BAB I PENDAHULUAN. pada kelompok umur tahun, dan nomor 2 pada kelompok usia 25 34

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun, menjadi penyebab tertinggi kedua kematian manusia pada usia 5-14 tahun,

BAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena

HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. York pada tanggal 30 Mei Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan bermotor di seluruh dunia pada tahun 2013 mencapai 1,2 juta jiwa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

HUBUNGAN ANTARA JARAK TEMPUH TRANSPORTASI RUJUKAN DENGAN TRAUMA SKOR PASIEN TRAUMA KEPALA DIRUANG IGD RSU SIAGA MEDIKA BANYUMAS

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. W POST OP CRANIATOMY HARI KE- 2 DENGAN CEDERA KEPALA BERAT DI ICU RSUI KUSTATI SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Unit Gawat Darurat menurut Australlian College For Emergency Medicine

BAB I PENDAHULUAN. 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan. selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera atau trauma adalah permasalahan yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kondisi akut yang membutuhkan pertolongan segera (Ashour et al,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. Negara tertinggi kasus kecelakaan Indonesia setelah India ( WHO, 2012). Hasil

BAB I PENDAHULUAN. akibat kecelakaan lalulintas.(mansjoer, 2002) orang (39,9%), tahun 2004 terdapat orang dengan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi di era globalisasi terus berkembang, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. kurang cepat atau kurang benar. Penderita cedera berat harus mendapatkan

KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I

BAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur

PENGETAHUAN TENTANG PENANGANAN KEGAWAT DARURATAN PADA SISWA ANGGOTA HIZBUL WATHAN DI SMA MUHAMMADIYAH GOMBONG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, jumlah. korban meninggal , luka berat yang menderita luka ringan

BAB 1 PENDAHULUAN. umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab

BAB I PENDAHULUAN. secara profesional. Rumah sakit sebagai salah satu sistem pelayanan, rehabilitasi medik, dan pelayanan perawatan.

Sistem Pakar untuk Pemilihan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit di Kota Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. M DENGAN POST OPERASI ORIF FRAKTUR FEMUR DISTAL DEXTRA DI BANGSAL AB RSU PANDANARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. mencakup seluruh siklus hidup manusia. kesehatan agar keperawatan mampu menjadi ilmu aplikasi yang memiliki dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sakit antara lain pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam. yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dalam penanganan korban atau pasien gawat darurat diperlukan. dengan melibatkan beberapa pihak (Depkes,2016).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan kasus yang sering ditemui. di Instalasi Rawat Darurat. Cedera kepala adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pada anak kurang begitu diperhatikan oleh berbagai pihak baik oleh orang tua,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL TRAUMA ABDOMEN DI BANGSAL IMC RSU ISLAM KUSTATI

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang meninggal akibat trauma. Di antara trauma - trauma yang terjadi, trauma maksilofasial

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. dalam menangani pasien dengan berbagai macam tingkat. kegawatdaruratan (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah pasien stroke terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keselamatan lalu lintas jalan saat ini. sudah merupakan masalah global yang mendapat perhatian

PENERAPAN RESPONSE TIME PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN KECELAKAAN DI IGD RSD BALUNG

BAB I PENDAHULUAN. dan gawat darurat (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. S DENGAN CEDERA KEPALA RINGAN DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan jasa yang di dalamnya terdapat

IKRIMA RAHMASARI J

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang sehat, kualitas pelayanan kesehatan dan jumlah pasien yang datang untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kenaikan harga bahan bakar minyak, sepeda motor menjadi alat transportasi

Sistem Pakar untuk Pemilihan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit di Kota Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bukan cedera yang membutuhkan pertolongan segera. Gawat darurat adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB V HASIL PENELITIAN

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. Cedera kepala istilah antara lain Traumatic Brain Injury adalah suatu cedera akut

BAB I PENDAHULUAN. penyakit stroke. Menurut Muttaqin (2008), stroke merupakan penyakit

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disertai perbaikan sosial ekonomi dan perubahan gaya hidup ternyata

BAB III. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian... 39

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Sistem Informasi Geografis dan Pelayanan Kesehatan Emergensi

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan bentuk trauma yang terjadi sebagai akibat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World

BAB 1 PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

Oleh. Lila Fauzi, Anita Istiningtyas 1, Ika Subekti Wulandari 2. Abstrak

WALIKOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengertian pertolongan pertama bukan hanya terkait dengan masalah

GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL. Karya Tulis Ilmiah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it s Live

BAB I PENDAHULUAN. kegawatdaruratan semakin meningkat (Sudiharto, 2014). kasus kecelakaan lalu lintas (WHO, 2015). Angka kematian akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005).

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 35

PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT. Klinik Pratama 24 Jam Firdaus

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (2001) stroke adalah tanda tanda klinis mengenai gangguan

PERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA PERAWAT KRITIS DAN PERAWAT GAWAT DARURAT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

Gambaran Penderita Trauma Kepala di Rumah Sakit Umum Haji Medan Periode Januari Desember 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

Buku 3: Bahan Ajar Pertemuan Ke - 3

BAB I PENDAHULUAN.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam KEPMENKES RI No. 377/MENKES/SK/ III/2007 tentang. Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan disebutkan bahwa

FIRMAN FARADISI J

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Trauma adalah penyebab kematian utama pada usia di bawah 44 tahun di Amerika Serikat. Di Indonesia, trauma menjadi penyebab kematian utama pada kelompok umur 15 24 tahun, dan nomor 2 pada kelompok usia 25 34 tahun bersama dengan kematian ibu hamil. Fenomena kematian sia-sia pada kasus trauma karena penanganan yang kurang tepat, sehingga muncul konsep The golden hour dan sejak 1961 dirintisnya pendirian Shock Trauma Center di University of Maryland, Amerika Serikat (AS), bekerja sama dengan US Army. Bersama Maryland State Police dan Adams menyusun sistem pelayanan kedaruratan medik termasuk penggunaan helikopter sebagai sarana transportasi. Salah satu hasil jerih payah beliau ialah diberlakukannya Sistem Pelayanan Kedaruratan Medik (EMSS) secara nasional di AS pada tahun 1973 (Suryosubianto, 2010). Dewasa ini kasus trauma umumnya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, diikuti jatuh, luka bakar, dan karena kesengajaan (usaha pembunuhan atau kekerasan lain, dan bunuh diri). Menurut Suwangto (2014) trauma menjadi penyebab utama kematian pasien berusia di bawah 45 tahun, dan hampir 50% merupakan cedera kepala. Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Trauma Project di Islamic Republic of Iran bahwa diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7% trauma

kepala dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh cidera kepala (Karbakhsh, Zandi, Rouzrokh, Zarei, 2009). Kejadian cidera kepala saat ini semakin banyak akibat tingginya angka kecelakaan lalu lintas serta ketidakamanan suasana kerja yang beresiko tinggi, misalnya pada pekerjaan buruh pembangunan dan lain-lain. Kelalaian dalam mentaati peraturan lalu lintas ditambah dengan semakin majunya teknologi kenderaan bermotor menyebabkan selain kejadian trauma kepala meningkat juga disertai dengan impact yang tinggi pada kepala dan otak. Akibatnya terjadilah perdarahan hebat pada otak atau pembengkakan otak. Gejala yang tampak biasanya sangat jelas, seperti luka di kepala, penurunan kesadaran atau gejala-gejala kelumpuhan lainnya (Andra, 2013). Penyebab cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan kendaraan bermotor (50%), jatuh (31%), olahraga (10%), dan 9% karena kekerasan. Cedera kepala sering terjadi pada usia 5 tahun, 15-24 tahun, dan 70 tahun lebih. Laki-laki lebih sering mengalaminya daripada wanita. Cedera kepala dibagi menjadi 3 : ringan, sedang, dan berat. Yang paling banyak terjadi adalah cedera kepala ringan, yaitu 85 % dari semua kasus. Selebihnya dalam kategori sedang dan berat. Jika kondisinya luka parah, patah tulang tengkorak, pingsan dan hilang ingatan lebih dari setengah jam, maka sudah bisa digolongkan ke golongan cedera kepala sedang atau berat sehingga harus segera dirujuk ke rumah sakit terdekat (Suwangto, 2014). Hal penting dalam pelayanan rujukan dikenal dengan The Golden Time, berdasarkan pengamatan pada pasien yang dapat selamat dari situasi

emergensi adalah pasien yang tiba di rumah sakit dan memperoleh perawatan lanjutan dalam waktu satu jam memiliki kesempatan hidup lebih besar daripada pasien yang terlambat tiba di rumah sakit. Efektifitas response time bergantung pada tiga komponen, yaitu waktu pemrosesan panggilan, waktu yang dipergunakan tim di ambulan untuk bersiap dan waktu perjalanan ke lokasi kejadian. Response time dapat lebih lama karena komunikasi yang buruk, sumber daya tidak terlatih, dan kemacetan lalu lintas di jalan utama kota besar (Oktaviani, dkk, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Priyandari, dkk (2011) bahwa bagian awal dari sistem mobilisasi penanganan gawat darurat adalah pengambilan keputusan tentang rujukan lokasi pelayanan unit gawat darurat rumah sakit. Pengambilan keputusan yang tepat dan dapat mengurangi dampak suatu bencana merupakan bagian dari mitigasi bencana. Kejadian gawat darurat adalah keadaan dimana seseorang memerlukan pertolongan segera karena apabila tidak mendapat pertolongan dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan permanent. Penelitian yang dilakukan oleh Yatto, dkk (2009) salah satu faktor keberhasilan penanganan cidera kepala adalah jarak tempuh tempat kejadian dengan rumah sakit rujukan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Tasker, et al (2011) bahwa jarak tempuh rujukan dapat mempengaruhi tingkat keparahan cidera kepala. Penelitian yang dilakukan oleh Kristiansen, et al (2011) juga menunjukkan yang sama bahwa jarak transfer pasien antar rumah sakit dapat mempengaruhi pola cidera. Hal ini karena masalah yang sering timbul dalam

melakukan rujukan adalah jarak kejadian kecelakaan pasien cidera kepala dengan rumah sakit rujukan yang terdekat. Jauhnya jarak tempuh rujukan mempengaruhi kondisi pasien setibanya di rumah sakit rujukan. Kondisi pasien dapat dinilai dengan kondisi trauma pasien yang disebut Revised Trauma Score (RTS) yaitu salah satu skor fisiologis yang lebih umum, menggunakan 3 parameter sebagai berikut: (1) skala Glasgow koma (GCS), (2) (SBP) tekanan darah sistolik dan (3) frekuensi pernafasan( RR) (Yuyun, 2014). Masalah tersebut dapat teratasi dengan sistem transportasi yang adekuat, sehingga ambulance merupakan sarana terpenting dalam perawatan pra hospital pada patient post trauma di lapangan. Selain dilengkapi peralatan yang menunjang seperti O2, Ventilator, EKG dan tentunya obat-obatan emergency, ambulance juga di dukung oleh staff yang sudah terlatih dalam menangani patient yang memerlukan tindakan yang cepat untuk mencegah kondisi kritis atau bahkan kematian. Dalam hal merujuk patient kondisi kritis tentunya staff ambulance harus benar-benar memahami, mengkaji dan mengantisipasi kemungkinan buruk yang terjadi saat di pejalanan. Dalam hal ini kesetabilan kondisi patient sangat di perlukan, oleh karena itu pemilihan jarak tempuh rujukan yang dilakukan oleh ambulan sangat penting yang dapat mempengaruhi keselamatan pasein (Nurali, 2008). Studi lapangan menunjukkan bahwa pasien cidera kepala sebelum dirujuk dilakukan beberapa tindakan awal seperti pemasangan oksigen, infuse, cek kesadaran, cek pernafasan, setelah pasien stabil yang dinilai dengan GCS

dilakukan rujukan ke rumah sakit yang mampu menangani cidera kepala. Beberapa kasus ketika pasien tidak stabil cepat dilakukan rujukan untuk segera mendapatkan tindakan, yaitu dilakukan CT-Scan untuk mengetahui kondisi cidera kepala dan dilakukan tindakan medis berdasarkan hasil pemeriksaan. Berdasarkan studi pendahuluan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Siaga Medika Banyumas menunjukkan angka kejadian rujukan cidera kepala dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yaitu tahun 2010 sebanyak 186 pasien, tahun 2011 sebanyak 247 pasien, tahun 2012 sebanyak 312 pasien, dan tahun 2013 sebanyak 331 pasien dan dari bulan januari sampai bulan November 2014 mencapai sebanyak 366 pasien trauma kepala, jarak tempuh rujukan dari tempat kejadian cukup bervariasi dari 53 km hingga 85 km yang meliputi wilayah Kabupaten Cilacap, Wonosobo, Banjarnegara, dan Kebumen. Perbedaan jarak tempuh yang variatif menjadi masalah yang manarik untuk diteliti dalam pengaruhnya terhadap trauma skor pasien cidera kepala. Hasil studi pendahuluan semakin memantapkan peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang Hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala di RSU Siaga Medika Banyumas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan pada awal tulisan ini timbul beberapa rumusan masalah, yaitu Bagaimana hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala di RSU Siaga Medika

Banyumas. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala di RSU Siaga Medika Banyumas. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk mengetahui: a. Gambaran jarak tempuh rujukan pasien cidera kepala di RSU Siaga Medika Banyumas. b. Gambaran trauma skor pasien cidera kepala di RSU Siaga Medika Banyumas. c. Menganalisis hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala di RSU Siaga Medika Banyumas. D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu manajemen keperawatan, dan wawasan dalam upaya meningkatkan kulitas pelayanan rumah sakit dengan mempelajari hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala. 2. Praktis a. Bagi Profesi Perawat Memperoleh wawasan tentang hubungan jarak tempuh rujukan dengan

trauma skor pasien cidera kepala, serta perawat dapat memperoleh ilmu tentang keperawatan kegawatdaruratan yang berhubungan dengan rujukan. b. Bagi Institusi Hasil penelitian dapat memberi gambaran atau informasi bagi institusi terutama tentang hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala. c. Bagi RSU Siaga Medika Banyumas Hasil penelitian dapat digunakan sebagai alat evaluasi jarak tempuh pasien dan pengaruhnya terhadap trauma skor pasien cidera kepala. E. Penelitian terkait Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang peneliti lakukan terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu: 1. Priyandari, dkk (2011) dengan judul Sistem Pakar untuk Pemilihan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit di Kota Surakarta. Jenis penelitian ini adalah studi pustaka dan lapangan untuk membuat program system pakar. Sistem ini berbasis website dan dapat diakses menggunakan telepon genggam. Sistem pakar ini dibangun atas model keputusan berbasis pengetahuan (knowledge base), basis data, dan antarmuka. Model keputusan berisi aturan (rule) dalam penentuan rumah sakit berdasarkan kondisi pasien dan data ketersediaan sumber daya rumah sakit serta data estimasi waktu

tempuh tercepat sesuai peta digital Kota Surakarta yang diolah menggunakan sistem informasi geografis. Representasi pengetahuan disimpan menggunakan production rule dan mesin inferensi menggunakan metode runut maju (forward chaining). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pakar dapat bekerja dengan baik dalam membantu tenaga medis untuk memilih unit gawat darurat rumah sakit. Persamaan dengan penelitian ini yaitu meneliti tentang merujuk pasien. Sedangkan perbedaannya pada penelitian ini berjudul hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala di RSU Siaga Medika Banyumas tahun 2015 dengan jenis penelitian survey analitik dengan pendekatan waktu cross sectional. Penelitian ini juga berbeda pada sumber datanya, penelitian ini menggunakan pasien sebagai sumber data yang disebut responden, alat ukur menggunakan lembar observasi, analisis data menggunakan korelasi product moment. 2. Mallinaidu (2010) dengan judul Gambaran Penderita Trauma Kepala Di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Haji Adam Malik Tahun 2009. Penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Pupulasi penelitian adalah pasien trauma kepala dengan pendekatan sample menggunakan total sampling. Alat ukur menggunakan check list berdasarkan data rekam medik dengan menggunakan Skala Koma Glasgow dengan analisis data menggunakan uji univariat melalui distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan lebih banyak berjenis kelamin laki-laki 4 kali dibanding dari perempuan. Data juga menunjukkan persentase laki-laki adalah sebanyak 81%. Kebanyakan penderita trauma kepala adalah usia produktif yaitu dari

16 hingga 30tahun (44,4%). Penderita dengan trauma tersering adalah fraktur linear, compound, depresi, simple dan laserasi masing-masing sebanyak 34,3%. Kebanyakan kasus juga menunjukkan kejadian perdarahan epidural yaitu sebanyak 15,3%. Penderita trauma kepala datang dengan hanya trauma murni yaitu sebanyak 57,7%. Trauma kepala dengan tingkat keparahan sedang berdasarkan Skala Koma Glasgow mempunyai insidensi tertinggi yaitu sebanyak 54,8% dan penyebab utama tingginya angka penderita trauma kepala adalah disebabkan oleh Kecelakaan Lalu-lintas (83,1%). Persamaan penelitin ini yaitu mengangkat tentang cidera kepala. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada fokus permasalahan, pada penelitian ini mengangkat tentang hubungan jarak tempuh rujukan dengan trauma skor pasien cidera kepala. Jenis penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan pendakatan waktu cross sectional, alat ukur menggunakan lembar observasi untuk mencatat jarak tempuh rujukan, dan menggunakan revised trauma scored untuk mengukur trauma skor. Populasi penelitian yaitu seluruh pasien cidera kepala yang tercatat dalam rekam medik dengan pendekatan sample menggunakan total sampling. Analisis data menggunakan product moment.