Tingkat Kepatuhan Penderita Malaria Vivax... (M. Arie Wuryanto) M. Arie Wuryanto *) *) Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM UNDIP ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

Gambaran Infeksi Malaria di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara

Received date: 23/1/2014, Revised date: 25/3/2014, Accepted date: 1/4/2014

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo pada bulan 30 Mei 13 Juni Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey analitik dengan

ABSTRAK. Helendra Taribuka, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

Oleh: Roy Marchel Rooroh Dosen Pembimbing : Prof. dr. Jootje M. L Umboh, MS dr. Budi Ratag, MPH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

ABSTRAK. Pembimbing I : Susy Tjahjani, dr., M.Kes. Pembimbing II : Ronald Jonathan, dr., M.Sc., DTM&H

Gambaran Keterlambatan Mencari Pengobatan ke Pelayanan Kesehatan pada Penderita Leptospirosis dan Faktor-faktor Terkait di Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI WILAYAH PUSKESMAS NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO

Unnes Journal of Public Health

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

PENGARUH PENGGUNAAN KELAMBsU, REPELLENT,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

KARAKTERISTIK PENDERITA TB PARU PENGGUNA OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DI INDONESIA

Tedy Candra Lesmana. Susi Damayanti

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

PENGARUH FAKTOR PRILAKU PENDUDUK TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBELANG KECAMATAN TOULUAAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KESEMBUHAN DAN ANGKA PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS DI KOTA SEMARANG TAHUN 2014

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYUMBA PROVINSI SULAWESI TENGAH

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

Faktor-Faktor Ibu Balita Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Follow Up Penderita Pnemonia Balita Di Puskesmas Cisaga, Ciamis, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI MALARIA DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT UMUM PANGLIMA SEBAYA TANAH GROGOT KALIMANTAN TIMUR PERIODE

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk.

Patria Asda, A., Perbedaan Persepsi Pasien...

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar

Hubungan Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penggunaan Antibiotik

Kata Kunci : Peran PMO, Kepatuhan minum obat, Pasien tuberkulosis paru. Pengaruh Peran Pengawas... 90

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS MULTIDRUG RESISTANT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Keywords: Characteristics, Malaria Parasites Positive, RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

BEBERAPA FAKTOR PETUGAS YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI MALARIA TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN KEPUALAUAN MENTAWAI SELAMA JANUARI-DESEMBER 2012

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Penelitian...26

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP KEPATUHAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DI DESA MOROREJO KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Andalas Kota Padang

GAMBARAN TINGKAT KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS DI BKPM MAGELANG PERIODE FEBRUARI MARET 2015

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

J. Teguh Widjaja 1, Hartini Tiono 2, Nadia Dara Ayundha 3 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN INFEKSI CACING DI PUSKESMAS KOTA KALER KECAMATAN SUMEDANG UTARA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Identifikasi Faktor Resiko 1

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Keyword : pulmonary tuberculosis smear positive, characteristic of patient

BAB I PENDAHULUAN. penularan malaria masih ditemukan di 97 negara dan wilayah. Saat ini sekitar 3,3

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK

Peran Pengawas Minum Obat dan Kepatuhan Periksa Ulang Dahak Fase Akhir Pengobatan Tuberkulosis di Kabupaten Bangkalan

HUBUNGAN FREKUENSI JAJAN ANAK DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT. (Studi pada Siswa SD Cibeureum 1 di Kelurahan Kota Baru) TAHUN 2016

Daftar Pustaka. Arubusman M., Evaluasi Hasil Guna Kombinasi. Artesunate-Amodiakuin dan Primakuin pada Pengobatan

ABSTRACT. Keywords: Supervisory Swallowing Drugs, Role of Family, Compliance Drinking Drugs, Tuberculosis Patients ABSTRAK

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA ARTRITIS GOUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MAKRAYU KECAMATAN BARAT II PALEMBANG

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat Sarjana Kedokteran. Diajukan Oleh : JONATHAN EKO A J FAKULTAS KEDOKTERAN

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN :

ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI USIA 1 TAHUN DI PUSKESMAS DEPOK I SLEMAN YOGYAKARTA

Transkripsi:

Tingkat Kepatuhan Penderita Malaria Vivax Dalam Minum Obat Serta Faktor Yang Mempengaruhinya Studi Pada Penderita Malaria Vivax Di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2005 M. Arie Wuryanto *) *) Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM UNDIP ABSTRACT Background : Since 2003 until March 2004 malaria cases in Banjarnegara was still high.the proportion of plasmodium vivax more higher ( 60%) than falciparum (40%). It s mean reflecting incompliance of malaria drug treatment. The study was intended to know level of compliance and identified same factors that related with compliance of malaria drug treatment. Method : This research was used Cross sectional design. Cases were patients of malaria vivax where detected since October 2004 until March 2005. Respondent more than 15 years age, and was used 14 days treatment method. This study was take 120 respondents of malaria vivax cases. Result: Malaria vivax cases who incompliance were 64%, it s mean that level of compliance were 36%. Reason for stopping treatment was caused by feeling healthy of patients after 3 or 5 days of malaria drug treatment. The result of chi-square test showed a significant association between the level of patient knowledge and level compliance of malaria drug treatment (pvalue = 0.002, ratio prevalent = 4,8 ( 95% CI: 1,7-13,7)). Level compliance of malaria drug treatment was depended on level of patient knowledge. Patient with poor knowledge had 4,8 times to become incompliance of malaria drug treatment. Keyword: Compliance, malaria drug treatment, malaria vivax 24

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 3 / No. 1 / Januari 2008 PENDAHULUAN Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Protozoa dari genus Plasmodium. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyebaran penyakit ini sangat luas, meliputi lebih dari 100 negara yang beriklim tropis dan sub tropis. Penduduk yang berisiko terserang penyakit malaria sekitar 2,3 milyar atau sekitar 40% dari penduduk dunia. Setiap tahunnya diperkirakan jumlah kasus sekitar 300 500 juta orang dengan kematian 1,5 2,7 juta orang atau 1 orang mati tiap 30 detik, utamanya bayi dan balita dan menyebabkan kematian 1 balita setiap 20 detik di Afrika. Penduduk berisiko terkena malaria adalah balita, wanita hamil, usia produktif dan penduduk non-imun yang mengunjungi daerah endemis malaria (WHO, 2000). Kejadian malaria di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 2.154.424 kasus. Di Jawa Bali angka kesakitan malaria mengalami peningkatan dari 0,12 pada tahun 1997 menjadi 0,81 per 1000 penduduk pada tahun 2000. Kejadian malaria di luar Jawa Bali pada tahun 1997 sebesar 16, sedangkan tahun 2000 menjadi 31 (Depkes RI, 2001). Situasi malaria di Jawa Tengah tahun 1995 berhasil ditekan sampai 0,10 per 1000 penduduk, tetapi pada tahun 1997 mulai meningkat kembali dan pada tahun 2000 angka kesakitan mencapai 1,79 per 1000 penduduk atau meningkat 18 kali dibanding tahun 1995 (Depkes RI, 2001). Di Kabupaten Banjarnegara kejadian malaria sampai saat ini masih banyak ditemukan. Sampai dengan tahun 2002 telah tercatat 86 (49,2%) desa endemis dari 175 desa dan terancam menjadi daerah HCI (High Case Incidence), jumlah kasus malaria pada tahun 2001 sebanyak 6.793 kasus meningkat menjadi 13.401 kasus malaria pada tahun 2002 (Harijanto, 2000). Pada tahun 2003 sampai 2004 cenderung mengalami penurunan nilai API dari 6,6 menjadi 0,76 ditahun 2004, tetapi proporsi parasit dominan bergeser dari P.falsiparum menjadi P.vivax (DKK Banjarnegara, 2004) Penderita malaria sering tidak mematuhi aturan minum obat sesuai dengan jadwal pengobatan dan menurut dosis yang telah ditetapkan. Penelitian tentang pengobatan malaria pernah dilakukan di Kenya, dan menunjukkan bahwa hanya 50,9% penderita malaria berobat secara benar, sisanya yaitu 49,1% berobat kurang benar. Kondisi demikian akan menyebabkan kadar obat di dalam darah tidak sesuai lagi, dan tidak mampu membunuh Plasmodium. Kadar obat dalam darah yang tidak sesuai ini akan mengakibatkan Plasmodium mampu melakukan adaptasi, sehingga akhirnya akan timbul kasus resisten. Beberapa hasil penelitian tentang kasus resistensi telah membuktikan bahwa di Kabupaten Banjarnegara telah terjadi kasus resistensi antara lain dilakukan oleh Depkes pada tahun 1989. Penelitian tersebut juga mencatat bahwa 25% penderita malaria tidak patuh. Faktor tidak patuhnya minum obat dapat juga menyebabkan penularan penyakit malaria sulit dieliminasi dan dapat menimbulkan kasus relap (rekrudensi, rekurensi). Data kasus malaria di Kabupaten Banjarnegara selama tahun 2003 sampai dengan bulan Maret 2004, proporsi kasus malaria dilihat dari jenis plasmodium menunjukkan bahwa penderita malaria dengan P. vivax lebih tinggi (60%) dibandingkan dengan P. falciparum (40%). Proporsi Plasmodium vivax yang lebih dominan mencerminkan telah terjadi tingkat penularan yang tinggi di tahun tahun yang lalu, dan diduga disebabkan karena pengobatan yang tidak adekuat (DKK Banjarnegara, 2004). Berdasarkan data dan kenyataan di atas yaitu : (1) Sebagian penderita tidak patuh berobat, terbukti dari beberapa hasil penelitian ketidakpatuhan berobat malaria antara 25% - 50%, (2) Tidak patuh berobat akan menyebabkan resistensi dan relaps, (3) Kasus resistensi telah terjadi di Kabupaten Banjarnegara terhadap klorokuin sehingga 25

kebijakan pegobatannya dilanjutkan selama 14 hari, (4) Proporsi kasus malaria vivax lebih tinggi yang diduga merupakan kasus relaps akibat penderita tidak patuh dalam berobat, (5) Informasi tentang kepatuhan secara menyeluruh di Kabupaten Banjarnegara belum diketahui, namun secara teori kepatuhan erat hubungannya dengan kejadian resistensi dan kasus relaps, yang salah satunya ditunjukkan dengan proporsi kejadian malaria vivax lebih tinggi dibanding dengan malaria falciparum. Oleh karena itu informasi tentang tingkat kepatuhan berobat penderita malaria serta faktor yang berhubungan mempengaruhi hal tersebut, sangat diperlukan agar nantinya dapat dilakukan tindakan intervensi yang tepat untuk mengatasi masalah malaria khususnya masalah pengobatan untuk menunjang keberhasilan program penanggulangan malaria di Kabupaten Banjarnegara. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian Observasional, dan desain penelitian yang digunakan adalah Cross sectional. Sampel adalah penderita malaria vivax yang terjadi selama kurun waktu enam bulan terakhir saat penelitian ini dilaksanakan yaitu bulan Juli tahun 2005 dan telah diobati dengan metode kombinasi klorokuin dan primakuin. Kriteria sampel adalah berusia e 15 tahun dengan harapan akan mempermudah dalam proses wawancara. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 120 penderita malaria vivax yang dipilih secara random sederhana. Informasi tentang penderita malaria vivax didapatkan dari catatan kasus malaria di Dinkes Kabupaten Banjarnegara dan Puskesmas. Wawancara dilakukan untuk mengetahui informasi status kepatuhan penderita malaria dalam minum obat, dan dilakukan cross check Tabel 1. Karakteristik penderita malaria vivax 26

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 3 / No. 1 / Januari 2008 dengan catatan dari Puskesmas dan Juru Malaria Desa (JMD). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden Berdasarkan data pada tabel 1 di atas, menunjukkan bahwa proporsi terbesar penderita adalah laki laki (55%). Hal ini sesuai literatur menjelaskan bahwa laki-laki mempunyai risiko menderita malaria lebih besar dibanding perempuan (Harijanto, 2000). Gambaran tersebut dapat dijelaskan karena adanya kebiasaan laki-laki yang meningkatkan risiko untuk tertular malaria seperti keluar malam hari baik dalam rangka kegiatan sosial masyarakat, seperti piket jaga malam untuk keamanan kampung maupun dalam rangka bekerja mencari nafkah misalnya menjaga sawahnya atau kebun dari pencurian. Tingkat pendidikan penderita malaria vivax sebagian besar berpendidikan sekolah Dasar (SD) ke bawah (80%). Tingkat pengetahuan tentang malaria responden sebagian besar sudah baik (70%), hal ini dapat dipahami bahwa tidak selamanya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan diikuti semakin tinggi pula tingkat pengetahuan orang tersebut tentang suatu hal dalam hal ini tentang malaria. Tingkat pendidikan responden adalah SD, SMP dan SMA, sehingga dapat dipastikan bahwa secara formal mereka tidak mendapatkan pengetahuan tentang malaria di sekolahnya karena memang tidak ada mata pelajaran khusus tentang hal itu. Pengetahuan seseorang tentang malaria lebih banyak didapatkan, dari kegiatan yang sifatnya non-formal seperti penyuluhan di posyandu, leaflet, me- Tabel 2. Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan minum obat penderita malaria Tabel 3. Hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan minum obat penderita malaria 27

dia cetak maupun media elektronik lainnya. Tingkat kepatuhan minum obat penderita masih rendah, karena proporsi terbesar penderita tidak patuh dalam minum obat sebesar 64%. Kondisi ini nampaknya berbeda karena sebagian besar penderita mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang malaria. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam menilai pengetahuan ini diwakili sebanyak 7 (tujuh) pertanyaan yang mencakup tentang ; tanda dan gejala malaria, penularannya, pencegahannya, dan pengobatannya termasuk cara minum obat dan berapa lama pengobatannya, akan tetapi sebagian besar penderita yang tidak patuh dan mempunyai tingkat pengetahuan baik justru tidak mengetahui dengan benar dalam hal berapa lama pengobatan yang harus dilakukan. Perlu diingat bahwa patuh tidaknya penderita dalam minum obat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti adanya efek samping, merasa sudah sembuh karena keluhan sudah hilang atau berkurang dan adanya kejenuhan dalam minum obat, karena pengobatan malaria vivax sampai 14 hari pengobatan. 2. Faktor faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat penderita malaria Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa penderita yang tidak patuh lebih banyak berpendidikan SD ke bawah. Namun hasil uji satatistik menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat kepatuhan minum obat dengan nilai p-value : 0,505. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan penderita malaria tidak diiringi semakin baik pula tingkat kepatuhan minum obatnya. Oleh karena itu perlu kiranya Tabel 4. Hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan minum obat penderita malaria Tabel 5. Hubungan adanya efek samping dengan tingkat kepatuhan minum obat penderita malaria 28

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 3 / No. 1 / Januari 2008 petugas selalu memberikan informasi tentang bagaimana cara minum obat dan berapa lama pengobatan yang harus dijalani pasien, setiap menyerahkan obat kepada penderita. Berdasarkan hasil uji statistik chi-square antara tingkat pengetahuan dan status kepatuhan didapatkan nilai p-value sebesar : 0,002, artinya bahwa pengetahuan responden berhubungan dengan status kepatuhan minum obatnya. Nilai rasio prevalen sebesar 4,8 menjelaskan bahwa responden yang berpengetahuan kurang mempunyai risiko sebesar 4,8 kali untuk tidak patuh dalam minum obat dibandingkan yang berpengetahuan baik. Hal ini dapat dimengerti bahwa penderita yang mempunyai pengetahuan baik cenderung akan patuh dalam minum obatnya, ini sesuai dengan teori perilaku yang mengatakan bahwa perilaku seseorang akan sesuatu sesuai dengan tingkat pemahaman akan sesuatu itu (Smet, 1994). Oleh karena itu petugas kesehatan, khususnya puskesmas diharapkan lebih intensif dalam melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Berdasarkan data di atas secara deskriptif bahwa pada penderita yang tidak patuh, proporsi laki-laki lebih besar dibanding perempuan, tetapi perbedaan tersebut tidak besar. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa status kepatuhan penderita tidak berhubungan dengan jenis kelamin tertentu, dengan nilai p-value sebesar 0,311 dan taraf kepercayaan 95%. Walaupun ada beberapa anggapan yang berkembang di masyarakat bahwa laki-laki cenderung tidak patuh dalam minum obat, dengan asumsi / beberapa alasan seperti laki-laki cenderung tidak rajin dan telaten, cenderung lupa karena kesibukan bekerja dan lain-lain. Berdasarkan tabel 5 terlihat bahwa penderita yang tidak patuh dalam minum obat lebih banyak yang mengalami adanya efek samping obat yaitu sebesar 75,9% dibanding yang tidak mengalami adanya efek samping. Tetapi berdasarkan analisis statistik adanya efek samping obat yang dialami penderita tidak berhubungan secara signifikan dengan nilai p-value : 0,131. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sri Hartini TN (1993) di Kabupaten Purworejo dan Purwanto (2003) di Kabupaten Pekalongan bahwa faktor efek samping obat tidak berhubungan secara signifikan (statistik) dengan kepatuhan minum obat penderita malaria (Purwanto, 2003; Theresia, 1993). Hal ini dapat dimengerti bahwa dari hasil penelitian tidak ada efek samping yang berat, hanya sifatnya ringan sehingga penderita menganggap wajar bahwa minum obat memang tidak enak. Secara rinci beberapa efek samping yang dialami oleh penderita tersaji pada tabel 6 sebagai berikut; Tabel 6 : Beberapa efek samping yang dialami penderita dalam minum obat malaria kombinasi klorokuin dan primakuin selama 14 hari pengobatan. 29

SIMPULAN Proporsi terbesar penderita malaria vivax tidak patuh dalam minum obat yaitu sebesar (64%). Alasan terbanyak penderita menghentikan pengobatannya karena merasa sudah sembuh (63%), sehingga sangat dimungkinkan akan menimbulkan kasus relaps diwaktu yang akan datang. Tingkat pengetahuan tentang malaria dan cara minum obat merupakan faktor penentu terhadap tingkat kepatuhan penderita malaria vivax dalam minum obat, sehingga penjelasan cara minum obat yang benar kepada penderita di puskesmas lebih ditingkatkan. Faktor yang tidak berhubungan dengan kepatuhan minum obat adalah tingkat pendidikan yang mana tingkat pendidikan responden adalah SD, SMP dan SMA, dan memang di tingkat pendidikan tersebut tidak diajarkan tentang malaria. Faktor jenis kelamin juga tidak berkaitan dengan tingkat kepatuhan minum obat. Keberadaan efek samping obat ternyata tidak berhubungan dengan tingkat kepatuhan, hal ini karena sebagian besar efek samping yang ada bersifat ringan sehingga penderita menganggap sesuatu yang wajar bahwa minum obat memang tidak enak. SARAN 1. Bagi tenaga kesehatan khususnya Puskesmas lebih intensif memberikan pengetahuan tentang malaria khususnya dalam hal pengobatan kepada masyarakat dan penderita malaria, sehingga diharapkan penderita akan lebih patuh. 2. Bagi Dinas Kesehatan setempat dan Puskesmas, perlu mengintensifkan kegiatan surveilan malaria khususnya pemantauan kepatuhan minum obat bagi penderita malaria. 3. Bagi peneliti lain, diperlukan metode yang lebih baik dalam menentukan status patuh dan tidaknya minum obat untuk menjamin validitas data tentang kepatuhan minum obat tersebut misalnya dengan cara pemeriksaan kadar obat dalam darah. KEPUSTAKAAN WHO. 2000. Roll Back Malaria : What Are The Prospect. Buletin of the WHO, 18 (12) : 1377. Depkes RI. 2001. Profil Kesehatan Indonesia. Depkes RI. Jakarta. DKK Banjarnegara. 2004. Profil Kesehatan tahun 2004. DKK Banjarnegara 2003. Analisa Situasi Malaria Kabupaten Banjarnegara. Harijanto, P.N. 2000. Malaria : Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, dan Penanganan. Cetakan I : EGC. Jakarta. h.37-62. Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Grasindo. Jakarta. h.10-38. Purwanto. 2003. Kepatuhan Minum Obat Anti Malaria Kemasan dan Tanpa Kemasan di Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Theresia Ninuk Sri Hartini. 1993. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Berobat Penderita Malaria Di Kab.Purworejo. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sulistyati, Dewi. 2003. Uji Efikasi Klorokuin Terhadap Plasmodium falciparum Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Resistensi Di Kecamatan Wanadadi Dan Sekitarnya Di Kabupaten Banjarnegara. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. 30