HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

POTENSI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BETINA DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN, PURWOKERTO SKRIPSI ERNI SITI WAHYUNI

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland,

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. laktasi 2 sebanyak 100 ekor, laktasi 3 sebanyak 50 ekor, dan laktasi 4 sebanyak 40

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN SIFAT PRODUKSI SUSU PADA PEJANTAN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN PURWOKERTO

TATALAKSANA PEMELIHARAAN PEDET DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU HPT) BATURRADEN, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini yaitu catatan kadar lemak susu sapi perah FH laktasi 1

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitan ini menggunakan catatan produksi susu 305 hari dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS DAN DAYA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIES HOLLAND DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS)

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

ESTIMASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

PEMULIABIAKAN PADA SAPI PERAH

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

BAB I PENDAHULUAN I.1.

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEWARISAN SIFAT PRODUKSI SUSU PEJANTAN FH IMPOR PADA ANAK BETINANYA DI BBPTU BATURRADEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer

Simulasi Uji Zuriat pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh (Progeny Test Simulation for Growth Traits in Aceh Cattle)

PEMANFAATAN CATATAN TEST DAY (HARI UJI) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI PT. TAURUS DAIRY FARM. Universitas Padjadjaran

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang

PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

NILAI PEMULIAAN PEJANTAN SAPI BRAHMAN BERDASARKAN BOBOT BADAN DI BPTU-HPT SEMBAWA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli Oktober 2016 di Satuan Kerja

Korelasi Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Test Day Laktasi 1, Laktasi 2, Laktasi 3, dengan Gabungannya

PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P.

PENGGUNAAN CATATAN TEST DAY UNTUK MENGEVALUASI MLTTU GENETIK SAP1 PERAH OLEH : HEN1 INDRIJANI

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

PENGGUNAAN TAKSIRAN PRODUKSI SUSU DENGAN TEST INTERVAL METHOD (TIM) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

Korelasi Genetik dan Fenotipik Produksi Susu Laktasi Pertama dengan Daya Produksi Susu Sapi Fries Holland

EVALUASI POTENSI PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN DI PT TAURUS DAIRY FARM SKRIPSI RISSA FAYUMA

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

ESTIMASI NILAI KEUNGGULAN PRODUKSI SUSU DAN SIFAT REPRODUKSI SAPI PERAH BETINA DI PT NAKSATRA KEJORA ROWOSENENG TEMANGGUNG SKRIPSI.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah

PEMERIKSAAN INTERAKSI GENETIK DAN LINGKUNGAN DARI DAYA PEWARISAN PRODUKSI SUSU PEJANTAN FRIESIAN-HOLSTEIN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

PARAMETER FENOTIPIK DAN GENETlK PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI-SAP1 PERAH DI PT TAURUS DAIRY FARM

PARAMETER FENOTIPIK DAN GENETlK PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI-SAP1 PERAH DI PT TAURUS DAIRY FARM

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

PENDUGAAN NILAI PEJANTAN SAPI PERAH DI BBTU SAPI PERAH BATURRADEN ( THE PREDICTION OF STUD DIARY CATTLE AT BBTU DAIRY CATTLE BATURRADEN )

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE. Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

MAKALAH PRODUKSI TERNAK DAN KAMBING. Seleksi dan Manfaat Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Disusun Oleh : Kelompok 3.

RENCANA KINERJA TAHUNAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang hubungan antara paritas, lingkar dada dan umur

NILAI EKONOMI PRODUKSI SUSU INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BERDASARKAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY (MPPA) ISMAIL

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Kelas: Mammalia, Order: Artiodactyla, Genus: Sus,Spesies: Sus scrofa, Sus

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

Nena Hilmia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN PUYUH PEJANTAN BERDASARKAN BOBOT BADAN KETURUNANNYA PADA PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

PENGEMBANGAN POTENSI SAPI PERAH DI PROVINSI JAMBI MELALUI PERBAIKAN GENETIK. ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein)

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul-Sapi Perah (BBPTU-SP) Baturraden, Purwokerto, lebih tepatnya di Farm Tegalsari. BBPTU-SP Baturraden sendiri terdiri dari empat wilayah, yaitu Farm Tegalsari, Farm Limpakuwus, area Munggangsari, dan Farm Manggala. BBPTU-SP Baturraden berada di bagian selatan lereng kaki Gunung Slamet. Farm Tegalsari sendiri berada di Desa Kemutug Lor, Kecamatan Baturraden, tepatnya di dalam kawasan wisata Baturraden yang berjarak ±15 km ke arah Utara dari Purwokerto. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto Temperatur rata-rata di daerah ini adalah 18-28 C dengan kelembaban berkisar antara 70% - 80%. Keadaan klimatik di BBPTU-SP Baturraden tergolong nyaman untuk hidup dan berproduksi bagi sapi perah yang berasal dari iklim sedang seperti Friesian Holstein. Kisaran temperatur udara yang baik untuk sapi perah yang berasal dari Eropa adalah sekitar 5-21 C dengan kelembaban relatif 50% - 70% (Ensminger, 1980). Daerah ini juga memiliki curah hujan yang cukup tinggi yaitu sekitar 6.000-9.000 mm/tahun. Farm Tegalsari BBPTU-SP Baturraden memiliki ketinggian tempat sekitar ±675 m dpl yang tergolong ke dalam dataran sedang menurut Siregar (1990) karena berada pada kisaran ketinggian 250-750 m dpl. Siregar (1990) menyatakan bahwa dataran rendah memiliki ketinggian di bawah 250 m dpl sedangkan dataran tinggi memiliki ketinggian di atas 750 m dpl. 17

Gambar 5. Lahan Pastura Farm Tegalsari BBPTU-SP Baturraden Area Farm Tegalsari memiliki luas sekitar 34,18 ha. Keadaan lahan permukaan relatif rata, kecuali di bagian Utara yang meninggi ke arah Utara sedangkan di bagian Selatan cenderung menurun (0-15 ) ke arah Selatan dimana hampir semuanya diperuntukan sebagai lahan tanaman pakan ternak. Lahan di bagian Utara diperuntukan sebagai lahan exercise atau penggembalaan sapi. Produksi Susu Sapi-sapi betina yang diamati memiliki periode laktasi yang berbeda. Periode laktasi tersebut berkisar antara laktasi pertama sampai laktasi ketujuh. Rataan produksi susu real dan produksi susu yang telah distandardisasi ke dalam lama laktasi 305 hari dan umur setara dewasa dari sapi Friesian Holstein betina di BBPTU-SP Baturraden dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Produksi Susu per Laktasi di BBPTU-SP Baturraden Periode Laktasi n Rataan Lama Produksi (hari) Rataan Produksi Susu per Laktasi (kg) Sebelum koreksi Setelah koreksi 1 178 289 4.117±1.337 5.365±1.075 2 135 246 3.614±1.740 5.363±1.358 3 92 300 4.048±1.460 5.211±1.452 4 81 234 4.018±1.921 6.124±1.743 5 39 198 3.167±2.003 5.416±1.619 >5 12 174 2.518±2.194 4.644±1.563 Rata-rata 3.859±1.615 5.440±1.362 n: jumlah catatan 18

Produksi susu real dari laktasi pertama sampai laktasi yang lebih dari lima bervariasi dari 2.518 sampai 4.048 kg/laktasi, dengan rataan produksi susu per laktasi sekitar 3.859±1.615 kg/laktasi. Lama produksi dalam satu laktasi memberi pengaruh yang sangat besar terhadap jumlah produksi susu. Produksi susu pada lama laktasi yang lebih panjang umumnya lebih besar dari jumlah produksi susu dengan masa laktasi yang lebih singkat. Lama produksi susu harus distandardisasi untuk meminimalisasi pengaruh lama laktasi terhadap jumlah produksi susu dalam satu periode laktasi. Produksi susu real tertinggi terdapat pada laktasi ketiga yaitu sekitar 4.048±1.460 kg/laktasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Philips (2002) bahwa produksi air susu tertinggi diperoleh pada periode laktasi ketiga. Rataan panjang laktasi pada periode laktasi ketiga adalah 300 hari. Hal ini menunjukan bahwa rataan produksi susu per hari pada periode laktasi ketiga adalah 13,5 kg/hari. Rataan produksi susu per hari secara keseluruhan di BBPTU-SP Baturraden adalah sekitar 15 kg/hari. Produksi susu real distandardisasi untuk menghilangkan pengaruh non genetik. Rataan produksi susu yang telah distandardisasi dari laktasi pertama sampai laktasi yang lebih dari lima bervariasi dari 5.211 sampai 6.124 kg/laktasi, dengan rata-rata produksi per laktasi sekitar 5.440±1.362 kg/laktasi. Gambar 6. Sapi Betina FH di BBPTU-SP Baturraden Faktor koreksi dilakukan terhadap lama laktasi 305 hari dan umur induk dewasa. Produksi susu rata-rata sebelum dikoreksi adalah sekitar 3.859±1.615 kg/laktasi dengan keragaman sekitar 41,8%. Produksi susu rata-rata setelah dilakukan koreksi adalah 5.440±1.362 kg/laktasi dengan keragaman sekitar 25%. 19

Adanya penurunan keragaman ini menunjukan bahwa koreksi data yang dilakukan dapat menurunkan variasi produksi antar individu sebesar 16,8%. Hasil penelitian Ekasanti et al. (2002) juga menunjukan bahwa penurunan keragaman variasi produksi antar induvidu sebesar 8,41%. Parameter Genetik Parameter genetik yang diamati adalah heritabilitas (h 2 ) dan ripitabilitas (r). Heritabilitas didasarkan pada metode korelasi saudara tiri sebapak (paternal halfsib correlation), sedangkan ripitabilitas dihitung berdasarkan analisis sidik ragam klasifikasi satu arah. Kedua parameter genetik ini selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai MPPA dan PBV dari masing-masing ternak. Nilai heritabilitas dan ripitabilitas dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Heritabilitas dan Ripitabilitas di BBPTU-SP Baturraden Parameter Genetik Nilai h 2 0,40±0,36 r 0,84±0,02 Ripitabilitas Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa konsep ripitabilitas menunjukan sejauh mana hubungan antara produksi pertama dengan produksi berikutnya pada individu. Nilai ripitabilitas produksi susu di BBPTU-SP Baturraden yang diperoleh adalah sekitar 0,84±0,02. Nilai ripitabilitas ini tergolong tinggi. Noor (2010) menyampaikan bahwa ripitabilitas tergolong ke dalam kategori rendah jika nilainya lebih rendah dari 0,2, tergolong sedang jika nilainya berkisar antara 0,2 0,4, dan tegolong tinggi jika nilainya lebih besar dari 0,4. Nilai ripitabilitas ini jelas lebih besar dari pernyataan Warwick dan Legates (1979) bahwa nilai ripitabilitas produksi susu berkisar antara 0,35 0,50. Lasley (1978) juga menyatakan bahwa nilai ripitabilitas produksi susu sapi perah adalah sekitar 0,41 0,64. Nilai ripitabilitas yang didapat juga lebih tinggi dari pernyataan Gushairiyanto (1994) yang menyatakan nilai ripitabilitas di BBPTU-SP Baturraden adalah sebesar 0,25±0,05. Hardjosubroto (1994) juga menyatakan bahwa nilai heritabilitas produksi susu umumnya adalah 0,4 0,6. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan cara mengambil sampel, jumlah sampel dan metode yang digunakan. 20

Ripitabilitas yang didapatkan bernilai tinggi yang kemungkinan dikarenakan variasi produksi antar individu yang tinggi. Selain itu, variasi faktor lingkungan tetap yang tinggi juga dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap nilai ripitabilitas. Nilai ripitabilitas ini berguna untuk memperkirakan produktivitas di masa yang akan datang dari ternak. Heritabilitas Nilai heritabilitas produksi susu di BBPTU-SP Baturraden dihitung dengan menggunakan korelasi saudara tiri sebapak (paternal halfsib correlation) dari 78 ekor pejantan. Nilai heritabilitas yang diperoleh yaitu 0,40±0,36. Nilai ini tergolong ke dalam heritabilitas yang tergolong sedang sebagaimana yang dinyatakan oleh Noor (2010) serta Warwick dan Legates (1979) bahwa nilai heritabilitas yang lebih kecil dari 0,2 tergolong rendah, kisaran 0,2-0,4 tergolong sedang dan tergolong tinggi jika nilainya lebih dari 0,4. Hasil perhitungan heritabilitas ini sesuai dengan pernyataan Hardjosubroto (1994) bahwa nilai heritabilitas produksi susu sapi perah berkisar antara 0,2-0,4. Nilai heritabilitas ini juga lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan Indrijani (2008) di tempat yang sama dengan nilai 0,352±0,04. Hal ini dapat dikarenakan beberapa faktor, antara lain perbedaan cara pengambilan sampel, keterbatasan sampel, perbedaan metode yang digunakan dan managemen pada waktu pengamatan. Pendugaan nilai heritabilitas ini diharapkan dapat mewariskan sifat produksi susu pada keturunannya dengan kemajuan genetik yang tinggi (Bourdon, 1997). Kecermatan perhitungan nilai heritabilitas akan lebih baik jika paling sedikit terdapat lima ekor penjantan dengan jumah anak sekitar 10 ekor per pejantan (Dalton, 1981). Penelitian ini mengggunakan lebih dari 10 ekor pejantan untuk pendugaan nilai heritabilitas, namun jumlah anak per pejantan tidak seluruhnya lebih dari 10 ekor. Hal ini dapat menjadi suatu kekurangan dalam kecermatan perhitungan heritabilitas. Pendugaan Nilai MPPA Kemampuan produksi individu sapi dapat diketahui dengan metode MPPA. Daya produksi susu yang diketahui dari perhitungan MPPA merupakan pendugaan produksi susu pada laktasi berikutnya. Ternak yang memiliki daya produksi yang 21

tinggi akan mempunyai peringkat MPPA yang tinggi dibandingkan dengan rataan populasi. Rata-rata pendugaan nilai MPPA yang didapatkan adalah 5.443 kg. Nilai hasil pendugaan MPPA menunjukan bahwa sebesar 48% atau sekitar 102 ekor dari 213 ekor sapi betina yang diamati berada di atas nilai rataan, sedangkan sisanya berada di bawah nilai rataan. Pendugaan daya produksi susu tertaksir (MPPA) memperoleh hasil bahwa nilai tertinggi terdapat pada sapi dengan nomor identitas 125. Sapi ini mempunyai nilai pendugaan MPPA sebesar 7.701 kg. Sapi tersebut diperkirakan dapat menghasilkan susu 7.701 kg lebih tinggi pada laktasi-laktasi berikutnya. Hasil dari pendugaan ini menunjukan bahwa produksi susu sapi dengan nomor identitas 125 adalah 2.258 kg lebih tinggi dibandingkan dengan rataan produksi susu dari sapi lain yang diamati di BBPTU-SP Baturraden. Nilai terendah pada pendugaan nilai MPPA adalah 3.151 kg. Peringkat terendah ini terdapat pada sapi dengan nomor identitas 1878-07. Sapi dengan nomor identitas 1878-07 memiliki produksi susu 2.292 kg lebih rendah dibandingkan dengan sapi lainnya dalam populasi. Peringkat MPPA digunakan untuk seleksi terhadap induk yang akan dipertahankan di peternakan berdasarkan produksinya yang tinggi. Umumnya ternak yang dipertahankan adalah sekitar 50% peringkat terbaik dari populasi (Direktorat Pembibitan, 2012). Data keseluruhan ternak beserta nilai MPPA dan PBV dapat dilihat pada Lampiran 3. Pendugaan Nilai PBV PBV atau dugaan nilai pemuliaan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu genetik ternak dalam menghasilkan susu. Ternak dengan nilai pemuliaan terbaik diharapkan dapat mewariskan gen kepada keturunannya, sehingga keturunannya memiliki kemampuan produksi yang baik pula. Perhitungan yang dilakukan dengan metode ini diharapkan dapat mengevaluasi ternak yang memiliki kemampuan mewariskan sifat produksi susu kepada keturunannya. Pendugaan nilai PBV dihitung sebagai estimasi dari nilai pemuliaan ternak. Nilai rata-rata pendugaan PBV dari 213 ekor sapi betina FH yang diamati adalah 5.462 kg. Nilai hasil pendugaan PBV juga menunjukan bahwa sebesar 48% atau 22

sekitar 102 ekor dari sapi betina yang diamati berada di atas nilai rataan, sedangkan sisanya berada di bawah nilai rataan. Tabel 7. Nilai MPPA dan PBV dari 10% Sapi FH Betina Terbaik di BBPTU-SP Baturraden No Identitas n MPPA (kg) PBV (kg) Peringkat 125 1 7.701 6.533 1 1899-08 1 7.525 6.450 2 027 3 7.303 6.344 3 066 3 7.247 6.318 4 078 4 7.194 6.293 5 1886-07 1 7.172 6.282 6 008 1 7.115 6.255 7 056 1 7.031 6.215 8 1786-06 1 7.030 6.215 9 067 4 7.016 6.209 10 0030 4 7.008 6.205 11 1874-07ET 2 6.975 6.189 12 076 4 6.947 6.175 13 054 4 6.932 6.168 14 006 4 6.906 6.156 15 1890-08 1 6.857 6.133 16 016 4 6.832 6.121 17 028 4 6.818 6.115 18 1889-08 1 6.814 6.112 19 0306-07 2 6.752 6.083 20 0343-07 1 6.748 6.081 21 0269-07 1 6.716 6.066 22 n : jumlah catatan laktasi Sapi betina dengan nilai PBV tertinggi adalah sapi dengan nomor identitas 125 yang memiliki nilai pendugaan PBV sebesar 6.533 kg. Sapi ini diduga memiliki keunggulan genetik produksi susu sebesar 6.533 kg. Hasil pendugaan ini menunjukan bahwa sapi dengan nomor identitas 125 memiliki keunggulan genetik 23

produksi susu 1.071 kg lebih tinggi dibandingkan dengan rataan produksi susu dari sapi-sapi lain yang diamati pada penelitian ini. Nilai pendugaan PBV terendah adalah 4.375 kg pada sapi dengan nomor identitas 1878-09. Sapi ini memiliki keunggulan genetik produksi susu 1.087 kg lebih rendah dibandingkan dengan rataan populasi yang diamati. Nilai pendugaan PBV umumnya digunakan untuk melakukan seleksi terhadap induk yang akan menghasilkan bibit serta untuk replacement stock. Umumnya ternak yang digunakan sebagai bibit adalah 10% terbaik dari seluruh betina yang diseleksi dalam populasi (Direktorat Jenderal Pembibitan, 2012). Nilai MPPA dan PBV dari 10% betina terbaik di BBPTU-SP Baturraden dapat dilihat pada Tabel 7. Replacement stock ditujukan untuk menggantikan induk yang ada sebelumnya sehingga produksi susu dapat terus berjalan. Sapi betina yang dapat digunakan sebagai replacement stock dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil perankingan menunjukan bahwa seekor ternak selalu mendapat peringkat yang sama berdasarkan nilai MPPA dan PBV. Hal ini menunjukan bahwa ternak yang mempunyai kemampuan produksi susu yang tinggi juga akan memiliki kemampuan pewarisan sifat yang tinggi. Penelitian mengenai kemampuan produksi tertaksir dan nilai pemuliaan juga dilakukan oleh Nugroho (2004) di PT. Taurus Dairy Farm, yang memperoleh hasil bahwa ternak yang memperoleh peringkat tinggi pada perhitungan nilai pemuliaan juga akan memiliki peringkat yang tinggi pada perhitungan kemampuan produksi tertaksir. 24