikasi dalam kehidupan.

10 Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Pengalaman belajar siswa sebelumnya merupakan pengetahuan prasyarat untuk mempelajari konsep yang akan dipelajari siswa. Karena dalam matematika selalu ada keterkaitan antara konsep satu dengan konsep lain, dan konsep satu merupakan prasyarat untuk konsep lainnya. Misalnya untuk mempelajari Faktor Persekutuan Terbesar siswa harus memahami konsep tentang perkalian dan pembagian, faktor, faktor prima, faktorisasi prima, dan faktor persekutuan. Dengan demikian judul dalam penelitian perbaikan pembelajaran atau Penelitian Tindakan Kelas ini adalah: Implementasi Pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar materi Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) siswa kelas VA MIN Jambangan Surabaya. B.RumusanMasalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas serta fokus pembahasannya dapat disimpulkan dalam suatu rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan penerapan pendekatan kontekstualdalam pembelajaran matematikapada materi Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) di kelas VA Madrasah Ibtidaiyah Negeri Jambangan Surabaya? 2. Apakah pelaksanaan penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VA Madrasah Ibtidaiyah Negeri Jambangan Surabaya pada materi Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)?.

11 D. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran Pada bagian tujuan penelitian perbaikan pembelajaran akan diuraikan sebagai berikut: Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang kemudian akan dicarikan pemecahannya, maka perbaikan pembelajaran ini bertujuan: 1. Mendeskripsikan penerapan pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran matematika pada materi Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) di kelas VA Madrasah Ibtidaiyah Negeri Jambangan Surabaya. 2. Mendeskripsikan dampak penerapan pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VA Madrasah Ibtidaiyah Negeri Jambangan Surabaya pada materi Faktor Persekutuan Terbesar (FPB). E.Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran Pada bagian manfaat penelitian perbaikan pembelajaran akan diuraikan sebagai berikut: Tujuan utama dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran Matematika tentang memahami konsep Faktor Persekutuan Terbesar (FPB). Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagi Guru Sekolah Dasar a) Sebagai referensi atau salah satu solusi untuk meningkatkan kinerja khususnya pada pembelajaran Matematika.

12 b) Meningkatkan ketrampilan membelajarkan atau ketrampilan mengajar yangmerupakan kompetensi guru professional secara utuh dan menyeluruh. c) Dapat dijadikan figur yang menjadi teladan dan pedoman bagi siswa dalam pendidikan dan pengajaran. 2) Bagi Siswa a) Meningkatkan proses dan hasil belajar serta mempermudah siswa dalam memahami pembelajaran matematika. b) Untuk membantu siswa dalam memahami dan memperkuat kemampuanberpikir siswa secara sistematis dalam lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat serta kehidupan sehari-hari. c) Dapat memberi inspirasi kepada siswa sehingga yang dulunya tidakmenyukai matematika karena tidak tahu intinya sekarang menjadi senang belajar matematika. d) Mendorong kreativitas siswa untuk eksploring berbagai cara untukmemecahkan masalah. 3) Bagi Pembelajaran Matematika Diharapkan memberikan manfaat dalam penyampaian materi pada pelajaran Matematika. 4) Bagi Sekolah Dengan situasi pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna, diharapkan sekolah dapat mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan.

13