BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini Indonesia banyak ditimpa musibah bencana alam. Data dari Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR) menyebutkan bahwa Indonesia berada dalam posisi puncak dunia dari ancaman tsunami. Mereka juga menyebutkan bahwa dalam paparan terhadap penduduk atau jumlah manusia yang ada di daerah yang mungkin kehilangan nyawa karena bencana, Indonesia sangat tinggi risiko bencananya. Dalam bencana Tsunami, Indonesia menempati rangking 1 dari 265 negara dengan jumlah 5.402.239 orang yang akan terkena dampaknya. Bencana Tanah longsor, Indonesia menempati rangking 1 dari 162 negara dengan jumlah 197.372 orang yang akan terkena dampaknya. Bencana Gempa bumi Indonesia menempati rangking 3 dari 153 negara dengan jumlah 11.056.806 orang yang akan terkena dampaknya. Dan bencana Banjir, Indonesia menempati rangking 6 dari 162 negara dengan jumlah 1.101.507 orang yang akan terkena dampaknya. 1 Pada tahun 2011, bencana di Indonesia terjadi sekitar 1.598 kejadian bencana. Data ini masih sementara karena belum seluruhnya data di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terkumpul. Jumlah orang meninggal 1 Kompas, 29 Mei 2012 diakses pada tanggal 18 Juli 2012 pukul 21:09 WIB
dan hilang mencapai 834 orang. Menderita dan mengungsi 325.361 orang. Rumah rusak berat 15.166 unit, rusak sedang 3.302 unit dan rusak ringan 41.795 unit. Dari 1.598 kejadian bencana tersebut, sekitar 75% adalah bencana hidrometerologi. Sedangkan bencana geologi seperti gempabumi, tsunami dan gunung meletus masing-masing terjadi 11 kali (0,7%), 1 kali (0,06%) dan 4 kali (0,2%). Dampak yang ditimbulkan oleh gempabumi 5 orang meninggal dan rumah rusak sebanyak 7.251 unit. Berdasarkan jumlah kejadian terbanyak, paling banyak adalah banjir (403 kejadian), kemudian kebakaran (355), dan puting beliung (284). Puting beliung merupakan fenomena kejadian yang terus meningkat secara tajam jumlah kejadiannya dalam 10 tahun terakhir. Hal ini sangat berkaitan dengan perubahan iklim global dan lingkungan. Berdasarkan korban meninggal dan hilang, kecelakaan transportasi kapal mendominasi dibandingkan dengan bencana lain. 2 Berikut data kejadian bencana banjir yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1979-2009. Tabel I. 1. Data Kejadian Bencana Banjir di Indonesia Tahun 1979-2009 3 No. Nama Provinsi Jumlah Kejadian 1. 2. 3. Bali Banten Bengkulu 16 66 19 2 Waspada Online, 1 Januari 2012 diakses pada tanggal 18 Juli 2012 pukul 22:06 WIB 3 Data Kejadian Bencana Banjir 1979-2009, BNPB
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. D. I. Yogyakarta D. K. I. Jakarta Gorontalo Jambi Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau Lampung Maluku Maluku Utara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Papua Barat Pemerintah Aceh Riau Sulawesi Barat 18 62 25 84 248 337 278 73 132 53 63 6 2 72 6 7 53 99 23 0 138 46 13
27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Sumatera Utara 130 55 41 20 96 53 175 Berdasarkan data kejadian bencana banjir yang diperoleh dari BNPB sejak tahun 1979-2009 di atas, dapat dilihat bahwa Provinsi Jawa Tengah berada pada posisi pertama untuk kejadian bencana banjir yang terbanyak dengan jumlah kejadian sebanyak 337 kejadian dan Provinsi Papua Barat berada pada peringkat terakhir dengan keterangan tidak ada kejadian banjir. Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Utara sendiri berada pada peringkat empat untuk kejadian bencana banjir yang terbanyak dengan jumlah kejadian sebanyak 175 kejadian. Kejadian banjir tersebut terjadi di ibu kota Provinsi Sumatera Utara, yaitu di Kota Medan. Kota Medan beberapa tahun belakangan ini sering diguyur hujan dan terkadang menyebabkan banjir. Banyak pendapat yang mengatakan apa yang menjadi penyebab banjir tersebut. Daya serap tanah di kota Medan rendah sehingga menjadi salah satu faktor penyebab banjir juga. Dalam artikel itu, ada beberapa data laporan terhadap banjir Kota Medan yang disusun oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS), yaitu untuk tahun 2008 hingga 2010 terjadinya penurunan daya dukung DAS sangat dipengaruhi oleh penutupan
dan penggunaan lahan di sepanjang DAS. Di DAS Deli, dari data disebutkan terjadi peningkatan yang cukup signifikan oleh pemukiman dan pertanian lahan kering. Untuk 2008 tercatat 12.830.026 hektar (28,90%) dan meingkat menjadi 13.650.144 hektar (28,86%) lahan DAS yang digunakan. Selain itu, juga terjadi peningkatan luasan pada tanah terbuka juga sawah di sepanjang kawasan DAS Deli. Dengan kondisi tanah kering, dan dihujani terus, sedang daya serap tanahnya rendah dan air limpasan lebih tinggi dari yang mampu diserap, menyebabkan air meluap karena sungai tidak mampu lagi mengaliri air. 4 Banjir di Kota Medan disebabkan oleh faktor alam dan fator non-alam. Penjelasan di atas merupakan penyebab banjir yang disebabkan oleh faktor alam sedangkan yang merupakan factor non-alam, yaitu Medan belum mempunyai masterplan dan manajemen drainase. Proyek drainase sudah lama menjadi proyek yang dikerjakan oleh salah satu dinas kota Medan tetapi hingga saat ini pengerjaannya terkesan mubazir karena kota Medan masih mengumpulkan data base serta melakukan pembenahan internal untuk penyusunan masterplan tersebut. Medan memiliki dua saluran drainase alami besar (Sei Deli dan Sei Belawan) dan satu buatan. Masih ada lagi saluran alami lainnya yang membelah kota Medan seperti Sei Bandera, Sei Sikambing, Sei Putih, Sei Babura, dan Sei Sulang-Saling. Sayang sekali tidak dimanfaatkan dengan baik. 5 Oleh karena factor-faktor di atas, maka banjir yang hebat pun terjadi di Kota Medan. Seperti yang terjadi pada tanggal 5 Januari 2011 pukul 23.00 WIB. 4 Medan Bisnis, 26 Mei 2011 diakses pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 22:55 WIB 5 Waspada Online, 4 Januari 2011 diakses pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 22:50 WIB
Banjir yang mencapai empat meter itu menggenangi ribuan rumah penduduk yang terdapat di sebelas kecamatan di Kota Medan, yaitu Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Labuhan, Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan Marelan, dan Kecamatan Medan Polonia. 6 Banjir yang hebat juga terjadi tanggal 1 April 2011. Banjir mulai terjadi pada tanggal 31 Maret 2011 pada pukul 22.00 WIB dan mulai naik pada tanggal 1 April 2011 pada pukul 02.00 WIB dengan ketinggian sekitar 2-4 meter. Ada 11 kecamatan yang menjadi korban banjir saat itu, yaitu Medan Tuntungan, Medan Selayang, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Petisah, Medan Johor, Medan Barat, Medan Helvetia, Medan Maimun, Medan Labuhan, dan Medan Belawan. 7 Data berikutnya yaitu ada 7241 KK atau 26.959 jiwa yang menjadi korban banjir saat itu. Menurut data dari Dinas Pendidikan Kota Medan, ada 43 unit gedung sekolah yang terkena banjir, yaitu 28 SD, 4 SMP, 9 SMA, dan 6 SMK. 8 Kecamatan Medan Maimun merupakan salah satu kecamatan di Medan yang selalu menjadi korban saat bencana banjir melanda. Saat banjir melanda Kota Medan pada tanggal 5 Januari 2011 lalu, wilayah Kecamatan Medan Maimun menjadi kawasan terparah. Enam kelurahan di Kecamatan Medan Maimun semuanya terendam banjir. Keenamnya dilintasi aliran Sungai Deli. Dari data sementara, di Kelurahan Kampung Baru ada 920 rumah terendam, di 6 Waspada Online, 6 Januari 2011 diakses pada tanggal 18 Juli 2012 pukul 22:00 WIB 7 Waspada Online, 2 April 2011 diakses pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 22:51 WIB 8 Dumai Pos, 2 april 2011 diakses pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 22:40
Kelurahan Jati 20 rumah terendam, di Kelurahan Sukaraja 138 rumah, di Kelurahan Aur 687 rumah, di Kelurahan Hamdan 430 rumah, dan Kelurahan Sei Mati 628 rumah. Tinggi air yang melanda kecamatan yang berada di tengah kota ini mencapai 2,5 meter. 9 Bukan hanya itu, hujan lebat yang terjadi pada tanggal 16 Mei 2012 kembali merendam Kecamatan Medan Maimun. Berdasarkan data kecamatan Medan Maimun di Kelurahan Aur terdapat 456KK, Kelurahan Sukaraja 83KK, Kelurahan Sei Mati 812KK, Kelurahan Jati 15KK, Kelurahan Hamdan 220KK dan Kelurahan Kampung Baru 343KK. Berarti ada total 1929 KK yang terendam banjir akibat hujan lebat tersebut. 10 Melihat data di atas, dapat dikatakan bahwa Indonesia, khususnya Kota Medan membutuhkan upaya penanggulangan bencana yang ditangani oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota. Namun dalam penanganan bencana, berbagai kalangan menilai kinerja BNPB sangat lambat dan tidak maksimal. Ketua Komisi VIII Abdul Kadir Karding menyatakan pemerintah daerah dinilai kurang tanggap dan kurang cepat, baik dalam pendataan tempat-tempat pengungsian maupun distribusi logistik yang diperlukan di pengungsian. Sesungguhnya, logistik kebutuhan pengungsi melimpah, namun pemerintah daerah kurang cepat. Akibatnya sejumlah titik pengungsian justru terancam kelaparan, tegasnya, usai rapat 9 Kompas, 6 Januari 2011 diakses pada tanggal 18 Juli 2012 pukul 21:45 10 Tribun Medan, 18 Mei 2012 diakses pada tanggal 18 Juli 2012 pukul 21:54 WIB
evaluasi penanganan bencana Merapi, di kantor Bakorwil II Magelang, Jumat. 11 Oleh karena itu, pihaknya menginginkan peran TNI dan Polri untuk menjamin kecepatan dan kelancaran distribusi logistik hingga sampai di penampungan pengungsi. Kami memandang perlu perbaikan di lapangan, khusunya dalam hal koordinasi, komunikasi serta mekanisme distribusi logistic. Sehingga hasilnya bisa lebih maksimal, imbuhnya. 12 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengakui kelambanan dan tidak meratanya distribusi logistik pengungsi ini disebabkan oleh fungsi pemerintah kabupaten (Pemkab) yang tidak maksimal. Akibatnya, beberapa tempat pengungsian masih mengalami kekurangan, bahkan ribuan pengungsi terancam kelaparan, meski logistik bantuan ini menumpuk. Gondo Radityo Gambiro, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, berpendapat bahwa memang BNPB berperan mengendalikan penanganan bencana di lapangan, tapi kenyataannya, BNPB kesulitan melakukan fungsi koordinasi. 13 Kota Medan merupakan kota yang belakangan ini sering dilanda bencana banjir. Maka, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan membuat program-program yang berisikan upaya dalam penanggulangan bencana. Namun, dalam melaksanakan program-programnya dalam menanggulangi bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota 11 http://menkokesra.go.id/content/kenapa-distribusi-logistik-lambat diakses pada tanggal 21 Juni 2012 pukul 23:36 WIB) 12 Ibid. 13 Suara Karya, 2 Nopember 2010 diakses pada tanggal 7 Nopember 2011 pukul 18:00 WIB
Medan memerlukan adanya koordinasi terkhusus dalam tahap-tahap penanggulangan bencana. Pentingnya koordinasi adalah untuk menghindarkan kedenderungan pemisahan diri dari unit-unit yang dibentuk sebagai akibat adanya spesialisasi fungsi (pembagian habis tugas menjadi fungsi-fungsi) di dalam organisasi. 14 Dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan Pasal 5 tertulis salah satu fungsi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan adalah pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. BPBD Kota Medan masih sulit mencegah bahkan mengatasi banjir di Kota Medan dikarenakan kurangnya koordinasi dengan dinas-dinas ataupun badan lain yang ada hubungannya dengan masalah banjir. BPBD Kota Medan sendiri masih kekurangan pegawai di dalamnya sehingga sulit dalam mengerjakan apa yang menjadi tugas pokok dan fungsi BPBD tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk melihat sejauh mana koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan dalam upaya penanggulangan bencana banjir di kota Medan. 14 Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991), hlm. 21.
I. 2. Fokus Masalah Dilihat dari latar belakang, maka yang menjadi fokus masalah penulis adalah bagaimana koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan dalam upaya penanggulangan bencana, khususnya koordinasi BPBD Kota Medan dalam tahapan upaya penanggulangan bencana banjir, yaitu pada pasca bencana, dengan Dinas-dinas Kota Medan yang bekerja sama dengan BPBD Kota Medan dalam menanggulangi bencana banjir yang terjadi di Kota Medan. Peneliti juga telah meneliti ke salah satu lokasi kejadian dimana banjir hebat pernah terjadi sehingga peneliti mendapat keterangan yang lengkap, bukan hanya dari pihak pemerintah tetapi juga dari pihak masyarakat yang pernah mengalami bencana banjir dan menjadi korban dalam bencana banjir tersebut. Melalui keterangan kedua pihak tersebut, peneliti mendapat informasi mengenai apa yang menjadi hambatan BPBD Kota Medan dalam melakukan koordinasi dan apa yang menjadi strategi dan solusi BPBD Kota Medan dalam mengatasi miskoordinasi tersebut pada pasca bencana banjir di Kota Medan. I. 3. Perumusan Masalah Berdasarkan fokus masalah di atas, maka penulis menentukan perumusan masalah sebagai berikut.
Bagaimanakah Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Utara dalam Upaya Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan? I. 4. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Utara dalam upaya penanggulangan bencana banjir di Kota Medan, terkhusus pada pasca bencana. 2. Untuk mengetahui apakah yang menjadi penghambat koordinasi dalam tahapan upaya penanggulangan bencana pada pasca bencana banjir, baik dalam organisasi internal maupun organisasi eksternal yang berkaitan dalam upaya penanggulangan bencana. 3. Untuk mengetahui strategi dan solusi BPBD Kota Medan dalam mengatasi miskoordinasi dalam upaya penanggulangan bencana banjir. I. 5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berpikir penulis melalui karya ilmiah serta umtuk menerapkan
teori-teori yang telah diperoleh oleh penulis selama di perkuliahan di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unibersitas Sumatera Utara. 2. Bagi FISIP USU, penelitian ini bermanfaat sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik dalam bidang ini. 3. Bagi Pemerintah, khususnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan, penelitian ini bermanfaat sebagai masukan dalam mengkoordinir upaya Penanggulangan Bencana di Provinsi Sumatera Utara. I. 6. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang, fokus masalah, perumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian. BAB II KERANGKA TEORI Bab ini memuat tentang teori-teori yang dipakai, seperti koordinasi, upaya penanggulangn bencana, dan banjir. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, rencana pengujian keabsahan data, etika penelitian.
BAB IV TEMUAN PENELITIAN Bab ini memuat gambaran lokasi penelitian berupa sejarah, visi, misi, tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi serta hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang dianalisis. BAB V ANALISA TEMUAN Bab ini memuat kajian dan analisa data yang diperoleh dari lokasi penelitian. BAB VI PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang dilakukan.