MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom Komunikasi

dokumen-dokumen yang mirip
ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Penjabaran EPI Bab III.A. Butir Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke:

PERSYARATAN IKLAN ALAT KESEHATAN DAN

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Penjabaran EPI Bab III.A. Butir Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke:

ETIKA PARIWARA INDONESIA. Rama kertamukti

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Penjabaran EPI Bab III.A. Butir Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke: Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Peraturan Pemerintah Terkait Periklanan. Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke: Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi

Mata Kuliah - Etika Periklanan-

Mata Kuliah - Etika Periklanan-

Mata Kuliah - Etika Periklanan-

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG IKLAN ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

Modul ke: ETIKA PERIKLANAN. Overview. Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Kartika, SIP, M.Ikom. Program Studi Advertising & Marketing Communication

Mata Kuliah - Etika Periklanan-

MODUL MANAJEMEN PERIKLANAN (3 SKS) Oleh : Drs. Hardiyanto, M.Si

KASUS IKLAN CAT TEMBOK AVIAN DAN POMPA AIR SHIMIZU

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk dalam negeri harus bersaing dengan produk-produk dari luar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ETIKA PARIWARA INDONESIA. FX Ridwan Handoyo Ketua Badan Pengawas Periklanan PP P3I

Modul ke: ETIKA PERIKLANAN. Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Kartika, SIP, M.Ikom. Program Studi Advertising & Marketing Communication

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada masalah krisis keuangan global. Krisis ini berlanjut terus

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Penjabaran EPI Bab III.A. Butir Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke:

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. diperoleh peneliti melalui situs jaringan tvconair.com dan youtube.com yang

I. PENDAHULUAN. untuk berkomunikasi. Komunikasi adalah salah satu kegiatan manusia yang

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Iklan. Publikasi. Pelayanan Kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Harus diakui, memang sulit mencapai keselarasan dalam. iklan yang berhasil memadukan dampak komersial dan sosial budaya, akan

Mata Kuliah - Etika Periklanan-

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGAWASAN PERIKLANAN PANGAN OLAHAN

Etika Periklanan. Kaitan Peraturan Pemerintah dengan Periklanan MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Dasar-dasar penyusunan dan isi kitab etika pariwara Indonesia serta peranannya. Yogi Prima Muda, S.Pd, M.

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Iklan

KEBIJAKAN BERIKLAN GUALAPER.COM

Regulasi tentang Iklan & Pelanggaran Iklan. Coaching Clinic Pendaftaran Iklan Obat Tradisional dan Suplemen Jakarta, 23 November 2016

BAB VI PENUTUP. Bagian ini memaparkan tentang kesimpulan secara keseluruhan pembahasan

Hasil Rapat Tim RIP 19 April 2016 mengenai Pelaksanaan RIP UMJ. MEMUTUSKAN

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Persaingan yang dihadapi oleh setiap pelaku bisnis saat ini sangat ketat. karena banyaknya perusahaan pesaing yang hadir di pasar baik itu perusahaan

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet?

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

IKLAN YANG TIDAK BERETIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhasil untuk menarik minat konsumen untuk membeli produknya pada akhirnya

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

kami. Apabila pekerjaan cetak tidak bersponsor, maka anda harus membayar biaya cetak langsung ke toko percetakan. KETENTUAN PENGGUNAAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821]

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari beragam bentuk dan kisah-kisah pahlawan super yang sudah menjadi

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan :

FEBRUARI Berdoa untuk Mengakhiri Pernikahan Anak-anak

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Sosialisasi Perlindungan Anak Terhadap Tindak Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PANDUAN PELAYANAN MEMINTA PENDAPAT LAIN (SECOND OPINION)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1995 TENTANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

Pertemuan ke-2. MK. Etika dan Profesi. Dr. I Wayan S. Wicaksana 02. Profesi (MK. Etika Profesi) 1

SOSIALISASI PERKA BADAN POM NO. 8 TAHUN 2017 PEDOMAN PENGAWASAN PERIKLANAN OBAT DAN EVALUASI KEPATUHAN PENANDAAN OBAT

KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) Nomor 240/SK/KPID-SS/03/2018 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG


BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

KODE ETIK DAN ACUAN DASAR PROFESI DOKTER HEWAN INDONESIA. Oleh : Drh.Wiwiek Bagja Ketua Umum PB PDHI

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/5/2007 TENTANG

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

RechtsVinding Online

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai tanggapan yang negatif. Studi Nye et al., (2008) tentang iklan komparatif dalam konteks lintas negara, sikap

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Pengertian Kode Etik

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan sarana komunikasi yang efektif dalam rangka

KEBIJAKAN PENGUNGKAP FAKTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB V KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 PEMBAHASAN DESAIN. Menggunakan visual fotografi dan gaya bertutur langsung (straight) serta. hampir seluruh aplikasi kampanye.

Kode Etik Insinyur (Etika Profesi)

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

Transkripsi:

MODUL PERKULIAHAN Pokok Bahasan : Penjabaran EPI Bab III.A. Butir 3.1. 3.12. Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Fakultas Ilmu 43011 Komunikasi (Marcomm) 11 Abstract Suatu etika periklanan akan lebih efektif justru kalau ia disusun, disepakati, dan ditegakkan oleh para pelakunya sendiri Kompetensi Mahasiswa memahami dan menguasai ketentuan tatakrama periklanan berdasarkan ragam iklan

Penjabaran EPI Bab III.A. Butir 3.1. 3.12. Etika Pariwara Indonesia (EPI) III. KETENTUAN 3. Pemeran Iklan 3.1. Anak 3.1.1 Anak tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak dikonsumsi oleh anak, tanpa didampingi orang dewasa. 3.1.2 Iklan tidak boleh memperlihatkan anak dalam adegan-adegan yang berbahaya, menyesatkan, atau tidak pantas dilakukan oleh anak. 3.1.3 Iklan tidak boleh menampilkan anak sebagai penganjur sesuatu produk yang bukan untuk anak. 3.1.4 Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek (pester power) anak, dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan permintaan anak mereka akan produk terkait. Anak-anak termasuk kategori konsumen yang perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat anak-anak yang masih polos, mudah dipengaruhi dan belum mempunyai kemampuan menilai sesuatu dengan obyektif. Beberapa iklan di bawah ini menunjukkan pelanggaran serius terhadap butir-butir EPI di atas. 3.2. Perempuan Iklan tidak boleh melecehkan, mengeksploitasi, mengobyekkan, atau mengornamenkan perempuan sehingga memberi kesan yang merendahkan kodrat, harkat, dan martabat perempuan. 2

3.3. Jender Iklan tidak boleh mempertentangkan atau membiaskan kesetaraan hak jender dalam segala aspek kehidupan sehari-hari. Hal ini mencakup: 3.3.1 Kewenangan: bahwa pria dan wanita memiliki kewenangan yang setara. 3.3.2 Pengambilan keputusan: bahwa pria dan wanita memiliki kemampuan yang setara dalam mengambil keputusan. 3.3.3 Seksualitas: bahwa baik pria maupun wanita tidak boleh dieksploitasi secara seksual. 3.3.4 Kekerasan dan pengendalian: bahwa tidak boleh terdapat penggambaran kekerasan dan/atau pengendalian oleh pria terhadap wanita, ataupun sebaliknya oleh wanita terhadap pria. 3.3.5 Perbedaan: bahwa pria dan wanita di segala tingkat usia memiliki kesempatan yang sama dalam berperan atau berprestasi. 3.3.6 Bahasa bias jender: bahwa tidak boleh terdapat kesan penggunaan istilah atau ungkapan yang dapat disalahartikan atau yang dapat menyinggung perasaan sesuatu jender, ataupun yang mengecualikan salah satunya. 3.4. Pejabat Negara 3.4.1. Pejabat negara tidak boleh menjadi pemeran iklan komersial ataupun iklan layanan masyarakat dari sesuatu produk maupun korporasi yang bertujuan komersial 3.4.2. Pejabat negara tidak boleh menjadi pemeran iklan yang tujuannya sematamata untuk kepentingan pribadi. 3.4.3. Pejabat negara hanya dapat menjadi pemeran iklan untuk kepentingan lembaga yang di bawah kewenangannya. 3.5. Tokoh Agama Tokoh agama tidak boleh menjadi pemeran iklan komersial, maupun iklan layanan masyarakat dari sesuatu korporasi. 3

Penjelasan : Tokoh agama yang dimaksud adalah sosok atau tokoh yang diakui oleh masyarakat sebagai guru agama, uztad, kiai, pastur, pendeta, pemimpin pondok pesantren, ulama atau yang memiliki hubungan langsung dengan otoritas keagamaan. 3.6. Anumerta 3.6.1. Iklan yang menampilkan pemeran yang sudah meninggal, harus memperoleh persetujuan dari ahli waris pemeran. 3.6.2. Dalam hal keberadaan ahli waris tidak diketahui, maka pengiklan harus terlebih dahulu membuat pengumuman terbuka di media massa nasional dan dengan memberi tenggang waktu yang layak kepada ahli waris untuk menanggapinya. Penjelasan : Pengumuman di media massa harus dilakukan dalam lingkup dan zona nasional dimana kemungkinan ahli waris tersebut berdomisili. 3.7. Pemeran Sebagai Duta Merek (Brand Ambasador) Pemeran iklan sebagai duta merek harus orang yang benar-benar menggunakan produk terkait dan tidak menggunakan produk pesaing selama masa berlakunya perjanjian yang waktunya minimal sama dengan masa penyiaran iklan tersebut. 3.8. Tuna Daksa (Penyandang Cacat) Iklan tidak boleh memberi kesan yang merendahkan atau mengejek tuna daksa (penyandang cacat). Iklan boleh saja menggunakan penyandang cacat sebagai model iklannya selama tujuan dari penampilan si penyandang cacat tersebut dalam konteks bukan untuk merendahkan, mengejek atau melecehkan si penyandang cacat tersebut. 4

3.9. Tenaga Profesional 3.9.1. Iklan produk obat-obatan bebas maupun tradisional, vitamin, alat-alat kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumahtangga, serta pangan tidak boleh menggunakan tenaga, identitas, atau segala atribut medis, baik secara jelas, maupun tersamar. 3.9.2. Iklan yang mengandung atau berkaitan dengan profesi tertentu harus mematuhi kode etik profesi tersebut. 3.10. Pemeran Lainnya Iklan tidak boleh menampilkan pemeran yang dapat menimbulkan keresahan dan/atau menyebarluaskan keyakinan yang salah, atau tahayul di masyarakat. Penjelasan : Pemeran yang dimaksud adalah model, tokoh, sosok atau pribadi yang memiliki catatan buruk atau berpotensi menimbulkan kontroversi sosial. 3.11. Hewan 3.11.1. Hewan yang dilindungi hanya dapat ditampilkan dalam Iklan yang bertujuan untuk menjaga kelestariannya. 3.11.2. Iklan tidak boleh diproduksi dengan, atau menampilkan kekerasan terhadap hewan. Penjelasan : Proses produksi dan penampilan iklan yang menggunakan hewan tidak boleh menggunakan atau memperlihatkan unsur pemaksaan atau kekerasan yang mengancam keselamatan nyawa hewan tersebut. Penjelasan : 3.11.3. Iklan yang menampilkan hewan harus mempertimbangkan segi-segi pelestariannya. 5

Hewan-hewan yang dipakai dalam iklan harus digunakan tanpa mengancam kelestarian hewan tersebut, termasuk mengurangi kelangkaan, merusak siklus, mengganggu habitatnya atau memberi inspirasi yang mengancam keberadaan dan kelestarian hewan tersebut. Iklan juga tidak boleh menggunakan hewan langka yang membuat khalayak ingin memiliki hewan langka tersebut. Dalam konteks ini, sebenarnya diharapkan pula agar dalam setiap proses pembuatan iklan tidak ada hewan yang menjadi korban. 3.12. Tokoh Animasi 3.12.1. Penggunaan tokoh animasi sebagai personifikasi dari sesuatu karakter atau seorang tokoh yang populer, harus telah memperoleh izin dari pemilik hak atas karakter, atau dari tokoh tersebut. 3.12.2. Suatu tokoh animasi tidak boleh ditampilkan secara menakutkan atau berlebihan menjijikkan. 3.12.3. Penokohan karakter animasi harus tetap sesuai dengan nilai-nilai sosial dan budaya bangsa. 6

Kasus-kasus iklan yang melanggar 1. Iklan Contrexyn Iklan TV dari produk Contrexyn ini menampilkan cerita seorang kakak yang mengetahui bahwa adiknya terkena demam dan ia dengan cepatnya lari ke warung terdekat untuk membeli obat anti demam Contrexyn. Walaupun obat Contrexyn adalah obat untuk anakanak, tapi anak-anak tidaklah pantas dan etis bila ditampilkan sebagai pihak yang mengambil keputusan sendiri bahwa seseorang sedang sakit dan tahu obat apa yang tepat untuk penyakit tersebut serta membeli obat itu sendiri. Cerita dan visual ini bisa memberikan dampak yang sangat berbahaya untuk ditiru anak-anak bila iklan ini ditayangkan di programprogram khusus anak-anak (misalnya program film-film animasi, karena iklan ini juga menggunakan pendekatan animasi). Hanya orang dewasalah yang mempunyai kemampuan untuk menentukan obat apa yang tepat bagi penyakit anak-anaknya (dan terkadang harus melalui konsultasi dengan ahlinya), dan harus orang dewasa pulalah yang membeli obatobat yang dinilainya cocok untuk anak-anaknya. 2. Iklan Milkuat Iklan TV Milkuat di bawah ini lain lagi ceritanya. Ditampilkan seorang anak yang karena mengkonsumsi produk Milkuat maka ia mampu membiarkan seorang dewasa dengan badan yang cukup besar berdiri di atas pundaknya. Iklan ini dari sudut pandang orang dewasa dapat mudah dipahami sebagai suatu pendekatan hiperbola. Iklan ini menjadi bermasalah (tidak etis) karena produknya adalah produk untuk anak-anak. Pengiklan haruslah sangat berhati-hati bila ingin melakukan pendekatan hiperbola untuk produk yang terkait produk anak-anak karena kemampuan nalar anak-anak masih sangat terbatas. Peniruan terhadap 7

perilaku anak dalam iklan ini oleh anak-anak yang menonton iklannya dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya. 3. Iklan Oops Kesan yang senada juga ditampilkan pada iklan TV produk Oops di bawah ini. Dalam visualnya, ditampilkan seorang anak yang sedang memakan produk Opps di teras rumahnya (yang dikesankan seperti berada di apartemen yang berlantai tinggi) dan tiba-tiba ada seorang dewasa jatuh dari lantai yang lebih tinggi. Si orang dewasa meraih tangan di anak dan dengan santai -nya si anak dapat menahan beban orang dewasa tersebut sehingga tidak jatuh lebih jauh lagi. Sekali lagi, pendekatan hiperbola yang terkesan tanggung pada iklan ini, ditambah dengan kenyataan bahwa produk ini ditujukan bagi khalayak anak-anak, maka iklan ini dinilai melanggar Etika Pariwara Indonesia terkait dengan butir-butir di atas. 8

Iklan TV dari produk Oops variant yang lain ini dapat menjadi contoh pelanggaran terhadap penggunaan daya rengek (pester power) dari anak-anak kepada orang tuanya. Diceritakan pada iklan ini si anak sejak dari mobil sampai supermarket terus merengek-rengek (menyampaikan dengan berulang-ulang: Kejunya ma, kejunya ma ) kepada ibunya. Dia baru berhenti merengek setelah ibunya membelikan produk Oops tapi mulai merengekrengekan kalimat yang sama lagi setelah ia menghabiskan produk tersebut. Cerita ini dinilai tidak etis karena sama-sekali tidak memberikan pendidikan yang positif kepada anak-anak dan bila ditiru malah akan menjadi contoh perilaku buruk bagi anak-anak yang menontonnya. 9

4. Iklan Fiesta Iklan TV Fiesta di bawah ini dapat menimbulkan debat yang seru. Dari satu sudut, pesan iklan ini adalah untuk mengingatkan kaum pria dan wanita agar menggunakan kondom (perlidungan ekstra) bila ingin melakukan suatu hubungan seks beresiko (bukan dengan suami/istri). Tapi dari sisi lain, iklan ini dapat dianggap sebagai suatu pelecehan kepada kaum wanita yang seakan-akan diposisikan sebagai obyek seks pada iklan ini. Hal ini diperparah karena iklan TV ini ditayangkan pada jam-jam yang bukan jam-jam tayang khusus iklan untuk produk-produk dewasa (intimate products) yaitu di atas pk. 21.30. Akibatnya, iklan ini dapat menuai protes dari kaum wanita dan ibu-ibu yang menginterpretasikan iklan ini sebagai tidak bermoral. 5. Iklan Soffel 10

Iklan TV produk Soffel ini mengambil pendekatan seolah-olah iklan ini adalah suatu Iklan Layanan Masyarakat (perhatikan adanya penjelasan mengenai kegiatan 3M terkait pemberantasan sumber-sumber nyamuk penyebab demam berdarah). Iklan ini sebenarnya bukanlah Iklan Layanan Masyarakat karena secara nyata menampilkan dan menyebutkan nama dari suatu produk (Soffel). Lihat juga EPI Bab III.A. 2.24 tentang Iklan Layanan Masyarakat. Dalam iklan ini diceritakan seorang anak yang menderita demam berdarah dan dokter yang merawatnya secara jelas-jelas menganjurkan kepada si ibu (selain melakukan 3M) untuk menggunakan produk Soffel. Hal ini dinilai oleh BPP PPPI sebagai tindakan yang tidak etis karena seorang dokter tidaklah boleh menjadi penjual dari suatu produk kesehatan. Hal ini seharusnya sejalan dengan kode etik dari profesi dokter. 6. Iklan Baygon Lifeline Iklan TV Baygon Lifeline di atas juga mengambil pendekatan yang mirip. Topiknya tetap di sekitar masalah demam berdarah. BPP PPPI menilai bahwa iklan ini bukanlah Iklan Layanan Masyarakat karena tercantum dengan jelas nama/logo produk Baygon. Fakta bahwa Baygon Lifeline adalah suatu kegiatan sosial dengan memberikan layanan penyemprotan gratis tidak merubah fakta bahwa iklan ini adalah iklan komersial. Berarti, penggunaan tokoh dokter dalam iklan ini juga tidak sesuai dengan Etika Pariwara Indonesia. Untuk bahan diskusi lebih lanjut: sekitar tahun 2005-2007 ada beberapa versi iklan yang menggunakan situasi di ruang kelas sebagai latar-belakangnya. Dalam ceritanya, ada beberapa kasus dimana tokoh guru yang tampil pada iklan tersebut dipermainkan atau dilecehkan (misalnya: menjadi bahan olok-olok para muridnya karena keluguannya). BPP 11

PPPI pernah mengirimkan surat kepada PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) untuk mendapatkan arahan apakah profesi guru dapat ditampilkan dalam nuansa seperti itu. Sayangnya, sampai dengan saat ini BPP PPPI belum pernah mendapatkan jawaban resmi dari PGRI. Meskipun belum mendapatkan arahan dari PGRI, diharapkan para pengiklan dapat berhati-hati dalam membuat iklan yang menampilkan tokoh guru sehingga tidak terkesan tokoh tersebut dilecehkan. 12

DaftarPustaka 1. Dewan Periklanan Indonesia, (2014). Etika Pariwara Indonesia, edisi ke 2 cetakan ke1, penyempurnaan ketiga. 2. Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, Laporan Badan Pengawas Periklanan, 2005 2009 13