Kajian Kualitas GCP Menggunakan Metode Pengukuran RTK dan Rapid Statik GPS

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Perbandingan Ketelitian Hasil Pengukuran GCP... (Safi i, et al.)

Isfandiar M. Baihaqi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

Analisis Pengaruh Sebaran Ground Control Point terhadap Ketelitian Objek pada Peta Citra Hasil Ortorektifikasi

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1B untuk Pembuatan Peta Desa (Studi Kasus: Kelurahan Wonorejo, Surabaya)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

Mekanisme Penyelenggaraan Citra Satelit Tegak Resolusi Tinggi Sesuai Inpres Nomor 6 Tahun 2012

PENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

Mekanisme Persetujuan Peta untuk RDTR. Isfandiar M. Baihaqi Diastarini Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial

Analisis Ketelitian Objek pada Peta Citra Quickbird RS 0,68 m dan Ikonos RS 1,0 m

ORTHOREKTIFIKASI CITRA RESOLUSI TINGGI UNTUK KEPERLUAN PEMETAAN RENCANA DETAIL TATA RUANG Studi Kasus Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur

STUDI PERBANDINGAN GPS CORS METODE RTK NTRIP DENGAN TOTAL STATION

UJI KETELITIAN HASIL REKTIFIKASI CITRA QUICKBIRD DENGAN PERANGKAT LUNAK GLOBAL MAPPER akurasi yang tinggi serta memiliki saluran

Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRIP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill

STUDI ANALISIS KETELITIAN GEOMETRIK HORIZONTAL CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI SEBAGAI PETA DASAR RDTR PESISIR (STUDI KASUS: KECAMATAN BULAK, SURABAYA)

UJI AKURASI PENENTUAN POSISI METODE GPS-RTK MENGGUNAKAN PERANGKAT CHC X91+

ANALISIS PERBANDINGAN KETELITIAN POSISI GPS CORS RTK-NTRIP DENGAN METODE RAPID STATIK

KAJIAN KETELITIAN KOREKSI GEOMETRIK DATA SPOT-4 NADIR LEVEL 2 A STUDI KASUS: NUSA TENGGARA TIMUR

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

Bab IV Analisa dan Pembahasan. Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai analisa dari materi penelitian secara menyeluruh.

Atika Sari, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya,

BAB IV PENGOLAHAN DATA

PENGARUH JUMLAH DAN SEBARAN GCP PADA PROSES REKTIFIKASI CITRA WORLDVIEW II

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Citra Satelit IKONOS

AKURASI PENGUKURAN GPS METODE RTK-NTRIP MENGGUNAKAN INA-CORS BIG Studi Kasus di Sumatera Utara

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

BAB IV PENGOLAHAN DATA

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1A untuk Pembuatan Peta Dasar Lahan Pertanian (Studi Kasus: Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan)

Analisa Ketelitian Planimetris Citra Quickbird Guna Menunjang Kegiatan Administrasi Pertanahan (Studi Kasus: Kabupaten Gresik, 7 Desa Prona)

Bab I Pendahuluan I.1. Latar belakang

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Bab III Pelaksanaan Penelitian. Penentuan daerah penelitian dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah :

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Juni, 2013) ISSN:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

Pengaruh Penambahan Jumlah Titik Ikat Terhadap Peningkatan Ketelitian Posisi Titik pada Survei GPS

Analisis Ketelitian Orthorektifikasi Citra Pleiades dan SPOT6 Untuk Pembuatan Peta Dasar RDTR Wilayah Pesisir (Studi Kasus: Kecamatan Jenu, Tuban)

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661

ANALISA PENENTUAN POSISI HORISONTAL DI LAUT DENGAN MAPSOUNDER DAN AQUAMAP

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL INFRASTRUKTUR

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR

PERJANJIAN KERJA SAMA ANTARA LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL DENGAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL TENTANG

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b...

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) A-440

BAB I PENDAHULUAN I-1

Bab IV Analisis Hasil Penelitian. IV.1 Analisis Data Titik Hasil Pengukuran GPS

PEMANFAATAN PERANGKAT LUNAK PCI UNTUK MENINGKATKAN AKURASI ANALISIS SPASIAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

BLUNDER PENGOLAHAN DATA GPS

GEOTAGGING+ Acuan Umum Mode Survei dengan E-GNSS (L1)

MODUL 3 GEODESI SATELIT

Jurnal Geodesi Undip April 2015

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

GEOTAGGING+ Acuan Umum Mode Survei dengan E-GNSS (MULTI)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGEMBANGAN MODEL KOREKSI GEOMETRI ORTHO LANDSAT UNTUK PEMETAAN PENUTUP LAHAN WILAYAH INDONESIA

Kata Kunci : GPS, CORS, NTRIP, RTK, Provider

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: ( Print) 1 II. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Noorlaila Hayati, Dr. Ir. M. Taufik Program Studi Teknik Geomatika, FTSP-ITS, Surabaya, 60111, Indonesia

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0

TUGAS AKHIR RG141536

Jurnal Geodesi Undip OKTOBER 2017

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

Abstrak PENDAHULUAN.

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan

EVALUASI KETINGGIAN BANGUNAN DALAM RANGKA UPAYA MENJAGA ZONA KKOP BANDARA JUANDA. (Studi Kasus : Masjid Ar-Ridlo Sedati Sidoarjo)

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Geodesi Undip Agustus 2013

TUGAS AKHIR RG141536

PROSES REKOMENDASI BIG LAMPIRAN PETA RDTR PUSAT PEMETAAN TATA RUANG DAN ATLAS, BIG

Processed: Sabtu, Feb 23, :06:49 08/01/19, 13:10: /01/19, 13:30:55.000

REGISTRASI PETA TUTORIAL I. Subjek Matter: 1.1 GEOFERENSING 1.2 COORDINAT GEOMETRIK (COGO)

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

Bab III Pelaksanaan Penelitian

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

SIDANG TUGAS AKHIR RG

Ir. Rubini Jusuf, MSi. Sukentyas Estuti Siwi, MSi. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

BAB I PENDAHULUAN I-1

Transkripsi:

Kajian Kualitas GCP Menggunakan Metode Pengukuran RTK dan Rapid Statik GPS A. SYETIAWAN 1, J. OCTARIADY 2 dan F. F. CHABIBI 3 1,2,3 Badan Informasi Geospasial, Jl. Raya Jakarta-Bogor Km 46, Cibinong 16911 * Corresponding author: agungsyetiawan@gmail.com Abstrak: Pembuatan rencana detail tata ruang (RDTR) menjadi kewajiban setiap pemerintah daerah untuk digunakan dalam pengelolaan wilayah secara berkelanjutan. Cara cepat untuk membuat peta rencana detail tata ruang adalah dengan menggunakan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT). Dalam proses ortorektifikasi, Citra Satelit Resolusi Tinggi tersebut membutuh Model Permukaan Digital (MPD) dan titik kontrol tanah atau Ground Control Point (GCP) dengan ketelitian yang memadai. Penelitian ini akan mengkaji kualitas proses ortorektifikasi CSRT menggunakan titik GCP hasil pengukuran GPS metode Real Time Kinematic (RTK) dan rapid statik. Titik-titik tanah (GCP) tersebut tersebar secara merata di seluruh wilayah Kota Ambon dengan jumlah 19 titik, 8 titik diperlakukan sebagai GCP dan 11 titik sebagai Independent Check Points (ICP). Data citra yang digunakan pada penelitian ini adalah citra satelit Worldview-3 tahun 2015. Pengolahan data GPS menggunakan tiga skema yaitu menggunakan data pengamatan 15 menit, 30 menit dan data pengamatan utuh untuk metode rapid statik serta hasil koordinat metode RTK. Hasil penelitian menunjukkan nilai deviasi pengukuran GPS statik pengamatan 30 menit dibandingkan dengan pengamatan utuh berkisar antara 0 hingga 4 cm, sementara untuk pengamatan 15 menit berkisar antara 0 hingga 6 cm untuk koordinat Eastingnya. Perbedaan untuk koordinat Northingnya dengan pengamatan 30 menit berkisar pada 0 hingga 5 cm, sementara untuk pengamatan 15 menit berkisar pada 4 cm. Hasil lain didapatkan, pengamatan RTK dibandingkan dengan pengamatan penuh memiliki deviasi berkisar 0 hingga 24 cm untuk koordinat Easting dan deviasi 0 hingga 7 cm untuk koordinat Northingnya. Nilai koordinat yang tidak jauh berbeda ini mengakibatkan ketelitian citra terortorektifikasi yang dihasilkan tidak akan jauh berbeda atau memiliki ketelitian yang sama. Penggunaan metode RTK dan pengamatan rapid statik menghasilkan koordinat dengan ketelitian yang memadai sehingga dapat digunakan untuk proses koreksi geometrik CSRT. Efisiensi penentuan titik GCP dan pemilihan metode pengumpulan data di lapangan yang tepat akan mempercepat proses pembuatan rencana detail tata ruang. Dengan begitu setiap daerah mampu melaksanakan pembuatan RDTR dengan cepat dan dengan ketelitian yang memadai untuk kemudian diajukan menjadi sebuah peraturan daerah. Kata kunci: Ground Control Point, CSRT, Real Time Kinematic, Rapid Static, RDTR 1. PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 menegaskan bahwa aspek kewilayahan/spasial harus terintegrasi dan menjadi bagian dari kerangka perencanaan pembangunan, baik nasional maupun daerah. Rencana detail tata ruang kota adalah rencana pemanfaatan ruang kota secara terinci, yang selanjutnya disusun untuk menyiapkan perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan program pembangunan kota [1]. Pembuatan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) menjadi kewajiban setiap pemerintah daerah untuk digunakan dalam pengelolaan wilayah secara berkelanjutan. Sebagaimana kondisi ketersediaan data dan informasi geospasial terkini, khususnya Informasi Geospasial Dasar (IGD) yang berupa peta rupabumi skala besar belum sepenuhnya mencakup seluruh wilayah Indonesia. Kondisi ini mendorong Pemerintah Daerah mempunyai inisiatif untuk menyelenggarakan data dan informasi geospasial sesuai kewenangannya dalam peraturan perundang-undang. Ketersediaan data citra satelit resolusi tinggi (CSRT) sendiri pun masih minim, tercatat menurut data 2017 ITP. All right reserved 228 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242

LAPAN luas total ketersediaan data baru tersedia sekitar 998.218 km 2. Gambar 1 menyajikan sebaran data citra resolusi tinggi yang ada di Indonesia. Tuntutan tersebut membuat pemerintah daerah mau tidak mau harus menyediakan peta skala besar untuk keperluan rencana detil wilayahnya. Gambar 1. Data Ketersediaan citra resolusi tinggi (resolusi spasial 60 cm) Citra satelit resolusi tinggi yang digunakan untuk pembuatan peta Rencana Detail Tata Ruang adalah citra satelit yang memiliki resolusi spasial lebih baik dari 0,65 meter dengan sudut pengambilan data sebesar 20 tegak lurus terhadap bumi. Citra satelit juga harus dilengkapi dengan informasi parameter orbit satelit dan parameter sensor dengan tutupan awan 10% dari keseluruhan data citra dan tidak menutupi objek-objek penting. Selain itu tahun akuisisi data citra satelit yang digunakan tidak boleh lebih lama dari 2 tahun dari pembuatan rencana detil tata ruangnya. Alasan penggunaan data citra satelit dengan akuisisi kurang dari 2 tahun adalah mendapatkan informasi yang lebih terbaru terkait dengan objek yang akan dipetakan, akan tetapi masih bisa memungkinkan menggunakan data citra yang lebih lama dengan pertimbangan menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan daerah tersebut. Artinya daerah tersebut bersifat statis tanpa mengalami perubahan spasial yang signifikan. Skala minimal RDTR Kabupaten/Kota yang ditentukan adalah 1:5.000 sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. RDTR ini disusun diatas peta dengan skala atau tingkat ketelitian minimal 1:5.000 karena objek hukum yang harus ada (seperti jaringan prasarana, pola ruang dalam RDTR dan peraturan zonasi adalah blok peruntukan yang hanya bisa tergambar pada peta dengan skala 1:5.000 atau skala yang lebih besar lagi. Skala yang lebih besar akan memudahkan dalam mengenali objek tersebut termasuk rumah, saluran, pagar, jalan ataupun trotoar. Untuk itu diperlukan mekanisme penyelesaian yang cepat, sebagai alternatif solusi salah satunya mengandalkan teknologi 2017 ITP. All right reserved 229 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242

penginderaan jauh menggunakan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT), mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas dengan tipikal topografi yang beragam. CSRT sering kali digunakan untuk evaluasi pelaksanaan rencana detail tata ruang kota [2], [3]. Kegiatan menyediakan peta dari citra satelit tegak resolusi tinggi sendiri berdasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2012 tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan dan Distribusi Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi, dimana LAPAN (Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional) bertugas untuk menyediakan data citra satelit dan Badan Informasi Geospasial (BIG) bertugas untuk membuat citra tegak satelit penginderaan jauh resolusi tinggi (melalui proses orthorektifikasi citra). Proses koreksi citra membutuhkan data Ground Control Point (GCP) dengan ketelitian tinggi [4]. Oleh karena itu, pengukuran GCP harus dilakukan dengan menggunakan alat GPS Geodetik yang dapat memberikan posisi secara teliti. Keunggulan dari penggunaan teknologi satelit adalah hasil ukuran langsung terikat dalam sistem koordinat global, titik-titik dalam jaring GPS dapat tersebar satu sama lain dengan jarak yang relatif jauh, pelaksanaan survei dapat dilakukan dalam segala waktu dan kondisi cuaca [5]. Teknologi GPS pun semakin berkembang dengan kemampuan mampu mendapat koordinat teliti secara real time atau sering disebut dengan metode penetuan posisi secara differensial Real Time Kinematic (RTK). Metode RTK ini digunakan untuk mereka yang membutuhkan ketelian pada orde centimeter level[6]. Penelitian mengenai penggunaan GCP dalam proses ortorektifikasi citra sudah banyak dilakukan. Penambahan GCP untuk kondisi dan bahan yang sama mengakibatkan meningkatnya ketelitian horisontal [7]. Perbedaan ketelitian citra yang terortorektifikasi lainnya juga terjadi pada citra yang menggunakan 10 GCP dengan kenaikan ketelitian horisontal sebesar 30 cm dibandingkan dengan ketelitian horisontal yang didapatkan dari penggunaan 6 titik GCP [8]. Hasil optimalisasi penggunaan titik GCP dalam proses ortorektifikasi citra satelit resolusi tinggi untuk wilayah datar menunjukkan bahwa citra terortorektifikasi dengan jumlah GCP minimum memiliki ketelitian yang tidak jauh berbeda dengan penggunaan GCP yang berlebih [9], [10]. Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan, belum pernah ada yang mengkaji bagaimana pengaruh lama pengamatan GCP terhadap hasil citra terortorektifikasi. Penelitian ini mengkaji kualitas hasil proses ortorektifikasi CSRT menggunakan titik GCP hasil pengukuran GPS metode Real Time Kinematic (RTK) dan rapid static dengan berbagai lama waktu pengamatan. Penelitian bertujuan mengkaji metode pengukuran GCP yang paling efisien dalam segi waktu saat pengumpulan data di lapangan. Harapannya penyediaan peta rencana detail tata ruang dapat dilaksanakan dengan lebih efisien dengan memangkas waktu pelaksanaan pengumpulan data di lapangan tanpa mengurangi ketelitian posisi hasil GCP. Dengan dibangunnya informasi geospasial pada skala besar ini, diharapkan dapat dimanfaatkan untuk membuat sistem perencanaan daerah dalam rangka mendukung pembangunan daerah yang berbasiskan data spasial. Kegiatan ini akan 2017 ITP. All right reserved 230 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242

mendukung One Map Policy (Kebijakan Satu Peta) yang sedang dilakukan oleh pemerintah sekarang ini. 2. METODE PENELITIAN Pemilihan kota Ambon sebagai area penelitian didasari karena potensi kota Ambon sebagai kota utama dan kota besar di region pembangunan Indonesia timur. Kota Ambon menjadi penting karena menjadi pusat pelabuhan, pariwisata dan pendidikan di wilayah kepulauan Maluku. Gambar 2 menunjukkan administrasi Kota Ambon pada wilayah pulau Ambon. Sebaran dan jumlah GCP yang digunakan tergantung pada karakteristik wilayah yang dipetakan. Kota Ambon memiliki kondisi topografis yang beragam, bagian Barat hingga Timur pulau Ambon merupakan daerah pegunungan yang dikelilingi oleh area pesisir yang cenderung datar. yaitu pengamatan statik dan Single Real Time Kinematic (RTK). Pengamatan satelit di lapangan menggunakan interval data setiap 1 detik dengan menggunakan sinyal dual frekuensi (L1 dan L2), parameter pengukuran dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1: Parameter Processing Data. Parameter Keterangan Titik Ikat Stasiun Tetap CORS Ambon (CAMB) Frequency used Dual Frequency (L1, L2) Ephemeris Broadcast Interval data 1 second Satellite Segment GPS dan GLONASS Datum WGS 1984 Zone 52 South Geoid EGM 2008 1' Gambar 3. Citra Worldview-3 wilayah Kota Ambon Gambar 2. Administrasi Kota Ambon Data citra yang digunakan pada penelitian ini adalah citra satelit Worldview-3 tahun akuisisi 2015. Gambar 3 menyajikan kenampakan citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini. Proses pengambilan data Ground Control Point (GCP) dilakukan pada bulan September tahun 2016 menggunakan perangkat GPS Geodetik. Pengukuran GPS dilakukan dengan menggunakan dua metode pengukuran Identifikasi GCP ( Ground Control Point) dan ICP ( Independent Control Point) adalah tahapan penentuan distribusi titik kontrol yang tersebar merata dengan komposisi yang optimal sesuai dengan area, khususnya untuk seluruh wilayah Kota Ambon dan sekitarnya. GCP merupakan titik kontrol tanah yang akan digunakan atau dimasukkan dalam koreksi citra orthorektifikasi. Syarat penentuan sebaran titik kontrol tanah adalah sebagai berikut: 2017 ITP. All right reserved 231 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242

- Pada sisi perimeter; - Pada tengah area/scene; - Pada wilayah perbatasan/tampalan scene citra; - Tersebar secara merata untuk seluruh lokasi kegiatan; - Menyesuaikan karakteristik wilayah. Terdapat dua jenis karakteristik wilayah, yaitu wilayah relatif datar dan wilayah dengan topografi berbukit atau bergunung. Daerah dengan kondisi yang berbukit atau bergunung memerlukan sebaran GCP yang lebih rapat dibandingkan dengan daerah yang relatif datar. ICP sendiri merupakan titik kontrol tanah yang digunakan sebagai titik uji citra tegak hasil orthorektifikasi. Obyek yang digunakan sebagai titik uji harus memiliki sebaran yang merata di seluruh area yang akan diuji, dengan ketentuan sebagai berikut: - Pada setiap kuadran jumlah minimum titik uji adalah 20% dari total titik uji; - Jarak antar titik uji minimum 10% dari jarak diagonal area yang diuji. Jumlah titik uji untuk ketelitian geometri bertambah sejumlah 5 titik untuk setiap penambahan luasan sebesar 250 km². Jika luasan citra yang akan dikoreksi kurang dari 250 km² maka diperlukan titik uji sejumlah 10 hingga 15 titik seperti dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Jumlah Uji Berdasarkan Luasan Luasan (km²) Jumlah titik uji untuk ketelitian horizontal Jumlah titik uji untuk ketelitian vertikal Area nonvegetasi Area vegetasi Jumlah total titik <500 20 20 0 20 501-750 25 20 10 30 751-1000 30 25 15 40 1001-1250 35 30 20 50 1251-1500 40 35 25 60 1501-1750 45 40 30 70 1751-2000 50 45 35 80 2001-2250 55 50 40 90 2251-2500 60 55 45 100 Setelah proses pengambilan data GCP dilakukan maka tahap selanjutnya adalah pengolahan data GPS. Post processing data GPS dilakukan dengan cara melakukan pengikatan terhadap CORS Ambon dengan menggunakan tiga skema pengolahan yaitu menggunakan data pengamatan 15 menit, 30 menit dan data pengamatan utuh. Lama pengamatan utuh GPS statik adalah lebih dari 30 menit (ber variasi antara 35 hingga 60 menit) pengamatan bergantung dengan dekat atau jauhnya jarak titik GCP terhadap titik ikat CORS Ambon (CAMB). Pembagian skema pengolahan menjadi 15 menit dan 30 menit pun mengesampingkan jarak titik GCP terhadap titik ikatnya, artinya lama pengamatan tidak melihat titik tersebut dekat atau jauh dari titik ikatnya. Gambar 4 dapat menunjukkan sebaran titik GCP terhadap CORS Ambon. Proses pengumpulan data metode RTK dilakukan di beberapa titik 2017 ITP. All right reserved 232 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242

saja dikarenakan keterbatasan alat yang bisa digunakan untuk RTK dan keterbatasan sinyal internet GSM yang tersedia di Kota Ambon. Metode RTK yang digunakan adalah metode RTK NTRIP ( Network Transport of RTCM via Internet Protocol), dimana metode ini sangat bergantung pada ketersediaan internet dikarenakan koreksi kesalahan dari base akan dikirimkan melalui sinyal internet tersebut ke rover yang menerima. Ortorektifikasi citra dilakukan dengan menggunakan 8 titik GCP hasil pengamatan utuh, 15 menit pengamatan, dan 30 menit pengamatan. Ortorektifikasi citra menggunakan GCP hasil pengukuran dengan metode RTK tidak bisa dilakukan dikarenakan kurangnya titik hasil pengukuran RTK yang dihasilkan pada scene tersebut, akan tetapi hasil RTK nantinya akan dibandingkan dengan hasil post processing pengamatan utuh untuk melihat deviasi hasil RTK dengan metode statik. Semua titik GCP yang digunakan memiliki nilai ketelitian horisontal lebih baik dari 15 cm. Proses ortorektifikasi dilakukan menggunakan software PCI Geomatica. Metode ortorektifikasi yang dilakukan menggunakan metode aproksimasi model. Metode aproksimasi model memberikan perkiraan hubungan antara ruang gambar dan ruang objek tanpa membutuhkan informasi mengenai pergerakan sensor di ruang angkasa, ephemeris satelit ataupun kondisi satelit. Dalam hal ini, model matematik yang digunakan untuk proses transformasi sistem koordinat citra ke sistem koordinat tanah adalah rational function [11]. Pada prinsipnya model matematik rational function membuat korelasi antara titik di piksel dan titik di tanah berdasarkan pada rasio dari dua fungsi polinomial orde tiga [12]. Persamaan 1 dan persamaan 2 merupakan persamaan matematis rasio fungsi polinomial yang digunakan pada rational function, sedangkan persamaan 3 merupakan persamaan polinomial orde tiga dengan maksimum 20 koefisien [13]: Gambar 4. Sebaran titik GCP dan stasiun CORS Ambon 2017 ITP. All right reserved 233 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242

...(1)...(2)...(3) Keterangan: r n, c n baris dan kolom piksel indeks dalam ruang gambar Xn, Yn, Zn nilai koordinat titik objek pada ruang tanah p1, p2, p3, p4 fungsi polinomial orde tiga. a 1, a 2,, a i : koefisien polinomial. Hasil proses ortorektifikasi akan menghasilkan 3 buah citra terortorektifikasi yakni citra terortorektifikasi dengan menggunakan GCP hasil pengamatan utuh, citra terortorektifikasi dengan menggunakan GCP hasil pengamatan 15 menit dan citra terortorektifikasi dengan menggunakan GCP hasil pengamatan 30 menit. Evaluasi ketelitian citra terortorektifikasi dilakukan dengan menggunakan 11 Independent Check Point (ICP). Evaluasi ketelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari berbagai lama pengamatan GCP terhadap ketelitian dari citra hasil ortorektifikasi. Gambar 5 menyajikan diagram alir penelitian. lunak komersial menggunakan metode radial dengan pengikatan ke titik CORS Ambon. Hasil pengolahan data untuk skema 1 hingga skema 3 dapat dilihat pada tabel 3-5. Solusi ambiguitas fase keseluruhan titik untuk skema pengamatan penuh adalah fixed dengan nilai presisi horisontal titik antara 0.001 m hingga 0.036 m. Nilai presisi vertikal skema 1 menunjukkan nilai pada rentang 0.002 m hingga 0.070 m. Titik G014 memiliki nilai presisi paling rendah dibandingkan dari titik lainnya, titik G014 diamati selama 50 menit dengan jarak titik dengan base sejauh 21 km. Presisi lebih rendah dari pada titik lainnya akibat jarak titik jauh terhadap titik ikatnya. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Koordinat hasil perhitungan Koordinat posisi hasil pengolahan data statik menggunakan perangkat Gambar 5. Alur kerja penelitian 2017 ITP. All right reserved 234 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242

Sementara untuk skema 2 menggunakan data pengamatan 30 menit, nilai presisi horisontal titik antara 0.002 m hingga 0.043 m. Nilai presisi vertikal nya menunjukkan nilai pada rentang 0.003 m hingga 0.064 m. Titik G014 dan G028 memiliki nilai presisi paling rendah dibandingkan dari titik lainnya. Sama seperti pada skema 1, titik G014 jauh terhadap titik basenya sementara G028 terdapat sedikit obstruksi sehingga data yang diterima tidak lengkap. Solusi ambiguitas fase keseluruhan titik untuk skema pengamatan 30 menit adalah fixed, sehingga titik GCP pada skema ini bisa digunakan untuk proses orthorektifikasi selanjutnya. Skema 3 menggunakan data pengamatan 15 menit menghasilkan nilai presisi horisontal titik antara 0.003 m hingga 0.130 m. Nilai presisi vertikal nya menunjukkan nilai pada rentang 0.004 m hingga 0.121 m. Hasil skema 3 ini lebih jelek jika dibandingkan menggunakan pengamatan 30 menit, karena data sudah dipotong menjadi lebih sedikit, sehingga titik-titik yang jauh dari base akan mendapatkan nilai posisi yang kurang maksimal. Solusi ambiguitas fase untuk skema ini masih ditemukan titik dengan solusi float yaitu di titik G014 dengan nilai horisontal presisi 0.130 m dan 0.121 m untuk presisi vertikalnya. Akan tetapi tidak keseluruhan titik pada skema 3 ini tidak bisa digunakan, seperti dapat dilihat pada tabel 5 hasil posisi bagus bisa ditunjukkan untuk titik dengan baseline pendek seperti titik G021 memiliki presisi horisontal sebesar 0.009 m dan 0.011 m untuk presisi vertikalnya. Titik G021 berjarak 6.2 km dari titik ikat sehingga masih bisa dibilang merupakan baseline pendek. Keseluruhan hasil baik menggunakan skema 1 sampai skema 3 dapat digunakan untuk proses orthorektifikasi selanjutnya, karena berdasarkan juknis pengolahan data, ketelitian horisontal titik GCP yang digunakan untuk proses rektifikasi harus dibawah 15 cm. Titik-titik yang diindikasi bernilai float tidak digunakan pada saat proses pengolahan citra. Ketelitian posisi sangat erat kaitannya dengan geometri, strategi pengamatan dan strategi pengolahan data yang digunakan [5]. Pemilihan lama strategi pengamatan, design sebaran titik dan pemilihan lokasi titik yang terbuka sangat mempengaruhi terhadap hasil penentuan posisi. Tabel 3. Hasil pengolahan data statik untuk skema pengamatan penuh (full) POINT Solution Type H. Prec. V. Prec. Easting Northing G001 Fixed 0.018 0.030 388774.991 9582165.911 G002 Fixed 0.006 0.012 391539.194 9585521.841 G003 Fixed 0.009 0.014 394498.742 9587815.558 G004 Fixed 0.008 0.015 400746.738 9591820.14 G005 Fixed 0.013 0.025 403091.514 9592891.507 G006 Fixed 0.006 0.017 405135.779 9588181.076 G07A Fixed 0.010 0.019 404022.406 9583030.354 G008 Fixed 0.015 0.024 399993.655 9581041.021 G009 Fixed 0.006 0.019 405151.473 9594174.439 G010 Fixed 0.029 0.055 389354.117 9599873.446 G011 Fixed 0.015 0.023 391704.031 9602239.223 G012 Fixed 0.007 0.011 397722.989 9589017.073 2017 ITP. All right reserved 235 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242

G013 Fixed 0.010 0.021 426923.611 9602333.174 G014 Fixed 0.036 0.070 424639.359 9606103.169 G015 Fixed 0.008 0.020 426497.766 9598081.645 G016 Fixed 0.007 0.011 407403.728 9585689.094 G017 Fixed 0.005 0.009 414121.593 9586412.483 G020 Fixed 0.007 0.016 411180.142 9597746.651 G021 Fixed 0.006 0.009 409493.717 9595806.566 G022 Fixed 0.004 0.008 413677.746 9592196.828 G023 Fixed 0.010 0.016 414528.807 9599482.281 G024 Fixed 0.006 0.011 409978.078 9599571.279 G025 Fixed 0.003 0.006 410895.957 9594545.968 G026 Fixed 0.005 0.033 422621.829 9600385.33 G027 Fixed 0.007 0.020 421636.664 9591842.585 G028 Fixed 0.016 0.028 409842.754 9606420.12 G033 Fixed 0.001 0.002 409417.326 9591598.856 Tabel 4. Hasil pengolahan data statik untuk skema pengamatan 30 menit POINT Solution Type H. Prec. V. Prec. Ellipsoid Dist. Easting Northing Elevation G001 Fixed 0.025 0.039 22713.818 388774.985 9582165.909 25.371 G002 Fixed 0.007 0.014 18913.534 391539.199 9585521.845 4.850 G003 Fixed 0.024 0.033 15431.172 394498.736 9587815.564 6.689 G004 Fixed 0.008 0.016 8745.863 400746.710 9591820.089 3.193 G005 Fixed 0.008 0.015 6547.448 403091.506 9592891.497 3.669 G006 Fixed 0.007 0.02 5460.521 405135.779 9588181.075 8.001 G007 Fixed 0.015 0.028 10065.547 404022.406 9583030.369 6.004 G008 Fixed 0.017 0.03 14113.461 399993.630 9581040.995 7.285 G009 Fixed 0.007 0.022 5102.001 405151.471 9594174.439 9.217 G010 Fixed 0.023 0.061 21814.426 389354.093 9599873.462 7.950 G011 Fixed 0.022 0.03 20786.163 391704.036 9602239.222 10.451 G012 Fixed 0.009 0.016 12019.513 397722.994 9589017.069 7.237 G013 Fixed 0.011 0.018 20546.774 426923.617 9602333.180 51.445 G014 Fixed 0.042 0.064 21065.433 424639.316 9606103.178 6.294 G015 Fixed 0.014 0.022 18255.12 426497.761 9598081.674 3.633 G016 Fixed 0.009 0.014 6156.883 407403.731 9585689.097 14.858 G017 Fixed 0.006 0.01 6873.266 414121.594 9586412.483 136.812 G020 Fixed 0.009 0.019 6492.158 411180.145 9597746.653 2.973 G021 Fixed 0.007 0.009 4325.737 409493.715 9595806.564 6.289 G022 Fixed 0.005 0.009 4255.977 413677.745 9592196.828 92.713 G023 Fixed 0.007 0.011 9461.067 414528.805 9599482.281 46.403 G024 Fixed 0.007 0.013 8106.677 409978.078 9599571.278 201.053 G025 Fixed 0.004 0.007 3374.747 410895.959 9594545.966 3.514 G026 Fixed 0.007 0.014 15875.763 422621.835 9600385.325 48.050 G027 Fixed 0.008 0.023 12162.278 421636.660 9591842.586 54.453 G028 Fixed 0.043 0.061 14946.794 409842.761 9606420.137 13.897 G033 Fixed 0.002 0.003 134.225 409417.326 9591598.855 6.780 2017 ITP. All right reserved 236 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242

Tabel 5. Hasil pengolahan data statik untuk skema pengamatan 15 menit POINT Solution Type H. Prec. V. Prec. Ellipsoid Dist. Easting Northing Elevation G001 Fixed 0.056 0.071 22713.869 388774.936 9582165.892 25.284 G002 Fixed 0.011 0.021 18913.529 391539.205 9585521.842 4.848 G003 Fixed 0.032 0.044 15431.175 394498.732 9587815.571 6.685 G004 Fixed 0.012 0.022 8745.863 400746.71 9591820.102 3.194 G005 Fixed 0.012 0.024 6547.441 403091.514 9592891.506 3.644 G006 Fixed 0.008 0.021 5460.525 405135.778 9588181.071 8.018 G007 Fixed 0.026 0.04 10065.547 404022.402 9583030.371 6.022 G008 Fixed 0.015 0.028 14113.472 399993.629 9581040.982 7.306 G009 Fixed 0.008 0.03 5102.001 405151.469 9594174.435 9.226 G010 Fixed 0.025 0.088 21814.424 389354.091 9599873.452 7.879 G011 Fixed 0.016 0.029 20786.165 391704.028 9602239.214 10.489 G012 Fixed 0.011 0.018 12019.517 397722.990 9589017.066 7.246 G013 Fixed 0.03 0.075 20546.761 426923.610 9602333.167 51.546 G014 Float 0.13 0.121 21065.396 424639.296 9606103.145 6.166 G015 Fixed 0.02 0.065 18255.112 426497.762 9598081.649 3.696 G016 Fixed 0.011 0.016 6156.881 407403.725 9585689.1 14.856 G017 Fixed 0.009 0.018 6873.266 414121.594 9586412.483 136.822 G020 Fixed 0.011 0.024 6492.162 411180.142 9597746.658 2.985 G021 Fixed 0.009 0.011 4325.737 409493.716 9595806.564 6.289 G022 Fixed 0.006 0.011 4255.974 413677.743 9592196.828 92.717 G023 Fixed 0.009 0.014 9461.07 414528.806 9599482.284 46.408 G024 Fixed 0.009 0.016 8106.677 409978.075 9599571.279 201.044 G025 Fixed 0.005 0.009 3374.749 410895.958 9594545.969 3.515 G026 Fixed 0.01 0.02 15875.768 422621.835 9600385.334 48.071 G027 Fixed 0.01 0.026 12162.268 421636.650 9591842.585 54.452 G028 Fixed 0.031 0.042 14946.797 409842.752 9606420.14 13.865 G033 Fixed 0.003 0.004 134.23 409417.321 9591598.858 6.789 Ketelitian pengukuran Hasil pengukuran titik GCP dengan menggunakan skema 2 dan skema 3 metode statik serta hasil pengamatan metode RTK dibandingkan terhadap skema 1. Skema 1 dianggap lebih teliti karena menggunakan data pengamatan GPS penuh sesuai dengan jarak ideal titik GCP dengan base nya. Simpangan baku atau deviasi antar skema menunjukkan tingkat ketelitian pengukuran GCP, dengan begitu bisa dilihat metode mana yang paling efisen yang bisa digunakan untuk proses rektifikasi selanjutnya. Pada Gambar 6 dan Gambar 7 dapat dilihat bahwa selisih hasil koordinat skema 1 dibandingkan dengan skema 2 disimbolkan dengan belah ketupat berwarna biru sementara selisih koordinat skema 1 dengan skema 3 disimbolkan dengan kotak berwarna merah. Rentang deviasi skema 1 dengan skema 2 berkisar pada nilai 0 hingga 0.043 m untuk koordinat Easting, sementara rentang 0 hingga 0.051 m untuk deviasi koordinat Northing nya. Deviasi tertinggi tercatat di titik G014 sebesar 0.043 m di koordinat Easting nya. Selain titik G014 ada beberapa titik 2017 ITP. All right reserved 237 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242

seperti G008 dan G004 yang memiliki selisih cukup tinggi sekitar 2-5 cm. Rentang deviasi skema 1 dengan skema 3 berkisar pada nilai 0 hingga 0.063 m untuk koordinat Easting, jauh lebih besar jika dibandingkan dengan selisih skema 1 dan 2 (pengamatan 30 menit). Deviasi koordinat Northing berada pada rentang 0 hingga 0.039 m. Deviasi tertinggi tercatat di titik G014 sebesar 0.063 m di koordinat Easting nya. Selain titik G014 ada beberapa titik seperti G008 dan G004 sama seperti pada selisih skema 1 dengan 2 dengan nilai pada rentang 2 hingga 3 cm. Berdasarkan nilai deviasi yang dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7, hasil koordinat yang didapatkan pada skema 3 (pengamatan 15 menit) memiliki ketelitian yang lebih rendah dibandingkan dengan pengamatan 30 menit. 0.070 deviasi Easting metode rapid statik 0.060 ketelitian (m) 0.050 0.040 0.030 0.020 full-30 full-15 0.010 0.000 0 5 10 15 20 25 30 titik GCP Gambar 6. Deviasi Easting metode rapid static ketelitian (m) 0.060 0.050 0.040 0.030 0.020 deviasi Northing metode rapid statik full-30 full-15 0.010 0.000 0 5 10 15 20 25 30 titik GCP Gambar 7. Deviasi Northing metode rapid statik 2017 ITP. All right reserved 238 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242

0.250 Simpangan baku pengamatan RTK 0.200 ketelitian (m) 0.150 0.100 0.050 Easting Northing 0.000 G001 G003 G005 G008 G010A G012 G016 G021 G023 G026 G029 G035 G041 G043 titik GCP Gambar 8. Simpangan baku pengamatan RTK G047 Selanjutnya untuk pengukuran RTK, simpangan baku tertinggi ada di titik G008 dengan nilai 0.241 m untuk deviasi Easting dan 0.061 m untuk deviasi Northing. Simpangan baku titik G008 besar dikarenakan solusi ambiguitas fase titik nya masih float. Selain titik G008 ada beberapa titik yang cukup besar deviasinya yaitu titik G042 dan G045. G042 memiliki simpangan baku sebesar 0..075 m untuk komponen Easting dan 0.076 m untuk komponen Northing. Sementara, G045 memiliki simpangan baku sebesar 0.085 m untuk komponen Easting dan 0.028 m untuk komponen Northing. Titik G042 dan G045 memiliki solusi ambiguitas fase sama dengan titik G008 yaitu float. Hasil ini membuktikan bahwa secara keseluruhan pengamatan metode RTK memiliki ketelitian posisi sama dengan koordinat hasil pengamatan rapid statik, dengan syarat jarak baseline pengukuran metode RTK tidak terlalu jauh dan ketersediaan jaringan internet bagus di lokasi pengambilan data. Penentuan posisi metode RTK ini sangat bergantung pada jaringan internet sehingga akan mempengaruhi kinerja alat untuk mendapatkan koreksi. Koordinat hasil dengan nilai float tidak digunakan untuk pengolahan citra selanjutnya karena simpangan baku yang dihasilkan relatif besar. Evaluasi ketelitian citra Berdasarkan hasil pengolahan data GCP yang sudah dilakukan, maka didapatkan 3 buah citra terortorektifikasi yakni citra terortorektifikasi dengan menggunakan GCP hasil pengamatan utuh, citra terortorektifikasi dengan menggunakan GCP hasil pengamatann 15 menit, dan citra terortorektifikasi dengan menggunakan GCP hasil pengamatan 30 menit. Gambar 9 menyajikan citra terortorektifikasi yang dihasilkan. Evaluasi ketelitian citra terortorektifikasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh lama pengamatan GCP terhadap ketelitian citra terortorektifikasi yang dihasilkan. Tabel 6 menyajikan ketelitian dari masing-masing citra yang di hasilkan. 2017 ITP. All right reserved 239 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242

(a) (b) (c) Gambar 9. Citra terortorektifikasi dengan menggunakan GCP: (a) skema pengamatan penuh; (b) skema pngematan 30 menit; (c) skema pengamatan 15 menit Tabel 6. Evaluasi ketelitian pada seluruh citra terortorektifikasi yang dihasilkan Lama Pengamatan Full time 15 menit 30 menit Ketelitian (m) 2.950285251 2.950285251 2.950285251 Tabel 6 menyajikan bahwa hasil citra yang terortorektifikasi adalah sama, dengan kata lain perbedaan nilai koordinat GCP dalam fraksi di bawah 5 cm tidak mengakibatkan perbedaan hasil pada proses ortorektifikasi citra. Hal ini menandakan efisiensi waktu pengamatan bisa dilakukan dalam proses pengukuran titik GCP dan tidak akan menurunkan hasil dari citra terortorektifikasi yang dihasilkan. Hal ini juga menandakan apabila titik GCP hasil pengukuran GPS Geodetik menggunakan metode RTK memiliki perbedaan nilai koordinat di bawah fraksi 5 cm (masih sesuai dengan standart spesifikasi yang sudah ditentukan) dan memiliki solusi ambiguitas fasenya fixed, maka citra terortorektifikasi yang dihasilkan menggunakan GCP hasil pengukuran RTK juga akan memiliki hasil yang sama dengan citra terortorektifikasi dengan menggunakan GCP hasil pengukuran dengan metode rapid static. 4. KESIMPULAN Data pengamatan dengan waktu yang relatif lebih pendek berpengaruh terhadap ketelitian posisi yang dihasilkan, seperti dapat dilihat pada pengamatan 15 menit masih ada beberapa titik menghasilkan nilai float yang menunjukkan bahwa ambiguitas fase sinyalnya yang tidak terselesaikan. Pengamatan GPS dengan menggunakan metode RTK meenghasilkan ketelitian yang sama baiknya dengan pengamatan dengan menggunakan metode rapid statik. Perbedaan pengamatan GPS rapid statik dengan RTK hanya berselisih kurang dari 5 cm, artinya metode RTK ini bisa digunakan untuk proses orthorektifikasi. Akan tetapi perlu digarisbawahi bahwa hanya pengamatan dengan solusi fixed saja yang bisa digunakan untuk proses orthorektifikasi CSRT, karena hasil posisi dengan solusi float masih memiliki simpangan baku yang besar jika digunakan. Dengan hasil ini bisa disimpulkan bahwa penggunaan RTK dan pengamatan statik singkat dalam 2017 ITP. All right reserved 240 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242

kegiatan GCP bisa memangkas waktu dalam pengumpulan data di lapangan. Pemilihan lama pengamatan yang tepat berdasarkan jarak titik terhadap base menggunakan metode statik singkat akan mengoptimalkan proses akuisisi data di lapangan saat GCP. Titik yang berjarak kurang dari 10 km cukup diukur selama 20 menit pengamatan dengan tetap memperhitungkan kondisi hambatan seperti obstruksi dan multipath di sekitar titik. Jarak titik terhadap base sangat menentukan lama pengamatan yang digunakan. Pada saat pengumpulan data di lapangan menggunakan metode RTK perlu diperhatikan terkait dengan ketersediaan internet serta obstruksi di sekitar titik karena akan mempengaruhi terhadap lama waktu alat memecahkan ambiguitas fasenya. Sangat disarankan memilih lokasi dengan obstruksi minimum dan pemilihan titik base yang berdekatan sehingga jarak baseline ke titik tidak terlalu jauh. Posisi yang dihasilkan dengan ketelitian pada level centimeter ini cukup untuk digunakan mengoreksi geometrik citra dengan resolusi spasial kurang dari 1 meter seperti citra Geo Eye, Pleiades dan Quick bird. Fleksibilitas dari penggunaan teknologi satelit ini akan mempermudah dalam pengambilan titik-titik GCP di lapangan sehingga efektifitas untuk menghasilkan sebuah peta akan lebih tinggi. Efisiensi penentuan titik GCP dan pemilihan metode pengumpulan data di lapangan yang tepat akan mempercepat proses pembuatan rencana detail tata ruang. 5. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim GCP Ambon yang sudah bersedia memberikan datanya untuk uji pengolahan pada penelitian ini. Penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial yang sudah memberikan kesempatan melakukan pengolahan data citra untuk proses orthorektifikasi citra pada penelitian ini. 6. DAFTAR PUSTAKA 1. A. Widyawati, Implementasi Perda No. 13 Tahun 2004 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota ( RDTRK ), Kotamadya Daerah Tingkat Ii Kotamadya Semarang Bwk Viii ( Kecamatan Gunung Pati ), J. Din. Huk., vol. 13, no. 1, pp. 39 48, 2013. 2. H. Ratnaningtyas and B. Syaeful Hadi, Pemanfaatan Citra Satelit Quickbird untuk Evaluasi Pelaksanaan Rencana Detail Tata Ruang Kota Yogyakarta 1990-2010, Geomedia, vol. 11, no. 1, pp. 1 15, 2013. 3. H. Setiawan and Y. Budisusanto, Kajian Citra Resolusi Tinggi Worldview-2 Sebagai Penunjang Data Dasar Untuk Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) (Studi Kasus: Kecamatan Rungkut, Surabaya), Geoid, vol. 10, no. 1, pp. 52 58, 2014. 4. A. Sari and Khomsin, Analisa Perbandingan Ketelitian Penentuan Posisi dengan GPS RTK-NTRIP dengan Base GPS CORS Badan Informasi Geospasial (BIG) dari Berbagai Macam Mobile Provider (Studi Kasus: Surabaya), J. Tek. POMITS, vol. X, no. X, 2014. 5. H. Z. Abidin, Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya, 1st ed. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2007. 6. Y. Feng and J. Wang, Exploring GNSS RTK performance benefits with GPS and virtual galileo measurements, in ION NTM, 2007, pp. 22 24. 7. Y. V. N. K. Murthy, S. S. Rao, D. S. P. Rao, and V. Jayaraman, Analysis of DEM Generated using Cartosat-1 2017 ITP. All right reserved 241 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242

Stereo Data over Mausanne Les Alpiless-Cartosat Scientific Appraisal Programme (CSAP TS -5), in The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, 2008, pp. 1343 1348. 8. T. Toutin and P. Cheng, QuickBird A Milestone for High Resolution Mapping, Earth Obs. Mag., vol. 11, no. 4, pp. 14 18, 2002. 9. J. Octariady, A. Fitria, D. C. K. Yuwana, and R. Ainiyah, Optimalisasi Jumlah Penggunaan Titik Kontrol Tanah untuk Proses Koreksi Geometri Raw Data Citra Worldview-2 Pada Daerah Datar, in CGISE 3, 2016, pp. 55 59. 10. B. E. Leksono and Y. Susilowati, The Accuracy Improvement of Spatial Data for Land Parcel and Buildings Taxation Objects by Using the Large Scale Ortho Image Data, 2008. 11. M. A. Aguilar, M. del M. Saldana, and F. J. Aguilar, Assessing Geometric Accuracy of the Orthorectification Process from GeoEye-1 and WorldView-2 Panchromatic Images, Int. J. Appl. Earth Obs. Geoinf., vol. 21, pp. 427 435, 2013. 12. J. Chmiel, S. Kay, and P. Spruyt, Orthorectification And Geometric Quality Assessment Of Very High Spatial Resolution Satellite Imagery For Common Agricultural Policy Purposes, in XXth ISPRS Congress, 2004, pp. 12 23. 13. OGC, The OpenGIS Abstract Specification-Topic 7: The Earth Imagery Case, 1999. 2017 ITP. All right reserved 242 DOI 10.21063/SPI3.1017.228-242