II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tentang Benih Pada Tanaman Karet Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang selanjutnya disebut benih adalah tanaman atau bagian tanaman yang digunakan untuk perbanyakan tanaman. Pertanaman karet di Indonesia pada awalnya dikembangkan dengan biji, tanpa melakukan seleksi. Pertanaman yang dihasilkan dengan bahan tanam tersebut ternyata mempunyai pertumbuhan dan produksi yang sangat beragam. Dengan kenyataan tersebut maka pada pertanaman selanjutnya sudah menggunakan bahan tanam yang terseleksi, walaupun masih berasal dari biji. Teknik okulasi yang ditemukan pada periode tahu 1914-1917, membawa perubahan yang sangat berarti dalam teknik perbanyakan pada tanaman karet dan masih digunakan hingga saat ini. Melalui perbanyakan secara vegetatif ini akan diperoleh tanaman yang mempunyai sifat relatif sama dengan induknya. Dengan perbanyakan secara okulasi tersebut maka pengertian benih pada tanaman karet ada beberapa bentuk (kelompok) yaitu biji untuk batang bawah, entres untuk sumber mata dan bibit hasil okulasi. 1. Benih untuk batang Bawah Benih untuk batang bawah adalah biji karet propeligitim yang berasal dari klon tertentu yang berupa anjuran batang bawah yang akan disemai dan ditumbuhkan sebagai bibit untuk batang bawah. Bibit yang berasal dari biji ini tidak langsung ditanam sebagai pertanaman, tetapi harus diokulasikan dengan klon unggul tertentu untuk mendapatkan bahan tanam yang siap ditanam. Tidak semua klon karet, bijinya dapat digunakan untuk 1
batang bawah, oleh karena itu kebun sumber biji harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu. 2. Entres sebagai Sumber Mata Entres adalah sumber mata untuk okulasi yang akan ditempelkan pada bibit batang bawah. Entres digunakan sebagai bahan perbanyakan pada produksi bibit berupa benih bina yang terdiri atas klon-klon anjuran yang ditanam secara khusus berupa kebun entres. Kebun entres umumnya digunakan dalam jangka waktu yang lama, karena yang dimanfaatkan adalah tunas yang tumbuh dari bekas potongan. Tunas yang tumbuh pada bibit ini merupakan batang yang akan disadap untuk diambil lateksnya. Mutu entres yang baik diperoleh dari kebun entres yang dibangun dan dikelola sesuai dengan standar (Lasminingsih dan Oktavia, 2008). 3. Bibit Hasil Okulasi Bibit hasil okulasi adalah bibit siap tanam hasil okulasi mata entres klon anjuran pada bibit batang bawah yang berasal dari biji klon anjuran. Bibit hasil okulasi pada karet ini dapat berupa stum mata tidur, bibit dalam polibeg, stum mini dan stum tinggi. Bibit stum mata tidur adalah bibit okulasi yang mata okulasinya masih belum tumbuh. Keuntungan penggunaan stum mata tidur antara lain : waktu penyiapannya lebih mudah dan cepat, harganya relatif murah, dan biaya angkut lebih murah. Namun bibit ini mempunyai kelemahan antara lain: persentase kematian cukup tinggi (15-20%), kemungkinan tumbuhnya tunas palsu lebih besar dan pertumbuhan tanaman di lapangan kurang seragam (Puslit Karet Balai Penelitian Sembawa, 1998). 2
Kuswanhadi (1994) dalam elisarnis dkk., (2008) menyatakan, seringkali mata okulasi stum mata tidur mengalami dor-mansi sehingga tidak jarang batang bawah mati sebelum tunas berkembang, dalam keadaan normal tunas akan berkembang setelah 21 hari. Selanjutnya Soemomarto dan Pudji Hardjo (1982) menyatakan bahwa mata okulasi tanaman karet memerlukan waktu 23 hari untuk mekar setelah pemotongan batang bawah. B. Okulasi Dini Pada teknik okulasi dini, prinsipnya relatif sama dengan okulasi hijau maupun okulasi coklat. Perbedaanya hanya terletak pada umur batang bawah dan batang atasnya. Umur batang bawah okulasi dini yaitu 2-3 bulan dengan umur entres 3-4 minggu yang telah mencapai garis tengah 0,5 cm dan berwarna hijau muda (Puslit Karet Balai Penelitian Sembawa, 1998). Metoda okulasi dini bila diterapkan dalam kaitan okulasi hijau dan okulasi coklat akan dapat mengurangi jumlah tenaga okulasi. Dengan urutan pengokulasian 20% okulasi dini, 40% okulasi hijau, dan 40% okulasi coklat, dicapai fluktuasi kebutuhan tenaga harian yang lebih merata untuk pekerjaan-pekerjaan di pembibitan dan lapangan (Santoso dan Lubis, 1982). C. Daya Tahan Bibit Pembongkaran dan pemotongan bibit dapat menimbulkan stres pada bibit karena terputusnya absorsi air oleh akar dan meningkatnya respirasi bibit karena pelukaan. Dengan terputusnya absorbsi air oleh akar, maka untuk transpirasi, bibit hanya menggunakan air yang ada dalam tubuhnya sehingga bibit secara terus menerus mengalami 3
proses pengeringan. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, bibit akan mengering dan mati. Proses kehilangan air akan berlangsung lebih cepat bila bibit tidak terlindung atau tidak diawetkan (Husny dan Sunarwidi, 1987) D. Rekomendasi Bahan Tanam Karet Pada Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2009 menyebutkan rekomendasi bahan tanaman karet periode 2010-2014 disusun dengan memperhatikan kepentingan konsumen untuk mengembangkan agribisnis karet baik dari segi kebutuhan lateks maupun kayu. Rekomendasi dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok klon penghasil lateks, klon penghasil lateks-kayu dan benih anjuran untuk batang bawah, yang merupakan anjuran komersial untuk penanaman skala luas yang disebut sebagai benih bina, dengan komposisi anjuran sebagai berikut : 1. Klon penghasil lateks terdiri dari IRR 104, IRR 112, IRR 118, IRR 220, BPM 24, PB 260, PB 330 dan PB 340. 2. Klon penghasil lateks-kayu terdiri dari IRR 5, IRR 39, IRR 42, IRR 107, IRR 119 dan RRIC 100 3. Benih anjuran untuk batang bawah terdiri dari benih yang berasal dari tanaman monoklonal AVROS 2037, GT 1, PB 260, RRIC 100,PB 330 dan BPM 24. Dalam pertemuan Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet tahun 2005 juga merekomendasikan beberapa klon unggul, di antaranya adalah klon PB 260 yang telah teruji pada periode sebelumnya memiliki produktivitas mencapai 2,1 ton karet kering per hektar per tahun. Selain itu karet klon PB 260 juga memiliki ketahanan terhadap terpaan angin karena perakarannya yang kuat. 4
Hal ini menjadikan klon PB 260 sangat baik dijadikan, baik sebagai batang atas atau entres, maupun sebagai batang bawah. Sebagai klon yang unggul sebagai batang bawah dan batang atas, perbanyakan secara okulasi sangat penting dilakukan pada klon ini karena dapat mempercepat masa TBM (tanaman belum menghasilkan) dibandingkan perbanyakan melalui biji (Woelan, dkk, 2007). 5