warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU ( Studi kasus di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta ) T E S I S

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia baik itu pendidikan formal maupun non formal. Begitu

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan pendidikan manusia bisa menyikapi keadaan perkembangan zaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

Hayyan Ahmad Ulul Albab

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdul Majid (2011:78) menjelaskan sabda Rasulullah SAW.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik maupun psikologis. Sementara anak cenderung di dominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di

faktor eksternal. Berjalannya suatu pendidikan harus didukung oleh unsur-unsur pendidikan itu sendiri. Unsur-unsur pendidikan tersebut adalah siswa,

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan tanggung jawab setiap siswa dan kualitas hasil

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi. manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Ekonomi Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan zaman. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak normal (siswa reguler), akan

BAB I PENDAHULUAN !"#$%&'

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

BAB I PENDAHULUAN. khusus karena anak tersebut menandakan adanya kelainan khusus. Mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menjelaskan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan. Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan di dalam negeri maupun di luar negeri. Tentunya perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh. anak perlu diberi stimulasi yang optimal melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. anak normal maupun anak yang memiliki kebutuhan khusus. Hal ini diperkuat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

2015 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKULIKULER BULUTANGKIS DAN KARATE DALAM PEMBELAJARAN PENJAS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

BAB I PENDAHULUAN. tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan di segala bidang, salah satu komponen kehidupan yang harus dipenuhi manusia adalah pendidikan. Pendidikan dalam hal ini adalah konsep pengetahuan yang memiliki manfaat yang harus diaplikasikan oleh seseorang kedalam hidupnya. Pendidikan bertujuan untuk membantu mengembangkan potensi seseorang dan pendidikan berhak didapatkan oleh setiap warga negara tanpa terkecuali. Dalam UU Sisdiknas No. 23 (2003: 30) disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan UU Sisdiknas diatas pendidikan berarti dibutuhkan oleh tiap warga negara guna memaksimalkan potensi dirinya agar dapat hidup dengan lebih baik. Namun dalam hal ini warga negara bukan hanya satu atau dua orang saja melainkan ada berbagai tipe dan latar belakang. Masyarakat dengan kebutuhan pendidikan yang normal akan dengan mudah ter-cover oleh pihak pada umumnya. Tetapi warga dengan kebutuhan pendidikan khusus akan sedikit kesulitan ketika ingin memperoleh haknya mendapat pendidikan. Meskipun demikian pemerintah dan pihak terkait harus tetap memperhatikan hak warga dengan kebutuhan khusus agar senantiasa memperoleh hak secara penuh khususnya dalam hal pendidikan. Sesuai dengan UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 1 dan 2 mengenai Hak dan Kewajiban Warga Negara disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu serta warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak mendapatkan pendidikan khusus. Dengan demikian pemerintah dan seluruh pemerhati pendidikan harus berupaya untuk memberikan pendidikan secara layak kepada 1

2 warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus ialah diselenggarakannya pendidikan inklusi. Sebuah pendidikan yang menjunjung tinggi sikap toleransi secara fisik, mental dan psikis siswanya. Sebuah pendidikan yang secara awam dapat diartikan sebagai suatu konsep toleransi antara siswa dengan kebutuhan khusus diposisikan sama dengan siswa normal yang ditempatkan pada satu lingkup sekolah. Meski tetap memiliki penanganan masing-masing sesuai dengan latar belakang siswanya. Seperti yang disebutkan dalam Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 Pasal 1 bahwa pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberi kesempatan pada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan dalam satu lingkungan pendidikan bersama dengan siswa umum. Dewasa ini pelaksanaan pendidikan dengan sistem inklusi seperti yang tercantum dalam Permendikas Nomor 70 tahun 2009 Pasal 1 diatas sudah berjalan sesuai harapan, yakni siswa inklusi yg dulunya dianggap berbeda dan dijauhi sekarang seluruh anak non inklusi dapat berbaur dengan baik. Mereka belajar, bermain, bersosialisasi dalam satu lingkup dan suasana yang sama dengan bimbingan baik dari para guru dan pendamping. Mirriam (dalam Suparno, 2007: 2.23) menjelaskan bahwa seorang guru inklusi sebaiknya memiliki kemampuan paham akan kemampuan anak, memahami konvensi anak dan implikasinya, paham dengan konsep inklusi dan pelaksanaan inklusi yang berdeferensi. Tetapi dalam hal ini karena masih kurangnya sumber daya tenaga pendidik mau tidak mau pemenuhan guru tersebut belum dapat dilaksanakan secara utuh. Selain faktor pendidik, masalah tentang penentuan kurikulum yang efektif juga masih menjadi sebuah bahasan dikalangan sekolah inklusi, Garnida (2015: 76). Dalam hal ini dapat diterapkan alternatif pemecahan dengan tetap menggunakan kurikulum umum namun dengan modifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan sesuai siswa. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan wakil kepala sekolah SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari Surakarta, ternyata ada beberapa orang tua

3 yang malu untuk menyekolahkan putra putri berkebutuhan khusus mereka di SLB (sekolah luar biasa). Beberapa diantara mereka mengatakan bahwa SLB saat ini masih menjadi sebuah anggapan unik dimasyarakat, meskipun belum ada teori yang mendukung anggapan tersebut. Sehingga mereka memilih untuk menyekolahkan putra putrinya di sekolah inklusi. Dari pemaparan di atas, secara tidak langsung sekolah dengan sistem inklusi telah menjadi pilihan lain setelah sekolah luar biasa. Karena selain belajar, siswa inklusi juga dapat membiasakan diri bersosialisasi dengan siswa normal sehingga membantu dalam terapi penyembuhan terhadap siswa berkebutuhan khusus. Salah satu diagnosis kebutuhan khusus yang dapat ter cover oleh program inklusi adalah siswa hiperaktif. Secara sederhana hiperaktif dapat dipandang sebagai pola tingkah laku seorang anak yang memiliki kuantitas bergerak lebih banyak daripada anak sebayanya. Seorang ahli yang concern pada anak Hiperaktif, Taylor (1988: 1) menyebutkan bahwa anak hiperaktif adalah anak yang tidak mau diam, tidak mau perhatian dan selalu bergerak. Menurut Mulyadi (2007: 52) hiperaktifitas adalah suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif. Anak yang hiperaktif mempunyai rentan konsentrasi yang cenderung sangat pendek, kemampuan mengendalikan rangsangnyapun sangat lemah. Sebagai suatu pola tingkah laku, hiperaktif dapat merupakan suatu gejala yang menunjukan adanya suatu penyimpangan dalam perkembangan anak. Namun demikian dengan adanya sikap yang tepat dari orang tua, yaitu bisa menerima keadaan anak serta membimbingnya dengan penuh kesabaran ini umumnya bisa diperbaiki. Agar penanganan siswa dengan diagnosis hiperaktif tepat tentunya harus mengetahui bagaimana pengertian dan ciri anak hiperaktif tersebut. SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari adalah sekolah alam di Kota Solo yang menerima siswa berkebutuhan khusus salah satunya siswa siswa hiperaktif. Hal menarik dari program inklusi di sekolah ini dapat dirasakan adalah perubahan secara signifikan dari siswa hiperaktif yang sebelumnya mengalami sikap impulsif sangat mencolok. Kini siswa hiperaktif tersebut sudah berubah

4 seiring perlakuan dan sikap tanggap dari para pendidik dan pihak sekolah yang kooperatif dalam mendidik siswa inklusi khususnya siswa dengan diagnosis hiperaktif. Faktor pendukungnya dapat berupa konsep alam yang diusung dan kurikulum modifikasi yang diterapkan bagi siswa hiperaktif. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan wakil kepala sekolah, didapatkan informasi bahwa sejak tahun 2008-2015 SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari adalah satu-satunya sekolah dasar berkonsep alam di Kota Surakarta. Selain mengkampanyekan sekolah berbasis alam, SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari juga membuka kelas inklusi bagi para siswa dengan kebutuhan khusus. Siswa diperlakukan sesuai dengan kebutuhannya, tidak disamakan dengan siswa berkebutuhan normal. Sehingga siswa dengan kebutuhan khusus dapat mencapai hasil yang maksimal karena dibimbing dengan prosedur dan kurikulum yang tepat. Guru pendamping inklusi yang notabene bukan berlatar belakang pendidikan khusus sudah diantisipasi oleh pihak sekolah dengan banyak sekali mengikutkan guru pendamping dalam berbagai pelatihan dan workshop tentang inklusi. Fokus pada penelitian kali ini adalah bagaimana pendidikan inklusi di SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari serta implementasinya bagi anak hiperaktif yang berjalan dengan baik dan sudah dapat dilihat hasil nyata pada anak. Guna mendalami konsep pendidikan inklusi khususnya pada siswa hiperaktif, maka dilakukan penelitian dengan judul Implementasi Pendidikan Inklusi Pada Siswa Hiperaktif Di SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari Surakarta Tahun 2016. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut maka dirumuskanlah masalah sebagai berirkut: 1. Bagaimanakah Implementasi Pendidikan Inklusi di SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari Surakarta? 2. Bagaimana Implementasi Pendidikan Inklusi pada Siswa Hiperaktif di SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari Surakarta?

5 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka didapatkan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui implementasi pendidikan inklusi di SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari Surakarta. 2. Untuk mengetahui implementasi pendidikan inklusi dan penanganan pada siswa hiperaktif di SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat teori yang sudah ada dalam bidang pendidikan khususnya teori yang membahas anak hiperaktif dan bagaimana usaha-usaha untuk mengatasi anak dengan gejala hiperaktif. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan pengetahuan tentang implementasi pendidikan inklusi terhadap siswa hiperaktif b. Memberikan informasi mengenai usaha-usaha dalam mengatasi anak dengan gejala hiperaktif c. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan anak hiperaktif d. Memberi pengalaman dan bekal kepada calon pendidik agar dapat mengembangkan kemampuan dalam mengatasi permasalahan anak khususnya anak hiperaktif e. Memberi informasi kepada para orang tua yang memiliki anak dengan indikasi hiperaktif agar dapat menentukan sikap yang tepat.