BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN KUALITAS HIDUP IBU DAN PERKEMBANGAN BAHASA BALITA BULAN DI POSYANDU DESA BEKONANG MOJOLABAN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode penting dalam masa tumbuh kembang seorang anak adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu SDM yang berkualitas. Salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. badan kurang dari 2500 gram saat lahir 1, sedangkan Berat Badan Lahir

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

BAB I PENDAHULUAN. Periode lima tahun pertama kehidupan anak (masa balita) merupakan masa

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembangunan. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur terpenting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di

BAB I PENDAHULUAN. Istilah kembang berhubungan dengan aspek diferensiesi bentuk atau fungsi,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pencapaiannya dalam MDGs (Millenium Development Goals) yang sekarang

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia di masa depan yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan, yang salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lima tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang sangat penting karena

PENDAHULUAN BAB I. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan tubuh yang mengintegrasikan beberapa komponen, yaitu aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI IBU DENGAN PERKEMBANGAN BALITA DI POSYANDU

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, deteksi, intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang (Depkes

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangannya (Hariweni, 2003). Anak usia di bawah lima tahun (Balita) merupakan masa terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perkembangan fase selanjutnya (Dwienda et al, 2014). Peran pengasuhan tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

I. PENDAHULUAN. Selama beberapa periode belakangan ini, pembangunan sosial di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dijelaskan dan diuraikan tentang latar belakang,

penting dalam menentukan arah serta mutu pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Kemampuan orangtua dalam memenuhi kebutuhan anak akan asuh, asih,

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di bidang kesehatan (Temu Karya Kader Posyandu dan Kader PKK se

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

Penyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty.

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan

PENELITIAN PEMBERIAN STIMULASI OLEH IBU UNTUK PERKEMBANGAN BALITA. Nurlaila*, Nurchairina* LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekurangan stimulasi pada usia ini akan membawa dampak negatif yang menetap

BAB I PENDAHULUAN. GBHN, bahwa penduduk merupakan modal dasar pembangunan yang potensial. kualitas sumber daya manusia yang baik pula.

BAB I PENDAHULUAN. diulang lagi, maka masa balita disebut sebagai masa keemasan (golden period),

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mental inteligensi serta perilaku anak (Mansjoer, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (early childhood education) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional bertujuan untuk meningkatkan Sumber Daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah pangkal kecerdasan, produktivitas, kesejahteraan manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi berbagai permasalahan yang sangat mendasar, terutama dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan aset paling penting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas masa depan anak dapat dilihat dari perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tahapan perkembangan merupakan tingkatan tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi proses pertumbuhan fisik dan perkembangan yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ada, maupun timbulnya perubahan karena unsur-unsur yang baru. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di Indonesia, mencatat populasi kelompok usia anak di. 89,5 juta penduduk termasuk dalam kelompok usia anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Motorik halus adalah pergerakan yang melibatkan otot-otot halus pada tangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BAB I PENDAHULUAN. (Wong, 2009). Usia pra sekolah disebut juga masa emas (golden age) karena pada

HUBUNGAN LINGKAR KEPALA DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA 1-24 BULAN DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PERTIWI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Terutama usia 0-2

PERBEDAAN TINGKAT PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH YANG SEKOLAH TK DAN ANAK YANG TIDAK SEKOLAH TK DI DESA BANJARSARI KEC. BANTARBOLANG PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap pasangan suami istri karena sebuah kesempurnaan bila seorang

BAB I PENDAHULUAN. fenomena umum yang terjadi di seluruh dunia (World Health. KTP di Indonesia berjumlah kasus dan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaan kepada orang lain. 1. lama semakin jelas hingga ia mampu menirukan bunyi-bunyi bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli mengatakan bahwa periode anak usia bawah tiga tahun (Batita)

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi anak yang menderita autism dan Attention Deficit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini banyak terjadi pada balita terutama di negara-negara. makanan yang tidak cukup (Nelson, 1996). Rata-rata berat badannya

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. kecerdasan anak dan menyebabkan rendahnya perkembangan kognitif. Jika

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

1.1 Latar Belakang Masalah

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP)

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM TERPADU (TKIT) ASSALAM JETIS AMBARAWA TESIS

BAB I PENDAHULUAN. adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Depkes RI,

I. PENDAHULUAN. lain. Keadaan tersebut sangat berpotensi menimbulkan masalah secara

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. 1. sering ditunjukkan ialah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. 2 Analisis meta-regresi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat, yaitu pertumbuhan fisik, perkembangan mental,

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia seutuhnya yang dapat dilakukan melalui berbagai. dimasa yang akan datang, maka anak perlu dipersiapkan agar dapat

BAB l PENDAHULUAN. peningkatan jumlah anak di Indonesia. Hal ini memberi konsekuensi

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah tumbuh kembang terdiri dari dua peristiwa penting, yaitu pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih, 2012). Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu proses yang berubah-ubah, misalnya pembentukan jaringan, pembesaran kepala, tubuh serta anggota badan lain seperti tangan dan kaki, peningkatan dalam kekuatan dan kemampuan untuk mengendalikan otot-otot yang besar maupun kecil, perkembangan hubungan sosial, pemikiran dan bahasa, serta mulai terbentuknya kepribadian. Proses-proses tersebut terjadi tergantung pada kondisi biologis dan psikis serta lingkungan perkembangan anak (Behrman, Kliegman & Arvin, 2000). Pengaruh biologis diantaranya meliputi faktor-faktor genetika, bahan teratogenik saat di dalam rahim, maturasi otak dan saraf, emosional, dan lain sebagainya (Brehman et al., 2000). Yusuf (2008), menyebutkan pertumbuhan otak pada usia lima tahun sudah mencapai 75 % dari ukuran orang dewasa. Otak merupakan penentu aspek-aspek perkembangan individu lainnya, baik ketrampilan motorik, intelektual, emosional, sosial, moral, maupun kepribadian. Faktor selanjutnya adalah psikologis/psikis yang berupa kasih sayang dan kesatuan dari seorang ibu. Penyelidikan tentang bayi di rumah sakit dan tempat penitipan anak membuktikan betapa menyedihkannya keadaan mereka akibat terampasnya kasih sayang ibu. Kasih sayang orang tua membuat anak merasa lebih dekat dengan mereka selama anak mengalami stres. Anak yang terjamin kasih sayang orang tuanya dapat dengan mudah menumbuhkan kembali pemikiran yang sehat setelah anak tersebut mengalami stres, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan usianya (Brehman et al., 2000). Faktor yang terakhir adalah lingkungan. Lingkungan yang baik memungkinkan tercapainya tumbuh kembang sesuai potensi genetik/bakat anak, sebaliknya, lingkungan yang kurang baik akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan ini terdiri atas lingkungan fisik dan sosial. 1

2 Aspek tersebut saling berhubungan antara satu sama lainnya dan tidak dapat berdiri sendiri (Yusuf, 2008). Faktor lingkungan di dalam keluarga, khususnya terhadap hubungan kualitas hidup ibu dan anak merupakan hal yang sangat penting dalam pengaruhnya pada petumbuhan dan perkembangan anak. Jika hubungan ibu ke anak tersebut buruk, maka anak tersebut kemungkinan besar akan mengalami keterlambatan tumbuh kembang. Namun, jika hubungan ibu ke anak tersebut baik, maka akan baik pula tumbuh kembang anak (Brehman et al., 2000). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) dikembangkan oleh United Nations Development Programme (UNDP). IPM selama ini digunakan sebagai sebuah ukuran untuk menggambarkan kemajuan/kualitas hidup manusia baik di tingkat negara (internasional) maupun tingkat daerah (antar provinsi atau kabupaten) (Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, 2011; UNDP, 2004). IPM Indonesia pada tahun 1980 adalah 42,3 dan tahun 1996 sebesar 67,7. Angka ini lebih tinggi dibandingkan IPM beberapa negara di Asia Tenggara. Tahun 1996 Indonesia menempati peringkat 99 dari 177 negara. Namun, sejak krisis ekonomi, IPM Indonesia tahun 1999 menjadi 64,3 dan peringkatnya turun menjadi urutan ke-110. Pada tahun 1995-2005 IPM Indonesia meningkat rata-rata sebesar 0,93% tiap tahunnya. Namun pada tahun 1995-2001 peringkatnya cenderung turun. Pada periode tahun 2001-2005 peringkatnya naik lagi menjadi urutan ke-107. Namun pada periode 2006-2011, IPM Indonesia turun peringkat lagi dengan IPM sebesar 61,3 pada tahun 2010. Sementara pada tahun 2010-2011, IPM Indonesia naik satu peringkat dari urutan 125 menjadi urutan 124 dengan IPM pada tahun 2011 sebesar 61,7. IPM Jawa Tengah pada tahun 2005-2008 sendiri berturut-turut sebesar 68,9; 69,8; 70,3; dan 71,6; serta berada pada urutan ke-15 dari seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2006. Sedangkan IPM Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2010 sebesar 73,57 dan berada pada urutan ke- 10 dari 35 Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. (Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, 2011; Kamaluddin, 2009; UNDP, 2004).

3 Berdasarkan data tersebut diatas dapat diketahui bahwa kualitas hidup di Indonesia masih buruk. Oleh karena itu, peningkatan kualitas hidup, terutama ibu mutlak diperlukan untuk menunjang tumbuh kembang anak yang baik. Deteksi dan intervensi dini sangat membantu agar perkembangan anak dapat berlangsung seoptimal mungkin. Data mengenai gangguan perkembangan anak seperti keterlambatan motorik, berbahasa, perilaku, autisme, hiperaktif, dalam beberapa tahun terakhir ini angka kejadiannya semakin meningkat, yaitu berkisar antara 12-16% di Amerika serikat, 24% di Thailand, dan 22% di Argentina, serta 13%-18% di Indonesia (Dhamayanti, 2006). Pada tahun 2003 didapatkan sebesar 13% balita di pulau Jawa berpotensi mengalami keterlambatan perkembangan. Sedangkan, data profil kesehatan pada tahun 2006 menyebutkan bahwa 0,00192% dari 3.856.409 balita di provinsi Jawa Tengah mengalami gangguan bahasa dan berbicara (Fadlyana et al., 2003; Sari, Pohan, dan Shobirun, 2012). Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2009), menunjukan cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan prasekolah tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 50,30%, meningkat bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2008 sebesar 44,76%. Namun cakupan tersebut masih jauh di bawah target Standar Pelayanan Minimal tahun 2005 sebesar 65%, apalagi bila dibandingkan dengan target Standar Pelayanan Minimal tahun 2010 sebesar 95%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Poliklinik Tumbuh Kembang anak RS Dr. Kariadi dari bulan Januari 2007 sampai Desember 2007 diperoleh dari 436 kunjungan baru terdapat 100 anak (22,9 %) dengan keluhan gangguan bicara dan berbahasa. Tiga belas anak diantaranya (2,98 %) disertai dengan disfasia perkembangan (Hidajati, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Feijo et al., (2011), mengenai hubungan kualitas hidup ibu dengan status gizi anak didapatkan bahwa ibu yang memiliki kualitas hidup yang lebih rendah ada kemungkinan anak-anaknya 5,4 kali mempunyai risiko terkena gizi buruk. Kualitas hidup ibu yang rendah dikaitkan dengan bayi dengan risiko gizi buruk dan mungkin menjadi salah satu faktor

4 risiko terhadap status gizi anak yang selanjutnya akan mempengaruhi maturasi susunan sistem saraf anak dan akan berakibat pada perkembangan anak. Penelitian Ravindrana dan Raju (2008), menyimpulkan bahwa anak dengan kebutuhan khusus seperti Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), autis, sindrom down, keterbelakangan mental dan gangguan dalam belajar sangat mempengaruhi kualitas hidup ibu. Begitu juga sebaliknya, kualitas hidup ibu sangat berpengaruh dalam kesembuhan anak dengan kebutuhan khusus tersebut, sehingga jika anak tidak kunjung sembuh ataupun cara penanganan ibu yang kurang baik karena kualitas hidup yang kurang baik maka perkembangan anak tidak cukup mendekati optimal sesuai umurnya. Penelitian Neligan dan Prudham (1976) juga menyimpulkan bahwa kualitas perawatan ibu terhadap anak pada tiga tahun pertama kehidupannya memiliki efek yang sangat signifikan terhadap tumbuh kembang anak. Penelitian lain yang dilakukan Park, Turnbull, dan Turnbull III (2002) mengenai dampak kemiskinan terhadap kualitas hidup keluarga dengan anak cacat menunjukkan bahwa bagaimana kualitas hidup keluarga dan kemiskinan saling berpengaruh. Kemiskinan sangat berdampak terhadap lima dimensi keluarga, diantaranya kesehatan (kelaparan, akses health care yang terbatas), produktivitas (perkembangan kognitif tertunda, kesempatan liburan yang terbatas), lingkungan fisik (rumah penuh sesak dan tidak bersih, lingkungan yang tidak aman), kesejahteraan emosional (stres meningkat, rendah diri), dan interaksi keluarga (orangtua tidak konsisten, konflik perkawinan karena uang berlebih). Kesimpulan yang didapatkan bahwa kualitas hidup keluarga yang dilihat dari faktor finansial (kemiskinan) sangat mempengaruhi risiko cacat (mental) pada anak yang selanjutnya akan berdampak pada tumbuh kembang anak dalam semua aspek. Meningkatkan perkembangan anak dalam aspek bahasa yang optimal sesuai usianya diperlukan kualitas hidup yang baik dari ibu, begitu juga sebaliknya. Namun, kualitas hidup ibu yang cukup baik pun masih belum dapat menentukan baik buruknya perkembangan bahasa anak. Oleh karena itu peningkatan kualitas hidup ibu yang baik hingga mencapai nilai tertinggi sangat baik di dalam

5 mengoptimalkan perkembangan bahasa anak (Sato, Nakazawa & Yoshimura, 2005). Berdasarkan keadaan di atas, diusulkan oleh penulis untuk meneliti hubungan kualitas hidup ibu dan perkembangan bahasa balita 12-59 bulan di posyandu Desa Bekonang Mojolaban Sukoharjo. B. Rumusan Masalah Adakah hubungan antara kualitas hidup ibu dan perkembangan bahasa balita 12-59 bulan di posyandu Desa Bekonang Mojolaban Sukoharjo? C. Tujuan Mengetahui hubungan antara kualitas hidup ibu dan perkembangan bahasa balita usia 12-59 bulan. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penulisan ini adalah: 1. Manfaat teoretis Dapat menjelaskan dan mengetahui hubungan antara taraf kualitas hidup ibu terhadap perkembangan bahasa balita usia 12-59 bulan 2. Manfaat Aplikatif a. Memberikan informasi yang berguna bagi petugas kesehatan mengenai pengaruh taraf kualitas hidup ibu terhadap perkembangan bahasa balita usia 12-59 bulan. b. Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan usaha pencegahan terhadap keterlambatan perkembangan bahasa balita. c. Dapat menambah wacana keilmuan dan wawasan penulis di bidang ilmu kesehatan masyarakat. d. Dapat digunakan sebagai bahan sumbangan bagi pemikiran bagi penelitian-penelitian selanjutnya.