Jurnal Perikanan & Lingkungan Vol. 5 No. 1 Februari 2016 PENGARUH SUBSTRAT YANG BERBEDA TERHADAP TINGKAT PENETASAN TELUR (Hatching Rate) IKAN PATIN (Pangasius pangasius) Syaiful Ramadhan Harahap 1) dan Trisna Sanubari 2) *syaiful.r.harahap@gmail.com (Diterima 3 November 2015; Revisi Final 8 Desember 2015; Disetujui 11 Januari 2016) ABSTRACT Research on the influence of different substrates against the level of the hatching rate of catfish (Pangasius pangasius) aims to find out the influence of each substrate level difference to hatching rate that had become an important issue in the activity of cultivating catfish. This research was carried out in Unit Pelaksana Teknis Balai Air Tawar Rumbai, Pekanbaru, Provinsi Riau with three replicates using banana leaf, water hyacinth roots, and plant purun of rats substrates. The research method used complete random design (RAL) at the 95% confidence interval. The results showed that use of the substrates in the banana leaf gives the best of hatching rate i.e. of 61.09%, plant purun of rats substrate 50.11% and water hyacinth roots of 45.23%. KEYWORDS: Catfish (Pangasius pangasius), substrates, hatching rate. PENDAHULUAN Usaha budidaya perikanan saat ini semakin berkembang pesat, hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya ditemui sentra-sentra budidaya perikanan baik skala kecil, menengah maupun skala besar. Berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan oleh KKP dan BPS (2011) usaha budidaya ikan telah memberikan kontribusi sebesar 64%-89% terhadap pendapatan keluarga yang diperoleh pada saat panen. Kontribusi budidaya perikanan yang cukup menjanjikan terhadap peningkatan pendapatan keluarga ditambah lagi dengan besarnya potensi lahan budidaya perikanan di Indonesia yang diperkirakan mencapai 17.744.303 Ha. Dimana dari total luas potensi ini baru 1.125.597 Ha yang dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya perikanan (Statistik Perikanan Budidaya, 2012). 1) Staf Pengajar Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Islam Indragiri 2) Alumni Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Islam Indragiri Patin merupakan jenis ikan air tawar yang sangat populer karena memiliki permintaan pasar yang relatif tinggi. Hal ini terlihat dari permintaan benih serta ikan patin ukuran konsumsi di pasar yang terus mengalami peningkatan ratarata sebesar 25% (Data Statistik Perikanan Budidaya KKP, 2016). Hal ini selaras dengan Data yang dirilis oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (2013) yang menyatakan bahwa produksi budidaya ikan patin pada tahun 2012 telah mencapai 651.000 ton pertahun dan terus mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya konsumsi ikan masyarakat yang mencapai 33,89 kg/kap. Proses awal kegiatan budidaya Patin adalah pemijahan induk. Secara umum induk patin tidak dipijahkan secara alami melainkan melalui proses kawin suntik yang dibantu dengan proses stripping (pengurutan). Hal yang perlu diperhatikan dalam pemijahan Patin dengan cara stripping adalah substrat 1
Pengaruh Substrat yang Berbeda...(Syaiful Ramadhan Harahap) atau media tempat menempelnya telur dalam wadah penetasan. Pemilihan substrat sangat penting untuk mencegah telur-telur menumpuk yang dapat menyebabkan telur membusuk dan gagal menetas. Hartami (2012) menyatakan bahwa keberhasilan proses pemijahan sangat berhubungan dengan keberadaan substrat. Substrat yang tidak sesuai akan menyebabkan proses penetasan telur mengalami kegagalan atau penundaan. Sedangkan substrat yang baik dan dilengkapi dengan aerasi serta kualitas air yang baik akan menghasilkan benih ikan yang berkualitas dalam jumlah yang banyak. Tempat pemijahan secara umum dan sering digunakan biasanya berupa cekungan, batu-batuan, vegetasi, lumpur, sarang busa, kakaban (ijuk), tanaman air, pecahan genteng, pipa paralon, hapa atau kelambu tergantung pada habitat asli dan kebiasaan reproduksi ikan yang akan dipijahkan (Hartami, 2012). Pada kegiatan budidaya intensif telur-telur Patin biasanya ditetaskan menggunakan bak inkubasi dan corongcorong penetasan yang disertai dengan alat pengatur kederasan dan putaran aliran air. Cara ini memang lebih efektif dalam menghasilkan benih Patin yang berkualitas dan dalam jumlah banyak. Hal ini selaras dengan pendapat Slembrouck, et al, (2005) yang menyatakan bahwa teknik inkubasi telur dengan sistem corong resirkulasi ini memberikan keuntungan berupa resiko pertumbuhan jamur dapat dikurangi dan memudahkan larva keluar dari media penetasan telur, sementara sistem resirkulasi air memperbaiki kualitas air selama proses inkubasi telur. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat dan hasil riset Iswanto dan Tahapari (2010) yang menyatakan bahwa hasil derajat penetasan telur ikan patin dengan sistem corong resirkulasi lebih tinggi dibandingkan dengan teknik inkubasi telur dalam air menggenang. Hal ini dibuktikan oleh hasil riset nya di Lokasi 2 Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar yang menghasilkan derajat penetasan sebesar 80.67 %-81% (Iswanto dan Tahapari, 2010). Meskipun teknik inkubasi telur dengan sistem corong resirkulasi dapat memberikan derajat penetasan telur yang relatif tinggi, namun untuk memperoleh dan menggunakan sistem tersebut memerlukan modal yang relatif besar terutama terkait dengan harga alat-alat yang digunakan. Hal ini tentunya menjadi kendala bagi praktisi perikanan yang tidak memiliki modal besar dalam memulai usaha pembenihan ikan Patin. Untuk itu penulis mencoba memberikan sebuah alternatif dalam kegiatan penetasan telur ikan Patin dengan menggunakan substrat (media penempelan telur) yang mudah didapat dan ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan substrat berupa akar enceng gondok, daun pisang dan tumbuhan purun tikus terhadap tingkat penetasan telur (Hatching Rate) ikan Patin. Sehingga diketahui substrat terbaik yang dapat digunakan untuk menghasilkan Hatching Rate ikan Patin tertinggi sebagai salah satu alternatif penetasan telur ikan Patin yang lebih ekonomis. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2014 yang mengambil lokasi di UPT BAT Rumbai, Pekanbaru, Provinsi Riau. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas wadah plastik berbentuk bulat dengan ukuran diameter 30 cm dan tinggi 27 cm sebanyak 9 unit sebagai wadah penetasan telur, termometer (Merek ISOLAB) untuk mengukur suhu air, DO meter (Merek LUTRON Model DO-5510) untuk mengukur kandungan oksigen terlarut
Jurnal Perikanan & Lingkungan Vol. 5 No. 1 Februari 2016 dalam air, ph meter (Merek API) untuk mengukur tingkat keasaman air, mangkuk plastik sebagai tempat telur Patin yang telah dibuahi secara eksternal, bulu ayam untuk pengaduk telur agar tercampur dan terbuahi sempurna dengan sperma sehingga telur tidak mudah pecah, aerator untuk sirkulasi oksigen terlarut dalam air, bak pemberokan untuk tempat induk ikan yang dipuasakan setelah disuntik dan sebelum di stripping, jarum suntik yang digunakan untuk penyuntikan dengan ukuran 0,12 mm, kateter untuk pengecekan kematangan telur, timbangan untuk menimbang berat tubuh induk ikan dan menimbang telur yang dihasilkan. Sedangkan bahan yang digunakan terdiri atas telur Patin yang telah dibuahi secara eksternal, enceng gondok, daun pisang dan tumbuhan purun tikus sebagai bahan penyusun substrat tempat menempelnya telur. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah A (Daun Pisang), B (Akar Enceng Gondok) dan C (Purun Tikus). Persiapan Media Pemeliharaan Wadah penelitian berupa akuarium dengan ketinggian air 18 cm yang telah dicuci bersih untuk membersihkan kotoran dan menghindari infeksi bakteri. Air yang digunakan adalah air hasil infiltrasi yang dimasukkan kedalam wadah satu jam sebelum melakukan stripping guna efesiensi waktu penelitian. Selanjutnya dilakukan pengecekan awal pada parameter kualitas air yaitu meliputi suhu, ph dan DO (oksigen terlarut). Selanjutnya substrat yang akan digunakan dicuci dengan menggunakan cairan Permanganat Kalium. Substrat yang telah dicuci kemudian diletakkan pada wadah 20 menit sebelum penebaran telur guna menghindari terlalu lamanya perendaman yang dapat mempercepat proses pembusukannya sebelum telur ditebarkan. Substrat berupa daun pisang terdiri atas satu helai daun pisang yang masih muda yang dipotong menjadi tiga bagian dan disesuaikan dengan bukaan wadah penelitian. Substrat akar eceng gondok diperoleh dengan cara memisahkan bagian akar dari batangnya dan dicuci hingga bersih. Sedangkan substrat tumbuhan purun tikus yang digunakan hanya pada bagian batang yang dipotong sesuai dengan bukaan wadah penelitian. Penebaran Telur Penebaran telur-telur yang telah terbuahi ditebarkan secara merata pada masing-masing wadah perlakuan dengan menggunakan bulu ayam. Telur-telur yang ditebar diupayakan tidak bertumpuk karena dapat berdampak pada tingkat Hatching Rate. Telur yang ditebar sebanyak 1 gr pada masingmasing wadah. Guna mengetahui jumlah butiran telur pada 1 gr tersebut, dilakukan sensus dengan tiga kali sampling. Dari hasil sampling diperoleh jumlah telur rata-rata yang ditebar pada masing-masing wadah sebanyak 622 butir/1gr telur. Perhitungan Hatching Rate Perhitungan Hatching Rate dilakukan dengan menggunakan persamaan Effendie (2004) yaitu : Derajat penetasan adalah jumlah telur yang menetas dalam persen. Perhitungan dilakukan dua hari setelah penetasan. Hal ini dilakukan kerena pada hari kedua larva sudah lepas dari substrat (Tommy, 2014). Analisa Data Hasil perhitungan tingkat penetasan telur selama penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan selanjutnya dilakukan Analysis of Varian (ANOVA) dengan 3
Pengaruh Substrat yang Berbeda...(Syaiful Ramadhan Harahap) menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pada tingkat kepercayaan 95 %. Apabila analisis sidik ragam pada F hitung > F tabel maka dilakukan uji lanjut, yaitu uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Model matematis yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada Sudjana (1991) yaitu : Yij = μ + σi + Σij Keterangan : Yij = Variabel yang dianalisis μ = Efek rata-rata sebenarnya σi = Efek dari perlakuan ke-i yang sebenarnya Σij = Efek kesalahan dari perlakuan ke-i dari ulangan ke-j i = A,B,C,D (perlakuan) j = 1,2,3 (ulangan) 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Kualitas Air Faktor yang mempunyai peranan penting dalam proses penetasan telur ikan adalah kualitas air. Menurut Boyd (1990), kualitas air adalah kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya dinyatakan dalam kisaran nilai tertentu. Selama Penelitian pengukuran kualitas air dilakukan terhadap parameter suhu, derajat keasaman (ph) dan oksigen terlarut (DO). Kondisi kualitas air pada saat penelitian secara rinci disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kondisi Kualitas Air Perlakuan Kualitas Air Suhu ( 0 C) ph DO (ppm) A 28 7,1 4,0 B 28 7,1 4,0 C 28 7,1 4,0 Rata-rata 28 7,1 4,0 Keterangan : A = Daun Pisang; B = Akar Enceng Gondok; C = Purun Tikus. Hatching Rate Hatching Rate adalah perbandingan jumlah telur yang menetas pada akhir penelitian dengan jumlah telur yang ditebar pada awal penelitian yang dinyatakan dalam persen (Effendi, 2004). Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya derajat penetasan adalah jenis substrat yang digunakan untuk tempat telur menempel pada saat proses penetasan. Data hasil pengamatan tingkat penetasan telur ikan Patin selama penelitian secara rinci disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Tingkat Hatching Rate Perlakuan Tingkat Hatching Rate (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-Rata A 64,15 63,18 55,95 61,09 B 40,99 48,39 46,30 45,23 C 50,96 53,05 46,30 50,11 Keterangan : A = Daun Pisang; B = Akar Enceng Gondok; C = Purun Tikus. Tabel 2 memperlihatkan bahwa jenis substrat yang berbeda dapat mempengaruhi derajat penetasan. Perlakuan penelitian dengan menggunakan substrat berupa daun pisang merupakan perlakuan dengan tingkat penetasan terbaik yaitu 61,09 %, dilanjutkan perlakuan dengan menggunakan substrat berupa tumbuhan purun tikus dengan tingkat penetasan 50,11%, dan perlakuan dengan menggunakan substrat berupa akar eceng gondok dengan tingkat penetasan 45,23%. Hal ini selaras dengan pendapat
Hartami (2012) yang menyatakan bahwa keberhasilan proses pemijahan sangat berhubungan dengan keberadaan substrat. Substrat yang tidak sesuai akan menyebabkan proses penetasan telur mengalami kegagalan atau penundaan. Sedangkan substrat yang baik dan dilengkapi dengan aerasi serta kualitas air yang baik akan menghasilkan benih Jurnal Perikanan & Lingkungan Vol. 5 No. 1 Februari 2016 ikan yang berkualitas dan dalam jumlah yang banyak. Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA menunjukkan adanya pengaruh jenis substrat yang berbeda terhadap tingkat penetasan telur ikan Patin (P<0,05). Hasil analisis sidik ragam ANOVA disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Analisis Sidik Ragam ANOVA Pengaruh Jenis Substrat Terhadap Hatching Rate Patin SK Db JK KT Fhitung Ftabel Perlakuan 2 396,31 198,15 12,77 5,14 Galat 6 93,13 15,52 Total 8 Hasil analisis sidik ragam ANOVA pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa nilai Fhitung > Ftabel dalam taraf uji 0,05. Hal ini berarti bahwa perbedaan jenis substrat dalam penelitian ini berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat penetasan telur patin. Selanjutnya, untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan terhadap tingkat penetasan telur ikan Patin, dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Hasil analisis BNT secara rinci disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Analisis BNT (Beda Nyata Terkecil) Pengaruh Jenis Substrat Terhadap Tingkat Penetasan Telur Ikan Patin Perlakuan Nilai Rata-rata Notasi atas BNT0,05 B 45,23 a C 50,10 b A 61,09 c Keterangan : A = Daun Pisang; B = Akar Enceng Gondok; C = Purun Tikus. Hasil uji BNT pada Tabel 4 terlihat bahwa perlakuan substrat berupa daun pisang berbeda sangat nyata terhadap substrat berupa akar eceng gondok dan berbeda nyata terhadap substrat berupa tumbuhan purun tikus. Selanjutnya perlakuan substrat berupa akar eceng gondok berbeda nyata terhadap substrat berupa tumbuhan purun tikus. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan jenis substrat memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat penetasan telur ikan Patin. Jenis substrat dengan tingkat penetasan terbaik adalah perlakuan menggunakan substrat berupa daun pisang dengan nilai rata-rata tingkat penetasan 61,09 %. KESIMPULAN DAN SARAN Penggunaan jenis substrat yang berbeda pada penetasan ikan Patin (Pangasius pangasius) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah Hatching Rate. Jenis substrat yang berbeda dapat mempengaruhi kualitas air sebagai media telur-telur berkembang dan menetas. Tingkat Hatching Rate yang terbaik terdapat pada perlakuan substrat berupa daun pisang dengan jumlah yang menetas sebesar 61,09 %, urutan kedua terdapat pada perlakuan substrat berupa tumbuhan purun tikus dengan jumlah yang menetas sebesar 50,11%, dan urutan terakhir pada perlakuan substrat berupa akar eceng gondok dengan jumlah yang menetas sebesar 45,23 %. 5
Pengaruh Substrat yang Berbeda...(Syaiful Ramadhan Harahap) Disarankan untuk menerapkan perlakuan menggunakan substrat berupa daun pisang sebagai alternatif pengganti bak inkubasi dan corong penetasan bagi praktisi perikanan yang tidak memiliki modal besar dalam memulai usahanya. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai jenis substrat lainnya yang banyak terdapat dialam agar dapat dipergunakan pada penetasan telur ikan Patin (Pangasius pangasius), dan diharapkan peneliti lain agar melakukan penghitungan terhadap jumlah telur yang terbuahi (Fertilize Rate) pada sekali pemijahan. DAFTAR PUSTAKA Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Pondfor Aquaculture. Department of Fisheries and Allied Aquacultures. Auburn University, Albama, USA. Effendie, M.I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. Hartami, P. 2012. Materi Praktik Pembenihan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Iswanto, B dan Tahapari, E. 2010. Derajat fertilisasi, penetasan dan deformitas larva patin hasil hibridisasi antara betina patin siam dengan jantan patin nasutus. Jurusan Perikanan dan Kelautan. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogjakarta. Hlm 15. Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Badan Pusat Statistik. 2011. Kinerja Sektor Perikanan. (http://www.bappenas.go.id/). [Akses : Selasa, 17/05/2016]. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Target Produksi Patin. (http://www. antaranews.com). [Akses : Selasa, 17/05/2016]. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2016. Geliat Bisnis Ikan Patin. (http:// info akuakultur.com). [Akses: Selasa, 17/05/16]. Slembruock, et al. 2005. Petunjuk Teknis Pembenihan Ikan Patin Indonesia, Pangasius Djambal. Karya Pratama. Jakarta (ID). Statistik Perikanan Budidaya. 2012. Kinerja Sektor Perikanan. (http://www.bappenas.go.id/). [Akses: Selasa, 17/05/2016]. Sudjana. 1991. Disain dan Analisis Eksperimen. Tarsito. Bandung. Tommy, P. 2014. Pemijahan Ikan Secara Semi Alami (Http://patriatommy.blogspot.com). [Akses : 03/08/2015]. 6