BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah menjadi makhluk sosial karena

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant

Orang lain menganggap dia jauh, menyendiri, dan tidak bisa terikat dengan orang lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

P ER SO N A LITY. Kelompok 14 : Elsa Puspita Muslamiyah Hanas Muthmainnah Nia Permata Sari Putri Deas Hadilofyani Reza Lutf

BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, seorang individu sejak lahir hingga

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB V PENUTUP. yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Kesimpulan tersebut meliputi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

ABSTRAK. Kata kunci: stakeholder, pelanggan, proses komunikasi interpersonal, tahapan penetrasi sosial

BAB I PENDAHULUAN. dengan komunikasi adalah kecemasan komunikasi. masalah-masalah yang banyak terjadi pada remaja maupun dewasa dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian yang penulis alami, ada kejadian-kejadian pada masa lalu yang

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KREATIVITAS PADA MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

NO : TB : BB : PETUNJUK PENGISIAN 1. Berikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan anda sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

Gangguan Kepribadian. Mustafa M. Amin Departemen Psikiatri FK USU

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan sebuah hal penting dalam sebuah kehidupan,

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc.

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, dalam kesehariannya senantiasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dimana awal kehidupan sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, individu (remaja)

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah. Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTARPRIBADI (Studi Kasus pada Anggota Language and Cultural Exchange Medan) RICO SIMANUNGKALIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dunia tanpa memiliki pemahaman apapun tentang apa yang harus dilakukan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dimulai pada tugas perkembangan masa dewasa awal, yaitu fase

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tanpa kehadiran orang lain. Dengan adanya kebutuhan untuk mengadakan

PEMBANGUNAN APLIKASI SISTEM PAKAR ANALISIS PENYAKIT GANGGUAN KEPRIBADIAN MENGGUNAKAN TEOREMA BAYES

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. biasa atau persahabatan yang terjalin dengan baik. Kecenderungan ini dialami

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

Terapi Cerita Bergambar Untuk Mengurangi Kesulitan Dalam Berkomunikasi Pada Seorang Remaja di Desa Wedoro Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo

Jangan takut menjawab ya, jawaban anda sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Febi Rosalia Indah, 2014

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi dapat terjadi didalam kelas, forum

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 24 tahun (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat melepaskan diri dari jalinan relasi sosial, dimana manusia selalu membuat kontak sosial atau berhubungan dengan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah menjadi makhluk sosial karena manusia membutuhkan orang lain, seperti orang tua, guru, saudara, tetangga, teman, sahabat, bahkan dengan orang yang tidak dikenal. Dalam berhubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Manusia juga dikatakan sebagai makhluk sosial karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan/berinteraksi sosial dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengahtengah manusia. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Manusia saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas tersebut merupakan bentuk interaksi sosial. Dalam berinteraksi sosial dengan masyarakat, manusia melakukan komunikasi, bahkan sebagian besar dari waktu yang dimiliki digunakan untuk berkomunikasi. Dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan salah satu hal 1

2 penting bagi manusia, dengan kata lain kualitas hidup manusia juga ditentukan oleh pola komunikasi yang dilakukannya. Komunikasi yang digunakan dalam keseharian untuk berinteraksi dengan sesama manusia ialah komunikasi interpersonal (Fiske, 2014). Rakhmat (2005) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan salah satu fakta penentu hubungan antara manusia satu dengan lainnya. Komunikasi interpersonal adalah media atau cara individu satu dengan lainnya berinteraksi yang berfokus tentang bagaimana suatu hubungan dimulai, bagaimana memertahankan suatu hubungan, dan keretakan suatu hubungan (Berger et. al 2012). Komunikasi interpersonal juga didefinisikan sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (De Vito 2015). Rakhmat (2005) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal terjadi karena pada hakikatnya setiap manusia butuh berkomunikasi dengan manusia lain. Pemenuhan kebutuhan ini guna mengembangkan diri menjadi makhluk sosial dan pribadi yang lengkap, serta menjalin kelangsungan hidup. Hal ini membuat setiap individu selalu berusaha untuk lebih mendekatkan diri dengan individu lainnya. Oleh sebab itu, Rakhmat (2005) menyatakan bahwa manusia diharapkan memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang baik. Individu yang komunikasi tidak terpenuhi akan berdampak pada emosi yang tidak stabil, merasa terasingkan, tidak memiliki teman, dikucilkan, mereasa kesepian, memiliki kecemasan yang tinggi, dan tidak percaya diri. Namun pada kenyataannya tidak setiap individu dapat

3 berkomunikasi dengan baik secara interpersonal, khususnya orang dengan memiliki ciri-ciri kepribadian tidak sehat. DSM-IV TR (2000) menyebutkan bahwa, yang termasuk kepribadian tidak sehat dalam berkomunikasi secara interpersonal antara lain adalah gangguan kepribadian Paranoid, Schizoid, Schizotypal, Antisosial, Borderline, dan avoidant. Dalam penelitian ini dipilih jenis gangguan kepribadian avoidant. Tapi, pada kenyataannya individu dengan gangguan kepribadian avoidant jarang terjadi, maka dalam penelitian ini diambilah individu normal dengan ciri-ciri avoidant. Arthur S & Emily S (2010) menjelaskan bahwa ciri-ciri avoidant dicirikan dengan hipersensitivitas yang ekstrem untuk menolak segala sesuatu sehingga individu menghindari kontak dengan individu lain dan menjauh dari upaya apa pun untuk membentuk sebuah relasi, kecuali diberi jaminan sangat kuat akan diterima tanpa syarat. Individu dengan ciri-ciri Avoidant biasanya disertai rasa percaya diri rendah, kecenderungan merendahkan begitu rupa nilai pencapaian diri sendiri dan selalu menitikberatkan secara berlebihan kelemahan diri, dan pada akhirnya individu dengan ciri-ciri avoidant mengharapkan sebuah afeksi dan penerimaan ekstrem individu lain atas dirinya. Prevalensi gangguan kepribadian avoidant adalah 1 hingga 10% dari populasi pada umumnya di seluruh dunia. Silvio Bellino (2004) menyatakan bahwa 14,79% (30.800.000 jiwa) orang Amerika dewasa memiliki setidaknya 1 gangguan kepribadian. Gangguan kepribadaian yang paling umum ialah gangguan kepribadian obsesif kompulsif sebesar 7,88%, gangguan kepribadian paranoid sekitar 4,41%,

4 gangguan kepribadian avoidant, gangguan kepribadian histrionik sekitar 1,84% dan gangguan kepribadian dependent 0,49%. Jadi, dapat dikatakan bahwa lebih dari 1.844.920.000 atau 5,99% dari 30.800.00 orang di Amerika yang memiliki gangguan kepribadian avoidant. American Psychological Association (2000) menyatakan bahwa gangguan kepribadian avoidant muncul dalam proporsi yang sama pada lakilaki dan perempuan sekitar 0,5% hingga 1% dari populasi umum. Penelitian mengenai gangguan kepribadian avoidant di Indonesia masih sangat terbatas. Hasil survei mengenai jumlah individu dengan kepribadian avoidant di Indonesia pun belum ada. Namun hal ini bukanlah berarti bahwa tidak ada kasus mengenai individu dengan ciri-ciri kepribadian avoidant di Indonesia. Peneliti mendapati individu dengan ciri-ciri kepribadian avoidant di lingkungan peneliti. NY seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. NY merupakan anak pertama dari dua bersaudara, berasal dari Jawa Tengah tepatnya di Solo. Saat ini NY berusia 21 tahun. Wawancara yang peneliti lakukan pada 21 mai 2016, mendapatkan hasil bahwa NY memiliki lebih banyak teman di dunia maya atau di dalam game online. Hal ini dia lakukannya karena merasa bahwa ketika berkomunikasi dengan orang lain, dia tidak dihargai atau tidak diterima di lingkungannya tersebut. Ia juga merasa bahwa ia memiliki rasa tidak percaya diri dalam hal apapun, terlebih saat presentasi di kelas. Oleh karena itu NY lebih memilih berdiam di kamar ketimbang berinteraksi dengan teman kost. NY menggaku bahwa ketika mendapatkan kritikan ia akan lebih enggan untuk berhubungan dengan orang tersebut. Ketika diwawancara, NY nampak ekspresi muka dan tubuhnya tidak

5 nyaman dalam berkomunikasi. Dari hasil wawancara di atas, individu dengan ciri-ciri avoidant yang tampak pada partisipan seperti hipersensitivitas, partisipan menggaku bahwa ketika mendapatkan kritikan ia akan lebih enggan untuk berhubungan dengan orang tersebut. Rasa percaya diri pada partisipan juga rendah. Partisipan menggaku bahwa tidak percaya diri dalam banyak hal, terlebih dalam hal berbicara atau ketika presentasi di depan kelas. Partisipan juga secara berlebihan memandang diri sebagai seseorang yang lemah. Berdasarkan hasil wawancara yang dikaitkan dengan teori avoidant di atas, dapat disimpulkan bahwa partisipan individu normal yang memiliki ciri-ciri avoidant. Fenichel (Kantor, 2003) menyatakan bahwa ciri-ciri avoidant memerlihatkan perasaan malu yang menyebabkan individu menarik diri dari lingkungan sosial karena takut mendapatkan kritik. Benjamin, Nylon & Horney (Kantor, 2003) menyatakan bahwa individu dengan ciri-ciri avoidant mengalami kecemasan dari dalam diri individu tersebut bukan karena berasal dari orang lain yang mengkritik individu tersebut. American Psychological Association (Kantor 2003) menyatakan bahwa, individu dengan ciri-ciri avoidant cenderung menggambarkan dirinya sebagai gelisah, cemas, kesepian, menghindar dari interaksi sosial, memiliki sedikit bahkan sama sekali tidak memiliki teman, bahkan menghindari kegiatan yang ramai dan menyenangkan. Individu dengan ciri-ciri avoidant begitu takut pada penolakan dan kritik. Individu dengan ciri-ciri avoidant umumnya tidak mau untuk memasuki

6 hubungan tanpa jaminan penerimaan. Akibatnya, individu dengan ciri-ciri avoidant memiliki hubungan dengan keluarga saja. Individu dengan ciri-ciri avoidant juga cenderung menghindari kelompok pekerjaan atau kegiatan rekreasi karena takut ditolak. Individu dengan ciri-ciri avoidant lebih suka makan siang sendirian di meja, menghindari piknik perusahaan dan pihak lain, kecuali mereka yakin diterima. Kantor (2003) menyatakan bahwa individu dengan ciri-ciri avoidant ketika menjalin hubungan dengan orang lain, cenderung kurang serius atau hanya sekedar berkomunikasi biasa saja. Individu dengan ciri-ciri avoidant tidak mencoba menjaga hubungan yang baik dengan orang lain. Selain itu, individu dengan ciri-ciri avoidant menutup diri dari orang luar, bahkan individu dengan ciri-ciri avoidant menghindari kontak personal karena merasa diasingkan dan ditolak secara pribadi. Galvin (Kantor 2003) menambahkan bahwa individu dengan ciri-ciri avoidant sering membuat jarak ketika ingin berkomunikasi dengan orang lain. Ketika berkomunikasi, individu dengan ciri-ciri avoidant sering membuat lawan bicara menjadi tidak nyaman dan pergi meninggalkannya. Kesulitan dalam hal berkomunikasi secara interpersonal yang dialami oleh individu dengan ciri-ciri avoidant membuat individu dengan ciri-ciri avoidant sering kali mencari pekerjaan yang menghindari kontak sosial. Menurut individu, bekerja seorang diri terasa lebih nyaman dari pada harus bekerja dalam sebuah tim. Terkadang invididu dengan ciri-ciri avoidant cenderung kurang ramah dengan rekan kerjanya dan tidak terlalu memikirkan keadaan di sekelilingnya (Kantor, 2003). De Vito (2005) menyatakan bahwa ketika individu melakukan komunikasi

7 secara interpersonal akan meningkatkan kognitif. Hal ini terjadi karena dalam proses komunikasi interpersonal individu akan mendapatkan informasi-informasi baru dari individu lain. Secara afektif, ketika individu melakukan komunikasi interpersonal, individu tersebut memiliki tempat untuk mengekspresikan perasaan yang dirasakannya, sehingga dapat mengeluarkan emosi yang ada di dalam dirinya. Secara behavioral, ketika individu melakukan komunikasi interpersonal, individu tersebut dapat merubah kebiasaanya. Hal ini terjadi karena terpengaruh oleh timbulnya suatu perasaan ketika individu berkomunikasi secara interpersonal. De Vito (2005) menambahkan bahwa individu yang tidak melakukan komunikasi interpersonal akan membuat individu cenderung memiliki emosi yang tidak stabil, merasa terasing di lingkunganya, tidak memiliki teman, dikucilkan oleh lingkungan, merasa kesepian, cenderung memiliki kecemasan yang tinggi, dan cenderung tidak percaya pada orang lain. Komunikasi interpersonal bukan hanya dilakukan untuk individu normal, tetapi komunikasi interpersonal juga seharusnya dilakukan oleh individu dengan ciriciri avoidant. Individu dengan ciri-ciri avoidant memiliki komunikasi interpersonal yang kurang efektif. Hal ini berdampak pada individu dengan ciri-ciri avoidant menutup diri mereka dari orang luar, bahkan mereka menghindari kontak personal karena merasa diasingkan dan ditolak secara pribadi. Selain itu, individu dengan ciriciri avoidant sering membuat jarak ketika ingin berkomunikasi dengan orang lain. Ketika berkomunikasi, individu dengan ciri-ciri avoidant sering membuat lawan bicara menjadi tidak nyaman dan pergi meninggalkannya. Individu dengan ciri-ciri

8 avoidant pun cenderung tidak mencoba menjaga hubungan yang baik dengan orang lain. Berdasarkan pemaparan di atas peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai komunikasi interpersonal. Peneliti hendak memahami, bagaimana gambaran komunikasi interpersonal individu dengan ciri-ciri avoidant B. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran komunikasi interpersonal pada orang dengan ciri-ciri kepribadian avoidant. Sementara ini diharapkan dapat bermanfaat secara: 1. Teoritis: Memberikan sumbangan referensi bagi psikologi, khususnya untuk pengembangan teori mata kuliah psikologi sosial maupun psikologi klinis berkaitan dengan gambaran komunikasi interpersonal pada individu dengan ciri-ciri kepribadian avoidant di Indonesia. 2. Praktis: Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran komunikasi interpersonal individu dengan ciri-ciri avoidant.