BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Trauma adalah penyebab kematian utama pada usia di bawah 44 tahun di Amerika Serikat. Di Indonesia, trauma menjadi penyebab kematian utama pada kelompok umur 15 24 tahun, dan nomor 2 pada kelompok usia 25 34 tahun bersama dengan kematian ibu hamil. Fenomena kematian sia-sia pada kasus trauma karena penanganan yang kurang tepat, sehingga muncul konsep The golden hour dan sejak 1961 dirintisnya pendirian Shock Trauma Center di University of Maryland, Amerika Serikat (AS), bekerja sama dengan US Army. Bersama Maryland State Police dan Adams menyusun sistem pelayanan kedaruratan medik termasuk penggunaan helikopter sebagai sarana transportasi. Salah satu hasil jerih payah beliau ialah diberlakukannya Sistem Pelayanan Kedaruratan Medik (EMSS) secara nasional di AS pada tahun 1973 (Suryosubianto, 2010). Dewasa ini kasus trauma umumnya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, diikuti jatuh, luka bakar, dan karena kesengajaan (usaha pembunuhan atau kekerasan lain, dan bunuh diri). Menurut Suwangto (2014) trauma menjadi penyebab utama kematian pasien berusia di bawah 45 tahun, dan hampir 50% merupakan cedera kepala. Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Trauma Project di Islamic Republic of Iran bahwa diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7% trauma
kepala dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh cidera kepala (Karbakhsh, Zandi, Rouzrokh, Zarei, 2009). Kejadian cidera kepala saat ini semakin banyak akibat tingginya angka kecelakaan lalu lintas serta ketidakamanan suasana kerja yang beresiko tinggi, misalnya pada pekerjaan buruh pembangunan dan lain-lain. Kelalaian dalam mentaati peraturan lalu lintas ditambah dengan semakin majunya teknologi kenderaan bermotor menyebabkan selain kejadian trauma kepala meningkat juga disertai dengan impact yang tinggi pada kepala dan otak. Akibatnya terjadilah perdarahan hebat pada otak atau pembengkakan otak. Gejala yang tampak biasanya sangat jelas, seperti luka di kepala, penurunan kesadaran atau gejala-gejala kelumpuhan lainnya (Andra, 2013). Penyebab cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan kendaraan bermotor (50%), jatuh (31%), olahraga (10%), dan 9% karena kekerasan. Cedera kepala sering terjadi pada usia 5 tahun, 15-24 tahun, dan 70 tahun lebih. Laki-laki lebih sering mengalaminya daripada wanita. Cedera kepala dibagi menjadi 3 : ringan, sedang, dan berat. Yang paling banyak terjadi adalah cedera kepala ringan, yaitu 85 % dari semua kasus. Selebihnya dalam kategori sedang dan berat. Jika kondisinya luka parah, patah tulang tengkorak, pingsan dan hilang ingatan lebih dari setengah jam, maka sudah bisa digolongkan ke golongan cedera kepala sedang atau berat sehingga harus segera dirujuk ke rumah sakit terdekat (Suwangto, 2014). Hal penting dalam pelayanan rujukan dikenal dengan The Golden Time, berdasarkan pengamatan pada pasien yang dapat selamat dari situasi
emergensi adalah pasien yang tiba di rumah sakit dan memperoleh perawatan lanjutan dalam waktu satu jam memiliki kesempatan hidup lebih besar daripada pasien yang terlambat tiba di rumah sakit. Efektifitas response time bergantung pada tiga komponen, yaitu waktu pemrosesan panggilan, waktu yang dipergunakan tim di ambulan untuk bersiap dan waktu perjalanan ke lokasi kejadian. Response time dapat lebih lama karena komunikasi yang buruk, sumber daya tidak terlatih, dan kemacetan lalu lintas di jalan utama kota besar (Oktaviani, dkk, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Priyandari, dkk (2011) bahwa bagian awal dari sistem mobilisasi penanganan gawat darurat adalah pengambilan keputusan tentang rujukan lokasi pelayanan unit gawat darurat rumah sakit. Pengambilan keputusan yang tepat dan dapat mengurangi dampak suatu bencana merupakan bagian dari mitigasi bencana. Kejadian gawat darurat adalah keadaan dimana seseorang memerlukan pertolongan segera karena apabila tidak mendapat pertolongan dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan permanent. Penelitian yang dilakukan oleh Yatto, dkk (2009) salah satu faktor keberhasilan penanganan cidera kepala adalah jarak tempuh tempat kejadian dengan rumah sakit rujukan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Tasker, et al (2011) bahwa jarak tempuh rujukan dapat mempengaruhi tingkat keparahan cidera kepala. Penelitian yang dilakukan oleh Kristiansen, et al (2011) juga menunjukkan yang sama bahwa jarak transfer pasien antar rumah sakit dapat mempengaruhi pola cidera. Hal ini karena masalah yang sering timbul dalam
melakukan rujukan adalah jarak kejadian kecelakaan pasien cidera kepala dengan rumah sakit rujukan yang terdekat. Jauhnya jarak tempuh rujukan mempengaruhi kondisi pasien setibanya di rumah sakit rujukan. Kondisi pasien dapat dinilai dengan kondisi trauma pasien yang disebut Revised Trauma Score (RTS) yaitu salah satu skor fisiologis yang lebih umum, menggunakan 3 parameter sebagai berikut: (1) skala Glasgow koma (GCS), (2) (SBP) tekanan darah sistolik dan (3) frekuensi pernafasan( RR) (Yuyun, 2014). Masalah tersebut dapat teratasi dengan sistem transportasi yang adekuat, sehingga ambulance merupakan sarana terpenting dalam perawatan pra hospital pada patient post trauma di lapangan. Selain dilengkapi peralatan yang menunjang seperti O2, Ventilator, EKG dan tentunya obat-obatan emergency, ambulance juga di dukung oleh staff yang sudah terlatih dalam menangani patient yang memerlukan tindakan yang cepat untuk mencegah kondisi kritis atau bahkan kematian. Dalam hal merujuk patient kondisi kritis tentunya staff ambulance harus benar-benar memahami, mengkaji dan mengantisipasi kemungkinan buruk yang terjadi saat di pejalanan. Dalam hal ini kesetabilan kondisi patient sangat di perlukan, oleh karena itu pemilihan jarak tempuh rujukan yang dilakukan oleh ambulan sangat penting yang dapat mempengaruhi keselamatan pasein (Nurali, 2008). Studi lapangan menunjukkan bahwa pasien cidera kepala sebelum dirujuk dilakukan beberapa tindakan awal seperti pemasangan oksigen, infuse, cek kesadaran, cek pernafasan, setelah pasien stabil yang dinilai dengan GCS
dilakukan rujukan ke rumah sakit yang mampu menangani cidera kepala. Beberapa kasus ketika pasien tidak stabil cepat dilakukan rujukan untuk segera mendapatkan tindakan, yaitu dilakukan CT-Scan untuk mengetahui kondisi cidera kepala dan dilakukan tindakan medis berdasarkan hasil pemeriksaan. Berdasarkan studi pendahuluan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Siaga Medika Banyumas menunjukkan angka kejadian rujukan cidera kepala dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yaitu tahun 2010 sebanyak 186 pasien, tahun 2011 sebanyak 247 pasien, tahun 2012 sebanyak 312 pasien, dan tahun 2013 sebanyak 331 pasien dan dari bulan januari sampai bulan November 2014 mencapai sebanyak 366 pasien trauma kepala, jarak tempuh rujukan dari tempat kejadian cukup bervariasi dari 53 km hingga 85 km yang meliputi wilayah Kabupaten Cilacap, Wonosobo, Banjarnegara, dan Kebumen. Perbedaan jarak tempuh yang variatif menjadi masalah yang manarik untuk diteliti dalam pengaruhnya terhadap trauma skor pasien cidera kepala. Hasil studi pendahuluan semakin memantapkan peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang Hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala di RSU Siaga Medika Banyumas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan pada awal tulisan ini timbul beberapa rumusan masalah, yaitu Bagaimana hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala di RSU Siaga Medika
Banyumas. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala di RSU Siaga Medika Banyumas. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk mengetahui: a. Gambaran jarak tempuh rujukan pasien cidera kepala di RSU Siaga Medika Banyumas. b. Gambaran trauma skor pasien cidera kepala di RSU Siaga Medika Banyumas. c. Menganalisis hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala di RSU Siaga Medika Banyumas. D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu manajemen keperawatan, dan wawasan dalam upaya meningkatkan kulitas pelayanan rumah sakit dengan mempelajari hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala. 2. Praktis a. Bagi Profesi Perawat Memperoleh wawasan tentang hubungan jarak tempuh rujukan dengan
trauma skor pasien cidera kepala, serta perawat dapat memperoleh ilmu tentang keperawatan kegawatdaruratan yang berhubungan dengan rujukan. b. Bagi Institusi Hasil penelitian dapat memberi gambaran atau informasi bagi institusi terutama tentang hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala. c. Bagi RSU Siaga Medika Banyumas Hasil penelitian dapat digunakan sebagai alat evaluasi jarak tempuh pasien dan pengaruhnya terhadap trauma skor pasien cidera kepala. E. Penelitian terkait Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang peneliti lakukan terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu: 1. Priyandari, dkk (2011) dengan judul Sistem Pakar untuk Pemilihan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit di Kota Surakarta. Jenis penelitian ini adalah studi pustaka dan lapangan untuk membuat program system pakar. Sistem ini berbasis website dan dapat diakses menggunakan telepon genggam. Sistem pakar ini dibangun atas model keputusan berbasis pengetahuan (knowledge base), basis data, dan antarmuka. Model keputusan berisi aturan (rule) dalam penentuan rumah sakit berdasarkan kondisi pasien dan data ketersediaan sumber daya rumah sakit serta data estimasi waktu
tempuh tercepat sesuai peta digital Kota Surakarta yang diolah menggunakan sistem informasi geografis. Representasi pengetahuan disimpan menggunakan production rule dan mesin inferensi menggunakan metode runut maju (forward chaining). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pakar dapat bekerja dengan baik dalam membantu tenaga medis untuk memilih unit gawat darurat rumah sakit. Persamaan dengan penelitian ini yaitu meneliti tentang merujuk pasien. Sedangkan perbedaannya pada penelitian ini berjudul hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala di RSU Siaga Medika Banyumas tahun 2015 dengan jenis penelitian survey analitik dengan pendekatan waktu cross sectional. Penelitian ini juga berbeda pada sumber datanya, penelitian ini menggunakan pasien sebagai sumber data yang disebut responden, alat ukur menggunakan lembar observasi, analisis data menggunakan korelasi product moment. 2. Mallinaidu (2010) dengan judul Gambaran Penderita Trauma Kepala Di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Haji Adam Malik Tahun 2009. Penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Pupulasi penelitian adalah pasien trauma kepala dengan pendekatan sample menggunakan total sampling. Alat ukur menggunakan check list berdasarkan data rekam medik dengan menggunakan Skala Koma Glasgow dengan analisis data menggunakan uji univariat melalui distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan lebih banyak berjenis kelamin laki-laki 4 kali dibanding dari perempuan. Data juga menunjukkan persentase laki-laki adalah sebanyak 81%. Kebanyakan penderita trauma kepala adalah usia produktif yaitu dari
16 hingga 30tahun (44,4%). Penderita dengan trauma tersering adalah fraktur linear, compound, depresi, simple dan laserasi masing-masing sebanyak 34,3%. Kebanyakan kasus juga menunjukkan kejadian perdarahan epidural yaitu sebanyak 15,3%. Penderita trauma kepala datang dengan hanya trauma murni yaitu sebanyak 57,7%. Trauma kepala dengan tingkat keparahan sedang berdasarkan Skala Koma Glasgow mempunyai insidensi tertinggi yaitu sebanyak 54,8% dan penyebab utama tingginya angka penderita trauma kepala adalah disebabkan oleh Kecelakaan Lalu-lintas (83,1%). Persamaan penelitin ini yaitu mengangkat tentang cidera kepala. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada fokus permasalahan, pada penelitian ini mengangkat tentang hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala. Jenis penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan pendakatan waktu cross sectional, alat ukur menggunakan lembar observasi untuk mencatat jarak tempuh rujukan, dan menggunakan revised trauma scored untuk mengukur trauma skor. Populasi penelitian yaitu seluruh pasien cidera kepala yang tercatat dalam rekam medik dengan pendekatan sample menggunakan total sampling. Analisis data menggunakan product moment.