BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perasaan cemas dan tidak nyaman ini dapat dirasakan baik oleh kelompok mayoritas

BAB I PENDAHULUAN. pikiran negative yang dapat memicu lahir konflik(meteray, 2012:1).

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

BAB V KESIMPULAN. kekuasaan dan mempertahankan penjajahan Jepang di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu diantara sedikit negara di dunia yang

PENDAHULUAN. (Susetyo, 2010, h. 29), jumlah populasi orang Jawa kira-kira 47. mendominasi di Indonesia berdasarkan jumlah populasinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

PRASANGKA DAN DISKRIMINASI

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat

BAB IV PENUTUP. menggunakan analisis semiotik John Fiske tentang representasi asimilasi etnis

PRASANGKA DAN DISKRIMINASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan meningkatnya ketergantungan ekonomi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

2015 PERISTIWA MANGKOK MERAH (KONFLIK DAYAK DENGAN ETNIS TIONGHOA DI KALIMANTAN BARAT PADA TAHUN

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. juga multikultural, dimana dalam kehidupan tersebut terdapat berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Orang-orang Indonesia yang berdarah Tionghoa (berikutnya disebut

I. PENDAHULUAN. pesat. Jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Prasangka Mahasiswa Papua Pada Etnis Jawa Di Kota Malang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia,

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK, KARTU KELUARGA DAN AKTA CATATAN SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

HUBUNGAN ANTARA PRASANGKA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA MASYARAKAT JAWA TERHADAP MASYARAKAT TIONGHOA DI KELURAHAN KEMLAYAN SURAKARTA SKRIPSI

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring berjalannya waktu, dengan perubahan teknologi dan perubahan pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BARANG KONSUMSI

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan. keanekaragaman budaya, suku dan agama. Hal ini terjadi sejak jaman

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) Pada sekitar tahun 1920-an industri modern di Indonesia hampir

BAB I PENDAHULUAN. masa remajanya dengan hal-hal yang bermanfaat. Akan tetapi banyak remaja

BAB I PENGANTAR. segala bentuk dan prakteknya telah berupaya dikembangkan, namun. cacat dan kekurangan dari sistem tersebut semakin terlihat nyata.

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Tionghoa adalah kelompok masyarakat yang sudah. berbudaya lebih lama dari rata-rata bangsa yang ada di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. alkohol, napza, seks bebas) berkembang selama masa remaja. (Sakdiyah, 2013). Bahwa masa remaja dianggap sebagai suatu masa dimana

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, korban jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, dengan WNA dari budaya barat (Sabon, 2005).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat merealisasikan dan mewujudkan suatu tujuan pendidikan nasional. Perguruan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang tersebar di berbagai pulau. Kondisi negara maritim dengan

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi suatu negara (Rasli et al., 2013). Oleh karena itu, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju belakangan ini menyebabkan jenis, mutu, dan harga barang yang dijual

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1].

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai masyarakat majemuk. Kemajemukan ini. yang tercakup di dalamnya, serta ditunjang dengan keadaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa.

BAB I PENDAHULUAN. membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. budaya Indonesia, namun tradisi-tradisi dari tanah asal masih tetap diterapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia saat ini telah dijumpai beberapa warga etnis seperti Arab, India, Melayu apalagi warga etnis Tionghoa, mereka sebagian besar telah menjadi warga Indonesia, oleh karena itu sebagian besar penduduk asli Indonesia terutama di Pulau Jawa telah sangat lama hidup dengan berbagai kalangan etnis budaya begitu juga dengan keberadaan etnis Tionghoa. Menurut perhitungan berdasarkan sensus 2000, jumlah penduduk Tionghoa (WNI dan WNA) kira-kira 3 juta orang, yaitu sekitar 1,5% (Suryadinata, Arifin, dan Ananta 2003). Jumlahnya lebih besar daripada sensus 1930, namun angka dalam persen lebih rendah dibandingkan sensus 1930. Menurunnya persentasi etnis Tionghoa mungkin disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu: angka kelahiran yang menurun, imigrasi keluar negeri akibat gejolak politik sosial dan kebijakan asimilasi selama Orde Baru. Beberapa bentuk konflik antar etnis Jawa dengan etnis Tionghoa antara lain perkelahian, perkelahian merupakan tindak agresi dari seorang individu atau kelompok, dimana individu atau kelompok tersebut merasa lebih punya kekuasaan karena dianggap sebagai senior. Menurut Berkowitz (2003) menyatakan bahwa agresif merupakan salah satu perilaku yang dimanifestasikan dalam bentuk menyerang pihak lain dengan tujuan tertentu. Perilaku agresi dapat berbentuk tindakan fisik atau nonfisik (verbal atau nonverbal), secara langsung atau tidak langsung, secara individual atau kelompok, secara reaktif atau proaktif, dan secara aktif atau pasif. Berkaitan dengan perbedaan budaya, bahwa kebudayaan Tionghoa yang bersumber pada kebudayaan leluhurnya di RRC dianggap tidak pernah bisa bertemu dengan kebudayaan mayoritas warga Indonesia yang beragama Islam, khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan makanan yang mengandung babi yang amat tabu bagi Muslim serta pemujaan leluhur yang dianggap menyalahi ajaran agama Islam. Kenyataan bahwa sudah banyak warga etnis Tionghoa tidak bisa berbahasa Tionghoa lagi, di samping semakin besarnya 1

2 jumlah mereka yang menjadi Kristen atau Islam, nampaknya tidak bisa mengubah pandangan umum tentang perbedaan budaya yang besar antara warga etnis Tionghoa dan warga Indonesia lainnya, dari perbedaan tersebut muncul timbulnya tindakan agresif. Menurut Kategori sosial, hal ini ditandai dengan adanya cara memandang yang lebih buruk terhadap orang lain, komentar yang tidak sensitif, serta adanya perlakuan yang buruk Swim dkk. (dalam Myers, 1983), hal ini ditandai pada kasus puluhan siswa dari Kecamatan Purwosari, Bojonegoro, menyerang milik orang Cina etnis "Langgeng" toko, toko terbesar di daerah menjual komoditas dasar. Mereka memecahkan beberapa bagian jendela dan merusak toko. Rumor dari serangan yang tertunda telah beredar selama tiga hari. Para pejabat keamanan setempat telah mencoba untuk mengkoordinasikan tindakan pencegahan, namun serangan itu mengejutkan mereka. Seluruh peristiwa berlangsung hanya sekitar setengah jam (Jawa Pos, 19. Di Bojonegoro pemuda mengamuk.february 6, 1998). Lalu banyaknya konflik-konflik yang mengandung unsur-unsur untuk melakukan tindakan agresi terjadi karena prasangka etnis ini memicu muculnya penelitian-penelitian tentang hal tersebut, diantaranya adalah penelitian dari Abidin (1999) yang meneliti tentang prasangka rasial dan persepsi perilaku agresif pada kelompok mahasiswa pribumi dan Cina dari empat universitas di kota Bandung. Hubungan yang buruk ini, menurut Leo Suyadinata juga terjadi pada tahun 1950-an, akibat kebijakan pemerintah Soekarno tentang pembatasan kekuatan ekonomi warga Cina, melalui apa yang dinamakan sistem benteng, yaitu mendahulukan orang Indonesia asli dari pada orang Cina dalam pemberian lisensi impor. Upaya serupa untuk mengurangi kekuatan ekonomi warga Cina juga dilakukan melalui peraturan Dekrit Presiden No.10 (atau PP 10) tahun 1959, yang melarang orang asing melakukan kegiatan dagang eceran di pedesaan. Larangan itu terbatas pada orang Cina asing, tetapi karena persoalan kewarganegaraan yang belum terpecahkan, maka masih banyak orang Cina yang dikategorikan sebagai warga asing. Akibatnya, hampir seluruh warga Cina di pedesaan kena dampaknya. Pedagang eceran Cina dipaksa menutup sejumlah toko dan kegiatan usaha. Ketika sejumlah warga Cina di Jawa Barat menolak

3 mematuhi larangan itu, militer campur tangan untuk melaksanakan peraturan itu, dengan akibat timbul konflik yang mengakibatkan sejumlah orang Cina kehilangan nyawa dan terdapat lebih dari 100.000 warga Cina meninggalkan Indonesia, yang sebagian besar pergi ke Cina (Abdul Qadir Zein, Etnis Cina Dalam Potret Pembauran di Indonesia). Dengan banyak dijumpai tindak agresi di dalam kelompok tersebut, perilaku agresi sebelumnya didapat dari Intensi agresi, ada tiga faktor yang mempengaruhi Intensi individu untuk bertingkah laku, yaitu Sikap, Norma subyektif, dan Perceived Behavior Control. Sikap individu terhadap objek perilaku ditentukan oleh evaluasi individu terhadap konsekuensi dari perilaku serta kuatnya asosiasi diantara keduanya. Penilaian terhadap setiap konsekuensi yang dipersepsikan individu, dan persepsi individu terhadap kemungkinan munculnya konsekuensi yang dimaksud akan membentuk sikap pada diri individu (Fishbein & Azjen, 1975). Intensi agresi adalah kecenderungan seseorang berperilaku yang berlawanan dengan aturan umum atau norma sosial yang dilakukan baik secara fisik maupun verbal dengan sengaja yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain atau objek perilaku yang menimbulkan dampak negatif. Sebagai salah satu bentuk gejala kejiwaan, Intensi agresi pastilah mempunyai penyebab tertentu. Dalam peristiwa konflik antar etnis ini, salah satu penyebab dari munculnya perilaku intensi agresi adalah prasangka dari dua kelompok etnis yang berbeda tersebut. Baron & Byrne (2004) mendefinisikan prasangka sebagai sebuah sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu, semata berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Prasangka merupakan salah satu fenomena yang hanya bisa ditemui dalam kehidupan sosial. Seseorang tidak mungkin berprasangka bila tidak pernah mengalami kontak sosial dengan individu lain, di samping itu prasangka memiliki fungsi heuristik (jalan pintas), yaitu langsung menilai sesuatu tanpa memprosesnya secara terperinci dalam alam pikiran (kognisi) kita. Gunanya adalah agar kita tidak terlalu lama membuang waktu dan energi untuk sesuatu yang telah terlebih dahulu kita ketahui dampaknya (Sarwono, 2006).

4 Konflik seringkali mendasari munculnya perilaku agresi antar kelompok dan konflik antar kelompok seringkali dipicu oleh keadaan In group vs Out group sehingga anggota kelompok diwarnai oleh perasaan Prasangka (Helmi & Soedardjo, 1998). Masalahnya, sering sekali orang berprasangka secara berlebihan sehingga orang tersebut tidak rasional lagi dan akhirnya membuat keputusan yang keliru. Adanya berbagai kepentingan yang sama dari kolompok yang berbeda di atas dapat menyebabkan munculnya prasangka pada tiap-tiap kelompok atau etnis, dimana prasangka tersebut akan meningkatkan kecenderungan untuk berperilaku agresif pada kelompok lain atau etnis lain dan terdapat dua hal yang seringkali merupakan sumber konflik antar kelompok dan salah satunya adalah prasangka. Prasangka terhadap masyarakat etnis Tionghoa sudah jauh lebih lama muncul dibandingkan dengan prasangka-prasangka yang muncul pada etnis-etnis lain di Indonesia. Pada tahun 1970-an, prasangka terhadap masyarakat etnis Tionghoa menjadi pemicu kerusuhan terjadi, banyak diantaranya yang menimbulkan korban jiwa. Salah satu yang paling dasyat adalah kerusuhan Mei 1998 di Jakarta dengan ribuan korban jiwa di pihak keturunan Tionghoa dan memaksa sejumlah besar masyarakat etnis Tionghoa Indonesia bereksodus ke luar negeri (Suryadinata, 2002). Dengan melibatkan banyak prasangka akan terjadi diskriminasi yang sangat tidak disetujui oleh banyak pihak dan merupakan keadaan yang telah berkaitan dengan keadaan yang nyata. Diskriminasi merujuk pada aksi negatif terhadap kelompok yang menjadi sasaran prasangka. Diskriminasi melibatkan aksi negatif terhadap anggota berbagai kelompok sosial. Diskriminasi secara leksikal adalah perlakuan terhadap orang atau kelompok yang didasarkan pada golongan atau kategori tertentu. Sementara diskriminasi kasar jelas telah menurun, bentuk yang lebih halus, seperti rasisime modern dan tokenisme, masih tetap ada. Sedang diskriminasi bisa terjadi tanpa adanya prasangka dan sebaliknya orang yang berprasangka belum tentu akan mendiskriminasikan (Duffy & Wong, 1996). Akan tetapi selalu terjadi kecenderungan kuat bahwa prasangka melahirkan diskriminasi. Prasangka menjadi sebab diskriminasi mana kala digunakan sebagai rasionalisasi diskriminasi, yang artinya prasangka yang

5 dimiliki terhadap kelompok tertentu menjadi alasan untuk mendiskriminasikan kelompok tersebut. Adanya berbagai kepentingan yang sama dari kolompok yang berbeda di atas dapat menyebabkan munculnya prasangka pada tiap-tiap kelompok atau etnis, dimana prasangka tersebut akan meningkatkan kecenderungan untuk berperilaku agresif pada kelompok lain atau etnis lain. Sejalan dengan hal ini Jaspars & Warnaen (1982), mengatakan bahwa terdapat dua hal yang seringkali merupakan sumber konflik antar kelompok dan salah satunya adalah prasangka. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa dalam konflik antar etnis terdapat tindakan-tindakan yang dimaksudkan secara sengaja untuk menyakiti individu maupun kelompok lain yang dalam hal ini dapat diartikan sebagai agresi dan perilaku agresi dapat dimunculkan oleh adanya prasangka. Berpijak dari latar belakang permasalahan yang penulis kemukakan di atas, maka penulis mengadakan penelitian dengan judul Hubungan antara Prasangka dengan Intensi agresi pada Etnis Jawa terhadap Etnis Tionghoa. Berbeda dengan masyarakat Tionghoa, etnis Jawa di Bojonegoro adalah mayoritas penduduk, dari segi kebudayaan etnis Jawa terbagi atas dua kelompok, yaitu priyayi dan wong cilik. Priyayi adalah etnis Jawa yang berasal dari keluarga bangsawan (dari kalangan kerajaan), sedangkan wong cilik adalah masyarakat Jawa yang berasal dari keluarga biasa (bukan dari kalangan kerajaan). Dalam segi bahasa etnis Jawa pada umumnya menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Selanjutnya dalam segi agama dan kepercayaan etnis Jawa kebanyakan menganut agama Islam dan sebagian menganut agama Kristen walaupun masih banyak pula yang menganut kepercayaan kejawen (Sutirto, 2000). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara prasangka dengan intensi agresi pada etnis Jawa terhadap etnis Tionghoa?

6 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara prasangka dengan Intensi agresi pada etnis Jawa terhadap etnis Tionghoa. D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Bagi masayarakat pada umumnya, dapat menambah pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu psikologi, yaitu mengenai hubungan prasangka dengan intensi agresi. b. Bagi ilmuwan atau peneliti, data pada penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan teori-teori psikologi pada umumnya dan psikologi prasangka maupun intensi agresi pada khususnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi masyarakat pada umumnya, hasil dari penelitian ini memberikan kesadaran pada masyarakat luas bahwa prasangka dan intensi agresi maupun perilaku agresif adalah suatu hal yang merugikan bagi persatuan dan kesatuan, oleh karena itu diharapkan masyarakat dapat mereduksi perilaku-perilaku merugikan tersebut. b. Bagi ilmuwan atau peneliti, data hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pembanding maupun referensi pada penelitian sejenis yang dilakukan di masa yang akan datang.