BAB 3 BAHAN DAN METODE

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

METODELOGI PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana untuk

Koloni bakteri endofit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

PENGHAMBATAN SERANGAN Sclerotium rolfsii PENYEBAB REBAH KECAMBAH PADA KEDELAI DENGAN BAKTERI KITINOLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

III. MATERI DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015.

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

III. BAHAN DAN METODE A.

LAMPIRAN. Biakan Jamur Colletotrichum sp

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan

III. METODE PENELITIAN. Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. reaksi, mikropipet, mikrotube, mikrotip, rak tabung reaksi, jarum ose,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Penelitian

II. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

PENDAHULUAN. Cabai merah adalah salah satu komoditas sayuran penting yang banyak

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

II. MATERI DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Nazir (1999: 74), penelitian eksperimental adalah penelitian yang dilakukan

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru.

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur)

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

IV. KULTIVASI MIKROBA

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

LAMPIRAN 1. Standar zona hambat antibiotik menurut CLSI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dan eksplorasi. Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. dari Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari usus halus itik Mojosari (Anas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian tentang pemanfaatan kunyit putih (Curcuma mangga Val.) pada

Transkripsi:

BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni 2011 hingga bulan Januari 2012 bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,. 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah nampan plastik ukuran 30 cm x 20 cm x 10 cm, tabung reaksi, petri, jarum ose, bunsen, gelas beaker, Erlenmeyer, gelas ukur, spatula, pipet volum, propipet, kertas saring, corong, hot plate, vortek, pinset, stirer, meteran ukur, autoclafe, oven, inkubator, sprayer, jangka sorong, kertas cakram, kertas label, alumunium foil, dan timbangan analitik. Adapun bahan yang digunakan adalah media nutrient agar (NA), media muller hinton agar (MHA), media potato dextrosa agar (PDA), media potato dextrosa broth (PDB), 0.85% NaCl, larutan Mc Farland. 3.3 Mikroba dan Benih Isolat bakteri penghasil antijamur dengan kode isolat S2T16-1, S3T32-3, S3T33-3, AW 02, AW 08, AW 10, BS 02, KM 01, KM 02, dan KM 04 merupakan koleksi dari Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA USU. Isolat fungi patogen dengan kode isolat Fusarium oxysporum dan Fusarium sp. C2 merupakan koleksi Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA USU. Fungi patogen dengan kode isolat F. lycopersicum dan Fusarium sp. 1 merupakan koleksi

Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian USU. Fungi patogen dengan kode Fusarium sp. 2 dan Fusarium sp. 10 merupakan hasil isolasi dari tanaman famili solanaceae (terong). Isolat Fusarium spp. diremajakan pada media PDA dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu 28-30 o C. Benih tomat yang digunakan adalah benih tomat yang diperoleh dari toko pertanian di kota Medan. 3.4 Isolasi dan Identifikasi Fungi Patogen Isolasi fungi patogen dilakukan dengan cara meletakkan irisan daun dan buah yang terserang penyakit pada media PDA, kemudian diinkubasi pada suhu 28-30 o C selama 48 jam. Fungi yang diperoleh kemudian dibuat biakan murni pada media PDA. Identifikasi fungi dilakukan berdasarkan ciri-ciri morfologi secara makroskopis (Permana & Kusmiati 2007) dan secara mikroskopis (Pitt & Hocking 1997). 3.5 Uji Antagonisme Bakteri Antijamur terhadap Beberapa Isolat Fusarium Sebanyak 10 isolat bakteri antijamur diremajakan di media NA selama 48 jam pada suhu 28-30 o C. Daya hambat bakteri antijamur dalam menghambat beberapa isolat Fusarium diuji secara in vitro dalam cawan Petri (Lampiran 1). Biakan Fusarium diambil dari bagian hifa yang masih muda dan ditumbuhkan di bagian tengah media MHA. Biakan tersebut diinkubasi selama 72 jam pada suhu 28-30 o C. Suspensi bakteri antijamur dengan konsentrasi 10 8 sel/ml (standar McFarland) dinokulasikan sebanyak 10 μl pada cakram yang diletakkan pada bagian tepi media MHA dan dilakukan hal yang sama pada bagian tepi yang berlawanan. Biakan diinkubasi pada suhu 28-30 o C selama 7 hari. Daya hambat ditentukan berdasarkan zona hambat yang terbentuk di sekitar koloni jamur. Pengamatan daya hambat dilakukan selama 7 hari.

3.6 Pengamatan Mikroskopis Fusarium spp. setelah Uji Antagonisme Pengamatan secara mikroskopis dilakukan dengan cara mengamati ujung miselium pada daerah zona hambat fungi patogen. Ujung miselium fungi patogen yang tumbuh pada permukaan media PDA dipotong berbentuk block square, kemudian diletakkan pada objek glass (Lampiran 1). Abnormalitas pertumbuhan miselium fungi patogen yang diamati berupa pembengkokan ujung miselium, miselium pecah, berbelah, miselium bercabang, miselium lisis dan miselium tumbuh kerdil (Lorito et al. 1993). 3.7 Uji Patogenitas Fusarium spp. pada Benih Tomat Biakan Fusarium diremajakan pada media PDA selama 7 hari dengan suhu 28-30 o C. Selanjutnya diinokulasikan pada 100 ml media PDB dan diinkubasi pada suhu 28-30 o C selama 10 hari. Suspensi biakan Fusarium ( 10 7 konidia/ml) dicampurkan dengan 500 g campuran tanah dan kompos steril (nisbah 3:1) (Lampiran 1) pada nampan plastik berukuran 30 cm x 20 cm x 10 cm. Pada setiap nampan ditanam 30 benih tomat dan ditutup dengan plastik. Perlakuan kontrol yaitu benih tomat tanpa pemberian suspensi biakan Fusarium yang ditanam pada media tanah dengan komposisi yang sama. Benih tomat yang mengalami rebah kecambah diamati selama 30 hari setelah tanam (HST). Persentase rebah kecambah dihitung dengan membagi jumlah kecambah yang rebah dari jumlah seluruh kecambah yang tumbuh (Lampiran 2). 3.8 Pengujian Pengaruh Bakteri Antijamur terhadap Pertumbuhan Benih Tomat Media tanam dengan komposisi 500 g campuran tanah dan kompos steril (nisbah 3:1) disediakan pada nampan plastik berukuran 30 cm x 20 cm x 10 cm. Sebanyak 30 benih tomat direndam dengan suspensi bakteri antijamur ( 10 8 sel/ml) selama 30 menit. Benih tersebut kemudian ditanam di dalam nampan dan ditutup dengan plastik. Kontrol yaitu benih direndam selama 30 menit dengan akuades steril. Selama 30 hari

diamati pertumbuhan benih, tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat kering (Lampiran 3). 3.9 Penghambatan Serangan Fusarium spp. pada Benih Tomat Suspensi biakan Fusarium ( 10 7 konidia/ml) sebanyak 100 ml dicampurkan dengan 500 g campuran tanah dan kompos steril (nisbah 3:1) pada nampan plastik berukuran 30 cm x 20 cm x 10 cm. Sebanyak 30 benih tomat direndam dengan suspensi bakteri penghasil antijamur ( 10 8 sel/ml) selama 30 menit. Benih tersebut kemudian ditanam di dalam nampan dan ditutup dengan plastik. Kontrol negatif yaitu benih tomat tanpa pemberian suspensi biakan Fusarium dan kontrol positif yaitu benih tomat dengan pemberian suspensi biakan Fusarium. Selama 30 hari setelah tanam diamati benih tomat yang mengalami rebah kecambah, tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat kering (Lampiran 3) Pengurangan rebah kecambah dihitung dengan rumus : Pengurangan rebah kecambah = rebah kecambah kontrol (+) rebah kecambah perlakuan 3.10 Pengukuran Tinggi, Berat Kering dan Jumlah Daun Kecambah Tomat Pengukuran tinggi kecambah dilakukan dengan batas terbawah bagian batang yang tepat pada permukaan tanah, sedangkan batas teratas dihitung hingga ujung daun yang diluruskan ke atas sejajar batang (Sitompul & Guritno 1995). Pengukuran dilakukan pada setiap perlakuan sebanyak empat ulangan. Pengukuran dilakukan pada setiap minggu selama 4 minggu. Jumlah daun dihitung dari awal terbentuknya daun. Pengukuran berat kering kecambah dilakukan pada akhir pengamatan dengan mengukur berat kecambah yang sudah dikeringkan pada suhu 80 o C selama jangka waktu tertentu hingga didapatkan berat kering yang konstan (Sitompul & Guritno 1995).

3.11 Reisolasi Fusarium spp. dari Benih Tomat Reisolasi Fusarium dilakukan dengan memotong jaringan pada pangkal batang kecambah yang menunjukkan gejala rebah kecambah (Lampiran 2). Jaringan tersebut disterilkan permukaanya dengan larutan NaClO 2%, dicuci dengan air steril dan diinokulasikan pada media PDA. Hasil isolasi yang diperoleh diamati ciri-ciri yang sesuai dengan jamur Fusarium yang digunakan (Pelczar & Chan 1986).

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fusarium spp. Isolat Fusarium spp. yang digunakan sebanyak 6 isolat memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis dari Fusarium spp. dapat dilihat pada Gambar 1 berikut : A B C D E F Gambar 1. Karakteristik makroskopis Fusarium spp. inkubasi 7 hari pada media Potato Dextrosa Agar (PDA), (A) F. lycopersicum (B) F. oxysporum (C) Fusarium sp. 1 (D) Fusarium sp. 2 (E) Fusarium sp. 10 (F) Fusarium sp. C2. inzet : konidia Fusarium spp. (perbesaran 10x40) Setiap isolat Fusarium spp. yang digunakan memiliki perbedaan warna koloni dan hifa yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1 Perbedaan Warna Koloni dan Hifa Fusarium spp. No Jamur Patogen Warna Atas Warna Bawah Koloni Koloni Warna Hifa 1. F. lycopersicum putih ungu putih 2. F. oxysporum ungu ungu putih 3. Fusarium sp. 1 abu-abu abu-abu putih 4. Fusarium sp. 2 ungu putih putih 5. Fusarium sp. 10 putih putih putih 6. Fusarium sp. C2 putih putih putih Genus Fusarium adalah patogen tular tanah yang termasuk Hyphomycetes (sub divisio Deuteromycotina). Jamur ini menghasilkan makrokonidia, mikrokonidia, dan klamidiospora (Akhsan 1996). Sebagian besar jamur ini merupakan saprofit dalam tanah tetapi ada juga yang bersifat parasit. Jamur ini membentuk miselium bersekat dan dapat tumbuh dengan baik pada bermacam-macam medium agar yang mengandung ekstrak sayuran. Awalnya miselium tidak berwarna, semakin tua warna menjadi krem dan akhirnya koloni tampak mempunyai benang-benang berwarna. Pada miselium yang lebih tua terbentuk klamidospora. Jamur banyak membentuk mikrokonidium bersel satu, tidak berwarna, lonjong. Makrokonidium lebih jarang terdapat, berbentuk kumparan, bersekat dua atau tiga (Semangun 2000). 4.2 Daya Hambat Bakteri Antijamur terhadap Fusarium Hasil uji 10 isolat bakteri antijamur dengan 6 isolat Fusarium spp. menunjukkan kemampuan isolat bakteri yang bervariasi dalam menghambat jamur Fusarium. Hal ini dapat dilihat dari terbentuknya zona hambat yang bervariasi dari setiap isolat bakteri yang digunakan. Bentuk zona hambat yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :

A B Gambar 2. Uji daya hambat bakteri antijamur dengan fungi patogen pengamatan pada hari ke tujuh, (A) bakteri S3T33-3 dengan Fusarium sp. 1 dan (B) bakteri S2T16-1 dengan Fusarium sp. 10 Zona hambat mulai terbentuk pada hari keempat. Variasi zona hambat yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2 Uji daya hambat bakteri antijamur terhadap Fusarium Isolat Zona hambat (mm) hari ke - Jamur patogen bakteri 4 5 6 7 S2T16-1 F. lycopersicum 3.00 8.01 8.04 - F. oxysporum 4.00 10.52 14.00 - Fusarium sp. 1 4.00 7.53 12.51 - Fusarium sp. 2 2.00 3.00 5.00 - Fusarium sp. 10 8.00 8.53 12.00 - Fusarium sp. C2 5.51 8.53 12.00 - S3T32-3 F. lycopersicum 5.00 7.00 13.54 - F. oxysporum 6.00 10.51 11.00 - Fusarium sp. 1 11.54 16.00 20.00 - Fusarium sp. 2 7.00 6.56 9.53 - Fusarium sp. 10 4.00 5.05 6.00 - Fusarium sp. C2 12.00 15.53 16.53 - S3T33-3 F. lycopersicum 3.52 5.00 7.00 - F. oxysporum 12.51 19.00 20.00 - Fusarium sp. 1 10.55 16.00 18.00 - Fusarium sp. 2 12.51 14.00 18.00 - Fusarium sp. 10 13.53 14.51 15.51 - Fusarium sp. C2 8.00 10.00 - - AW 02 F. lycopersicum 7.00 11.54 12.53 13.00 F. oxysporum 3.52 3.55 3.57 4.00 Fusarium sp. 1 0 2.51 4.01 4.05 Fusarium sp. 2 0 1.03 1.06 1.11 Fusarium sp. 10 4.00 6.58 7.00 7.04 Fusarium sp. C2 11.52 12.00 12.53 13.51

AW 08 F. lycopersicum 12.00 12.51 12.53 13.01 F. oxysporum 6.00 6.51 8.52 8.54 Fusarium sp. 1 7.51 8.00 9.53 10.00 Fusarium sp. 2 7.54 9.51 11.51 11.53 Fusarium sp. 10 2.56 8.00 12.00 13.02 Fusarium sp. C2 11.51 15.00 16.53 17.00 AW 10 F. lycopersicum 10.54 11.00 11.52 12.52 F. oxysporum 9.02 9.04 9.06 9.10 Fusarium sp. 1 7.54 8.00 9.56 10.00 Fusarium sp. 2 7.52 9.53 11.52 11.54 Fusarium sp. 10 2.54 8.00 12.02 13.00 Fusarium sp. C2 11.53 15.00 16.54 17.00 BS 02 F. lycopersicum 10.53 11.04 11.51 12.54 F. oxysporum 9.11 9.16 9.18 9.21 Fusarium sp. 1 13.51 18.51 20.53 25.01 Fusarium sp. 2 10.51 11.51 14.02 16.54 Fusarium sp. 10 17.02 17.52 17.54 19.02 Fusarium sp. C2 5.51 5.54 6.51 7.52 KM 01 F. lycopersicum 9.51 9.53 10.03 10.51 F. oxysporum 8.51 9.51 12.52 14.03 Fusarium sp. 1 0 13.51 14.51 15.5 Fusarium sp. 2 5.51 6.51 7.03 7.52 Fusarium sp. 10 1.03 1.51 1.53 2.02 Fusarium sp. C2 5.51 5.53 6.03 7.01 KM 02 F. lycopersicum 9.02 10.01 12.02 13.03 F. oxysporum 1.01 1.52 4.01 4.51 Fusarium sp. 1 19.51 20.01 21.02 21.51 Fusarium sp. 2 9.01 9.04 9.51 11.01 Fusarium sp. 10 14.01 17.51 19.01 22.03 Fusarium sp. C2 12.52 14.01 15.01 15.03 KM 04 F. lycopersicum 6.03 6.05 7.02 7.05 F. oxysporum 4.01 5.52 10.02 11.51 Fusarium sp. 1 4.03 5.51 7.51 9.01 Fusarium sp. 2 6.51 8.02 8.05 8.11 Fusarium sp. 10 1.08 1.51 2.51 - Fusarium sp. C2 3.51 4.04 9.07 - Isolat bakteri S2T16-1, S3T32-3 dan S3T33-3 memiliki kemampuan penghambatan hingga hari keenam. Isolat bakteri S2T16-1 memiliki zona hambat terbesar dalam menghambat Fusarium oxysporum sebesar 14.00 mm. Sementara bakteri S3T32-3 zona hambat terbesar dengan Fusarium sp. 1 sebesar 20 mm dan

bakteri S3T33-3 zona hambat terbesar dalam menghambat Fusarium oxysporum sebesar 20 mm. Pada pengamatan hari ke tujuh, ke tiga isolat tersebut tidak lagi menunjukkan kemampuan dalam menghambat Fusarium patogen. Ini dapat dilihat dari zona hambat yang tidak dapat diamati lagi. Isolat bakteri AW 02, AW 08, AW 10, BS 02, KM 01, KM 02, dan KM 04 memiliki zona hambat hingga hari ketujuh. Isolat AW 02 zona hambat terbesar dalam menghambat Fusarium sp. C2 sebesar 13.51 mm. AW 08 zona hambat terbesar pada Fusarium sp. C2 sebesar 17 mm dan AW 10 zona hambat terbesar dengan Fusarium sp.c2 sebesar 17 mm. Untuk isolat BS 02 zona hambat terbesar dalam menghambat Fusarium sp.1 sebesar 25.01 mm. Isolat KM 01 zona hambat terbesar dengan F. oxysporum sebesar 14.03 mm, KM 02 pada Fusarium sp. 10 sebesar 22.03 mm dan KM 04 dalam menghambat F. oxysporum sebesar 11.51 mm. Zona hambat yang bervariasi menunjukkan kemampuan yang berbeda-beda dari masing-masing isolat dalam menghambat Fusarium. Hal ini dapat disebabkan karena senyawa antijamur yang dihasilkan oleh bakteri yang diujikan. Mekanisme penghambatan pertumbuhan oleh agen biokontrol terhadap jamur patogen tanaman dapat melalui antibiotik yang dihasilkan. Mikroba yang menghasilkan mekanisme antibiosis dianggap lebih tepat digunakan untuk menekan perkembangan patogen (Wibowo 2001). Mikroba antagonis yang memiliki kemampuan antimikroba dapat menghasilkan senyawa antimikroba yang pada umumnya merupakan metabolit sekunder yang tidak digunakan untuk proses pertumbuhan (Schlegel 1993), tetapi untuk pertahanan diri dan kompetisi dengan mikroba lain dalam mendapatkan nutrisi, habitat, oksigen, cahaya dan lain-lain. Senyawa antimikroba tersebut dapat digolongkan sebagai antibakteri atau antifungi (Baker & Cook 1974). 4.3 Efek Antijamur terhadap Hifa Fusarium spp. Pengamatan mikroskopis hifa Fusarium spp. dilakukan pada hari kesepuluh. Isolat bakteri antijamur yang diperlakukan dalam menghambat Fusarium spp.

memiliki pengaruh dalam pertumbuhan hifa Fusarium. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya perubahan bentuk hifa Fusarium spp. yang terlihat pada Gambar 3 berikut : a b c d e Gambar 3. Efek bakteri antijamur terhadap hifa Fusarium spp. (a) Hifa normal, (b), (c), (d), hifa abnormal, membengkok (perlakuan dengan bakteri S2T16-1) dan (e) melilit (perlakuan dengan bakteri S3T32-3) Interaksi bakteri antijamur dengan Fusarium spp. menyebabkan abnormalitas pada hifa jamur dibandingkan dengan hifa jamur yamg normal, seperti membengkok dan melilit. Abnormalitas ini disebabkan karena bakteri antijamur menghasilkan senyawa yang dapat menghambat atau merusak struktur dari dinding sel hifa jamur sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan fungi patogen secara keseluruhan. Kondisi yang abnormal pada hifa F. oxysporum seperti hifa memiliki septa yang pendek, mengalami pembengkakan, percabangan, hifa yang transparan dan ada pembengkakan hifa yang tidak merata serta ujung hifa yang meruncing karena nekrosis karena terjadi kematian (Adriansyah 2002). Kerusakan hifa yang lain adalah perubahan bentuk menjadi spiral/menggulung dan melengkung tidak beraturan serta mengalami pemendekan. Sebagian hifa mengalami kekusutan dan pembengkakan dinding sel (Indratmi 2008). 4.4 Patogenitas Fusarium spp. pada Benih Tomat Hasil uji patogenitas Fusarium spp. terhadap benih tomat dari 6 Fusarium yang diujikan menunjukkan bahwa Fusarium sp. 2 memiliki tingkat patogenitas yang paling tinggi dibandingkan dengan Fusarium lainnya. Persentase rebah kecambah dari

Fusarium sp. 2 sebesar 91.30%. Persentase rebah kecambah dari setiap Fusarium yang diujikan dapat dilihat pada Gambar 4 berikut : Fusarium sp. 1 Fusarium sp. 2 Fusarium sp. 10 Fusarium sp. C2 Gambar 4. Hubungan antara persentase rebah kecambah oleh Fusarium spp. pada benih tomat dengan lamanya penanaman selama 30 hari Fusarium menyebabkan sebagian besar dari penyakit layu pada tanaman tomat. Gejala pertama adalah tulang-tulang daun pucat terutama pada daun permukaan atas, diikuti dengan layunya tanaman secara keseluruhan. Selain itu, ditandai dengan daun menguning. Pada tanaman muda, Fusarium menyebabkan kematian tanaman secara mendadak, karena terjadinya kerusakan pada bagian pangkal batang. Fusarium dapat bertahan lama dalam tanah. Jamur menginfeksi akar, lalu menetap dan berkembang di berkas pembuluh. Pengangkutan air dan hara tanah terganggu. Jamur juga mengganggu permeabilitas membran plasma dari tanaman. Penyebaran jamur dapat terjadi melalui pengangkutan bibit, tanah yang dibawa angin, air atau peralatan pertanian (Semangun 2000). Perbedaan antara kecambah yang sehat dan kecambah yang terserang layu Fusarium sp 2. dapat dilihat pada Gambar 5 berikut :

A B Gambar 5. Perbandingan kecambah yang sehat (A) dengan kecambah yang terserang layu Fusarium (B), umur 30 hari Patogen menyerang pada kecambah yang muda. Tanaman yang terinfeksi pada pembibitan biasanya akan langsung mati setelah munculnya gejala. Gejala lain yang terlihat adalah daun menguning, layu daun dan batang, gugur daun, pembentukan akar adventif. Hal ini disebabkan karena patogen menyerang pangkal batang tanaman sehingga terjadi penyumbatan pembuluh xilem (Agrios 1997). 4.5 Pengaruh Bakteri Antijamur terhadap Pertumbuhan Benih Tomat Benih tomat direndam dengan suspensi bakteri antijamur dan ditumbuhkan pada media tanah. Pertumbuhan benih diamati mulai hari pertama penanaman hingga hari ke 30. Pengamatan yang dilakukan meliputi tinggi benih dan berat kering benih. Hasil pengujian ini diperoleh peningkatan tinggi kecambah dan peningkatan berat kering kecambah setelah pengamatan pada minggu keempat. Penambahan tinggi tanaman dan berat kering dapat disebabkan karena bakteri antijamur menyebabkan pertumbuhan benih menjadi lebih terpacu jika dibandingkan dengan benih tanpa perendaman bakteri antijamur. Pertambahan tinggi benih tertinggi setelah perendaman dengan bakteri antijamur ditunjukkan pada bakteri KM 02 sebesar 9.88 cm jika dibandingkan dengan kontrol (perendaman dengan akuades) sebesar 7.6 cm. Pertambahan tinggi benih untuk selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6 berikut :

Gambar 6. Hubungan bakteri antijamur terhadap pertambahan tinggi benih tomat Penambahan berat kering benih tertinggi terlihat pada benih setelah direndam dengan suspensi bakteri KM 02 sebesar 48.80 mg. Benih dengan perlakukan kontrol (perendaman dengan akuades) menunjukkan berat kering lebih rendah yaitu sebesar 11.58 mg. Pertambahan berat kering benih selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 7 berikut : Gambar 7. Hubungan bakteri antijamur terhadap pertambahan berat kering benih tomat Benih dengan perendaman bakteri antijamur memiliki berat kering yang lebih besar dibandingkan dengan benih tanpa perendaman bakteri antijamur. Ini terjadi karena kemungkinan bakteri antijamur dapat memacu penyerapan unsur hara mineral dalam tanah. Beberapa bakteri yang bersifat sebagai agen biokontrol, juga berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, dan menginduksi ketahanan tanaman terhadap patogen (Kloepper et al. 1999). Peningkatan pertumbuhan tanaman oleh bakteri

antagonis melalui siderofor yang dihasilkan oleh bakteri secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, bakteri ini dapat menyediakan nutrisi bagi tanaman, seperti nitrogen, fosfat, dan mineral lainnya serta menghasilkan hormon pertumbuhan seperti etilen, auksin, dan sitokinin. Mekanisme peningkatan pertumbuhan tanaman oleh bakteri dapat terjadi dengan beberapa proses diantaranya melarutkan senyawa fosfat, fiksasi nitrogen. Secara tidak langsung, bakteri terlebih dahulu menekan pertumbuhan mikroorganisme pengganggu yaitu melalui mekanisme kompetisi, predasi, dan antibiotik yang dihasilkannya (Boyer & Sikora 1991). Bacillus megaterium, Chromobacterium lividum dan Klebsiella aerogenes yang memacu pertumbuhan tanaman caysin dengan cara membantu tanaman dalam mendapatkan unsur nitrogen di dalam tanah (Widawati et al. 2005). Disisi lain mikroba berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman (plant growth promting agents) dengan menghasilkan berbagai hormon tumbuh, vitamin dan berbagai asam-asam organik yang berperan penting dalam merangsang pertumbuhan bulu-bulu akar. Kemungkinan isolat bakteri KM 02 menghasilkan senyawa yang memacu pertumbuhan benih tomat. Azotobacter chroococcum menghasilkan fitohormon sitokinin dan giberelin (Hindersah 2004). Contoh lain seperti bakteri Methylotroph dapat menstimulasi perkecambahan benih dan pertumbuhan tanaman dengan cara memproduksi sitokinin (Lindstrom & Chistoderdova 2002). Kemampuan bakteri dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman telah banyak dipelajari. Kemampuan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) sebagai agen pengendalian hayati karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraselluler yang bersifat antagonis melawan patogen (Weller 1988). Sebagai contoh Pseudomonas spp. dapat menstimulir timbulnya ketahanan tanaman terhadap infeksi jamur patogen akar, bakteri dan virus. Ekstrak lipopolisakarida (LPSs) dari membran luar P. fluorescens WCS417 menyebabkan ketahanan sistemik terhadap infeksi Fusarium oxysporum f.sp. dianthi pada tumbuhan bunga carnation (Leeman et al. 1995). Sianida yang dihasilkan P. fluorescens strain CHAO merangsang pembentukan akar rambut pada tumbuhan tembakau dan menekan

pertumbuhan Thielaviopsis basicola penyebab penyakit busuk akar, diduga bahwa sianida mungkin penyebab timbulnya ketahanan sistemik (Maurhofer et al. 1994). Bakteri Pseudomonas aeruginosa yang umum dijumpai pada tanah di sekitar rizosfer tanaman dan mempunyai sebaran luas pada tanah tropika. Bakteri ini juga dapat diisolasi dari air, lingkungan laut, dan habitat lain selain dari tanah. Kemampuan bakteri antagonis di dalam mengkoloni perakaran tanaman merupakan salah satu hal yang diharapkan. Semakin lama bakteri bertahan mengkoloni permukaan akar tanaman, semakin tinggi daya perlindungannya dari mikroba patogen. Hal ini berkaitan erat dengan perlindungan permukaan akar tanaman dari pengkolonian mikroba patogen tanaman. Bakteri P. aeruginosa mempunyai sifat PGPR, memacu pertumbuhan tanaman dan dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan patogen (Khalimi & Wirya 2009). 4.6 Penghambatan Serangan Fusarium sp. 2 pada Benih Tomat Benih tomat masing-masing direndam dengan suspensi bakteri antijamur dan ditumbuhkan pada media tanah yang telah diberi suspensi cair Fusarium sp. 2. Pertumbuhan benih diamati mulai hari pertama penanaman hingga hari ke 30. Pengamatan yang dilakukan meliputi jumlah benih yang mengalami rebah kecambah, tinggi benih dan berat kering benih. Benih yang ditanam pada tanah yang telah diberi suspensi cair Fusarium terganggu pertumbuhannya. Benih mulai mengalami rebah pada hari ke 9 setelah penanaman. Terganggunya pertumbuhan benih dapat dilihat pada Gambar 8 dimana kontrol (+) yaitu benih yang diberi Fusarium sp. 2 tanpa perendaman dengan suspensi bakteri antijamur mengalami rebah kecambah yang tinggi sebesar 81.82%. Sementara kontrol (-) yaitu benih yang ditanam tanpa diberi suspensi bakteri antijamur dan tanpa suspensi Fusarium sp. 2 tidak mengalami rebah kecambah.

Gambar 8. Persentase rebah kecambah benih tomat setelah diinokulasikan Fusarium sp. 2 dengan bakteri antijamur Rebah kecambah pada benih yang telah direndam dengan bakteri antijamur S3T32-3, KM 01, dan BS 02 menunjukkan rebah kecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (+) yaitu 86.96%, 96.15%, dan 100%. Hal ini bisa disebabkan karena bakteri antijamur memiliki pengaruh negatif terhadap benih ketika diaplikasikan ke lapangan. Bakteri antijamur S2T16-1, S3T33-3, AW 02, AW 08, AW 10, KM 02, dan KM 04 menunjukkan rebah kecambah yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (+). Perbedaan rebah kecambah ini dapat diakibatkan karena bakteri antijamur menghasilkan senyawa yang menghambat pertumbuhan fungi patogen. Antibiotik yang dihasilkan dan zat penghambat lainnya oleh mikroba merupakan salah satu mekanisme untuk menghambat mikroorganisme lain yang berkompetisi dalam mendapatkan nutrisi. Hal ini juga dipengaruhi oleh jenis, jumlah, dan kualitas dari antibiotik atau zat lain yang dihasilkan dalam menghambat mikroorganisme pesaing (Muthahanas & Listiana 2008). Pengurangan rebah kecambah dari setiap bakteri antijamur yang diuji berbeda satu sama lainnya. Pengurangan rebah kecambah paling besar ditunjukkan oleh

bakteri AW 10 sebesar 48.28%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 9 berikut : Gambar 9. Persentase pengurangan rebah kecambah setelah diinokulasikan Fusarium sp. 2 dengan bakteri antijamur Pengurangan rebah kecambah dapat disebabkan karena bakteri antijamur menghasilkan senyawa penghambat fungi patogen dan interaksi antara benih dengan bakteri antijamur dalam menghambat pertumbuhan fungi patogen. Organisme yang berperanan sebagai agen kontrol biologis berinteraksi dengan organisme lain sebagai induk semang (host) yaitu melalui tiga cara: parasitisme (menggunakan sumber nutrisi dari induk semang), kompetisi (dalam hal tempat dan nutrisi) dan antibiosis (dengan zat hasil metabolit yang berefek terhadap induk semang). Interaksi secara antibiosis seperti menghasilkan enzim ekstraseluler yang bersifat amilolitik, pektinolitik, proteolitik, dan selulolitik (Gholib & Kusumaningtyas 2006). 4.7 Pertambahan Tinggi, Berat Kering dan Jumlah Daun Kecambah Tomat Rata-rata tinggi benih yang diberi perlakuan mengalami pertambahan tinggi lebih besar dibandingkan dengan kontrol negatif (7.4 cm). Pada Gambar 10 terlihat benih mengalami penambahan tinggi pada minggu pertama hingga minggu keempat. Benih yang mengalami penambahan tinggi paling besar adalah benih dengan perendaman bakteri AW 10 yaitu sebesar 13.72 cm. Sementara benih dengan penambahan tinggi terendah adalah KM 02 sebesar 6.85 cm.

Gambar 10. Tinggi kecambah setelah diinokulasikan Fusarium sp. 2 dengan bakteri antijamur Penambahan tinggi benih yang direndam bakteri antijamur bisa disebabkan karena bakteri antijamur memacu pertumbuhan benih, sehingga benih lebih tinggi dibandingkan dengan benih tanpa diberi perendaman bakteri antijamur. Bakteri tanah yang bersifat non patogen dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan vitamin dan fitohormon yang dapat memperbaiki pertumbuhan akar tanaman dan meningkatkan serapan hara (Glick, 1995). Pada pengamatan jumlah daun pada minggu keempat, tidak terlihat adanya perbedaan jumlah daun dari setiap perlakuan. Jumlah daun yang terbentuk sampai akhir pengamatan adalah 2-5 helai. Umumnya daun pada benih tomat mulai muncul pada 3-4 Minggu Setelah Tanam dengan jumlah daun 4-5 helai (Edi & Bobihoe 2010). Selain pengamatan rebah kecambah, tinggi kecambah, jumlah daun, pada pengamatan minggu terakhir juga dilakukan pengukuran berat kering kecambah. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 11 berikut :

Gambar 11. Berat kering kecambah setelah diinokulasikan Fusarium sp. 2 dengan bakteri antijamur Dari Gambar 11 dapat terlihat benih dengan perendaman bakteri antijamur KM 04 memiliki berat kering tertinggi yaitu 33 mg. Sementara berat kering terendah pada KM 01 yaitu 3.24 mg. Benih dengan perendaman isolat BS 02 tidak dapat teramati pertambahan berat kering karena kemampuan bertahan benih dari Fusarium sp.2 tidak mencapai selama 4 minggu. Berat kering dari kontrol (+) sebesar 6.37 mg dan kontrol (-) sebesar 11.7 mg. Benih dengan perendaman isolat AW 10 memiliki penambahan tinggi tertinggi namun memiliki berat kering yang rendah, ini dapat disebabkan karena terganggunya sistem pembuluh xilem pada benih tomat sehingga mengurangi asupan nutrisi tanaman sehingga berat kering menjadi rendah. Menurut Agrios (1996), jamur patogen penyebab rebah kecambah dapat menyerang xilem pada bagian yang terinfeksi sehingga menyebabkan rusaknya bagian yang terinfeksi. Xilem dapat terganggu fungsinya dalam pengangkutan air yang dapat menurunkan aliran air melalui xilem sekitar 2 4 persen aliran air melalui batang yang tidak terinfeksi. 4.8 Reisolasi Fusarium spp. dari Benih Tomat Reisolasi Fusarium sp. 2 dilakukan dengan cara memotong jaringan pada pangkal batang kecambah yang menunjukkan gejala rebah kecambah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bahwa kecambah rebah diakibatkan oleh Fusarium sp. 2 yang diujikan. Menurut Pelczar & Chan (2005) bahwa jasad renik tertentu menyebabkan timbulnya penyakit tertentu. Kriteria ini dikenal dengan postulat Koch yang menjadi acuan

dalam menguji jasad renik penyebab penyakit tertentu. Hasil reisolasi menunjukkan ciri yang sama dengan Fusarium sp. 2 seperti dapat dilihat pada Gambar 12 berikut : A B Gambar 12. Hasil reisolasi dari kecambah yang rebah, (A) kecambah tomat yang terserang rebah (B) Fusarium sp. 2

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Kemampuan isolat bakteri antijamur dalam menghambat jamur patogen tanaman Fusarium spp. bervariasi. 2. Fusarium sp. 2 memiliki tingkat patogenitas tertinggi terhadap benih tomat dengan persentase rebah kecambah sebesar 91.30%. 3. Isolat bakteri S3T33-3 menunjukkan kemampuan tertinggi dalam menghambat Fusarium sp. 2 dan isolat bakteri AW 10 menunjukkan kemampuan penghambatan terendah secara in vitro. 4. Isolat bakteri AW 10 memiliki kemampuan tertinggi dalam mengurangi rebah kecambah dengan persentase pengurangan rebah kecambah 48.28%. 5. Isolat bakteri AW 10 memiliki pengaruh tertinggi terhadap pertambahan tinggi benih dan KM 04 memiliki pengaruh tertinggi terhadap pertambahan berat kering benih setelah benih diinokulasikan dengan Fusarium sp. 2. 6. Isolat bakteri KM 02 memiliki pengaruh tertinggi terhadap penambahan tinggi dan berat kering benih setelah benih diinokulasikan tanpa Fusarium sp. 2. 5.2 Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap bakteri penghasil antijamur terhadap pertumbuhan benih tomat yang kemungkinan menghasilkan senyawa yang memacu pertumbuhan benih tomat dan dapat diketahui senyawa antijamur yang dihasilkan bakteri tersebut.