BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kental dari vagina (Holmes et al, 2008) dan rongga uterus (Dorland, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Bagi seorang wanita menjaga kebersihan dan keindahan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

BAB l PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi sehat yang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang

Atnesia Ajeng, Asridini Annisatya Universitas Muhammadiyah Tangerang ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah negara kepulauan yang didiami oleh 222,6 juta jiwa, yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selaput dinding perut atau peritonitis ( Manuaba, 2009). salah satunya adalah Keputihan Leukorea (Manuaba, 2009).

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menstruasi merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita, terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu negara dengan AKI tertinggi Asia dan tertinggi ke-3 di

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

BAB I PENDAHULUAN. adanya penyakit yang harus diobati (Djuanda, Adhi. dkk, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. terutama pada remaja putri yang nantinya akan menjadi seorang wanita yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan reproduksi telah menjadi perhatian bersama

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seorang remaja. Menstruasi merupakan indikator kematangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG VULVA HYGIENE DAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA WANITA PERIMENOPAUSE DI DESA MOJO KECAMATAN ANDONG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB).

BAB I PENDAHULUAN. Sakit merupakan kondisi yang tidak menyenangkan mengganggu aktifitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa

Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 21/11 (2016), 69-78

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

Kata Kunci : Pengetahuan,Kesehatan Reproduksi, Perilaku, Personal Hygiene

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua,

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU DENGAN TERJADINYA KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI KELAS XI DI SMA KRISTEN 1 TOMOHON

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan perasaan kesegaran serta mencegah timbulnya penyakit akibat

BAB I PENDAHULUAN. menarche sampai menopause. Permasalahan dalam kesehatan reproduksi

Kata kunci : Pengetahuan, remaja puteri, kebersihan, genetalia eksterna PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya

BAB I PENDAHULUAN. pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). Meskipun alat kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki yang akan ditunjukan pada orang lain agar terlihat berbeda dari pada

Yusnidar 1*) ABSTRAK. 1. Pendahuluan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN KEPUTIHAN DI SMA NEGERI 9 SEMARANG TAHUN 2012

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN CARA PENCEGAHAN FLOUR ALBUS

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

umur tahun berjumlah 2.9 juta jiwa (Susenas, 2006).

DETEKSI DINI MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA MELALUI PENJARINGAN ANAK USIA SEKOLAH LANJUTAN ( SMP/MTs & SMA/ MA sederajat )

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai penyakit kanker yang menyerang kaum perempuan (Manuaba, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. perawatan tubuh di berbagai kota besar, yang tergolong ke dalam perawatan

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan

I. PENDAHULUAN. manusia, dan sering disebut masa peralihan. Tanda - tanda remaja pada

BAB I PENDAHULUAN. remaja adalah datang haid yang pertama kali atau menarche, biasanya sekitar umur

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak

Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Kelas X Tentang Flour Albus Dengan

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesehatan reproduksi (Wulandari, 2012). 2003). Remaja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari

PERAWATAN ORGAN REPRODUKSI DAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL REPRODUCTIVE ORGANS CARE AND INCIDENT OF FLUOR ALBUS TO PREGNANT WOMEN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN. Saya bernama Hilda Rahayu Pratiwi / , sedang menjalani

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KEPUTIHAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan hidup, manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal. Sementara, perkembangan merupakan proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungannya. Seiring bertambahnya usia, manusia khususnya remaja wanita mencapai kedewasaan yang ditandai dengan semakin matangnya fungsi organ-organ seksual mereka. Artinya secara fisik mereka telah siap untuk bereproduksi, yang tentu saja perawatan dan pemeliharaannya harus semakin hati-hati agar sistem reproduksi mereka dapat berfungsi dengan baik. Masa remaja adalah usia saat individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa. Ketika anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkat yang sama. Remaja putri mempunyai permasalahan sangat kompleks, salah satu diantaranya yaitu masalah reproduksi. Masalah ini perlu mendapat penanganan serius, karena masih kurang tersedianya akses pada remaja untuk mendapat informasi mengenai 1

2 kesehatan reproduksi. Dalam hal ini, masih rendahnya sosialisasi dari Pemerintah mengenai kesehatan reproduksi remaja, dan minimnya Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja di daerah-daerah, sehingga akses remaja untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi sangatlah terbatas. Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan system reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman. Pengertian lain kesehatan reproduksi dalam Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan, yaitu kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan social yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan system reproduksi (Marmi, 2013) Menurut BKKBN-UNICEF dalam Marmi (2013) Kesehatan Reproduksi Remaja (KKR) secara umum didefinisikan sebagai kondisi sehat dari sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja, yaitu laki-laki dan perempuan usia 10-24 tahun. Diakses dari Klinik Medika Holistik (2014) salah satu masalah kesehatan reproduksi remaja khususnya wanita yang sering dikeluhkan adalah keputihan.

3 Sering kali keputihan dapat mengganggu hingga menyebabkan ketidaknyamanan dalam aktifitas sehari-hari. Sedangkan Menurut Wiknjosastro (2007) Fluor Albus (keputihan) walaupun tidak mengandung bahaya maut, cukup mengganggu penderita baik fisik maupun mental. Sifat dan banyaknya keputihan dapat member petunjuk kearah etiologinya. Keputihan yang istilah medisnya disebut leukore (leucorrhoea) atau flour albus (aliran putih) merupakan salah satu bentuk dari vaginal discharge yaitu cairan yang keluar dari vagina (Dalimartha, 2002). Keputihan seringkali tidak ditangani dengan serius oleh para remaja. Padahal, keputihan bisa jadi indikasi adanya penyakit. Hampir semua perempuan pernah mengalami keputihan. Pada umumnya, orang menganggap keputihan pada wanita sebagai hal yang normal. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, karena ada berbagai sebab yang dapat mengakibatkan keputihan. Keputihan yang normal memang merupakan hal yang wajar. Namun, keputihan yang tidak normal dapat menjadi petunjuk adanya penyakit yang harus diobati (Djuanda, Adhi. dkk, 2005). Berdasarkan data penelitian, menunjukan bahwa 75% wanita di dunia pernah mengalami keputihan. Menurut Zubier (2002), wanita di Eropa yang mengalami keputihan sebesar 25%. Menurut BKKBN (2009) di Indonesia sebanyak 75% wanita pernah mengalami keputihan minimal satu kali dalam

4 hidupnya dan 45% diantaranya bisa mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih. Diakses dari Detik News (2006) dalam Seminar Kesehatan Organ Intim Perempuan, banyak wanita Indonesia yang mengalami keputihan karena hawa di Tanah Air lembab, sehingga mudah terinfeksi jamur candida albican penyebab keputihan, sedangkan di Eropa hawanya kering. Sayangnya, banyak perempuan Indonesia yang tidak tahu bagaimana mengobati keputihan dengan bijak. Banyak dari mereka menggunakan obat-obatan yang beredar bebas di pasaran tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Notoatmodjo (2007) merumuskan bahwa perilaku manusia dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain dari luar secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk unobservable behavior atau covert behavior yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. Misalnya remaja tahu pentingnya merawat dan menjaga kebersihan organ kewanitaannya (pengetahuan), kemudian remaja tersebut bertanya kepada ibunya bagaimana cara-cara yang tepat untuk merawat dan menjaga organ kewanitaannya (sikap). Perilaku terbuka terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan,

5 atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior. Misalnya seorang remaja menjaga kebersihan daerah kewanitaan untuk mencegah terjadinya keputihan. Diakses dari Female Kompas (2013), salah satu penyebab timbulnya keputihan pada perempuan adalah kondisi vagina yang terlalu lembab. Area vagina yang lembab akan membuat jamur dan bakteri berbahaya tumbuh lebih cepat. Serangan jamur dan bakteri pada vagina akan menyebabkan keluarnya cairan kental berwarna putih yang disertai dengan rasa gatal. Yang berbahaya adalah jika cairan ini memiliki warna putih kehijauan dan berbau. Menurut Salika (2010) untuk mencegah keputihan, wanita harus menjaga kebersihan daerah kewanitaannya seperti, selalu mencuci daerah kewanitaan dengan air bersih setelah buang air. Jaga daerah kewanitaan agar tetap kering dan tidak lembab. Bulu yang tumbuh di daerah kemaluan bisa menjadi sarang kuman bila dibiarkan terlalu panjang. Untuk menjaga kebersihan, potonglah secara berkala bulu di sekitar kemaluan menggunakan gunting dengan hatihati. SMA Sanata Karya peneliti gunakan sebagai sampel populasi dalam penelitian ini. Hal itu didukung oleh pra survey yang peneliti lakukan pada tanggal 9 Maret 2014, dimana dari 10 siswi yang pernah mengalami keputihan, hanya 7 siswi yang melakukan pencegahan keputihan, sedangkan 3 siswi

6 lainnya cenderung tidak peduli dengan pencegahan masalah keputihan, hal ini disebabkan karena keterbatasan informasi yang didapatkan. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Pengetahuan Remaja Tentang Keputihan Dengan Perilaku Pencegahan Keputihan di SMA Sanata Karya. 1.2 Identifikasi Masalah Perilaku remaja terhadap pencegahan keputihan dapat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan. Pengetahuan tidak mutlak berdiri sendiri karena pengetahuan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya tingkat pendidikan dan sumber informasi. Kurangnya akses yang tersedia pada remaja untuk mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi seperti minimnya sosialisasi Pemerintah mengenai kesehatan reproduksi remaja dan minimnya Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja di daerah-daerah membuat akses remaja untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi sangatlah terbatas. Terbatasnya informasi membuat remaja cenderung tidak peduli dengan keputihan dan seringkali tidak ditangani dengan serius oleh remaja, padahal keputihan yang tidak normal merupakan gejala suatu penyakit. Terbatasnya informasi mengenai kesehatan reproduksi juga membuat remaja tidak tahu

7 bagaimana caranya menjaga kebersihan organ reproduksi, dengan kata lain remaja juga tidak tahu bagaimana berperilaku untuk mencegah keputihan. Perilaku pencegahan merupakan upaya dalam mengatasi masalah keputihan. Pencegahan terhadap keputihan dapat dilakukan dengan berbagai cara yang pada intinya adalah selalu menjaga kebersihan diri. 1.3 Pembatasan Masalah Dikarenakan adanya keterbatasan peneliti dalam hal waktu, tenaga, dan biaya serta untuk menjaga agar peneliti lebih terarah dan fokus dalam penelitiannya maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Dengan pertimbangan tersebut maka penelitian ini dibatasi pada upaya mengungkap informasi mengenai hubungan pengetahuan remaja tentang keputihan dengan perilaku pencegahan keputihan di SMA Sanata Karya. 1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah diatas, maka permasalahan penelitian dirumuskan dalam bentuk perumusan masalah yaitu : Apakah ada hubungan pengetahuan remaja tentang keputihan dengan perilaku pencegahan keputihan di SMA Sanata Karya?

8 1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja tentang keputihan dengan perilaku pencegahan keputihan di SMA Sanata Karya. 1.5.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi pengetahuan remaja putri tentang keputihan di SMA Sanata Karya. 2. Mengidentifikasi perilaku pencegahan keputihan di SMA Sanata Karya. 3. Menganalisa hubungan antara pengetahuan dan perilaku pencegahan keputihan di SMA Sanata Karya. 1.6 Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan sebagai informasi umum dan dapat menambah kepustakaan dan meningkatkan pengetahuan remaja tentang keputihan, yang pada umumnya dialami oleh sebagian besar wanita di Indonesia sehingga dapat mencegah terjadinya keputihan.

9 2. Bagi Peneliti Mendapatkan pengalaman yang berharga, menjalin silahturahmi dengan para responden, menambah wawasan dan pengetahuan dalam melakukan penelitian mengenai pengetahuan remaja tentang keputihan dan perilaku pencegahannya.