BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. sebuah produk (Aaker, 1991). Model asli dari ekuitas merek pelanggan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. dari unsur-unsur tersebut (Kotler dan Keller, 2009). Tujuannya untuk. mengidentifikasi produk dan layanan dari kelompok penjual serta untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semakin mengembangkan potensinya untuk dapat bersaing dan merebut market

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA PEMIKIRAN. dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian terdahulu menjadi rujukan dalam menulis penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam hidup, manusia tidak lepas dari berbagai macam kebutuhan,

Bab I PENDAHULUAN. Sebuah merek (brand) mempunyai kekuatan untuk memikat hati UKDW

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saat ini persaingan perusahaan untuk memperebutkan konsumen tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi dan kondisi ekonomi pada saat ini khususnya menjelang era

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perbedaannya yang mendukung penelitian ini. yang berjudul Measuring customer-based brand equity : empirical evidence

I. PENDAHULUAN. Pemasaran pada dasarnya adalah membangun merek di benak konsumen. Merek menjadi semakin penting karena konsumen tidak lagi puas hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pada bab sebelumnya, telah dijabarkan tentang latar belakang dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Keputusan Pembelian. akan dikemukakan definisi mengenai keputusan membeli menurut para ahli.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan macam-macam pilihan dan keistimewaannya. mereka dalam kaitannya menghadapi persaingan yang ketat dengan competitor.

BAB I PENDAHULUAN. selalu invoatif dalam mengembangkan usahanya. Salah satu kegiatan pokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan (Kotler dan Keller, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. retail. Khususnya penjualan pada produk sabun antiseptik, para penjual harus

BAB 1 PENDAHULUAN. tajam antar perusahaan. Dengan adanya kemajuan teknologi yang juga terus

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari merek yang tertera pada produk tersebut. penjual dan untuk mendiferensikannya dari barang atau jasa pesaing.

BAB I PENDAHULUAN. upaya menjalin hubungan yang baik dengan pelanggan atau disebut dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau jasa dari seseorang atau penjual dan untuk membedakannya dari

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang sangat kompetitif di era globalisasi sangat sekali memberikan peluang

Produksi Media PR Cetak. Modul ke: 05FIKOM. Brand Image. Fakultas. Program Studi HUMAS. Mintocaroko, S.Sos., M.Ikom

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya suatu produk yang dikeluarkan pada masing masing perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. topik penelitian selama beberapa dekade terakhir. Budaya dan sejarah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. harus dapat menjawab tantangan tantangan yang ada di pasar saat ini dan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang melanda dunia menjanjikan suatu peluang dan

BAB I PENDAHULUAN. yang akan dikonsumsi atau digunakannya. Banyak faktor yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas jasa sudah menjadi standar yang dapat dengan mudah dan cepat ditiru dan dimiliki oleh siapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang semakin ketat. Persaingan yang semakin ketat membuat keberadaan

F o c u s. On Marketing. The Way to Boost Your Marketing Performance. Marketing Quotient Community. Dheni Haryanto

LANDASAN TEORI. Pemasaran pada umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen dan

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di pasar yang sudah ada. Dalam kondisi persaingan yang sangat ketat,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pemasaran perusahaan bersaing semakin ketat terutama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpengaruh secara signifikan terhadap dimensi citra merek yang secara tidak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang canggih. Banyak konsumen yang belum sempat mencoba seri terbaru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. produk para penjual dan membedakannya dari produk pesaing.

ANALISIS PENGARUH ATRIBUT PRODUK YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBELIAN KOSMETIK TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN DI SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini peneliti mempelajari penelitian terdahulu dari Faculty of

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. cukup besar, dengan jumlah penduduk yang cukup besar tersebut Indonesia

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk indonesia yang sangat besar menjadi pasar yang sangat

I. PENDAHULUAN. Lingkungan bisnis bergerak sangat dinamis, serta mempunyai. spesifik disebut konsumen). Semakin ketatnya persaingan toko ataupun

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap niat pembelian Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). a. Mohammad Reza Jalilvand, Neda Samiei, Seyed Hessamaldin Mahdavinia

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu jembatan penghubung antara perusahaan dan customer-nya. Merek

BAB I PENDAHULUAN. pertempuran persepsi konsumen dan tidak lagi sekedar pertempuran produk. Bagi

BAB V PENUTUP. 1. Brand awareness tidak berpengaruh signifikan terhadap purchase intention

A. Penelitian Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), PDB perkapita Indonesia atas dasar

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan domestik maupun dengan perusahaan asing. Menjalankan bisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Jaman moderen dengan teknologi yang semakin canggih seperti sekarang ini,

BAB I LATAR BELAKANG. dilakukan oleh Rio, Vazquez, dan Iglesias (2001) yang berfokus pada sepatu

BAB I PENDAHULUAN. alat transportasi yang relatif terjangkau, praktis dan efisien.pasar sepeda motor di

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Salah satu hal penting yang perlu dilakukan dan diperhatikan oleh. menggarap pelanggan-pelanggan potensial baru.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang beroperasi di Indonesia, di satu sisi era globalisasi memperluas

BAB I PENDAHULUAN. bagi perusahaan di Indonesia. Di satu sisi, era globalisasi memperluas pasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai yang terkandung didalam produk tersebut. Salah satu nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dapat melakukan pantauan dan evaluasi pada kinerja. hidup perusahaan. Robin & Coutler (2005) menjelaskan bahwa kinerja

LANDASAN TEORI. Menurut F. Sikula dalam Kotler dan Armstrong (2008:6) manajemen pada umumnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Keputusan merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penulis dalam menentukan langkah-langkah yang sistematis untuk penyusunan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan persaingan bisnis dan meningkatnya era perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. toiletries adalah industri yang memproduksi produk produk konsumen yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. maka keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan besar pula.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan merek dan segala yang dimilikinya merupakan asset yang paling UKDW

Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC)

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai:

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan pada penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu yang

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Ekuitas Merek Dalam hal ekuitas merek dapat kita pahami bahwa ide utama dari ekuitas merek adalah bahwa kekuatan merek terletak dalam benak konsumen. Ekuitas merek didefinisikan sebagai seperangkat aset dan kewajiban yang terkait dengan merek, yang dapat menambah nilai atau bahkan dapat mengurangi nilai dari sebuah produk (Aaker, 1991). Model asli dari ekuitas merek pelanggan melibatkan lima dimensi yakni, kesadaran merek, citra merek, persepsi kualitas, loyalitas terhadap merek, dan aset-aset yang dimiliki oleh sebuah merek (Aaker, 1991). Ekuitas merek mengacu pada nilai tambah dari sebuah merek untuk suatu produk. Khan et al. (2014) meyakini bahwa ekuitas merek juga berkontribusi terhadap profitabilitas jangka panjang suatu perusahaan. Menurut sudut pandang lain ekuitas merek diartikan sebagai nilai tambah yang diberikan pada produk maupun jasa (Kotler dan Keller, 2009). Ketika diaplikasikan dalam sebuah bisnis, ekuitas merek dianggap sebagai nilai yang dipegang dan dimiliki oleh suatu perusahaan. Nilai tersebut ditentukan oleh perbedaan antara apa yang perusahaan miliki berupa aset dan apa yang dimiliki berupa kewajiban. Semakin besar rasio aset terhadap kewajiban, semakin besar ekuitas merek. Sama halnya dengan menghitung nilai perusahaan, menghitung nilai merek adalah mengurangi nilai kewajiban merek total dari nilai aset merek total (Brand Equity = Brand Assets Brand Liabilities) (Sumarwan., 2011). 10

Ekuitas merek dapat memberikan sejumlah keunggulan kompetitif bagi suatu perusahaan (Khan et al., 2014). Di antara sejumlah keunggulan tersebut adalah perusahaan dapat menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh kesadaran dan kesetiaan konsumen terhadap merek yang tinggi. Selain itu, perusahaan juga memiliki posisi yang lebih kuat dalam melakukan negosiasi dengan distributor dan pengecer karena pelanggan mengharapkan mereka untuk menjual produk tersebut. Dengan demikian perusahaan dapat mengenakan harga yang lebih tinggi dari pada pesaingnya. Perusahaan juga akan lebih mudah dalam melakukan peluncuran perluasan merek karena merek tersebut memiliki kredibilitas yang tinggi. Melihat dari uraian mengenai ekuitas di atas, maka dalam bagian ini akan dijelaskan karakteristik dari variabel-variabel yang digunakan untuk membangun model konseptual penelitian, yaitu dimensi yang membangun ekuitas merek (kesadaran merek, citra merek, persepsi kualitas, loyalitas merek) dan minat beli. Bagian ini juga menjelaskan keterkaitan antara variabel-variabel tersebut ke dalam satu kerangka penelitian. 2.2. Kesadaran Merek Kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali dan mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu (Khan et al., 2014). Kesadaran merek sendiri merupakan komponen penyusun ekuitas merek yang sangat penting. Pada umumnya konsumen cenderung membeli produk dengan merek yang sudah dikenalnya atas dasar pertimbangan kesadaran akan kenyamanan, keamanan, dan lain-lain. 11

Bagaimanapun juga, merek yang sudah dikenali maupun di sadari menghindarkan mereka dari resiko pemakaian karena asumsi mereka adalah bahwa merek yang sudah dikenal dapat diandalkan (Mridanish, 2013). Dalam hal ini, kesadaran merek menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam ekuitas merek. Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek. Kesadaran merek juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku konsumen. Melihat fenomena ini, kesadaran merek dapat diartikan sebagai key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi, jika kesadaran merek itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah (Durianto, 2004). Sedangkan Khan et al. (2014) berpendapat bahwa kesadaran merek merupakan suatu penerimaan dari konsumen terhadap sebuah merek dalam benak mereka, dimana ditunjukkan dari kemampuan konsumen dalam mengingat kembali sebuah merek dan mengkaitkannya ke dalam kategori tertentu. Stahl et al. (2012) berpendapat bahwa peran kesadaran merek dalam keseluruhan ekuitas merek tergantung dari sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek. Konsumen dalam membeli suatu produk biasanya akan mempertimbangkan terlebih dahulu merek-merek yang akan dibelinya. Disinilah merek memegang peranan dalam proses pengambilan keputusan oleh konsumen. Konsumen cenderung akan memilih merek yang memang sudah dikenalnya. Melihat dari peran kesadaran merek di atas, dapat kita telaah lebih lanjut lagi mengenai efek positif yang ditimbulkan dari adanya kesadaran merek di benak 12

konsumen. Misalnya saja apabila suatu merek disadari keberadaannya oleh mayoritas konsumen, maka merek tersebut dapat dianggap sudah terkenal. Bermodal dari anggapan tersebut kemudian akan muncul persepsi bahwa kualitas dari merek yang terkenal tersebut sudah pasti baik pula. Merek dengan tingkat kesadaran merek yang lebih terkenal akan memiliki penilaian kualitas yang lebih baik (Khan et al., 2014) dan pangsa pasar yang lebih tinggi (Mridanish, 2013). Sesuai penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan kesadaran merek memiliki pengaruh signifikan terhadap persepsi kualitas suatu merek. Ada pula anggapan menarik mengenai kesadaran merek yang dapat kita bahas lebih lanjut. Anggapan tersebut menyatakan bahwa konsumen dengan kesadaran merek yang baik dan signifikan akan cenderung lebih loyal terhadap merek tersebut (Chi, 2009). Lebih lanjut lagi Khan et al. (2014) mengemukakan bahwa kesadaran merek yang terbentuk di awal akan menciptakan loyalitas berkepanjangan pada konsumen. Konsumen yang dinyatakan loyal tersebut tidak akan berpikir untuk berpindah pada merek kompetitor. Mereka akan merasa mantap terhadap satu merek. Maka melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran merek memiliki pengaruh signifikan terhadap loyalitas merek. Selain itu kesadaran merek juga memungkinkan konsumen untuk ingin lebih tahu mengenai produk yang berbeda kategori namun masih dalam merek yang sama lalu kemudian munculkan minat beli konsumen pada merek tersebut (Khan et al., 2014). Dengan kata lain kesadaran merek mampu menciptakan minat beli konsumen terhadap suatu merek bahkan cenderung mendorong konsumen untuk mencoba varian-varian yang tersedia dalam satu merek tersebut. Melihat 13

dari alur penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran merek memiliki pengaruh signifikan terhadap minat beli. Berdasarkan serangkaian penjelasan di atas, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: H1. Kesadaran merek memiliki pengaruh signifikan terhadap persepsi kualitas merek. H2. Kesadaran merek memiliki pengaruh signifikan terhadap loyalitas merek. H3. Kesadaran merek memiliki pengaruh signifikan terhadap minat beli. 2.3. Citra Merek Citra merek atau yang lebih dikenal dengan brand image adalah seperangkat keyakinan konsumen mengenai merek tertentu (Kotler dan Keller, 2009). Seiring dengan perkembangannya citra merek juga dapat didefinisikan sebagai persepsi terhadap merek yang direfleksi oleh asosiasi merek dalam memori konsumen yang mengandung makna bagi konsumen (Khan et al., 2014). Di negara berkembang seperti Indonesia citra merek dijadikan sebagai pertimbangan utama konsumen dalam memilih suatu produk. Hal ini disebabkan karena konsumen di negara berkembang berpendapat bahwa merek dengan citra yang positif ataupun yang terkenal dianggap sudah pasti memiliki kualitas produk yang baik. Diyakini bahwa citra merek yang terkenal akan dapat menimbulkan keunikan tersendiri di pasar (Aaker, 1991). Khan et al. (2014) mengakui bahwa sangatlah penting untuk membentuk citra positif pada sebuah merek, karena diharapkan dengan citra positif yang dimiliki maka di benak konsumen akan 14

muncul sikap potif terhadap keberadaan merek tersebut. Misalnya saja muncul persepsi kualitas yang terbentuk pada konsumen bahwa merek yang dimaksud memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan merek lainnya. Melalui keunikan citra merek, konsumen dapat mengevaluasi kualitas, mengenali sebuah produk, mengurangi risiko pembelian, dan mencapai kepuasan Khan et al. (2014). Ketika produk memiliki citra merek yang kuat, konsumen akan terus mengenal merek tersebut sebagai merek yang identik dengan kualitas tinggi (Ranjbarian et al., 2012). Bahkan konsumen kini juga memiliki kebiasaan menyimpan kesan tentang suatu produk dalam pikiran mereka. Kesan produk merek yang dimaksud di sini adalah modal berharga yang tidak berwujud dan sulit untuk ditiru serta dapat membantu suatu merek untuk mencapai superior kinerja yang biasa disebut dengan citra merek. Uraian penjelasan dan pendapat tersebut menyiratkan bahwa mayoritas konsumen menggunakan citra merek sebagai persepsi kualitas dan nilai dari suatu merek (Ranjbarian, 2012). Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa citra merek memiliki pengaruh signifikan terhadap persepsi kualitas. Selanjutnya, teori umum yang berhubungan dengan citra merek menjelaskan bahwa adanya anggapan baik tentang merek akan memberikan efek positif pada perilaku konsumen terhadap merek tersebut. Perilaku yang dimaksud adalah konsumen akan lebih loyal dalam membeli. Sedangkan bagi merek yang dimaksud, loyalitas konsumen tersebut dapat menjadi peluang untuk menetapkan harga secara premium. Bagi bisnis merek ritel biasanya hal-hal yang berhubungan dengan logo maupun gambar suatu merek dapat menimbulkan makna kepuasan 15

dan loyalitas di hati konsumen (Khan et al., 2014). Ditambah lagi dengan anggapan Ranjbarian (2013) bahwa merek yang memiliki logo maupun gambar lebih berpotensi untuk mendapatkan konsumen yang loyal. Bahkan menurut penelitian yang telah dilakukan telah membuktikan adanya pengaruh signifikan dan positif antara citra merek dengan loyalitas pelanggan terhadap suatu merek. Dalam beberapa jurnal ilmiah lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa konsumen memiliki potensi kuat menggunakan citra merek untuk mengembangkan minat (Khan et al., 2014). Biasanya yang terjadi dalam hal ini adalah konsumen demgan anggapan positif terhadap citra suatu merek akan memiliki minat beli yang tinggi tanpa perlu berpikir panjang. Citra merek juga berperan sebagai persepsi tentang merek sebagaimana yang dicerminkan oleh merek itu sendiri ke dalam memori ketika seorang konsumen melihat merek tersebut dan kemudian menimbulkan minat beli (Kotler dan Keller, 2009). Melihat serangkaian uraian yang ada, maka dapat disimpulan bahwa citra merek memiliki pengaruh signifikan terhadap minat beli. Selanjutnya pada bagian akhir dapat dikembangkan beberapa hipotesis sebagai berikut: H4. Citra merek memiliki pengaruh signifikan terhadap persepsi kualitas. H5. Citra merek memiliki pengaruh signifikan terhadap loyalitas merek. H6. Citra merek memiliki pengaruh signifikan terhadap minat beli. 2.4. Persepsi Kualitas Persepsi Kualitas adalah penilaian konsumen terhadap nilai tambah yang terdapat dalam sebuah produk (Khan et al., 2014). Persepsi yang terbentuk dapat 16

berupa persepsi positif namun juga dapat berupa persepsi negatif. Tentunya yang diharapkan muncul di benak konsumen adalah persepsi positif akan kualitas suatu merek. Konsumen biasanya mengevaluasi kualitas suatu merek berdasarkan perasaan dan pengalaman sebelumnya (Saleem et al., 2015). Apabila pada pengalam sebelumnya konsumen terpuaskan oleh kualitas suatu produk ataupun merek, maka tentunya persepsi kualitas yang muncul berkepanjangan adalah persepsi kualitas yang baik, begitu pula sebaliknya. Hal-hal semacam ini dapat menimbulkan dua hal, yakni menimbulkan kesetiaan berupa loyalitas dan mengkatkan minat beli di masa yang akan datang terhadap merek tersebut. Saleem et al. (2015) mengatakan apabila telah muncul persepsi kualitas positif terhadap suatu merek, maka ada kemungkinan konsumen akan setia terhadap merek tersebut dan memunculkan loyalitas terhadap suatu merek. Sudah pasti dalam hal ini minat beli konsumen terhadap merek yang dimaksud pun akan semakin kuat. Khan et al. (2014) mengemukakan bahwa dalam sejumlah penelitian melaporkan bahwa dirasakan persepsi kualitas akan mempengaruhi kepercayaan dan kepuasan terhadap merek, yang kemudian mengarah terhadap loyalitas merek. Selain itu persepsi kualitas produk juga merupakan faktor paling penting yang memberikan kontribusi terhadap loyalitas merek (Jones et al., 2002). Persepsi kualitas suatu merek di benak konsumen juga dirasakan memiliki pengaruh langsung kepada minat beli. Sebelum berniat untuk membeli suatu produk biasanya konsumen telah memiliki beberapa persepsi tentang kualitas produk tersebut. Bentuk persepsi kualitas yang dimaksud dapat berupa harga, bentuk, pilihan gaya, mutu produk, dan lain sebagainya. Konsumen kebanyakan 17

menganggap persepsi kualitas sebagai konsep tertentu terhadap produk dan layanan fitur yang dimiliki suatu merek (Khan et al., 2014). Apabila konsumen merasakan kualitas suatu produk dari merek tersebut baik, maka kebanyakan dari mereka akan menganggap keseluruhan kualitas produk dari merek tersebut juga baik. Sehingga di masa yang akan secara terus menerus muncul minat beli hanya pada satu merek yang dimaksud itu saja. Maka dalam hal ini dapat dirasakan bahwa terdapat hubungan positif yang dirasakan antara persepsi kualitas dan minat beli (Jones et al., 2002). Sehubungan dengan seluruh uraian penjelasan di atas, maka dapat disusun beberapa hipotesis sebagai berikut: H7. Persepsi kualitas memiliki pengaruh signifikan terhadap loyalitas merek. H8. Persepsi kualitas memiliki pengaruh signifikan terhadap minat beli. 2.5. Loyalitas Merek Loyalitas merek adalah sikap konsumen terhadap preferensi suatu merek ataupun produk (Mao, 2010). Sikap yang dimakud dapat berupa bentuk kepuasan sehingga menjadi loyal atau malah kecewa dan tidak akan membeli lagi produk dari merek yang dimaksud. Bagi konsumen yang sudah loyal, mereka biasanya tidak lagi melakukan evaluasi merek. Justru mereka biasanya secara tidak sadar meyakinkan konsumen lain untuk mencoba merek tersebut (Oliver., 1999). Dengan demikian, hal tersebut menggambarkan tentang komitmen konsumen untuk melakukan pembelian ulang dan bahkan mereka tidak akan beralih ke merek lain. 18

Dalam sudut pandang lain loyalitas merek didefinisikan sebagai bentuk dari menjaga kualitas suatu merek produk agar terus lebih baik dan memiliki tempat tersendiri di hati konsumen. Konsumen yang telah loyal akan setia membeli merek tersebut bahkan akan rela membayar lebih (Mao, 2010). Konsumen yang di dalam benaknya telah terbentuk oleh loyalitas terhadap suatu merek akan merasa bahwa pilihan mereka lebih baik dari pada merek yang lain. Loyalitas merek dapat juga digambarkan sebagai suatu ukuran keterlibatan pelanggan kepada sebuah merek (Durianto, 2004). Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainya. Apabila perubahan yang terjadi arahnya positif tentunya konsumen akan semakin loyal. Loyalitas merek yang dinilai tinggi maka akan memperkuat minat beli konsumen terhadap merek tersebut. Loyalitas merek dapat pula dipandang sebagai sebuah bentuk pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam satu kategori produk (Kotler dan Keller, 2009). Sedangkan dalam sudut pandang lain menyebutkan bahwa loyalitas merek adalah kelekatan konsumen pada nilai yang tinggi dari suatu merek, sehingga dengan adanya kelekatan yang dibangun ini maka ketika muncul kebutuhan konsumen akan suatu produk, mereka akan berminat untuk melakukan pembelian produk dengan merek yang sudah mereka cintai (Khan et al., 2014). Minat beli semacam ini akan terus terjadi 19

pada konsumen yang sudah loyal. Melihat penjelasan di atas serta fenomena yang terjadi, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: H9. Loyalitas merek memiliki pengaruh signifikan terhadap minat beli 2.6. Minat Beli Ulang Seiring dengan adanya perkembangan lifestyle, banyak orang masa kini yang mengkonsumsi berbagai jenis produk dalam kesehariannya. Khan et al. (2014) memaparkan bentuk konsumsi yang terjadi adalah dari kebutuhan dasar hingga kebutuhan yang sifatnya hanya sekedar untuk memperoleh produk bernilai tinggi. Lebih lanjut lagi, Khan et al. (2014) menyatakan ketika konsumen menyadari akan kebutuhan untuk memiliki suatu produk, mereka akan mulai mencari informasi tentang produk atau merek tersebut, kemudian apabila telah puas dengan merek sebelumnya yang lalu kemudian akhirnya memantapkan minat beli ulang terhadap sebuah merek. Saat muncul minat beli ulang berarti konsumen memiliki preferensi pribadi ke arah merek atau produk tertentu dan hal ini telah terbukti menjadi faktor penting untuk memprediksi perilaku konsumen (Rizwan, (2014). Minat beli ulang dapat dijadikan tolak ukur kemungkinan konsumen untuk membeli produk dengan mempertimbangkan bahwa semakin tinggi minat beli ulang, maka semakin tinggi pula kesediaan konsumen untuk membeli suatu produk (Wee et al., 2014). Mengukur perilaku konsumen dalam membeli diakui cukup sulit, maka untuk mengetahui hal itu biasanya dilakukan dengan cara memperkirakan minat beli ulang (Rizwan, 2014). 20

Minat beli ulang dinilai sebagai aspek mendasar yang menentukan perilaku konsumen terhadap suatu merek. Secara umum minat beli datang ketika konsumen awalnya hanya coba-coba untuk membeli beberapa produk (Wee et al., 2014). Banyak pula pengaruh dari faktor yang terkadang tidak disadari yang dapat mempengaruhi minat beli (Rizwan, 2014). Minat beli ulang sendiri memiliki implikasi dan pengaruh yang baik terhadap tindakan seorang konsumen. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pembelian yang didasari oleh minat beli ulang yang tinggi biasanya memunculkan sikap konsumen yang tidak peduli apakah merek tersebut mahal ataupun murah dan tentunya hal tersebut sangat menguntungkan bagi merek yang dimaksud. Minat beli ulang juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang diperoleh dari proses pembelajaran dan pemikiran yang terbentuk dari suatu persepsi yang sudah pernah terjadi sebelumnya (Khan et al., 2014). Minat beli ulang ini menciptakan suatu motivasi yang tetap terekam dalam benak konsumen dan menjadi suatu keinginan yang sangat kuat yang pada akhirnya ketika seorang konsumen memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada di dalam benaknya itu (Yoestini dan Rahma, 2007). Efek hirarki dari minat beli ulang digunakan untuk menggambarkan urutan proses munculnya keyakinan (beliefs), sikap (attitudes) dan perilaku (behavior) yang merupakan tahap pemrosesan informasi di benak konsumen mengenai suatu merek ataupun produk (Mowen, 2006). 21

2.6. Kerangka Penelitian Dari pemaparan kajian teoritik diatas, maka dapat dikemukakan kerangka penelitian seperti gambar berikut : Dimensi Ekuitas Merek. KESADARAN MEREK (KM) CITRA MEREK (CM) PERSEPSI KUALITAS (PK) LOYALITAS MEREK (LM) MINAT BELI ULANG (MBU) Gambar 2.1. Kerangka Penelitian Dalam gambar 2.1. menjelaskan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kausal antara dimensi ekuitas merek Giordano (Kesadaram Merek, Citra Merek, Persepsi Kualitas dan Loyalitas Merek) terhadap minat beli konsumen. Gambar tersebut juga menunjukan pengaruh signifikan suatu variabel terhadap variabel yang lain dalam dimensi ekuitas merek Giordano, yaitu KM dan CM berpengaruh signfikan terhadap PK. Kemudian KM, CM dan PK berpengaruh signifikan terhadap LM. Pada bagian akhir meunjukkan KM, CM, PK dan LM berpengaruh signifikan terhadap MBU. 22