BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Surat Kesediaan Terapis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas variabel kemandirian emosi, kemandirian perilaku, kemandirian nilai, kemandirian total, penyesuaian diri, dan

Subjek I T10 T11 T12

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. mengambil 7 subjek mahasiswa yang mengalami kecemasan tinggi.

BAB III METODE PENELITIAN. dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada

I. PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mahasiswa fakultas psikologi dan kesehatan yang sedang mengambil program

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan angka kematian ibu merupakan salah satu masalah besar di negeri

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi.

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu

BLUEPRINT SKALA KECEMASAN TMAS

Siswanto dan Florentinus Budi Setiawan. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Abstraksi

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Ujian nasional merupakan salah satu bagian penting dari proses pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. kecemasan yang tidak terjamin atas prosedur perawatan. 2 Menurut penelitian, 1

ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE

Terapi Komplementer Massage Punggung untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan

UPAYA MENGURANGI KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM MENGGUNAKAN TEKNIK RELAKSASI ABSTRACT

LAMPIRAN A : SKALA PENELITIAN A-1 Skala Kecemasan pada Penderita Diabetes Mellitus A-2 Skala Konsep Diri

PERNYATAAN SEBAGAI RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kepekaan, ketelitian, serta ketekunan. Pada pelaksanaan PBP

BAB I PENDAHULUAN. Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Seseorang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. Tidur adalah bagian dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan,

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

Satuan Layanan Bimbingan dan Konseling

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB III. Metode Penelitian. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Pendekatan Umum Menuju Pemulihan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode survey deskriptif, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini. Adapun desain yang dilakukan adalah

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

8. Apakah Saudara merasa kesulitan dalam mengajar dan mendidik anak didik terkait dengan berbagai karakteristik khas yang dimiliki anak didik?

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. keperawatan kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

******* Dedicated for God,pap,mum,brother and sister..

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk memperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN. organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

EFEKTIVITAS TEKNIK RELAKSASI DALAM KONSELING KELOMPOK BEHAVIORAL UNTUK MENURUNKAN STRES BELAJAR SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian.

MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu bekerja sehari maksimum

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)


BABI. kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III. A. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen. Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Dilihat dari kualifikasinya, maka penelitian ini berfungsi sebagai penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tahun Data WHO juga memperkirakan 75% populasi lansia di dunia pada. tahun 2025 berada di negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. fisilogis organ tubuhnya (Wahyunita, 2010). Banyak kelainan atau penyakit

I. PENDAHULUAN. hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Indonesia menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam kehidupannya selalu mengadakan aktivitas-aktivitas, salah

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Seorang ibu yang sedang mengalami kehamilan pertama akan merasa berbeda

BAB III METODE PENELITIAN

PERSETUJUAN MENJADI RESPONSEN. penelitian, maka saya yang bertanda tangan di bawah ini : Dengan ini saya menyatakan bersedia menjadi responden dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan masa berhentinya menstruasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Setiap peristiwa

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. B. Definisi Operasional Variabel

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bila dihadapkan pada hal-hal yang baru maupun adanya sebuah konflik.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP BERKURANGNYA KELUHAN GANGGUAN TIDUR PADA REMAJA DI PANTI AL-MUDAKKIR DAN DI PANTI AL-AMIN BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya

LAMPIRAN A. Lembar Item Skala Penelitian

#### SELAMAT MENGERJAKAN ####

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa awal atau muda adalah masa transisi dari remaja ke dewasa yang

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Mahasiswa dalam Menyusun Skripsi Pengertian Kecemasan Mahasiswa dalam Menyusun Skripsi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70 sampel ibu

LAMPIRAN I INSTRUMEN PENELITIAN

Responden ( ) Universitas Sumatera Utara

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING PADA PENDERITA PASCA STROKE

PENGARUH TERAPI MUSIK JAWA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA MAGETAN SKRIPSI

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2017 hingga 5 Maret 2017 di Panti Wreda Pengayoman Semarang. Adapun rincian pelaksanaan penelitian sebagai berikut: TANGGAL FASE KEGIATAN TEMPAT 20 Februari 2017, pukul 09.00-14.00 WIB Pretest - Pemilihan subjek dengan membagikan skala stres kepada 10 subjek usia lanjut. - Memperoleh 6 orang subjek yang memenuhi kriteria subjek yang mengalami stres pada tingkat sedang atau tinggi (skor > 18 pada skala stres). Panti Wreda Pengayoman - Peneliti membangun rapport kepada keenam subjek terpilih. 35

36 22-26 Februari 2017, pukul 08.30-09.30 WIB. 28 Februari 2017, pukul 09.00-12.00 WIB - Peneliti meminta kesediaan keenam subjek untuk menjadi subjek penelitian dan praktikan menjelaskan prosedur penelitian serta memberikan informed consent. - Asesmen terhadap kondisi tubuh keenam subjek. Tritmen - Keenam subjek mulai mendapatkan perlakuan terapi relaksasi otot progresif yang dipandu oleh terapis yang berpengalaman - Melakukan pengukuran relaksasi dengan memberikan form self report di setiap akhir pertemuan. Posttest - Pengukuran kepada keenam subjek dilakukan dengan pemberian skala stres dan form self report. Panti Wreda Pengayoman Panti Wreda Pengayoman

37 5 Maret 2017, pukul 09.00-12.00 WIB Follow up - Pemantauan terhadap kondisi keenam subjek setelah tritmen. Panti Wreda Pengayoman B. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah usia lanjut berusia 60 tahun keatas. Jumlah subjek secara keseluruhan adalah 6 orang yang mengalami stres pada tingkat sedang (skor > 18 pada skala stres). Adapun deskripsi masing-masing subjek adalah sebagai berikut: 1. Subjek NY Subjek saat ini berusia 73 tahun. Subjek mengungkapkan bahwa ia merasa bosan dan beranggapan bahwa dirinya sedang berada di dalam tahanan atau sel penjara. Subjek merasa tidak bisa jalan-jalan lagi seperti masa mudanya dulu. Subjek memiliki harapan bahwa suatu hari nanti ada kesempatan untuk piknik atau jalan-jalan ketempat yang cukup jauh. Subjek mengeluhkan pergelangan kaki kirinya yang sakit karena pernah retak. Oleh karena itu, subjek sangat terbatas dalam pergerakan. Hal ini ditambah dengan berat badan subjek yang cukup besar, sehingga dokter pun menyarankan kepada subjek untuk mengurangi berat badannya untuk kebaikan kondisi kaki subjek.

38 Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa subjek memiliki tuntutan kebutuhan untuk piknik, namun subjek tidak berdaya dengan kondisinya saat ini di panti. Hal ini memicu ketegangan dalam diri subjek dan memunculkan stres. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa subjek menunjukkan beberapa gejala stres pada pengukuran awal (pretest) seperti, cemas, gelisah, sensitif, gugup, sedih, kurang konsentrasi, serta mudah lelah. Berdasarkan hasil pengukuran skala stres, subjek memperoleh skor sebesar 19 yang tergolong sedang. Pada aspek emosi memperoleh skor sebesar 8, aspek kognisi sebesar 3, aspek fisiologis sebesar 4, dan aspek perilaku sebesar 4. Aspek emosi merupakan aspek yang paling menonjol karena memiliki skor paling tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa subjek memiliki emosi yang tidak stabil ketika mengalami stres. Adanya stres yang subjek alami membuatnya merasakan kesulitan untuk tidur lebih awal setiap malam. Subjek juga merasa beberapa hari belakangan badannya terasa tidak enak atau pegalpegal. Ketika ada masalah yang membuatnya kesal, maka kepala subjek akan terasa sakit. Rasa pegal merupakan bentuk dari adanya tegang dan kakunya otot tubuh subjek yang kemudian akan diberikan terapi relaksasi otot progresif. Selama proses intervensi berlangsung, subjek terlihat tenang dan rileks mengikuti terapi relaksasi otot progresis.

39 Kesimpulan hasil wawancara di setiap akhir intervensi diungkapkan bahwa subjek merasa badannya lebih enak, rileks, senang, dan selalu mengatuk setelah terapi kemudian tidur. Hal ini menunjukkan bahwa subjek telah memiliki kondisi rileks yang lebih mendalam karena memunculkan rasa kantuk pada subjek. Tubuh yang terasa lebih rileks menunjukkan ketegangan otot mengilang atau otot tubuh menjadi rileks. Rasa senang menunjukkan adanya kondisi psikis yang positif dalam diri subjek. Adapun kondisi rileks subjek dapat digambarkan pada grafik berikut: 12 10 8 6 4 2 0 9 9 9 9 9 7 6 6 6 5 5 pretest I II III IV V posttest Intervensi Bagan 2. Skor Rileks Subjek NY 10 sebelum setelah Setelah intervensi (posttest) subjek menyatakan bahwa badan terasa lebih enak dan tidak pegal-pegal. Setiap malam mulai bisa tidur. Kalau ada yang dipikirkan tidak sakit kepala lagi. Berdasarkan hasil pengamatan juga terlihat bahwa subjek lebih ceria dan segar. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi rileks dan kondisi psikis yang positif masih bertahan dalam diri subjek. Stres yang dimiliki subjek juga menurun yang terlihat dari skor stres pada posttest sebesar 3 yang menunjukkan bahwa stres yang terdapat dalam diri subjek tergolong rendah. Adapun

40 penjabarannya terdiri dari aspek emosi dengan skor sebesar 1, aspek kognisi sebesar 1, aspek fisiologis sebesar 1, dan aspek perilaku sebesar 0. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan skor pada masing-masing aspek setelah intervensi, terutama pada aspek emosi. Oleh karena itu, dapat juga dikatakan permasalahan ketidakstabilan emosi subjek ketika mengalami stres dapat teratasi, sehingga stres menurun. Pada follow up terlihat efek relaksasi otot progresif masih bertahan. Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan subjek yang menyatakan bahwa kondisi tubuh subjek baik-baik saja. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa subjek terlihat senang dan segar. 2. Subjek S Subjek saat ini berusia 88 tahun. Subjek mengungkapkan bahwa ia sering memikirkan anaknya yang belum datang menjenguknya. Menurut perawat, subjek sering marah-marah terutama ketika anak subjek tidak menjenguknya. Berdasarkan pernyataan subjek tersebut dapat dikatakan bahwa subjek memiliki tuntutan kebutuhan untuk berjumpa dengan anaknya, namun subjek tidak berdaya dengan kondisi bahwa anaknya belum menjenguknya. Hal ini memunculkan ketegangan dalam diri subjek. Ketegangan yang tidak segera mendapat

41 penyelesaiakan dalam diri subjek kemudian berkembang menjadi stres. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa subjek memperlihatkan beberapa gejala stres seperti, cemas, gelisah, gugup, kurang konsentrasi, mudah lupa, ketidakmampuan bersosialisasi, gangguan dalam hubungan interpersona dan peran sosial, serta gemetar pada pengukuran awal (pretest). Hal ini diperkuat dengan hasil pengukuran skala stres subjek sebesar 20 yang tergolong sedang. Pada aspek emosi memperoleh skor sebesar 6, aspek kognisi sebesar 4, aspek fisiologis sebesar 5, dan aspek perilaku sebesar 5. Aspek emosi merupakan aspek yang paling menonjol karena memiliki skor paling tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa subjek memiliki emosi yang tidak stabil ketika mengalami stres. Subjek mengungkapkan bahwa ia sering merasakan sakit kepala. Selain mengeluhkan sakit kepala, subjek juga mengeluhkan terkadang badan terasa pegal dan susah tidur. Tubuh yang terasa pegal ini merupakan bentuk dari kaku dan tegangnya otot tubuh subjek yang kemudian akan diberikan terapi relaksasi otot progresif. Kesimpulan wawancara dari setiap akhir sesi intervensi diungkapkan bahwa subjek merasa tidak sakit kepala lagi, badan terasa enak, dan rileks, serta sering merasa mengantuk setelah

42 mengikuti proses terapi relaksasi otot progresif. Perubahan positif yang dirasakan oleh subjek ini menunjukkan adanya perasaan rileks yang dihasilkan dari intervensi yang dilakukan. Hal ini menunjukkan adanya penurunan ketegangan otot yang dialami subjek. Adapun gambaran rileks subjek dapat dilihat pada bagan grafik berikut: 15 10 5 0 10 5 5 5 6 5 5 6 6 7 7 pretest I II III IV V posttest Intervensi sebelum setelah Bagan 3. Skor Rileks Subjek S Setelah intervensi (posttest) subjek menyatakan bahwa badan terasa lebih enak dan tidak pegal. Selain itu, subjek juga merasa tidak merasakan sakit kepala lagi. Hal ini menunjukkan perubahan otot menjadi rileks masih bertahan pada subjek. Berdasarkan hasil pengamatan juga terlihat bahwa subjek lebih senang dan tenang. Hal ini menunjukkan bahawa ada kondisi psikis yang positif dalam diri subjek. Skor stres pada posttest adalah sebesar 7 yang menunjukkan bahwa stres yang terdapat dalam diri subjek tergolong rendah, sehingga dapat disimpulkan stres dalam diri subjek menurun. Adapun penjabarannya terdiri dari aspek emosi dengan skor sebesar 3, aspek kognisi sebesar 0, aspek fisiologis sebesar 2, dan aspek perilaku sebesar 2. Hal ini

43 dapat diartikan bahwa terdapat penurunan skor pada masingmasing aspek setelah intervensi, terutama pada aspek emosi. Oleh karena itu, dapat juga dikatakan permasalahan ketidakstabilan emosi subjek ketika mengalami stres dapat teratasi, sehingga stres menurun. Efek terapi relaksasi otot progresif masih bertahan pada follow up. Subjek terlihat masih dalam kondisi baik dan sehat. Subjek menyatakan bahwa badan masih terasa enak dan subjek juga masih terlihat ceria serta segar. 3. Subjek E Subjek saat ini berusia 86 tahun. Subjek mengaku belakangan ini memiliki hal yang sedang menjadi pikiran bagi subjek. Subjek mengalami perasaan sedih terkait harapan subjek untuk segera dipanggil oleh Tuhan. Subjek selalu berdoa kepada Tuhan untuk segera mengakhiri penderitaan subjek di dunia ini. Subjek merasa memiliki pengalaman yang kurang baik di masa lalunya ketika ia bekerja sebagai seorang asisten apoteker di salah satu perusahaan farmasi yang cukup besar di Indonesia. Permasalahan dengan rekan kerja subjek adalah permasalahan utamanya. Subjek menganggap bahwa dirinya sangat diberkati Tuhan dan tidak berkekurangan karena berasal dari keluarga yang berkecukupan, namun di lain sisi subjek merasa pasti ada orang

44 yang iri dengan keberhasilan yang diperoleh subjek. Subjek memiliki pengalaman mengecewakan ketika masa karirnya dan ini masih membayangi pikiran subjek hingga saat ini. Subjek merasa tidak cocok dengan menantu perempuannya karena menurut subjek menantunya tersebut banyak bicara dan kurang halus saat berbicara dengan subjek. Berdasarkan hasil wawancara terhadap subjek tersebut, pernyataan subjek menunjukkan bahwa subjek memiliki tuntutan kebutuhan untuk diperlakukan dengan baik oleh orang lain, namun pada kenyataannya subjek selalu merasa mendapat pengalaman yang mengecewakan oleh orang lain termasuk menantunya. Hal ini memunculkan ketegangan psikis dalam diri subjek dan berkembang menjadi stres. Subjek mengungkapkan bahwa dirinya termasuk seorang yang mudah tersinggung, ini merupakan salah satu gejala stres dalam aspek emosi. Hasil pengamatan pada pengukuran awal (pretest), subjek menunjukkan beberapa gejala stres seperti, cemas, gelisah, sensitif, gugup, sedih, mudah lupa, serta gemetar. Berdasarkan hasil pengukuran skala stres, subjek memperoleh skor sebesar 19 yang tergolong sedang. Pada aspek emosi memperoleh skor sebesar 10, aspek kognisi sebesar 1, aspek fisiologis sebesar 6, dan aspek perilaku sebesar 2. Aspek emosi merupakan aspek yang paling menonjol karena memiliki skor

45 paling tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa subjek memiliki emosi yang tidak stabil ketika mengalami stres.. Stres yang subjek alami ini berdampak pada fisik subjek. Subjek juga mengeluhkan bahwa badan terasa tidak enak, kaku, susah buang air besar, serta sesekali sulit untuk tidur malam ketika ada hal yang subjek pikirkan. Adanya rasa kaku pada tubuh subjek ini kemudian diberikan terapi relaksasi otot progresif. Kesimpulan hasil wawancara di setiap akhir intervensi diungkapkan bahwa subjek merasa badannya lebih enak, mampu berkeringat, rileks, dan merasa mengantuk. Pada saat intervensi terakhir, subjek sempat tertidur. Hal ini menunjukkan bahwa subjek telah memiliki kondisi rileks yang lebih mendalam. Munculnya rasa rileks dalam diri subjek menunjukkan bahwa ketegangan otot mulai mengilang. Adapun kondisi rileks subjek dapat digambarkan pada grafik berikut: 10 8 6 4 2 0 8 8 8 8 8 7 7 7 7 6 6 pretest I II III IV V posttest Intervensi 7 sebelum setelah Bagan 4. Skor Rileks Subjek E Setelah intervensi (posttest) subjek menyatakan bahwa badan terasa lebih enak, tidak pegal-pegal dan kaku. Setiap malam mulai bisa tidur. Kalau ada yang dipikirkan tidak sakit

46 kepala lagi. Subjek merasakan adanya perbedaan sebelum dan setelah intervensi. Berdasarkan hasil pengamatan juga terlihat bahwa subjek lebih ceria, senang, dan segar. Hal ini dapat disimpulkan sebagai munculnya kondisi psikis yang positif. Stres dalam diri subjek juga menurun yang ditunjukkan dari menurunnya skor stres yang dimiliki subjek pada posttest adalah sebesar 7 yang tergolong rendah. Adapun penjabarannya terdiri dari aspek emosi dengan skor sebesar 4, aspek kognisi sebesar 1, aspek fisiologis sebesar 2, dan aspek perilaku sebesar 0. Aspek emosi merupakan aspek yang memiliki skor paling tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan skor pada masing-masing aspek setelah intervensi, terutama pada aspek emosi. Oleh karena itu, dapat juga dikatakan permasalahan ketidakstabilan emosi subjek ketika mengalami stres dapat teratasi, sehingga stres menurun. Pada follow up efek relaksasi otot progresif masih bertahan. Subjek menyatakan bahwa sampai saat ini badan subjek terasa sehat. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa subjek terlihat senang, sehat, dan segar. 4. Subjek Y Subjek saat ini berusia 81 tahun. Subjek mengungkapkan bahwa kalau anak tidak menjenguknya maka ia sering memikirkannya. Menurut perawat, subjek sering mengalami

47 perubahan suasana perasaan. Ketika suasana perasaan subjek berubah, maka subjek akan marah-marah. Berdasarkan pernyataan subjek tersebut dapat disimpukan bahwa subjek memiliki tuntutan kebutuhan untuk dikunjungi oleh anaknya, namun subjek tidak berdaya ketika anaknya tidak menjenguknya. Ketika tuntutan ini lebih besar daripada sumber daya yang subjek miliki, maka ketegangan akan muncul dalam diri subjek. Ketegangan yang tidak diatasi ini akan memicu munculnya stres dalam diri subjek. Adanya stres dalam diri subjek terlihat dari hasil pengamatan pada saat pretest. Subjek menunjukkan beberapa gejala stres seperti, cemas, mudah tersinggung, marah, gelisah, sensitif, kurang konsentrasi, mudah lupa, ketidakmampuan bersosialisasi, gangguan dalam hubungan interpersonal dan peran sosial, gemetar, serta mudah lelah. Berdasarkan hasil pengukuran skala stres, subjek memperoleh skor sebesar 19 yang tergolong sedang. Pada aspek emosi memperoleh skor sebesar 8, aspek kognisi sebesar 3, aspek fisiologis sebesar 3, dan aspek perilaku sebesar 5. Aspek emosi merupakan aspek yang paling menonjol karena memiliki skor paling tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa subjek memiliki emosi yang tidak stabil ketika mengalami stres. Subjek mengungkapkan bahwa ia sering merasakan pusing dan pegal-pegal pada tubuhnya. Rasa pegal merupakan bentuk

48 dari ketegangan dan kakunya otot tubuh. Ketegangan otot ini yang kemudian diberika terapi relaksasi otot progresif. Selama proses intervensi, subjek terlihat tenang dan rileks. Kesimpulan wawancara terhadap subjek di setiap akhir intervensi diperoleh hasil bahwa subjek merasakan adanya perubahan kondisi ditubuh subjek. Subjek merasakan bahwa tubuh terasa lebih enak, tidur nyenyak, dan tidak pegal-pegal lagi seperti sebelumnya. Tidak adanya rasa pegal di tubuh subjek ini menunjukkan bahwa otot-otot tubuh subjek berubah menjadi rileks setelah terapi relaksasi otot progresif. Adapun gambaran rileks subjek dapat dilihat pada bagan grafik berikut: 10 8 6 4 2 0 8 8 8 9 8 6 6 5 6 6 6 pretest I II III IV V posttest Intervensi 7 sebelum setelah Bagan 5. Skor Rileks Subjek Y Pada saat posttest, efek relaksasi otot progresif masih bertahan. Hal ini ditunjukkan dari pernyataan subjek yang menyatakan bahwa tubuh subjek terasa lebih enak, rileks, dan tidak tegang. Subjek juga menyatakan rasa senang setelah mengikuti terapi relaksasi otot, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perubahan psikis yang positif yaitu, adanya emosi positif dalam diri subjek. Berdasarkan hasil pengamatan juga terlihat

49 bahwa subjek lebih tenang, segar, dan ceria. Skor stres pada posttest adalah sebesar 3 yang menunjukkan bahwa stres yang terdapat dalam diri subjek tergolong rendah atau terjadi penurunan stres. adapun penjabarannya terdiri dari aspek emosi memperoleh skor sebesar 2, aspek kognisi sebesar 1, aspek fisiologis sebesar 0, dan aspek perilaku sebesar 0. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan skor pada masing-masing aspek setelah intervensi, terutama pada aspek emosi. Oleh karena itu, dapat juga dikatakan permasalahan ketidakstabilan emosi subjek ketika mengalami stres dapat teratasi, sehingga stres menurun. Pada follow up ditunjukkan bahwa kondisi subjek dalam kondisi baik dan sehat. Subjek menyatakan bahwa badan masih terasa enak, tidak mengalami permasalahan saat istirahat malam, serta subjek juga masih terlihat segar dan bersemangat. 5. Subjek OM Subjek saat ini berusia 62 tahun. Subjek saat ini mengalami kelumpuhan pada tangan dan kaki kanannya, serta pada lidah. Kelumpuhan pada lidah subjek ini menyebabkan subjek kesulitan saat berbicara. Kalimat yang diungkapkan subjek tidak jelas dan ketika praktikan salah mengartikannya makan subjek akan menunjukkan ekspresi marah dan tidak mau mengulanginya lagi.

50 Subjek memikirkan kondisinya saat ini karena ia mulai berhenti bekerja sejak ia mengalami sakit strok. Subjek merasa sedih dan ingin segera sembuh dari kelumpuhannya tersebut. Subjek menyatakan bahwa ia ingin segera pulang dan bekerja lagi. Subjek sebelumnya bekerja sebagai mandor di sebuat pabrik tembakau di Temanggung. Berdasarkan pernyataan subjek tersebut dapat dilihat bahwa subjek memiliki tuntutan kebutuhan untuk sembuh dan bekerja kembali, namun subjek tidak berdaya karena kondisinya membutuh waktu lama untuk proses pemulihan. Kondisi subjek ini menimbulkan ketegangan psikis dalam diri subjek. Keteganganketegangan ini belum mendapat penyelesaian dan berkembang menjadi stres dalam diri subjek. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa subjek mengalami beberapa gejala stres pada pengukuran awal (pretest) seperti, cemas, mudah tersinggung, marah, gelisah, sensitif, sedih, kurang konsentrasi, ketidakmampuan bersosialisasi, gangguan dalam hubungan interpersonal dan peran sosial, serta mudah lelah. Berdasarkan hasil pengukuran skala stres, subjek memperoleh skor sebesar 21 yang tergolong sedang. Pada aspek emosi memperoleh skor sebesar 6, aspek kognisi sebesar 5, aspek fisiologis sebesar 6, dan aspek perilaku sebesar 4. Aspek emosi merupakan aspek yang paling menonjol karena memiliki skor

51 paling tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa subjek memiliki emosi yang tidak stabil ketika mengalami stres. Adanya stres dalam diri subjek membuat subjek terkadang merasakan ketegangan di leher belakangnya serta merasa badan tidak enak / pegal. Ketegangan otot ini kemudian diberikan terapi relaksasi otot progresif. Terapi relaksasi otot progresif ditujukan untuk membantu proses pemulihan kondisi subjek dari serangan stroke yang membuat beberapa organ tubuh subjek lumpuh. Berdasarkan hasil wawancara di setiap akhir intervensi, maka dapat disimpulkan bahwa subjek mulai merasakan perubahan. Subjek merasakan bahwa badan mulai terasa rileks, lemas, kendur, lebih enak dari sebelumnya, serta membuat mengantuk. Hal yang subjek rasakan ini menunjukkan adanya perubahan otot-otot menjadi rileks pada tubuh subjek setelah mengikuti terapi relaksasi otot progresif. Adapun gambaran rileks subjek dapat dilihat pada bagan grafik berikut: 8 6 4 2 0 6 6 5 5 5 5 7 7 7 6 6 pretest I II III IV V posttest Intervensi sebelum setelah Bagan 6. Skor Rileks Subjek OM

52 Efek terapi relaksasi otot progresif masih dirasakan hingga posttest. Hasil menunjukkan bahwa subjek merasakan badan mulai lebih enak dari sebelum intervensi (pretest). Subjek merasakan adanya perbedaan sebelum dan setelah intervensi. Menurut subjek, badan terasa lebih ringan dan enak. Subjek masih sering melakukan terapi ini sendiri dan hal ini membantu proses pemulihan subjek. Berdasarkan hasil pengamatan, subjek telah mampu berbicara lebih jelas dari sebelumnya. Subjek juga tidak terlihat sesensitif dan mudah tersinggung seperti sebelum intervensi. Subjek terlihat lebih segar dan ceria. Hal ini menunjukkan adanya perubahan kondisi psikis yang lebih positif dalam diri subjek sehingga terjadi penuruan stres. Hasil pengukuran stres menggunakan skala stres menunjukkan bahwa subjek memperoleh skor sebesar 1 yang menunjukkan bahwa stres yang terdapat dalam diri subjek tergolong rendah, sehingga dapat disimpulkan stres dalam diri subjek menurun. Adapun penjabarannya terdiri dari aspek emosi dengan skor sebesar 1, aspek kognisi sebesar 0, aspek fisiologis sebesar 0, dan aspek perilaku sebesar 0. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan skor pada masing-masing aspek setelah intervensi, terutama pada aspek emosi. Oleh karena itu, dapat juga dikatakan permasalahan ketidakstabilan emosi subjek ketika mengalami stres dapat teratasi, sehingga stres menurun.

53 Pada follow up ditunjukkan bahwa subjek dalam kondisi baik. Subjek menyatakan bahwa badan masih terasa enak sedikit. Subjek menyatakan tidak bermasalah saat tidur malam dan subjek juga masih terlihat sehat dan segar. 6. Subjek A Subjek saat ini telah berusia 77 tahun. Subjek sering memikirkan keenam anak subjek yang belum pernah menjenguk subjek selama setahun. Subjek juga sangat berkeinginan untuk kembali pulang ke rumahnya di Solo. Pernyataan subjek ini menunjukkan bahwa subjek memiliki tuntutan kebutuahan untuk bertemu dengan keenam anaknya, namun subjek mengalami ketidakberdayaan ketika anak belum datang menjenguknya. Ketika tuntutan melebihi sumberdaya yang subjek miliki maka ketegangan akan muncul dan berkembang menjadi stres. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa subjek mengalami beberapa gejala stres pada pengukuran awal (pretest) seperti, cemas, mudah tersinggung, gelisah, sedih, kurang konsentrasi, mudah lupa, ketidakmampuan bersosialisasi, gangguan dalam hubungan interpersonal dan peran sosial, gemetar, serta mudah lelah. Berdasarkan hasil pengukuran skala stres, subjek memperoleh skor sebesar 24 yang tergolong sedang. Pada aspek emosi memperoleh skor sebesar 8, aspek kognisi sebesar

54 6, aspek fisiologis sebesar 6, dan aspek perilaku sebesar 4. Aspek emosi merupakan aspek yang paling menonjol karena memiliki skor paling tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa subjek memiliki emosi yang tidak stabil ketika mengalami stres. Subjek mengungkapkan bahwa ia sering susah tidur, pusing, dan badan terasa pegal-pegal. Badan yang terasa pegal merupakan bentuk dari ketegangan otot. Otot yang tegang ini kaan diberikan terapi relaksasi otot progresif. Pada setiap sesi intervensi subjek terlihat rileks dan pada akhir intervensi, subjek terlihat sangat rileks dan mengantuk. Subjek menyatakan bahwa badan terasa lebih enak atau tidak pegal serta terasa rileks. Beberapa kali subjek terlihat tertidur pada akhir-akhir proses intervensi berlangsung. Hal ini menggambarkan rasa rileks yang telah subjek miliki karena otot-otot tubuh telah mengalami kondisi rileks. Adapun kondisi rileks subjek dapat digambarkan pada grafik berikut: 15 10 5 0 5 5 5 6 9 7 10 10 10 8 8 pretest I II III IV V posttest Intervensi sebelum setelah Bagan 7. Skor Rileks Subjek A Setelah intervensi (posttest) yang subjek rasakan ialah perasaan senang, badan menjadi lebih enak, rileks, buang air

55 besar lancar, mudah mengantuk dan tidur, serta badan tidak pegal. Hal ini menunjukkan bahwa rileksnya otot masih bertahan setelah intervensi. Berdasarkan pengamatan juga terlihat bahwa subjek terlihat lebih tenang, rileks, serta senang. Hal ini menunjukkan bahwa subjek mengalami kondisi psikis yang positif. Hasil pengukuran stres menggunakan skala stres menunjukkan bahwa subjek memperoleh skor sebesar 7 yang menunjukkan bahwa subjek mengalami penurunan stres karena stres yang dimiliki tergolong rendah setelah intervensi. Adapun penjabarannya terdiri dari aspek emosi dengan skor sebesar 3, aspek kognisi sebesar 2, aspek fisiologis sebesar 1, dan aspek perilaku sebesar 1. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan skor pada masing-masing aspek setelah intervensi, terutama pada aspek emosi. Oleh karena itu, dapat juga dikatakan permasalahan ketidakstabilan emosi subjek ketika mengalami stres dapat teratasi, sehingga stres menurun. Pada follow up ditunjukkan bahwa kondisi subjek sedang tidak baik karena subjek sedang sakit panas. Subjek pernah melakukan operasi prostat dan penyakit subjek tersebut kambuh kembali, sehingga menyebabkan tubuh subjek menjadi panas.

56 C. Hasil Penelitian 1. Uji Hipotesis Berdasarkan hasil dari perhitungan Wilcoxon Signed Rank Test, nilai Z yang didapat sebesar -2,207 dengan nilai p sebesar 0,0135 (p < 0,05) dan nilai mean pretest sebesar 20,33 yang lebih besar dari mean posttest sebesar 4,67, maka dapat disimpulkan ada perbedaan bermakna skor stres pada pretest dan posttest, yaitu terjadi penurunan stres setelah intervensi. Tabel 2 Hasil Uji Hipotesis Posttest- Pretest Z -2.207 a Asymp. Sig. (1-tailed).0135 2. Uji Manipulasi Intervensi Berdasarkan hasil perhitungan Wilcoxon Signed Rank Test terhadap skor rileks, diperoleh nilai Z sebesar -2,232 dengan nilai p sebesar 0,013 (p < 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara skor pretest dan posttest. Nilai mean pretest (5,33) yang lebih kecil dari nilai mean posttest (8,33) juga diartikan bahwa kondisi keenam subjek mengalami perubahan kondisi menjadi rileks setelah mendapatkan intervensi.

57 D. Pembahasan Hasil Uji Wilcoxon yang menunjukkan nilai signifikansi (p) sebesar 0,0135 (p < 0,05) dan nilai mean pretest sebesar 20,33 yang lebih besar dari mean posttest sebesar 4,67, maka dapat disimpulkan ada perbedaan bermakna skor stres pada pretest dan posttest, yaitu terjadi penurunan stres setelah intervensi. Selain itu, keenam subjek penelitian pada pretest memiliki skor stres yang tergolong sedang dan pada saat posttest memiliki skor stres yang tergolong rendah. Penurunan stres pada penelitian ini diperkuat dengan hasil uji manipulasi intervensi melalui grafik skor rileks dan uji beda skor rileks. Hasil grafik skor rileks pada setiap subjek menunjukkan adanya peningkatan kondisi rileks setiap subjek setelah intervensi. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara keenam subjek yang menyatakan adanya perubahan kondisi yang lebih baik setelah mengikuti intervensi yaitu, merasakan tubuh yang semakin rileks dan enak, tidak pegalpegal, tidak sakit kepala, serta mudah tidur dan mengantuk. Hasil grafik dan deskripsi keenam subjek ini diperkuat juga dengan hasil uji beda pretest dan posttest pada skor rileks. Berdasarkan hasil perhitungan Wilcoxon Signed Rank Test, diperoleh nilai p sebesar 0,013 (p < 0,05) dengan nilai mean pretest (5,33) yang lebih kecil dari nilai mean posttest (8,33), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara skor rileks pretest dan posttest. Hal ini

58 dapat juga diartikan bahwa kondisi keenam subjek mengalami perubahan kondisi menjadi lebih rileks setelah mendapatkan intervensi. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa penurunan stres pada keenam subjek berkaitan dengan meningkatnya kondisi rileks (otot menjadi rileks) keenam subjek setelah mendapatkan intervensi. Ketika usia lanjut mengalami stres, ketegangan akan muncul sebagai gejala stres, baik secara psikologis maupun fisik (Selye dalam Sarafino, 2008; Wirawan, 2012). Kondisi rileks (otot menjadi rileks) dan menurunnya stres yang dialami oleh keenam subjek penelitian diperoleh karena terapi relaksasi otot progresif. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Gunarsa (2007) yang menyatakan bahwa terapi relaksasi otot progresif mampu membawa seseorang sampai ke keadaan rileks sampai pada ototototnya. Sarafino (2012) juga menambahkan bahwa terapi relaksasi progresif merupakan cara yang baik untuk mengontrol ketegangangan, sehingga relaksasi otot progresif mampu menurunkan stres. Masters (dalam Gunarsa, 2007) menambahkan bahwa efek dari relaksasi otot progresif adalah meningkatkan pemahaman mengenai ketegangan otot, meningkatkan kemampuan untuk menguasai ketegangan otot, meningkatkan kemampuan untuk menguasai kegiatan yang terjadi dengan sendirinya, meningkatkan kemampuan untuk menguasai kegiatan kognitif meliputi pemusatan perhatian (konsentrasi), berkurangnya ketegangan otot, berkurangnya perasaan

59 bergelora secara kefaalan, berkurangnya perasaan cemas dan emosi negatif yang lain, serta berkurangnya kekhawatiran. Penjelasan Masters ini menunjukkan bahwa dengan adanya efek meningkatnya kemampuan untuk memahami serta menguasai ketegangan otot yang usia lanjut rasakan, maka usia lanjut dapat mengetahui perubahan yang terjadi di dalam dirinya dan mampu mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi ketegangan tersebut, seperti melakukan relaksasi otot progresif kembali. Melalui tindakan ini, maka permasalahan stres pada aspek fisiologis dapat diatasi, salah satunya adalah ketegangan otot. Adanya efek peningkatan kemampuan untuk menguasai kegiatan kognitif yang meliputi pemusatan perhatian (konsentrasi) menunjukkan bahwa terapi relaksasi otot progresif membantu dalam mengatasi permasalahan stres pada aspek kognisi terkait gangguan fungsi pikir, salah satunya adalah kurangnya konsentrasi. Sedangkan adanya efek berkurangnya perasaan cemas dan emosi negatif yang lain, serta berkurangnya kekhawatiran menyasar permasalahan stres pada aspek emosi. Adanya kegiatan terapi relaksasi otot progresif yang dilakukan secara kelompok pada penelitian ini juga dapat meningkatkan kemampuan usia lanjut dalam bersosialisasi, sehingga permasalahan stres pada aspek perilaku juga dapat ditangani. Keenam subjek pada penelitian ini memiliki skor yang tinggi pada aspek emosi sebelum mendapatkan terapi. Hal ini menunjukkan bahwa

60 usia lanjut memiliki emosi yang tidak stabil ketika mengalami stres. Setelah pemberian terapi relaksasi otot progresif, skor pada keempat aspek masing-masing subjek penelitian mengalami penurunan, terutama pada aspek emosi. Hal ini dapat dikarenakan adanya emosi positif yang muncul, seperti perasaan senang yang dirasakan oleh keenam subjek penelitian. Jacobson (dalam Gunarsa, 2007) mengungkapkan bahwa apabila usia lanjut dalam kondisi rileks, timbulnya reaksi emosi yang menggelora akan berkurang serta dapat meningkatkan perasaan segar dan sehat, jasmani maupun rohani. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dijelaskan bahwa terapi relaksasi otot progresif menurunkan stres dengan menyasar keempat aspek gejala stres, terutama pada aspek emosi. Selain mengatasi ketegangan akibat stres, terapi ini juga dapat mengatasi permasalahan usia lanjut terkait ketidakstabilan emosi ketika mengalami stres, sehingga stres pada usia lanjut dapat dikelola dengan baik. Oleh karena itu, terapi relaksasi otot progresif merupakan salah satu metode yang efektif untuk menurunkan stres pada usia lanjut. Adapun selama proses penelitian, peneliti menemukan keterbatasan penelitian yaitu, desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol serta pemilihan sampel tidak dilakukan secara random (acak) karena keterbatasan subjek penelitian. Menurut Sugiyono (2010), adanya kelompok kontrol dan pemilihan sampel secara random dapat mengontrol variabel luar

61 yang dapat mempengaruhi jalannya eksperimental, sehingga validitas internal dapat menjadi lebih tinggi.