BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak lepas dari berbagai keunggulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI. Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. pangan dan gizi serta menambah pendapatan (kesejahteraan) masyarakat. Hal ini

[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara. terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

VI POLA KEMITRAAN. Perusahaan Inti DUF. Perusahaan Pemasok Sapronak

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak, baik

VII. ANALISIS PENDAPATAN

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

JIIP Volume 2 Nomor 2, Desember 2016, h

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I.PENDAHULUAN. dikembangkan, baik dalam usaha kecil maupun dalam skala besar. Hal ini terlihat

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS TRADISIONAL (AYAM BURAS, ITIK DAN PUYUH) Oleh :

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ayam broiler merupakan komoditi ternak yang mempunyai prospek

III KERANGKA PEMIKIRAN

Gambar 5. Sebaran Peternak Berdasarkan Skala Usaha

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

BAGI HASIL KEMITRAAN AYAM PEDAGING PADA PT. X DI KABUPATEN MAROS, PROPINSI SULAWESI SELATAN

V. KELEMBAGAAN KEMITRAAN USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap. masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung

ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PERFORMAN PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. PRIMATAMA KARYA PERSADA DENGAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING DI KOTA BENGKULU

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. anemia (kekurangan zat besi), terutama terjadi pada anak-anak. Hal ini

INVESTOR PRESENTATION FY Jakarta, 14 April 2015

BAB III MATERI DAN METODE. Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sumber :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

I Peternakan Ayam Broiler

TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

KONTRIBUSI USAHA PETERNAKAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk

Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan UNHAS 2. Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

BOKS 2 ANALISIS SINGKAT FAKTOR PENYEBAB VOLATILITAS HARGA DAGING AYAM RAS DI PROPINSI BANTEN DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA

VII ANALISIS KEPUASAN PETERNAK PLASMA TERHADAP ATRIBUT KEMITRAAN. 7.1 Penilaian Tingkat Kepentingan dan Kinerja Kemitraan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan adalah bagian dari agribisnis yang mencakup usaha-usaha atau

BAB. X. JARINGAN USAHA KOPERASI. OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah,

STUDI KELAYAKAN PETERNAKAN AYAM BROILER SISTEM KEMITRAAN DI PTASN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

Peluang Bisnis Top ~ 1

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan yang dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan. Salah satu bentuk kebijakan pemerintah dalam pembangunan sektor pertanian adalah memfasilitasi pelaksanaan hubungan kemitraan antara para pengusaha dengan masyarakat (petani peternak) dalam bentuk usaha yang saling menguntungkan kedua belah fihak yang bermitra. Kemitraan antara usaha besar, usaha menengah dengan usaha kecil dan koperasi merupakan perwujudan dari demokrasi ekonomi yang tengah dikembangkan saat ini. Melalui pola kemitraan usaha, maka usaha besar dan menengah dapat menekan biaya produksi karena memperoleh harga input yang menguntungkan, sekaligus mengantisipasi kemungkinan terjadinya fluktuasi pasokan bahan baku (Hafsah, 1999). Sektor pertanian umumnya dan subsektor peternakan khususnya tidak dapat dipisahkan dengan ekonomi kerakyatan. Hal ini antara lain karena sektor dan subsektor ini menjadi sumber pendapatan dari mayoritas penduduk Indonesia dengan skala usaha yang kecil atau skala usaha rumah tangga. Ayam ras secara umum dan broiler khususnya merupakan salah satu komoditi pada subsektor peternakan yang memperlihatkan perkembangan yang sangat pesat dilihat dari pengusahaannya oleh peternak rakyat. Disamping itu perusahaan perunggasan juga melakukan budidaya broiler dengan skala usaha yang jauh lebih besar dengan teknologi dan manajemen yang sudah memenuhi prinsip-prinsip perusahaan dan industri modren. Disisi lain, peternakan rakyat melakukan pemeliharaan broiler dengan segala keterbatasan dari aspek teknologi, manajemen, finansial, informasi dan penguasaan pasar. Salah satu komoditi perunggasan yang memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan adalah peternakan ayam ras pedaging karena didukung oleh karakteristik produknya yang dapat diterima oleh semua masyarakat.

2 Tapanuli bagian Selatan adalah daerah yang memiliki berbagai sumber daya yang dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan utama dari pembangunan ekonomi, yaitu meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah agar kesejahteraan masyarakat lebih merata. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, pemerintah harus mampu mengembangkan sektor perekonomian yang potensial agar berkembang sebagai sektor unggulan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan usaha peternakan ayam ras pedaging tetap dikelola oleh sebagian besar peternak di Tapanuli bagian Selatan : yaitu: 1) Pemeliharaannya cukup mudah; 2) Waktu pemeliharaan relatif singkat (± 4 minggu) karena sistim pemasarannya dalam bentuk ekoran; 3) Tingkat pengembalian modal relatif cepat. Namun selain itu ada beberapa hal yang menjadi kendala yaitu: 1) Sarana produksi kurang; 2) Manajemen pemeliharaan/keterampilan peternak yang belum memadai; 3) Modal relatif terbatas; 4) Resiko pemasaran/penjualan cukup besar. 5) Usahanya tergantung situasi dan cenderung spekulatif, dimana besar kemungkinan untuk memperoleh keuntungan yang tinggi, tetapi besar pula kemungkinan untuk menderita kerugian. Pola kemitraan usaha peternakan ayam ras pedaging yang dilaksanakan dengan pola inti plasma, yaitu kemitraan antara peternak mitra dengan perusahaan inti, dimana kelompok mitra bertindak sebagai plasma, sedangkan perusahaan mitra sebagai inti. Pada pola inti plasma kemitraan ayam ras yang berjalan selama ini, perusahaan mitra menyediakan sarana produksi peternakan (sapronak) berupa: doc, pakan. obat-obatan/vitamin, bimbingan teknis dan memasarkan hasil, sedangkan plasma menyediakan kandang dan tenaga kerja. Faktor pendorong peternak ikut pola kemitraan adalah : Tersedianya sarana produksi peternakan, tersedia tenaga ahli, modal kerja dari inti, dan pemasaran terjamin. Pada perkembangannya, perusahaan yang bermitra sebagai inti di Tapanuli bagian Selatan adalah PT. Alam Terang Mandiri (afiliasi PT. Charoen Pokhpand

3 Indonesia) yang melaksanakan kemitraan pola kontrak harga. Pada kemitraan pola kontrak harga; peternak secara individu melakukan perjanjian kerjasama dengan perusahaan mitra dan telah sepakat untuk menanggung segala resiko kerugian, dimana harga sapronak dan harga jual sudah ditentukan oleh perusahaan inti, peternak menyediakan kandang, tenaga kerja dan biaya operasional, selain itu peternak menyerahkan jaminan dalam bentuk surat berharga dan wajib menandatangani kontrak kerja. Hingga saat ini pro dan kontra kehadiran pola kemitraan inti plasma masih sangat rentan terhadap perkembangan usaha peternakan ayam ras pedaging di Tapanuli bagian Selatan. Dengan masuknya pola kemitraan yang dilakukan oleh perusahaan peternakan menimbulkan kekhawatiran bagi pengusaha poultry shop dan peternak mandiri terhadap penguasaan pasar, karena kehadiran perusahaan besar dengan modal kuat lalu membangun jaringan kemitraan inti-plasma dan bermain dipasar yang sama, hal ini dapat merugikan peternak mandiri yang telah merintis pasar sejak awal, karena volume produksinya lebih kecil, modal lemah dan manajemen yang belum baik. Dalam mengelola usaha peternakan ayam, tiap peternak harus memahami 3 (tiga) unsur penting dalam produksi, yaitu : breeding (pembibitan), feeding (makanan ternak/pakan), dan manajemen (pengelolaan usaha peternakan). Bagaimana peternak mampu mengkombinasikan penggunaan faktor faktor produksi secara efisien dalam hal ini bibit ayam (doc), pakan, obat-obatan dan vitamin, serta tenaga kerja, merupakan faktor-faktor yang sangat penting dalam budidaya ayam ras pedaging agar bisa mencapai pendapatan yang maksimal. (Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas, 2008.) Di Tapanuli bagian Selatan sejak tahun 2005 perkembangan jumlah produksi unggas mengalami peningkatan yang disebabkan oleh adanya usaha peternakan ayam ras pedaging yang mulai dikelola dengan pola kemitraan. Peningkatan produksi tersebut menunjukkan semakin besarnya perkembangan usaha ayam ras pedaging dan diharapkan mampu melayani permintaan konsumen Tapanuli bagian Selatan khususnya, dalam upaya memenuhi kebutuhan protein hewani yang biasanya diperoleh dari daging sapi dan daging ayam buras, namun karena kedua komoditi tersebut harganya sangat mahal dan sulit dijangkau oleh

4 semua lapisan masyarakat, maka alternatifnya adalah dengan mengkonsumsi daging ayam ras pedaging karena mudah didapatkan dengan harga yang terjangkau. Usaha peternakan ayam ras pedaging memang sangat potensial untuk dikembangkan agar dapat memenuhi kebutuhan daging di Tapanuli bagian Selatan. Dalam kondisi perekonomian yang kurang stabil seperti sekarang ini masih banyak peternak yang berusaha dibidang ini, dan besarnya populasi ayam ras pedaging tersebut tidak lepas dari menariknya usaha peternakan ayam ras pedaging, dan faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain adalah pemeliharaan yang cukup mudah dengan siklus produksi relatif singkat, dimana ayam ras pedaging mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu 4-7 minggu. Menurut konsepnya, dengan pelaksanaan kemitraan diharapkan dapat memberikan keuntungan pada dua aspek terhadap peternak rakyat, yaitu aspek ekonomi dan aspek teknis. Pada aspek ekonomi telah terjamin pemasaran hasil produksi dari peternak plasma oleh perusahaan inti. Namun demikian jaminan pemasaran tersebut membuat peternak tidak mampu terakses langsung pada pasar. Konsekuensinya, peternak tidak dapat melakukan kontrol terhadap sumberdaya pasar. Sedangkan dari aspek teknis produksi, peternak plasma mendapatkan pengetahuan teknis yang menjadi standar pemeliharaan ayam broiler sehingga mampu mencapai efektifitas dan efesiensi usaha. Namun demikian, standarstandar yang diberlakukan inti terkadang mengekang kreatifitas peternak dan ada kecenderungan malah hanya akan menguntungkan inti secara ekonomi.. Sehubungan dengan hal diatas maka perlu dilakukan penelitian dengan judul Analisis Usaha dan Keberdayaan Peternak Ayam Broiler Pola Kemitraan di Tapanuli Bagian Selatan Sumatera Utara. 1.2. Rumusan Masalah Peternak rakyat di Tapanuli bagian Selatan mempunyai keunggulan karena memiliki sumberdaya lahan dan tenaga kerja, namun peternak rakyat yang kalau bermitra disebut peternak plasma juga memiliki kekurangan terutama dalam hal permodalan dan penguasaan teknologi budidaya yang rendah. Sebaliknya

5 perusahaan besar dalam bidang peternakan yang kalau bermitra disebut perusahaan inti juga mempunyai keunggulan terutama dalam hal modal yang kuat, kemampuan manajerial yang baik dan mempunyai pengetahuan budidaya yang mumpuni tetapi perusahaan juga mempunyai kekurangan terutama sumberdaya lahan dan tenaga kerja. Disinilah kemitraan antara peternak dengan perusahaan menjadi penting, dimana pihak pihak yang bermitra menjadi saling terkait dan membutuhkan satu sama lain. Disisi lain ada juga peternak yang tidak ikut bermitra yang disebut peternak mandiri. Peternak mandiri menjalankan kegiatan usahanya secara mandiri dimana sebagian besar kebutuhan termasuk permodalan diusahakan sendiri oleh peternak yang bersangkutan, namun segala resiko juga ditanggung oleh si peternak mandiri tersebut. Dalam pemasaran hasil peternak mandiri mempunyai beberapa alternative untuk menjual ayam ras pedaging yang diproduksi mengikuti kondisi pasar, sedangkan dalam pola kemitraan peternak wajib menjual hasil kepada perusahaan inti sesuai dengan harga yang telah ditentukan dalam kontrak. Pendapatan peternak ayam ras pedaging baik yang mandiri maupun pola kemitraan sangat dipengaruhi oleh kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yaitu bibit ayam (DOC); pakan; obat-obatan, vitamin dan vaksin; tenaga kerja; biaya listrik, bahan bakar; serta investasi kandang dan peralatan (Sumartini, 2004), Peternak ayam broiler mandiri di Tapanuli bagian Selatan umumnya mempunyai skala yang kecil (500 2.000 ekor) per periode pemeliharaan dan sangat menggantungkan hidupnya pada usaha tersebut, sedangkan peternak ayam broiler pola kemitraan mempunyai skala ( >4.000 ekor) per periode pemeliharaan. Dilihat dari jumlah populasi ayam broiler di Tapanuli bagian Selatan dari tahun ketahun sangat berfluktuasi. Pada tahun 2005 populasi ternak ayam broiler mencapai jumlah populasi 949.400 ekor, dan seterusnya menurun pada tahun 2010 dengan jumlah populasi hanya 151.338 ekor, serta populasinya meningkat lagi menjadi 321.838 ekor di tahun 2012 (Lampiran 1).

6 Ada beberapa permasalahan yang juga menjadi kendala bagi peternak pola kemitraan yaitu: 1) Rendahnya posisi tawar pihak plasma terhadap pihak inti; 2) Terkadang masih kurang transparan dalam penentuan harga input maupun output (ditentukan secara sepihak oleh inti). Ketidakberdayaan plasma dalam mengontrol kualitas sapronak yang dibelinya menyebabkan kerugian bagi plasma. Rendahnya pendapatan peternak program kemitraan cenderung sebagai akibat kurang transparan dalam penentuan harga kontrak baik harga input (harga bibit ayam (DOC), harga pakan, harga sapronak lainnya) maupun harga output (ayam ras pedaging). Pada kemitraan ayam ras pedaging ketidakberdayaan biasanya terjadi karena adanya perbedaan kekuatan posisi tawar (bargaining position) antara kelompok mitra (peternak) sebagai plasma dengan perusahaan mitra sebagai inti, sehingga pihak yang kuat mengeksploitasi pihak yang lemah. Walaupun dalam pedoman pelaksanaan kemitraan telah diatur sedemikian rupa, tapi kenyataan menunjukkan bahwa kemitraan belum dapat memberikan pendapatan yang sesuai dengan harapan, khususnya bagi peternak. Kemitraan yang seharusnya bersifat win-win solution (saling menguntungkan) belum tercapai, sehingga dalam upaya mengembangkan kemitraan yang tangguh dan modern diperlukan strategi untuk memperbaiki fondasi perkembangan kemitraan yang lebih mendasar (Rusastra, et.al dalam Sumartini, 2004). Dari permasalahan tersebut dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah profil usaha peternakan ayam broiler pola kemitraan dan mandiri di Tapanuli bagian Selatan. 2. Berapa besar pendapatan rata-rata yang diperoleh peternak plasma pada berbagai skala usaha dibandingkan dengan pendapatan rata-rata peternak mandiri. 3. Bagaimanakah perbandingan tingkat keberdayaan antara peternak plasma pola kemitraan peternak mandiri.

7 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan profil usaha peternakan pola kemitraan dan peternak mandiri di Tapanuli bagian Selatan. 2. Untuk menganalisis perbedaan pendapatan rata-rata peternak plasma pada berbagai skala usaha dibandingkan dengan pendapatan rata-rata peternak mandiri di Tapanuli bagian Selatan. 3. Untuk menganalisis tingkat keberdayaan antara peternak plasma pola kemitraan dengan petani peternak mandiri di Tapanuli bagian Selatan. 1.4. Kegunaan Penelitian 1) Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat bermamfaat secara akademis maupun secara praktis sebagai masukan untuk kebijakan pembangunan pertanian dalam arti luas dan subsektor peternakan pada khususnya. 2) Sebagai pedoman/informasi bagi peternak ayam ras pedaging mandiri dan pola kemitraan dalam pengendalian dan pengembangan usaha kedepannya. 3) Sebagai informasi bagi pemerintah daerah di Tapanuli bagian Selatan dalam menentukan kebijakan sub sektor peternakan baik untuk usaha peternakan ayam ras pedaging pola kemitraan maupun mandiri pada masa yang akan datang.