BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. trauma atau aktifitas fisik dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada. dan terjadi fraktur radius 1/3 (Thomas, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. sementara di tahun 2011 terdapat korban. Korban luka ringan pada

BAB I PENDAHULUAN. menjadi 2 yaitu fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit. fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Clinical Science Session Pain

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri. Nyeri ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas adalah fraktur yang lebih dikenal dengan patah tulang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

BAB I PENDAHULUAN. osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa dan dapat juga disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan

BAB 1 1. PENDAHULUAN

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat,

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas dinegara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%,

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bersama dengan kemajuan zaman yang dirasakan dan perkembangan ilmu

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya pembangunan di bidang industri yang sangat maju yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. cyclooxygenase (COX). OAINS merupakan salah satu obat yang paling. banyak diresepkan. Berdasarkan survey yang dilakukan di Amerika

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI

BAB I KONSEP DASAR. osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis (Enggram. memasukkan paku, screw, pen kedalam tempat fraktur untuk

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003

BAB I KONSEP DASAR. berhubungan dengan asetabulum menbentuk kepala sendi yang disebut kaput

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI CLOSE FRAKTUR RAMUS PUBIS DEXTRA DAN SINISTRA

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASKA OPERASI FRAKTUR OLECRANON DEKSTRA DENGAN PEMASANGAN WIRE DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. patah tulang adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves C.J,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sesungguhnya maupun potensi kerusakan jaringan. Setiap orang pasti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dua jenis yaitu nyeri fisiologis dan nyeri patologis, pada nyeri sensor normal

BAB I PENDAHULUAN. 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan. selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh: ILSA ROVIATIN AGUSTINA J Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sembuh tanpa jaringan parut. Penyembuhan fraktur bisa terjadi secara langsung atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan

FIRMAN FARADISI J

Oleh: JOHANA SYA BANAWATI J KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. W POST OP CRANIATOMY HARI KE- 2 DENGAN CEDERA KEPALA BERAT DI ICU RSUI KUSTATI SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE

Wan Rita Mardhiya, S. Ked

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology, 2010). Kerusakan yang terjadi pada kontinuitas tulang disebut dengan fraktur, kerusakan tulang yang besar disebabkan oleh adanya tekanan dari luar yang parah (Duckworth, 2010). Istilah yang digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis fraktur (pata tulang) antara lain fraktur komplit yaitu fraktur yang mengenai suatu tulang secara keseluruhan, fraktur inkomplit merupakan fraktur yang meluas secara parsial pada suatu tulang (Apley s & Solomon, 2010). Fraktur sederhana (tertutup) merupakan fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit dan fraktur compound (terbuka) merupakan fraktur yang menyebabkan robeknya kulit dan memungkinkan terjadinya infeksi (Michelle, 2012). Data WHO pada tahun 2011 menyebutkan bahwa terdapat kurang lebih 67% korban kecelakaan lalu lintas dialami oleh masyarakat yang memiliki ratarata usia produktif, yaitu 22-50 tahun. Selain itu, terdapat sekitar 400.000 korban meninggal dunia dibawah usia 25 tahun. Menurut data Badan Intelejen Negara pada tahun 2013, kecelakaan lalu lintas di Indonesia oleh badan kesehatan dunia (WHO) disebutkan termasuk dalam kategori pembunuh terbesar ketiga setelah penyakit jantung koroner dan penyakit menular tuberculosis (WHO, 2011). Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas (Dwi et al, 2015). Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sering terjadi. Sebagaimana diketahui, masyarakat menjadikan alat transportasi sebagai kebutuhan primer. Tingginya kejadian kecelakaan lalu lintas setara dengan meningkatnya angka kejadian fraktur. Data yang disebutkan oleh PBB bahwa setiap tahun sekitar 1,3 juta orang atau setiap hari sekitar 3.000 orang meninggal dunia akibat kecelakaan. Tingginya angka kejadian kecelakaan lalu lintas 1

2 khususnya sepeda motor berdasarkan data KORLANTAS POLRI tahun 2011-2013 yakni sebesar 52,2% (Dwi et al., 2015). Patah tulang (fraktur) yang disebabkan oleh kecelakaan transportasi atau kecelakaan kerja seperti terjatuh menurut Elizabeth J.Corwin dapat menyebabkan adanya patah tulang traumatik dan cedera jaringan lunak yang biasanya disertai nyeri. Kerusakan pada jaringan akan mengaktifkan mediator inflamasi seperti peptida (bradikinin), neurotransmitter (serotonin dan ATP), dan prostaglandin. Pelepasan prostaglandin yang meningkat pada sel-sel mati di daerah fraktur akan mengalami peradangan atau inflamasi, dengan adanya inflamasi proses pengahambatan penyembuhan tulang menjadi terhambat (Dimmen, 2010). Selain itu mediator inflamasi akan berinteraksi dengan reseptor dan saluran ion pada ujung-ujung saraf sensorik (nosiseptor perifer) tersebut akan menghantarkan impuls nyeri ke otak (Spreng, 2011). Setelah patah tulang dapat timbul spasme otot yang menambah rasa nyeri. Pada kondisi fraktur stres, nyeri biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas dan menghilang pada saat istirahat. Fraktur patologis biasanya tidak disertai rasa nyeri. Pada pasien yang mengalami fraktur akan tampak jelas posisi tulang yang tidak alami, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas atau perubahan tempat pada awalnya. Pada pasien yang mengalami kondisi fraktur (patah tulang), bila dilakukan pemeriksaan dengan meraba pada bagian fraktur maka terdapat krepitus (suara gemeretak) yang diakibatkan adanya pergeseran ujung-ujung patahan atau gesekan antara fragmen satu dengan fagmen yang lain. Selain itu, dapat terjadi gangguan sensasi atau dapat menyebabkan rasa kesemutan, yang mengisyaratkan adanya kerusakan saraf. Denyut nadi pada bagian distal fraktur harus tetap utuh, hilangnya denyut nadi disebelah distal menggambarkan kondisi syok kompartemen. Sehingga terjadi pembengkakan disekitar daerah fraktur dan akan disertai proses peradangan (perubahan warna) yang menunjukkan adanya trauma dan perdarahan sekitar fraktur. Tanda ini biasanya terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah terjadi cidera (Smelzter & Bare, 2002). Prinsip penatalaksanaan pada kondisi fraktur dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan terapi non-farmakologi. Penatalaksanaan non-farmakologi meliputi proses reduksi fraktur yaitu pengembalian fragmen tulang pada posisi

3 sejajarannya dan rotasi anatomis. Metode reduksi fraktur dibagi menjadi reduksi tertutup dan reduksi terbuka, pada reduksi fraktur tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan). Setelah fraktur direduksi kemudian di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Tahap selanjutnya mempertahankan dan mengembalikan fungsi, reduksi dan imobilisasi (Duckworth, 2010). Terputusnya ujung-ujung syaraf sensoris akibat terjadinya patah tulang dapat menyebabkan nyeri sehingga untuk mengurangi rasa nyeri diperlukan penatalaksanaan secara farmakologi dengan pemberian obat anti nyeri (Handoko et al., 2011). Penggunaan opioid merupakan gold standar untuk pengelolaan nyeri berat, namun dihubungkan dengan efek samping maka penggunaan analgesik NSAID banyak digunakan (Ali, 2013). Penanganan nyeri pada fraktur dapat diberikan terapi obat seperti non-steroid anti inflamasi (NSAID) dan golongan opioid (Chaddha, 2012). Obat anti inflamasi non steroid (AINS) umumnya digunakan untuk mengatasi nyeri dan meredakan inflamasi yang disebabkan oleh fraktur. AINS menghambat biosintesis prostaglandin yang terbentuk akibat kerusakan jaringan, serta menghambat enzim siklooksigenase (COX) yang dikenal dalam dua bentuk yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 ditemukan di semua jaringan yang berperan dalam proses hemostatik, sitoprotektif dan pengaturan regulasi mukosa saluran pencernaan dan tidak banyak berperan dalam proses inflamasi. COX-2 memproduksi PG (prostaglandin) yang merangsang sitokin dan terlibat dalam proses inflamasi jaringan dan nyeri. (Handoko et al., 2011). AINS non selektif telah banyak digunakan untuk mengurangi nyeri pasca operasi patah tulang atau cedera otot (Handoko et al., 2011). AINS non selektif seperti ketorolac merupakan analgesik poten dengan efek anti-inflamasi sedang. Ketorolac adalah OAINS yang digunakan secara sistemik, terutama sebagai analgesik bukan sebagai obat antiinflamasi. Obat ini merupakan analgesik yang efektif dan dapat digunakan untuk menggantikan morfin dalam beberapa situasi yang melibatkan nyeri pasca operasi ringan dan sedang. Obat ini paling sering diberikan secara intramuscular atau intravena, tetapi juga tersedia bentuk dosis

4 oral. Ketorolac IM sebagai analgesik pasca bedah memberikan efek sebanding morfin atau meperidin pada dosis umum, masa kerjanya lebih panjang dan efek sampingnya lebih ringan (Katzung, 2010). Untuk pemberian pada pasien usia dibawah 65 tahun diberikan dosis 30 mg IM atau IV setiap 6 jam (dosis maksimum adalah 120 mg per hari) selama 5 hari. Untuk pasien dengan usia > 65 tahun, atau dengan gangguan fungsi ginjal dosis yang digunakan adalah 15 mg IV atau 30 mg IM, diikuti dengan 15 mg IM atau IV setiap 6 jam (dosis maksimum adalah 60 mg per hari) (Ferdinand, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Dewo et al tentang terapi kombinasi pada proses imobilisasi dengan diberikan terapi injeksi ketorolac memberikan hasil pada 61 subyek closed fracture dengan tingkat keparahan nyeri diekstermitas. Hasil penelitian menyebutkan bahwa imobilisasi yang diberikan dengan terapi injeksi ketorolac dapat digunkan sebagai manajemen pada kasus fraktur tertutup (Closed fracture) (Dewo et al., 2014). Penelitian yang dilakukan dengan judul perioperative single dose ketorolac to prevent postoperative pain memberikan hasil pada subjek yang mendapatkan terapi ketorolac secara sistemik dengan dosis tunggal ketorolac menunjukkan efektiftas untuk mengurangi rasa nyeri pasca pembedahan. Ketorolac sebagai analgesik yang efektif pasca operasi juga disertai dengan pengurangan mual dan muntah pasca operasi. Pemberian ketorolac dengan dosis 60 mg memberikan efektifitas yang lebih signifikan dibandingkan pemberian ketorolac dengan dosis 30 mg pada tingkat nyeri yang dirasakan pasien pasca operasi (Oliveira, 2012). Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola penggunaan ketorolac yang telah direkomendasikan berdasarkan guideline untuk penanganan nyeri, sehingga diharapkan dapat mencapai efek teraupetik yang maksimal dan pasien dapat terpantau dengan lebih mendalam. 1. 2 Rumusan Masalah Bagaimana profil penggunaan ketorolac pada pasien fraktur tertutup (closed fracture) rawat inap dirumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo.

5 1. 3 Tujuan Penelitian Tujuan umum : Memahami pola penggunaan analgesik ketorolac pada pasien fraktur tertutup (closed fracture) yang menjalani terapi dirumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo. Tujuan khusus : Memahami pola penggunaan ketorolac pada pasien closed fracture rawat inap terkait dengan rute pemberian, dosis, interval, dan lama terapi yang dikaitkan dengan data laboratorium dan data klinik pasien. 1. 4 Manfaat Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana pola penggunaan serta profil pengobatan yang diberikan pada pasien dengan masalah cedera atau fraktur yang akan diberikan dengan terapi pengobatan analgesik ketorolac, selain itu penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi pembaca serta dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.