BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang menggunakan pengujian hipotesis yang menguji pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan politik daerah terhadap tingkat korupsi. Pengujian ini menganalisis pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen. Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yang telah disediakan dan dipublikasikan, baik data dari Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian Dalam Negeri RI, Badan Pusat Statistik serta Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan RI. Penelitian ini melakukan pengujian hipotesis terhadap dugaan yang telah dibuat sebelum pelaksanaan penelitian. 3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi merupakan sebuah kumpulan atau ukuran ketertarikan dari hal yang menjadi perhatian (Mason dan Lind 1996). Menurut Sugiono (2000: 80) populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Seluruh 30
Indonesia yang berjumlah 491 kota dan kabupaten (tidak termasuk 1 kabupaten dan 5 kota administratif di Provinsi DKI Jakarta). Sampel merupakan suatu bagian dari populasi tertentu yang menjadi perhatian (Mason dan Lind, 1996). Menurut Sugiono (2000: 80) sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pada penelitian ini, sampel diambil menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti. Pertimbangan tersebut meliputi: a. Kabupaten atau kota di Indonesia yang menerbitkan laporan keuangan pemerintah daerah dan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan Wajar Dengan Pengecualian (WDP). b. Kabupaten atau kota di Indonesia yang aparturnya melakukan korupsi dan ditetapkan melalui putusan Mahkamah Agung (MA). c. Kabupaten atau kota di Indonesia yang data mengenai kepala daerahnya dapat diperoleh. d. Kabupaten atau kota yang memiliki data lengkap sesuai tujuan analisis. 3.3. Data dan Sumber Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa laporan keuangan pemerintah daerah dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan RI, laporan hasil pemeriksaan BPK terhadap pemerintah 31
daerah, data Indeks Pembangunan Manusia dari Badan Pusat Statistik serta data kepala daerah incumbent dan non-incumbent dari Kementerian Dalam Negeri. 3.4. Definisi Operasional 3.4.1. Variabel Dependen Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain baik secara positif maupun negatif (Sakaran: 2013). Tingkat korupsi dalam penelitian ini didefinisikan berdasarkan nilai rupiah yang didapatkan dari temuan audit BPK menyangkut jumlah non-compliant cases dan nilai non-compliant cases yang berhubungan dengan potensi kerugian, kerugian, kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakefisienan dan ketidakefektifan. Menurut Supriyanto (2015) penggunaan Ln mengacu pada model semilog untuk mengatasi masalah normalitas residual yang terjadi. BPK = potensi kerugian + kerugian + kekurangan penerimaan + administrasi + ketidakefisienan + ketidakefektifan daerah x 3.4.2. Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik pemerintah daerah (ukuran pemerintah daerah, kemandirian daerah, pajak daerah dan human development index) serta politik daerah. Berikut variabel independen yang akan digunakan dalam penelitian ini: 32
3.4.2.1. Karakteristik Pemerintah Daerah Karakteristik pemerintah daerah merupakan ciri khusus yang dimiliki suatu pemerintah daerah yang berbeda dari pemerintah daerah lainnya. Variabel karakteristik pemerintah daerah dalam penelitian ini berupa ukuran pemerintah daerah, pajak daerah, HDI (Human Development Index). Berikut definisi operasional dari variabel karakteristik pemerintah daerah dalam penelitian ini: 1. Ukuran Pemerintah Daerah Sumarjo (2010), Suhardjanto dan Rena (2010), Suhardjanto dan Sigit (2010), Sudarsana (2013), Sudarsana dan Shiddiq (2013) serta Hartanto dan Agung (2013) telah menggunakan total aset daerah untuk menggambarkan ukuran pemerintah daerah dalam penelitian mengenai tingkat korupsi. Sumarjo (2010) menyebutkan bahwa besarnya aset yang dimiliki pemerintah akan menggambarkan seberapa besar ukuran pemerintah daerah tersebut. Menurut Mustikarini dan Fitriasari (2012) untuk memberikan pelayanan yang baik, harus didukung aset yang baik pula. Oleh karena itu, dibutuhkan semberdaya dan fasilitas yang memadai untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini besarnya pemerintah daerah kabupaten/ kota yang diukur dengan total aset yang dimiliki oleh tiap daerah. Maka dalam penelitian ini, pengukuran yang dipakai adalah sebagai berikut: TA = jumlah aset daerah X 33
2. Kemandirian Daerah Kemandirian daerah dalam penelitian ini diukur melalui jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penggunaan PAD sebagai pengukur tingkat kemandirian daerah mengacu pada peneltian Suhardjanto dan Sigit (2010), Sumarjo (2010) serta Sudarsana (2013). Menurut UU No. 33 Tahun 2004, PAD bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah serta hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Tingkat kemandirian daerah diukur dengan membagi Pendapatan Asli Daerah dengan total pendapatan pada Laporan Realisasi Anggaran. Maka dalam penelitian ini kemandirian daerah dihitung sebagai berikut: Pendapatan Asli Daerah Total Pendapatan pada LRA 3. Pajak Daerah Pajak daerah dalam penelitian ini diukur menggunakan besarnya jumlah penerimaan pajak kabupaten/kota berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2013. Penggunaan besaran jumlah penerimaan pajak daerah untuk mengukur variabel pajak daerah merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Silaen dan Sasana (2013) serta Hartanto dan Agung (2013). Maka dalam penelitian ini, tingkat pajak daerah adalah sebagai berikut: PD = jumlah pajak daerah X 34
4. Human Development Index Pengukuran HDI merupakan besarnya pengukuran Human Development Index (HDI) setiap kabupaten dan kota berdasarkan data yan dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) baik BPS pusat maupun daerah. Penggunaan HDI dari BPS dalam penelitian ini merujuk pada penelitian yang dilakukan Akcay (2006). Penggunaan indeks HDI diharapkan memiliki tingkat pengukuran yang lebih baik karena pengukurannya mengacu pada empat indikator yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan kemampuan daya beli. Maka dalam penelitian ini HDI dihitung sebagai berikut: HDI = Angka harapan hidup + Angka melek huruf + rata-rata lama sekolah + kemampuan daya beli daerah X 3.4.2.2. Politik Daerah Re-Election Re-election berhubungan ketika kepala daerah yang sama dipilih dalam dua kali pemilihan kepala daerah berturut-turut (Cohen dan Leventis, 2012). Pada penelitian ini, politik daerah diproksikan dengan re-election kepala daerah. Reelection kepala daerah diukur dengan variabel dummy. Kepala daerah yang terpilih untuk kedua kalinya (incumbent) dalam pemilihan diberi kode 1, sedangkan kepala daerah yang baru terpilih pertama kali diberi kode 0. 35
3.5. Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Metod analisis berganda digunakan karena variabel bebasnya merupakan kombinasi antara metrik dan nominal (Ghozali, 2011). Regresi berganda digunakan untuk menguji apakah variabel-variabel independen yang diukur dengan total aset daerah, kemandirian daerah, pajak daerah, human development index serta politik re-election mempengaruhi tingkat korupsi (TK). Sesuai dengan kerangka pemikiran dan pengajuan hipotesis di atas maka hipotesis yang akan diuji dengan persamaan regresi adalah sebagai berikut: BPK = β 0 + β1 ASET + β2 PAD + β3 PAJAK + β4 HDI + β5 POLITIK+ ε Keterangan: BPK ASET PAD PAJAK HDI POLITIK β1 - β5 ε = Tingkat korupsi berdasarkan jumlah rupiah temuan BPK = Total aset pemerintah daerah = Rasio Pendapatan Asli Daerah = Pendapatan pajak daerah = Human development index = Re-election kepala daerah = Koefisien regresi = Error term Langkah-langkah pengujian hipotesis dalam penelitian ini dipaparkan sebagai berikut: 36
3.5.1. Analisis Statistik Deskriptif Uji statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data sampel yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (Ghazali, 2013). Pengukuran statistik deskriptif meliputi pengukuran nilai ratarata (mean), standar deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum. Mean menunjukkan nilai rata-rata dari data. Standar deviasi menunjukkan seberapa besar data bervariasi dari nilai rata-ratanya. Nilai maksimum menunjukkan nilai terbesar dari data dan nilai minimum menunjukkan hal sebaliknya 3.5.2. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui karakteristik pemerintah daerah dan politik daerah terhadap tingkat korupsi. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.5.2.1. Pengujian Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan sebelum model analisis regresi digunakan dalam pengujian hipotesis. Tujuannya untuk memastikan bahwa hasil penelitian adalah valid, dengan data yang digunakan secara teori adalah tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien (Ghazali, 2013). Dalam penelitian ini terdapat empat macam uji asumsi klasik, sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2011). Untuk mnguji normalitas, penguji menggunakan uji 37
kolmogorov smirnov. Kriteria pengujian yang digunakan adalah nilai p-value. Apabila nilai p-value > 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi normal dan apabila nilai p-value < 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa data tidak terdistribusi normal. 2. Uji Multikolineritas Uji multikolineritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen (Ghozali, 2011). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara independen. Jika variabel independen saling korelasi maka variabel-variabl ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolilieritas dalam model, peneliti akan melihat Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) dengan alat bantu SPSS. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF=1/Tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolineritas adalah nilai Tolerance < 0,01 atau sama dengan nilai VIF >10. Bila ternyata dalam model terdapat multikolineritas, peneliti akan mengatasi hal tersebut dengan transformasi variabel. Transformasi variabel merupkan salah satu cara untuk mengurangi hubungan lilier diantara variabel independen. 38
Transformasi dapat dilakukan dalam bentuk logaritma natural dan bentuk first defference atau delta (Ghozali, 2011). a) Tolerance value <0,1 dan VIF>10 maka terjadi multikolineritas atau terdapat korelasi antara variabel independen. b) Tolerance value > 0,1 dan VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas atau tidak terdapat korelasi antara variabel independen. 3. Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi dilakukan dengan run test. Pengujian ini digunakan untuk menguji apakah antara residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan, maka data residual terdistribusi secara acak atau random (Ghozali, 2011). Menurut Ghozali (2013) masalah autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Untuk itu penelitian ini tidak menggunakan uji autokorelasi karena dalam penelitian ini hanya menggunakan data satu tahun atau cross section. 4. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut 39
homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Sebuah model regresi yang baik mempunyai data yang homokedastisitas dan tidak terjadi heteroskedastisitas. Kebanyakan data cross section mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran ( kecil, sedang atau besar) (Ghozali, 2011). Untuk mengetahui ada atau tidaknya heterokedastisitas dalam model, penelitian akan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat yaitu ZPRED dengan SRESID. 3.5.2.2. Uji Model Regresi(Goodness of Fit) 1. Pengujian Parameter Regresi Simultan (Signifikansi-F) Pengujian ini untuk mengetahui apakah model regresi yang digunakan layak (fit) untuk melakukan pengujian hipotesis dalam penelitian ini. Pengujian ini dilakukan dengan alat bantu SPSS versi 21.0. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: a) H0 diterima apabila p-value <0,05 atau bila nilai signifikansi lebih dari nilai alpha 0,05 berarti model regresi dalam penelitian ini tidak layak (fit) untuk digunakan dalam penelitian. b) H0 ditolak apabila p-value >0,05 atau bila nilai signifikansi kurang dari nilai alpha 0,05 berarti 40
model regresi dalam penelitian ini layak (fit) untuk digunakan dalam penelitian. 2. Pengujian Koefisien Determinasi (R 2 ) Pengujian ini untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Tingkat ketepatan regresi dinyatakan dalam koefisien determinasi majemuk (R 2 ) yng nilainya antara 0 sampai dengan 1. Nilai yang mendekati 1 berarti variabelvariabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel independen. Jika dalam suatu model terdapat lebih dari 2 variabel independen, maka lebih baik menggunakan nilai adjusted R 2. 41