BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DI PT BANK PERMATA TBK TESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB III PENUTUP. ditentukan 3 (tiga) cara eksekusi secara terpisah yaitu parate executie,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB I P E N D A H U L U A N. pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan laut ini. Tetapi karena

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan. dan peningkatan pembangunan yang berasaskan kekeluargaan, perlu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. provisi ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS KREDIT MACET PADA PT. BANK SUMUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi sebagai dampak krisis ekonomi global. tahun 2008 mencapai (dua belas ribu) per dollar Amerika 1).

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

Imma Indra Dewi Windajani

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin

PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan laju perekonomian akan menimbulkan tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. transaksi dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk kredit atau pinjaman.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.jaminan merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S-1) Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang

TINJAUAN TENTANG KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN APABILA ADA PERLAWANAN DARI DEBITUR WANPRESTASI

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan ini dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

Transkripsi:

9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam menggalakkan pembangunan, khususnya dibidang material melalui kegiatan perkreditan. Untuk menciptakan peranan tersebut, bank harus mampu menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik dengan cara mempertahankan posisi likuiditasnya dan menjaga keseimbangan antara sumber dana yang diperolehnya dari masyarakat dengan penyaluran dana tersebut kembali kepada masyarakat. 1 Bank memperoleh sumber dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Dalam pelaksanaannya, tidak semua pengembalian kredit yang disalurkan kepada masyarakat dapat berjalan dengan lancar sebagaimana mestinya. Adakalanya bank, karena suatu sebab tertentu harus menghadapi resiko kerugian yang timbul sebagai akibat kegagalan dari debitur dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan Perjanjian Kredit. Resiko ini disebut sebagai resiko kredit (credit risk). Apabila resiko ini tidak dimitigasi dengan baik oleh bank, maka jumlah kredit bermasalah bank akan meningkat dan 1 Achmad Anwari, Bank Rekan Terpercaya dalam Usaha Anda, Jakarta, Balai Aksara, 1981, hal. 15. 9

10 selanjutnya akan meningkatkan persentase Non Performing Loan (NPL) terhadap total pinjaman, dimana hal ini akan berpengaruh negatif terhadap tingkat kesehatan bank tersebut. Untuk memitigasi resiko kredit, bank melakukan berbagai upaya diantaranya melakukan proses seleksi dan evaluasi yang ketat dalam pemberian kredit kepada debitur, menutup asuransi terhadap kredit yang diberikan, hingga mensyaratkan adanya agunan kepada debitur sebagai jaminan atas kredit yang diberikan. Dalam praktek perbankan sehari-hari, agunan tersebut dapat diikat dengan lembaga jaminan Gadai berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUHPerdata) dan lembaga jaminan Fidusia berdasarkan Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia, apabila agunan tersebut merupakan benda bergerak, atau dengan lembaga Hak Tanggungan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (selanjutnya disingkat Undang-undang Hak Tanggungan), apabila agunan tersebut berupa tanah dan atau bangunan. Akan tetapi, lembaga jaminan yang disebutkan terakhir lebih disukai oleh bank, karena nilai agunan berupa tanah dan atau bangunan mempunyai collateral coverage yang relatif stabil dari pada lembaga jaminan lainnya. 2 2 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal (suatu konsep dalam menyongsong Lahirnya Lembaga Hak Tanggungan), Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 310 dan 311.

11 Nilai agunan berupa tanah dan atau bangunan biasanya akan mengalami peningkatan nilai jual (nilai ekonomis) dari tahun ke tahun terutama di kotakota besar. Berbeda dengan nilai agunan berupa barang bergerak yang biasanya justru mengalami penurunan atau penyusutan seiring dengan bertambahnya waktu. Bank juga beranggapan bahwa jaminan yang bersifat kebendaan berupa tanah, akan lebih memberikan rasa aman dan kepastian hukum dalam pelaksanaan eksekusinya apabila debitur cidera janji atau wanprestasi terhadap kewajibannya. Suatu kredit dapat digolongkan sebagai kredit bermasalah ketika kredit tersebut termasuk ke dalam kategori Kurang Lancar, Diragukan dan Macet dilihat berdasarkan prospek usaha, kinerja (performance), dan kemampuan membayar yang dimiliki oleh debitur. Penggolongan kualitas kredit ini didasarkan pada ketentuan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, sebagaimana yang kemudian beberapa kali diubah melalui PBI Nomor 8/2/PBI/2006, PBI Nomor 9/6/PBI/2007 dan terakhir kali diubah melalui PBI Nomor 11/2/PBI/2009. Dalam praktiknya, bank mempunyai beberapa alternatif penyelesaian kredit bermasalah yang dapat dilakukan berdasarkan kemampuan dan itikad baik dari debitur. Alternatif penyelesaian tersebut dapat dikelompokkan menjadi penyelesaian secara kompromi (compromised settlement) dan penyelesaian secara non kompromi (non compromised settlement). Sebagai

12 contoh dari alternatif compromised settlement yang dapat dilakukan oleh bank adalah restrukturisasi kredit (restructuring) atau penjadualan kembali (rescheduling) untuk debitur yang masih memiliki prospek usaha dan kemampuan membayar. Bank juga dapat melakukan pembaruan utang (novasi) maupun pengalihan utang debitur kepada pihak ketiga (subrogasi) untuk debitur yang masih bersifat kooperatif dalam menyelesaikan kreditnya. Bank juga akan mempertimbangkan alternatif penyelesaian dengan menerima penyerahan secara sukarela atas agunan milik debitur sebagai pemenuhan atau pembayaran utangnya. Dalam dunia perbankan, penyerahan agunan debitur tersebut dikenal dengan istilah Agunan Yang Diambil Alih (AYDA). Akan tetapi apabila debitur sudah tidak mempunyai kemampuan membayar dan tidak kooperatif kepada bank untuk menyelesaikan kredit bermasalahnya, maka bank akan menempuh upaya non compromised settlement dengan melakukan proses hukum berupa eksekusi terhadap agunan yang diberikan oleh debitur. Upaya ini pada dasarnya merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh bank, mengingat prosesnya memerlukan biaya penanganan yang cukup besar dan waktu penyelesaian yang relatif lebih lama. Lahirnya lembaga hak tanggungan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, disambut baik oleh pelaku usaha perbankan di Indonesia. Lembaga Hak Tanggungan dinilai dapat membawa perubahan yang lebih baik dalam memberikan kepastian hukum bagi kreditur pemegang

13 jaminan hak atas tanah dan bangunan yang sebelumnya menggunakan lembaga Hipotik. Perubahan tersebut diantaranya adalah adanya kemudahan yang diberikan oleh Undang-undang Hak Tanggungan dalam melakukan Eksekusi Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan, apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Konsep ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya dalam tulisan ini disebut KUHPerdata) dikenal sebagai Parate Eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata. Dengan konsep parate eksekusi, pemegang Hak Tanggungan tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu kepada pemberi Hak Tanggungan, dan tidak perlu juga meminta penetapan pengadilan setempat apabila akan melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan yang menjadi jaminan utang debitur dalam hal debitur cidera janji. 3 Pemegang Hak Tanggungan dapat langsung datang dan meminta kepada Kepala Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan atas objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Konsep ini merupakan terobosan atas proses eksekusi yang ada sebelum lahirnya Undangundang Hak Tanggungan, dimana eksekusi atas grosse akta hipotik hanya 3 Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan, Bandung: Alumni, 1999, hal. 46.

14 dapat dilakukan melalui eksekusi di Pengadilan Negeri yang memakan waktu yang lama dan biaya eksekusi yang relatif lebih besar dibandingkan dengan Parate Eksekusi Hak Tanggungan. Namun demikian, dalam praktiknya segala kemudahan dan kelebihan parate Eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan tersebut tidak selamanya dapat dimanfaatkan oleh bank sebagai alternatif penyelesaian kredit bermasalah yang dijamin dengan Hak Tanggungan. Banyak faktor permasalahan yang menyebabkan proses Parate Eksekusi Hak Tanggungan tersebut tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Faktor permasalahan tersebut meliputi berbagai hal, antara lain adalah ketidaksesuaian substansi hukum Undangundang Hak Tanggungan yang mengatur tentang parate Eksekusi Hak Tanggungan itu sendiri, tindakan dan paradigma dari aparat penegak hukum, serta budaya hukum yang ada pada masyarakat termasuk juga paradigma debitur sebagai pihak tereksekusi Hak Tanggungan. Namun demikian, dalam praktiknya segala kemudahan dan kelebihan parate Eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan tersebut tidak selamanya dapat dimanfaatkan oleh bank sebagai alternatif penyelesaian kredit bermasalah yang dijamin dengan Hak Tanggungan. Banyak faktor permasalahan yang menyebabkan proses Parate Eksekusi Hak Tanggungan tersebut tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Faktor permasalahan tersebut meliputi berbagai hal, antara lain adalah ketidaksesuaian substansi hukum Undang-undang Hak Tanggungan

15 yang mengatur tentang parate Eksekusi Hak Tanggungan itu sendiri, tindakan dan paradigma dari aparat penegak hukum, serta budaya hukum yang ada pada masyarakat termasuk juga paradigma debitur sebagai pihak tereksekusi Hak Tanggungan. Dalam aspek substansi hukum, konsistensi terhadap pengaturan tentang Parate Eksekusi Hak Tanggungan yang diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan masih perlu dipertanyakan kembali, mengingat dalam Penjelasan Umum Angka 9 dari Undang-undang Hak Tanggungan disebutkan bahwa konsep Parate Eksekusi Hak Tanggungan yang dimaksud dalam undang-undang tersebut tetap mengacu kepada Pasal 224 Herziene Indonesisch Reglement (selanjutnya disingkat HIR). Pasal 26 Undang-undang Hak Tanggungan menegaskan bahwa selama belum ada peraturan perundangundangan yang mengaturnya (mengenai eksekusi dan hal lain dalam Pasal 14 Undang-undang Hak Tanggungan), peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada pada mulai berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan. Ketentuan ini akan menimbulkan permasalahan tersendiri dalam praktik eksekusi Hak Tanggungan di lapangan, mengingat apabila eksekusi Hak Tanggungan tetap mengacu kepada Pasal 224 HIR tersebut, maka eksekusi tersebut tetap harus berdasarkan penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat (fiat pengadilan). 4 Seharusnya pelaksanaan parate eksekusi tidak mendasarkan pada Pasal 224 HIR dan 258 4 A. Wahab Daud, H.I.R. Hukum Acara Perdata, Jakarta: Pusbakum, 2002, hal. 64.

16 Rechtsreglement Buiten Gewesten (selanjutnya disingkat RBG) seperti yang disebutkan oleh Penjelasan Umum Angka 9 tersebut. 5 Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya sikap pengadilan, dalam hal ini Mahkamah Agung yang tidak membenarkan penjualan objek hipotik oleh kreditur melalui lelang tanpa ada Penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Hal ini termuat dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 3021/K/Pdt/1984 tertanggal 30 Januari 1986. Putusan Mahkamah Agung ini malah membuat rancu pelaksanaan eksekusi berdasarkan Parate Eksekusi Hak Tanggungan. Dalam Putusan tersebut Mahkamah Agung menyatakan bahwa berdasarkan Pasal 214 HIR pelaksanaan lelang akibat grosse akte hipotik yang memakai irah-irah seharusnya dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri. Putusan ini juga menyatakan bahwa Parate Eksekusi yang dilakukan dengan tanpa meminta persetujuan Ketua Pengadilan Negeri meskipun didasarkan pada Pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata adalah perbuatan melawan hukum dan mempunyai konsekuensi hukum batalnya hasil lelang yang telah dilakukan. Faktor permasalahan tersebut pada akhirnya membuat perbankan tidak dapat menjalankan eksekusi hak tanggungan dengan mudah sesuai dengan cita-cita pembentukan Undang-undang Hak Tanggungan sebagaimana yang tercantum dalam Penjelasan Umum Undang-undang Hak Tanggungan. 5 Herowati Poesoko, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT), Yogyakarta: LaksBang Pressindo, 2008, hal. 270.

17 Padahal kemudahan untuk melakukan eksekusi terhadap jaminan sangat membantu Bank dalam menyelesaikan kredit macet atau kredit bermasalahnya. Bank akan semakin mengalami kerugian apabila kredit macet tersebut tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang relatif cepat. Hal ini disebabkan karena selain harus menanggung kerugian atas kredit macet tersebut, Bank juga harus mencadangkan sejumlah dana tertentu selama kredit macet tersebut belum terselesaikan. Berdasarkan Pasal 44 ayat 1 dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Bank wajib membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) terhadap Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif. Khusus untuk kredit bermasalah dalam status kolektibilitas macet, bank harus membuat cadangan PPA sebesar 100% (seratus persen) dari total nilai kredit tersebut dikurangi dengan nilai agunan. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, Penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh bank dalam rangka penyelesaian kredit bermasalah. Dalam penelitian ini, penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian dalam pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh PT Bank Danamon. Pembatasan ini dilakukan dengan tujuan agar penulis dapat lebih fokus dalam melakukan analisa yang dilakukan. Selanjutnya penulis menuliskannya dalam bentuk skripsi yang berjudul: "Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Alternatif

18 Penyelesaian Kredit Bermasalah di PT. Bank Danamon". B. Permasalahan Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana faktor penyebab terjadinya kredit bermasalah di Bank Danamon? 2. Bagaimana alternatif penyelesaian kredit bermasalah di Bank Danamon? 3. Bagaimana eksekusi hak tanggungan sebagai alternatif penyelesaian kredit bermasalah di Bank Danamon? C. Tujuan Penulisan Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk : 1. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kredit bermasalah di Bank Danamon. 2. Untuk mengetahui alternatif penyelesaian kredit bermasalah di Bank Danamon. 3. Untuk mengetahui eksekusi hak tanggungan sebagai alternatif penyelesaian kredit bermasalah di Bank Danamon. D. Manfaat Penulisan Sedangkan yang menjadi kegumanfaatpenelitian skripsi ini adalah : 1. Secara Teoritis untuk menambah literatur tentang perkembangan Hukum

19 keperdataan khususnya dalam pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan. 2. Secara praktis sebagai sumbangan pemikiran dan masukan para pihak yang berkepentingan yaitu pihak bank maupun debitur dalam kaitannya dengan penyelesaian kredit bermasalah. E. Metode Penelitian dari: Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri 1. Sifat/materi penelitian Sifat/materi penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah bersifat deksriptif analisis mengarah pada penelitian yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. 6 2. Sumber data Sumber data penelitian ini diambil berdasarkan data sekunder. Data sekunder didapatkan melalui: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni seperti KUH Perdata, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, 6 Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2003, hal. 32.

20 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah serta Undangundang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum dan sebagainya. c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang mencakup: 1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder. 2) Bahan-bahan primer, sekunder dan tertier (penunjang) di luar bidang hukum seperti kamus, insklopedia, majalah, koran, makalah, dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan. 3. Alat pengumpul data Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan. 4. Analisis data Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, studi dokumen, dan penelitian lapangan maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari

21 teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini. F. Keaslian Penulisan Adapun penulisan skripsi yang berjudul "Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Alternatif Penyelesaian Kredit Bermasalah di PT> Bank Danamon" ini merupakan luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri. Penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk uraian: Bab I. Pendahuluan Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, serta Sistematika Penulisan. Bab II. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang: Pengertian Hak

22 Tanggungan, Ciri dan Sifat Hak Tanggungan, Proses Pembebanan Hak Tanggungan, Obyek dan Subyek Hak Tanggungan. Bab III. Tinjauan Umum Tentang Eksekusi Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Pengertian Eksekusi, Dasar Hukum Eksekusi, Asas-Asas Eksekusi serta Eksekusi Hak Tanggungan Bab IV. Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Kredit Bermasalah di PT. Bank Danamon Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan terhadap: Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah di Bank Dadamon, Alternatif Penyelesaian Kredit Bermasalah di Bank Danamon, Parate Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Alternatif Penyelesaian Kredit Bermasalah di Bank Danamon serta Hambatan Yang Dihadapi Bank Danamon Dalam Melaksanakan Parate Eksekusi Hak Tanggungan. Bab V. Kesimpulan dan Saran Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran.