BAB I PENDAHULUAN. Sistem pertanian di Indonesia sangat tergantung pada iklim. Iklim tropis

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Penanaman palawija, khususnya kedelai, di lahan sawah biasanya dilakukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai Glycine max (L.) Merill adalah tanaman asli daratan Cina dan

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

ANALISIS POTENSI LORONG PENGATUS DANGKAL UNTUK PERCEPATAN JADWAL TANAM PALAWIJA DI TANAH SAWAH

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

Tabel 31. Pencapaian Realisasi Luas Tanam Padi Tahun 2013 dan Luas Panen Padi Berdasarkan Angka Sementara (ASEM) Tahun 2013 di Jawa Barat

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan industri dalam bidang pertanian sudah berkembang cukup

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat kebutuhan konsumsi kedelai yang mencapai lebih dari 2,24 juta

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam lokasi kawasan komoditas unggulan nasional pada komoditas padi

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal. Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan kedelai di Indonesia selalu mengalami peningkatan seiring

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Tanah Datar Bergerak disektor Pertanian dan Peternakan.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memanfaatkan lahan untuk melakukan aktivitas mulai dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

1 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BUDIDAYA CENGKEH SECARA MUDAH OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. potensial. Berdasarkan hasil analisis ekonomi, komoditas ini memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

TINJAUAN PUSTAKA. survei dan pemetaan tanah menghasilkan laporan dan peta-peta. Laporan survei

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan ketersediaan lahan sawah yang mencapai 8,1 juta ha, lahan tegal/kebun

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak menjadi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai merupakan komoditas tanaman menjadi sumber protein nabati dan

SEBARAN LENGAS TANAH AKIBAT PEMBUATAN LORONG PENGATUS DANGKAL PADA TANAH SAWAH

I. PENDAHULUAN. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu tanaman pangan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

PRODUKSI PADI DAN JAGUNG KALIMANTAN BARAT ANGKA SEMENTARA TAHUN 2012

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pertanian di Indonesia sangat tergantung pada iklim. Iklim tropis Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki 2 musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan yang akan menentukan pola waktu tanam di Indonesia. Sebagian besar wilayah di Indonesia memiliki pola tanam yaitu padi-padipalawija, padi-padi-padi bahkan ada beberapa daerah yang bisa tanam 4 kali dalam setahun. Daerah yang memiliki pengairan yang tercukupi biasanya dapat melakukan penanaman padi 3 kali dalam setahun dan daerah yang kekurangan air biasanya hanya dapat melakukan tanam padi sebanyak 2 kali dalam setahun. Meskipun demikian, proses penyediaan bahan pangan di Indonesia selalu mengalami kekurangan. Berdasarkan hasil survei Departemen Pertanian, jumlah produksi bahan pangan di Indonesia tahun 2010-2013 fluktuatif, ada beberapa komoditas yang mengalami penurunan produksi dan ada komoditas yang mengalami kenaikan produksi seperti pada tabel 1.1. Tabel 0.1. Jumlah produksi bahan pangan di Indonesia tahun 2010-2013 Jumlah produksi (ton) Komoditi 2010 2011 2012 2013 Jagung 18.327.636 17.643.250 19.387.022 18.511.853 Kacang Hijau 291.705 341.342 284.257 204.670 Kacang Tanah 779.228 691.289 712.857 701.680 Kedelai 907.031 851.286 843.153 779.992 Padi 66.469.394 65.756.904 69.056.126 71.279.709 Padi Ladang 3.451.278 3.229.297 3.867.726 3.888.101 Padi Sawah 63.018.116 62.527.607 65.188.400 67.391.608 Ubijalar 2.051.046 2.196.033 2.483.460 2.386.729 Ubikayu / Ketela Pohon 23.918.118 24.044.025 24.177.372 23.936.921 Sumber : Kementerian pertanian (2015) 1

2 Berdasarkan tabel 1.1. diketahui bahwa jumlah produksi tanaman palawija seperti jagung, kacang hijau, kacang tanah dan kedelai mengalami penurunan, padahal jenis produk tanaman palawija paling banyak digunakan di Indonesia khususnya kedelai. Kedelai digunakan sebagai bahan baku pengolahan pangan baik dalam pabrik maupun pemenuhan kebutuhan konsumen lokal. Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2009), laju konsumsi kedelai di Indonesia masih akan mengalami peningkatan akibat terjadi pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,5% per tahun dan perkembangan industri pengolahan dengan bahan baku kedelai seperti tahu, tempe, kecap dan sebagainya, sehingga Indonesia masih memerlukan impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Pada dasarnya jumlah produksi palawija di Indonesia sudah cukup baik, akan tetapi budidaya palawija di Indonesia masih terkendala oleh beberapa faktor, salah satunya faktor proses pengolahan lahan. Pengolahan lahan untuk penanaman kedelai perlu diperhatikan lebih serius lagi karena berhubungan dengan tingkat keberhasilan tumbuh tanaman. Lahan yang baik akan berpengaruh baik pada proses pertumbuhan tanaman palawija, sehingga akan diperoleh hasil produksi yang tinggi. Umumnya tanaman palawija dapat tumbuh dengan baik pada lahan sawah dengan tanah yang subur, memiliki drainase yang baik dengan pasokan sinar matahari yang cukup tinggi. Tanah sawah terbentuk akibat pengolahan tanah berupa penggenangan air yang cukup lama (Anonim, 2007 dalam Indrajati, 2008 ; Siradz, 2006 dalam Rajamuddin, 2009). Akibat penggenangan tersebut terjadi perubahan sifat kimia, fisika dan biologi tanah yang membuat lahan sawah dapat menjadi media

3 pertumbuhan yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman yang akan ditanam (Notohadiprawiro, 1992). Tanah sawah memiliki struktur tanah yang berbedabeda pada setiap daerahnya. Tanaman palawija dapat tumbuh baik pada tanah yang memiliki kemampuan menahan air yang baik dan dilengkapi sistem drainase yang baik karena tanaman palawija tidak tahan pada kondisi air sawah yang menggenang. Sebagian besar tanaman palawija di Indonesia di tanam di lahan sawah dengan tanah bertekstur lempung. Tanah lempung merupakan tanah yang memiliki kemampuan mengikat air yang tinggi. Tanah lempung memiliki drainase yang kurang baik karena strukturnya yang mampu mengikat air lebih lama. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada kegiatan budidaya tanaman palawija. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membuat darinase yang baik pada lahan tanaman palawija adalah dengan membuat lorong pengatus air tanah (mole drainage). Lorong pengatus digunakan untuk membuat saluran drainase pada bagian bawah permukaan tanah. Menurut Suharyatun, dkk. (2012), lorong pengatus digunakan untuk mempercepat laju penurunan kadar lengas agar sesuai keutuhan tanaman. Pembuatan lorong pengatus merupakan salah satu contoh dari subsurface drainage. Subsurface drainage adalah sistem pengatusan bawah permukaan atau sering disebut pengatusan dakhil, berfungsi untuk mengontrol ketersediaan air bagian bawah permukaan tanah agar sesuai dengan kebutuhan tanaman. Lorong pengatus tanah dibuat menggunakan suatu implement berupa bajak lorong (mole plough) yang ditarik menggunaan traktor.

4 Bajak lorong (mole plough) memiliki bentuk dan rancangan yang sederhana. Lorong pengatus telah banyak dikembangkan di daerah subtropis yang memiliki 4 musim, sedangkan penggunaan bajak lorong di Indonesia masih kurang. Meskipun demikian, sudah ada beberapa pengembanagan bajak lorong yang dilakukan di Indonesia. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan mengingat bahwa waktu tunggu untuk penanaman palawija dari musim penghujan menuju kemarau sering dihadapkan pada masalah drainase (pengatusan). Penelitian ini akan mengkaji mengenai besarnya gaya yang dibutuhkan selama pembajakan menggunakan bajak lorong dengan tingkat kedalaman pembajakan yang berbeda-beda pada 3 jenis tanah yang memiliki kandungan lempung yang berbeda pula. Tanah yang digunakan diambil dari 3 daerah yang berbeda. Masing-masing jenis tanah diambil sampel untuk dilakukan uji tekstur tanah, sedangkan kadar air dan berat volume tanah diuji menggunkan metode gravimetri. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium dengan menggunakan model yang dirancang sesuai dengan keadaan aslinya di lapangan, sehingga dengan demikian akan diketahui jarak dan kedalaman kritis lorong. Kedalam kritis adalah kedalaman minimum yang letak kedalamannya ditandai oleh perubahan arah reaksi gaya tanah dari yang semula vertikal dan horizontal menjadi sepeuhnya horizontal. Selain itu juga akan dilakukan pengamatan mengenai pola patahan tanah yang terbentuk di sekitar lorong sebagai akibat pembuatan lorong pengatus dengan dasar pemotongan tanah.

5 1.2 Rumusan Masalah Penanaman palawija dari musim penghujan ke musim kemarau sering dihadapkan pada waktu tunggu untuk sistem drainase (pengatusan). Masalah tersebut akan berpengaruh terhadap kandungan air tanah yang cukup tinggi, sehingga kegiatan budidaya tanaman palawija tidak dapat berjalan dengan baik karena salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan penanaman palawija adalah faktor lahan yang baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membuat lorong pengatus air tanah (mole drainage). Lorong pengatus tanah dibuat menggunakan suatu alat yang dikenal dengan bajak lorong (mole plough). Bajak lorong (mole plough) akan membuat lorong pengatus tanah dengan cara bajak tersebut ditarik dengan suatu traktor dengan daya tertentu yang akan menghasilkan gaya penarikan. Besarnya gaya yang ditimbulkan dalam proses pembajakan ditentukan oleh beberapa parameter seperti jenis tanah, kandungan air tanah, jarak efektif lorong melalui lebar kerja efektif, kedalaman kritis pembajakan dan konstruksi bajak yang digunakan. Kedalaman pembajakan sangat berpengaruh terhadap penentuan keberhasilan pembuatan pengatus tanah dengan lorong. Semakin dalam suatu pembajakan akan memberikan efek stabilitas yang semakin besar pula, akan tetapi gaya yang diperlukan untuk menarik bajak lorong (mole plough) juga semakin besar. Faktor jenis tanah juga berpengaruh besar terhadap gaya yang dibutuhkan dalam pembajakan. Semakin tinggi kandungan lempung pada tanah yang digunakan semakin besar gaya yang dibutuhkan karena lempung memiliki struktur liat yang

6 tinggi, tetapi semakin tinggi kandungan lempung potensi lorong pengatus tanah (mole drainage) mengalami keruntuhan semakin kecil. Pembuatan lorong pengatus tanah akan berpengaruh pada tingkat pengusikan permukaan tanah khususnya bagian dalam. Tanah bekas pembajakan akan menunjukkan pola patahan dan perilaku visual setelah pembajakan. Pola patahan inilah yang dapat dijadikan acuan penentuan kedlaman kritis pembajakan. Umumnya tanah bekas pembajakan akan menggalami keruntuhan, penyempitan lorong pengatus akibat sistem drainase yang cukup lancar di sekitar daerang lorong pengatus. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengamati dan mengkaji pola patahan tanah secara vertikal disekitar lorong yang terbentuk selama pembuatan lorong pengatus pada berbagai jenis tanah dan kedalaman. 2. Mengkaji hubungan antara kedalaman lorong pengatus dengan perilaku gaya yang dibutuhkan dalam pembuatan lorong. 3. Mengamati dan mengkaji pola patahan tanah bagian dalam (bawah permukaan) tanah disekitar lorong yang terbentuk selama pembuatan lorong pengatus pada berbagai jenis tanah dan kedalaman. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penentuan kedalaman kritis pembuatan lorong pengatus tanah pada berbagai jenis tanah

7 sehingga bajak lorong dapat berfungsi dengan baik untuk mempersingkat waktu tunggu penanaman palawija. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan bajak lorong lorong pengatus tanah kedepannya. 1.5 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada proses pengamatan tingkat pengusikan (retakan) tanah pada bagian bawah permukaan tanah dan disekitar lorong bekas pembuatan lorong pengatus tanah secara vertikal dengan variasi 3 jenis tanah yang berbeda dan 3 variasi kedalaman yang berbeda pula. Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium dengan menggunakan model bajak lorong dan tanah terusik yang diuji mengggunakan soil bin dengan asumsi tanah yang digunakan bersifat homogen dan memiliki karakteristik yang sama dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan. 1.6 Hipotesis 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis tanah, kedalaman pembuatan lorong pengatus dangkal terhadap gaya pembuatan lorong pengatus dangkal. Semakin dalam pembuatan lorong pengatus dangkal, semakin besar gaya yang digunakan. 2. Semakin rendah kadar air semakin panjang retakan yang ditimbulkan akibat pembuatan lorong pengatus tanah dangkal. 3. Jenis tanah dan kedalaman pembajakan berpengaruh terhadapa gaya dan panjang retakan vertikal maupun bagian dalam bawah permukaan.