BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). yaitu Negara Indonesia

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang diciptakan oleh Allah Subbahana Wa Ta ala (SWT) manusia tidak akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah adanya kekuasaan berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

I. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. terdapat strukur sosial yang berbentuk kelas-kelas sosial. 1 Perubahan sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. maupun bahaya baik berasal dari dalam mupun luar negeri. Negara Indonesia dalam bertingkah laku sehari-hari agar tidak merugikan

BAB I PENDAHULUAN. sidang pengadilan. Penyidikan dilakukan oleh penyidik Polri untuk memperoleh

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menindaklanjuti adanya laporan atau pengaduan tentang suatu perbuatan yang

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak terlepas dengan hukum yang mengaturnya, karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya sebuah hukum. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang hidup secara berkelompok dan bersosial antara satu dengan yang lainnya dalam melakukan timbal balik kebutuhan hidup sehari-hari. Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini menunjukkan secara tegas dan jelas bahwa negara Indonesia negara yang menjunjung tinggi hukum sebagai sebuah perwujudan keadilan bagi warga negara Indonesia supaya taat terhadap peraturan yang telah dibuat. Kepatuhan terhadap hukum disebabkan oleh kesadaran hukum dan keikhlasan mematuhi hukum. Terhadap warga negara yang tidak menjunjung hukum disebut melakukan pelanggaran hukum. 1 Negara Indonesia mengenal beberapa hukum, salah salah satunya hukum pidana. Van Hammel menyatakan hukum pidana merupakan keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh negara dalam kewajibannya guna menegakkan hukum yakni dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum (Unrecht) 1 Leden Marpaung, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan), Jakarta: Sinar Grafika, hal 2. 1

2 dan mengenakan suatu nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar larangan tersebut. 2 Penegakan hukum pidana erat dikaitkan dengan hukum acara pidana, yang ruang lingkupnya lebih sempit, yaitu mulai pada mencari kebenaran, penyelidikan, dan berakhir pada pelaksanaan pidana (eksekusi) oleh jaksa. 3 Hukum acara pidana merupakan suatu sarana menegakan hukum pidana, selain itu hukum acara pidana mengatur tentang bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan hak memidana dan menjatuhkan pidana. 4 Suatu tindak pidana yang dilakukan pelaku, diproses persidangan ketika adanya laporan dari masyarakat, atau laporan korban dari sebuah tindak pidana. Namun sebuah proses persidangan juga bisa dimulai dari sebuah penangkapan dari pihak kepolisian. Penyelidik dalam Pasal 1 angka 4 KUHAP adalah setiap Polisi Republik Indonesia. Polisi melakukan penyelidikan dengan seksama tentang dugaan adanya suatu tindak pidana, tahap selanjutnya yakni proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik. Adapun wewenang penyidik dalam melakukan proses penyidikan antara lain yakni penangkapan, pemeriksaan tersangka dan saksi, penggeledahan, penahanan, dan penyitaan. Setelah penyidikan selesai, berkas penyidikan diserahkan ke Penuntut Umum (Pasal 8 ayat (2) KUHAP) yang 2 Sudaryono dan Natangsa Surbakti, 2005, Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana, Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 21 3 Andi Hamzah, 2005, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hal 3. 4 Ibid, hal 4

3 kemudian diadakan pemeriksaan lebih lanjut oleh hakim (Pasal 147 KUHAP) dan proses terakhir merupakan proses eksekusi atau penjatuhan putusan oleh hakim. Proses penyelesaian perkara pidana khususnya penyidikan terdapat kewenangan dalam melakukan penyitaan, KUHAP mengatur tentang penyitaan dalam bagian keempat yaitu Pasal 38 sampai dengan Pasal 46, namun pengertian penyitaan dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP menyebutkan bahwa: Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penunututan dan peradilan. Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana dalam Pasal 1 angka 3 menyebutkan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yang selanjutnya disebut RUPBASAN adalah tempat benda yang disita oleh Negara guna proses peradilan. Pengaturan mengenai RUPBASAN dipertegas dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.04-PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. Guna memelihara benda sitaan benar-benar aman di dalam RUPBASAN, pejabat RUPBASAN mempunyai kewenangan dan tugasnya masing-masing. Benda sitaan yang memiliki ukuran dan jenis tertentu seperti kapal, mobil, dan berbagai macam barang lain yang tidak dimungkinkan

4 disimpan di dalam RUPBASAN. Terhadap benda tersebut penjelasan Pasal 44 ayat (1) berbunyi bahwa: Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan Negara yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor kepolisian Negara Repiblik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di kantor pengadilan negeri, di gedung bank pemerintah dan dalam keadaan memaksa ditempat penyimpanan lain atau tetap ditempat semula benda itu disita. Penelitian ini didasarkan kewenangan penyidik melakukan penyitaan terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku kejahatan. Selesainya proses penyidikan, benda yang disita oleh penyidik disimpan dan dikelola di dalam RUPBASAN, namun pada kenyataannya penyimpanan benda sitaan di RUPBASAN belum maksimal terlaksana. Merujuk pada Pasal 44 KUHAP yang memungkinkan adanya penyimpanan benda sitaan selain atau di luar RUPBASAN, yaitu tetap ditangan penyidik/polisi, Kejakasaan atau Pengadilan, sehingga dalam proses penegakan hukum di Indonesia terkait penyimpanan benda sitaan menjadi dilema dalam masyarakat maupun pihak penegak hukum. Berdasarkan uraian di atas, penulis meneliti tentang benda sitaan yang terdapat dalam RUPBASAN Kelas I Surakarta dan RUPBASAN Kelas II Wonogiri, karena sebelumnya belum ada penelitian yang meneliti benda sitaan dalam RUPBASAN Kelas I Surakarta dan RUPBASAN Kelas II Wonogiri khususnya penyebab polisi (POLRES Surakarta) tidak menempatkan benda sitaan di dalam RUPBASAN.

5 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Masalah pada penelitian ini dibatasi pada benda sitaan yang berada dalam RUBASAN atau di luar RUPBASAN serta adanya kewenangan penyidik kepolisian terhadap penanganan benda sitaan. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Siapa yang bertanggung jawab terhadap benda sitaan yang tidak disimpan di RUPBASAN? 2. Bagaimana Peran Pejabat RUPBASAN Kelas I Surakarta dan RUPBASAN Kelas II Wonogiri terhadap benda sitaan yang ditempatkan di luar RUPBASAN? 3. Apa faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan fungsi RUPBASAN Kelas I Surakarta dan RUPBASAN Kelas II Wonogiri? 4. Apa yang menyebabkan Polisi (POLRES Surakarta) tidak menempatkan benda sitaan di dalam RUPBASAN? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka peneliti menentukan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan pihak yang bertanggung jawab terhadap benda sitaan yang disimpan di luar RUPBASAN Kelas I Surakarta dan RUPBASAN Kelas II Wonogiri.

6 2. Mendeskripsikan Peran Pejabat RUPBASAN Kelas I Surakarta dan RUPBASAN Kelas II Wonogiri terhadap benda sitaan yang ditempatkan di luar RUPBASAN. 3. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan fungsi RUPBASAN Kelas I Surakarta dan RUPBASAN Kelas II Wonogiri. 4. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan polisi/penyidik (POLRES Surakarta) tidak menempatkan benda sitaan di dalam RUPBASAN. Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis a. Memperkaya hasil penelitian tentang RUPBASAN. b. Penelitian ini diharapkan memberi wawasan tentang RUPBASAN dalam lingkup hukum semakin dekat dengan masyarakat. c. Penelitian ini dijadikan dasar dalam memahami hakikat hukum di Indonesia khususnya hukum pidana dan hukum acara pidana dan proses belajar ilmu hukum. 2. Manfaat Praktis a. Untuk memperdalam pengetahuan serta memberikan informasi bagi penulis maupun pembaca tentang seluk beluk hukum terutama mengenai RUPBASAN. b. Bagi peneliti yang akan datang, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam melakukan penelitian.

7 c. Bagi pembelajaran Hukum, penelitian ini memberikan pengetahuan tentang hakikat hukum khususnya hukum pidana dan hukum acara pidana. D. Kerangka Pemikiran Negara Indonesia merupakan Negara hukum di mana Pancasila sebagai Ideologi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara, pernyataan tersebut menjelaskan hukum yang diwujudkan dalam sebuah aturan atau undang-undang digunakan untuk mengatur sebuah sistem pemerintahan, hukum dibuat tidak hanya sebagai rekayasa sosial di mana Negara mengatur masyarakat lebih tertata. Penegakan hukum dapat berjalan maksimal dan sesuai dengan peraturan perlu didukung dari segala aspek yang tidak kalah penting yakni aparat penegak hukum itu sendiri. Masalah pokok dalam penegakan hukum adalah terletak pada hukumnya sendiri (perundang-undangan), penegak hukumnya, sarana atau fasilitas yang mendukung, masyarakat di mana hukum itu diberlakukan, dan budaya hukum masyarakatnya. 5 Rangkain dalam penegakan hukum, khusus dalam proses penyidikan, penyidik berwenang melakukan penyitaan terhadap segala macam bentuk benda yang berkaitan dengan sebuah perbuatan tindak pidana. Benda yang disita oleh penyidik dapat menentukan apakah seseorang yang diduga melakukan tindak benar-benar melakukan tindak pidana atau tidak. Maka dari itu pentingnya 5 Sabian Utsman, 2010, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hal, 373.

8 barang sitaan yang kemudian dapat dijadikan sebuah barang bukti di buatlah sebuah Rumah Penyimpanan Barang Sitaan (RUPBASAN). RUPBASAN dalam Pasal 28 mempunyai tugas melakukan penyimpanan benda sitaan negara dan barang rampasan negara. 6 Benda sitaan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Perintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 angka (4) menyebutkan bahwa benda sitaan adalah benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan. Perawatan terhadap barang terdapat dalam Pasal 29 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia NOMOR: M.04- PR.07.03 TAHUN 1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. Fungsi RUPBASAN terdapat dalam Pasal 28, antara lain: 1. Melakukan pengadministasian benda sitaan dan barang rampasan Negara. 2. Melakukan pemeliharaan dan mutasi benda sitaan dan barang rampasan Negara. 3. Melakukan pengamanan dan pengelolaan RUPBASAN. 4. Melakukan urusan surat menyurat dan kearsipan. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai tugas dan tanggung jawab pejabat yang memelihara barang sitaan. Benda sitaan yang disimpan di dalam RUPBASAN maupun di luar RUPBASAN menjadi suatu dilema dalam 6 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia NOMOR: M.04-PR.07.03 TAHUN 1985 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara Dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara.

9 penempatan benda sitaan tersebut. RUPBASAN digunakan seutuhnya sebagai tempat penyimpanan benda sitaan, akan tetapi ada beberapa benda sitaan yang masih berada dalam instansi tertentu selama proses penyidikan. Adanya ketidaksesuaian antara instansi tertentu dengan fungsi utama RUPBASAN menjadi suatu dilematik dalam RUPBASAN sendiri, yakni peran pejabat yang bertanggungjawab dalam RUPBASAN. Kata dilema dalam KBBI merupakan situasi sulit yang mengharuskan orang menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menyenagkan atau tidak menguntungkan; situasi yang sulit dan membingungkan. 7 Benda yang disita oleh penyidik tidak semua disimpan di dalam RUPBASAN, namun terhadap benda yang memiliki jenis tertentu disimpan di luar RUPBASAN. Melihat hal itu, pejabat penanggung jawab atas benda sitaan adalah sesuai dengan tingkatan pemeriksaan peradilan yang meliputi: 1. Pejabat yang berwenang pada pemeriksaan di tingkat penyidik. 2. Pejabat yang berwenang pada pemeriksan di tingkat penuntut umum. 3. Pejabat yang berwenang pada tingkat pemeriksaan perkara di tingkat pengadilan. 8 Melihat dari urian di atas telah dijelaskan mengenai peran pejabat yang bertanggung jawab terhadap barang sitaan yang disimpan di dalam RUPBASAN yang meliputi perawatan dan pengelolaan dan lain sebagainya, apabila benda 7 Depdiknas, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Hal. 329 8 Bima Priya Santosa, dkk, 2010, Lembaga Pengelola Aset Tindak Pidana, Jakarta: Paramadina Public Policy Institute, hal 14.

10 sitaan disimpan di luar RUPBASAN diharapkan pejabat RUPBASAN dapat berperan secara maksimal terhadap benda yang disimpan di luar RUPBASAN, agar keamanan serta perawatan benda sitaan dapat di lindungi secara maksimal. E. Metode Penelitian Untuk memperoleh hasil penelitian yang maksimal sesuai dengan harapan penulis, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif, penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan berbagai gejala dan fakta yang terdapat dalam kehidupan sosial secara mendalam. 9 Dalam penelitian ini mendeskripsikan tentang peran dan tanggung jawab benda sitaan yang tidak ditempatkan di RUPBASAN serta faktor yang menyebabkan kepolisian tidak menyimpan benda sitaan di RUPBASAN. 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan penelitian digunakan untuk mendapatkan infomasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, di mana peneliti melakukan penedekatan terhadap masalah baik dari perspektif perundang-undangan maupun praktik di masyarakat. 9 Beni Ahmad Saebani, 2009, Metode Penelitian Hukum, Bandung: CV Pustaka Setia, Hal 57.

11 3. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan di RUPBASAN Kelas I Surakarta dan RUPBASAN Kelas II Wonogiri Jawa Tengah, POLRES Surakarta. Waktu penelitian dilakukan selama enam bulan, yaitu dari bulan November 2012 sampai dengan April 2013. 4. Sumber Data a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama dan diolah oleh peneliti. 10 Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari RUPBASAN Kelas I Surakarta dan RUPBASAN Kelas II Wonogiri serta POLRES Surakarta. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh oleh suatu organisasi atau perorangan yang berasal dari pihak lain yang pernah mengumpulkan data dan mengolah data sebelumnya. 11 Data sekunder dalam penelitian ini berupa bahan yang meliputi bahan pustaka: 1) Bahan hukum primer yang meliputi: a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 10 Muslan Abdurrahman, 2009, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang: UMM Press, Hal 112. 11 Ibid.

12 b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). c) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). d) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.04-PR.07.03 tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. e) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Perintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana f) Peraturan perundang-undangan lainnya, khususnya yang terkait dengan RUPBASAN. 2) Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yang meliputi literatur-literatur, artikelartikel tentang kewenangan menyimpan benda sitaan di RUPBASAN, serta hasil penelitian yang berkaitan dengan RUPBASAN. 3) Bahan hukum tersier Bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

13 5. Metode Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Dilakukan dengan mencari, mencatat, menginventarisasi, menganalisis, dan mempelajari data yang berupa bahan-bahan pustaka. b. Penelitian Lapangan Pengumpulan data dari pihak terkait dalam objek penelitian adalah dengan cara: 1) Wawancara, yaitu cara untuk memperoleh informasi atau data dengan cara melakukan interaksi tanya jawab secara langsung kepada pejabat RUPBASAN Kelas I Surakarta dan RUPBASAN Kelas II Wonogiri, selain itu dilakukan wawancara di POLRES Surakarta. 2) Observasi, di mana selain melakukan wawancara penulis juga melakukan pengamatan langsung terhadap barang sitaan yang disimpan di luar RUPBASAN Kelas I Surakarta dan RUPBASAN Kelas II Wonogiri, serta di POLRES Surakarta. 6. Metode Analisis Data Analisis data merupakan proses lanjutan dari pengolahan data yang memerlukan ketelitian dan pencurahan daya pikir secara optimal. Metode analisis data dalam penelitian menggunakan analisis kualitatif. 12 Analisis kualitatif yaitu data berwujud kasus-kasus yang tidak dapat disusun ke 12 Ibid, Hal 121.

14 dalam suatu kategoris yakni proses pemecahan masalah terhadap adanya benda sitaan yang disimpan di RUPBASAN dan di penyidik kepolisian. F. Sistematika Skripsi Untuk mempermudah dan memberi gambaran mengenai penulisan hukum ini, maka penulis menyusun sistematika skripsi dalam empat bab yaitu: Bab I adalah pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan dan manfaat, pembatasan dan perumusan masalah, kerangka pemikiran, metode penelitian. Bab II menjelaskan tinjauan pustaka, di mana dalam penulisan hukum ini memberikan kajian-kajian teoritis tinjauan umum mengenai Penyidikan, Benda Sitaan, Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN). BAB III berisi hasil penelitian, di mana dalam bab ini menjelaskan peran dan tanggung jawab terhadap benda sitaan yang disimpan di luar RUPBASAN, faktor-faktor kesulitan yang menghambat pelaksanaan fungsi RUPBASAN, dan faktor-faktor yang menyebabkan polisi tidak menempatkan benda sitaan di dalam RUPBASAN BAB IV Penutup, berisi kesimpulan dan saran.