MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan sapi rakyat di Kabupaten

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai Perbedaan Intensitas Berahi pada Generasi Pertama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Januari hingga Maret Penelitian ini telah dilaksanakan di Pondok Pesantren

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

SURAT PERNYATAAN. Y a n h e n d r i NIM. B

PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual. Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal. Kepala BIB Lembang

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

Judul Kegiatan : Penggunaan pakan berbasis produk samping industri sawit pada sistem perbibitan sapi model Grati dengan tingkat kebuntingan 65%

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Tampilan Ferning Pre-Post Inseminasi Buatan

5 KINERJA REPRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. potong adalah daging. Tinggi rendahnya produksi penggemukan tersebut

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

BAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

I. PENDAHULUAN. Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari. sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini

Manajemen Perkawinan. Suhardi, S.Pt.,MP

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

Oleh : R. Kurnia Achjadi Dosen FKH IPB/Komisi Bibit dan,keswan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Ternak Manunggal IV Dusun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 2 April 2014 sampai 5 Mei 2014, di Kecamatan Jati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEBUNTINGAN (CONCEPTION RATE) PADA SAPI POTONG SETELAH DILAKUKAN SINKRONISASI ESTRUS DI KABUPATEN PRINGSEWU

Lampiran 1. Kuisioner untuk data anak kandang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi

SINKRONISASI ESTRUS MELALUI MANIPULASI HORMON AGEN LUTEOLITIK UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BALI DAN PO DI SULAWESI TENGGARA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

MATERI DAN METODE. Materi

Perkawinan Sapi Potong di Indonesia

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan November 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara

Transkripsi:

MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juli 2007. Lokasi penelitian berada pada dua kenagarian yaitu Kenagarian Sungai Kamuyang dan Kenagarian Mungo Kecamatan Luak Kabupaten Lima Puluh Kota, dengan ketinggian 1000 1500 diatas permukaan laut, dan 150 Km arah timur dari Padang. Pengolahan sampel darah sampai penyimpanan dilakukan di laboratorium Reproduksi Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Potong Padang Mengatas. Analisa level estrogen dan progesteron dalam plasma darah dilakukan di laboratorium Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, sedangkan pencacahan dilaksanakan di laboratorium Isotop dan Radio Aktif Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Materi Penelitian. Hewan Penelitian. Penelitian terdiri dari 3 tahapan dengan jumlah sapi yang bebeda pada setiap tahapan, dengan berdasarkan jumlah sapi awal sebanyak 268 ekor. Secara umum sapi yang digunakan adalah sapi lokal Peranakan Ongol (PO) sebagai kontrol, sapi persilangan F1 Simental (Betina PO x Pejantan Simental) dan F2 Simental (F1 Simental x Pejantan Simental). Sapi yang digunakan merupakan betina induk mempunyai silsilah keturunan dan atau silsilahnya masih dapat direkonstruksi oleh pemilik ternak, telah beranak minimal 1 kali, tidak pernah mengalami gangguan reproduksi, mempunyai siklus estrus yang normal serta sehat dengan organ reproduksi yang normal setelah dilakukan pemeriksaan (palpasi rektal). Sapi yang digunakan berumur antara 4 7 tahun dengan nilai kondisi tubuh 2 3 (standar 1 5 ). Pada penentuan siklus estrus, intensitas estrus dan tingkat kebuntingan, sapi yang digunakan berjumlah 40 ekor, masing-masing terdiri dari 10 ekor PO, 13 ekor F1 Simental dan 17 ekor F2 Simental. Sapi-sapi ini merupakan sapi-sapi hasil seleksi dari sapi yang didapatkan melalui survei efisiensi reproduksi. Seleksi berdasarkan kesehatan, kondisi tubuh, kenormalan siklus estrus, tidak pernah mengalami gangguan reproduksi dan kelahiran, mempunyai organ reproduksi

yang normal dan memiliki corpus luteum (CL) fungsional sebagai syarat sinkronisasi. Pada pengukuran kadar estrogen dan Progesteron, sapi yang digunakan berjumlah 27 ekor, masing-masing terdiri dari 9 ekor PO, 9 ekor F1 Simental dan 9 ekor F2 Simental. Sapi-sapi ini merupakan sapi terpilih dari 47 ekor sapi yang digunakan dalam menentukan intensitas estrus dan tingkat kebuntingan. Pada penentuan kemampuan reproduksi, sapi yang digunakan berjumlah 268 ekor, masing-masing terdiri dari 68 ekor PO, 100 ekor F1 Simental dan 100 ekor F2 Simental. Sapi-sapi ini dipilih secara acak dari populasi yang ada dan dicocokkan dengan data inseminasi buatan pada pos inseminasi dan kelompok tani ternak Luak Lalang Kab. Lima Puluh Kota. Kandang dan Pakan Sapi yang digunakan sebagai hewan penelitian berasal dari peternakan rakyat sakala kecil yang dipelihara secara individual. Sapi dipelihara secara intensif didalam kandang tradisional yang terbuka dengan atap seng dan lantai semen. Pola dan bentuk perkandangan pada seluruh ternak penelitian relatif sama. Dalam satu kandang terdapat sapi lain yang tidak dijadikan sampel penelitian dan dibatasi dengan sekat, sehingga tidak terjadi kontak langsung antara seekor ternak dengan ternak lainnya. Pola pemberian serta jenis pakan yang digunakan pada seluruh ternak penelitian relatif sama. Pakan yang diberikan adalah rumput gajah dicampur dengan rumput lapangan, diberikan dua kali sehari pada pagi dan sore hari diiringi dengan pemberian minum. Pemberian pakan hijauna berkisar 30 sampai 50 kg/hari tanpa penambahan konsentrat, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Bahan dan Alat Untuk keperluan sinkronisasi digunakan Prosolvin dari Intervet International B.V, dimana setiap ml mengandung 7.5 mg Luprostiol (Prostaglandin analog). Untuk keperluan inseminasi digunakan semen beku produksi Balai Inseminasi Buatan Daerah Tuah Sakato Payakumbuh Sumatera

Barat. Semen berasal dari sapi Simental Victor (ex. Australia) yang berumur 6 tahun dengan berat badan 980 Kg. Semen yang digunakan dikoleksi pada waktu yang sama dan mempunyai motilitas setelah thawing ± 43 % dengan konsentrasi spermatozoa 25 x 10 6 / ml. Untuk mengetahui apakah inseminasi dilakukan pada saat yang tepat digunakan deteksi estrus menggunakan alat heat detector dari Haupner (ex. Jerman). Untuk analisa estrogen dan progesteron digunakan kit estradiol dan kit progesteron dari Coat-A-Count Diagnostic Products Corporation (DPC) Amerika Serikat. Untuk keperluan penyuntikan dan koleksi darah digunakan spuit 3 ml, kapas dan alkohol 70%. Darah ditampung pada tabung koleksi yang mengandung K3EDTA sebagai anti koagulan, untuk transportasi digunakan termos yang diisi dengan es.alat lain yang digunakan adalah centrifuge, freezer, mikroskop, gun, tissu, serta alat-alat lainnya yang relevan dengan penelitian. Rancangan Penelitian Penelitian untuk mengetahui intensitas estrus dan tingkat kebuntingan serta level estrogen dan progesteron menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dimana yang dijadikan perlakuan adalah 3 bangsa sapi yaitu PO (sebagai kontrol), F1 Simental dan F2 Simental, masing-masing dengan ulangan yang berbeda sesuai dengan jumlah sapi yang terpilih yaitu 47 ekor untuk intensitas estrus dan tingkat kebuntingan dan 27 ekor untuk level estrogen dan progesteron. Untuk mendukung penelitian juga dilakukan survei guna melihat kemampuan reproduksi sapi persilangan F1 dan F2 Simental yang selama ini dipelihara peternak. Survei dilaksanakan dengan mewawancarai secara langsung petani pemilik ternak dan dilakukan pengecekan silang dengan data inseminator daerah yang bersangkutan. Pada waktu survei juga dilakukan pengamatan langsung terhadap sapi guna memastikan jenis sapi, kondisi, serta perkandangan dan pemeliharaan. Pengisian blangko dilaksanakan oleh peneliti untuk kemudahan dan tertibnya pencatatan.

Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari 3 kegiatan yang meliputi ; 1. Pengamatan siklus estrus dan intensitas estrus 2. Pengukuran level estrogen dan progesteron dengan metode RIA 3. Pengukuran dengan heat detector dan tingkat kebuntingan. 4. Survei kemampuan reproduksi Pengamatan Siklus Estrus Seluruh sapi terpilih (47 ekor) mempunyai organ reproduksi yang normal baik ovarium maupun saluran reproduksinya. Sapi-sapi yang digunakan juga tidak pernah mempunyai masalah reproduksi seperti abortus, distokia dan penyakit reproduksi lainnya. Pada hari pertama penelitian sapi diinjeksi dengan prosolvin yang mempunyai kandungan Luprostiol (PGF2α analog) 7,5mg/ml. Dosis yang digunakan adalah 15 mg/ekor. Injeksi dilakukan pada saat CL fungsional yang berada pada fase luteal siklus estrus. Penyuntikan ini dimaksudkan untuk meluruhkan CL sehingga diharapkan 2 sampai 3 hari setelah penyuntikan sapi akan memperlihatkan gejala estrus kembali. Penyuntikan semata-mata hanya dilakukan untuk memudahkan pekerjaan dan pengontrolan perkembangan ternak sapi selama penelitian. Perkembangan sapi setelah penyuntikan diamati setiap hari dan hasil pengamatan dicatat, pengamatan meliputi tingkah laku estrus, mulai dari terlihatnya onset estrus. Pada sapi dengan siklus yang normal, estrus berikutnya diharapkan akan terjadi antara 18 sampai 24 hari. Pada siklus berikutnya setelah gejala estrus akibat penyuntikan Prosolvin, dilakukan pengamatan estrus sebanyak 3 kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 6 sampai pukul 8 WIB, siang hari pukul 13 sampai pukul 15 WIB, sore hari pukul 18 sampai pukul 20 WIB. Siklus normal ini dijadikan pedoman dalam menentukan waktu pelaksanaan IB pada siklus berikutnya. Intensitas Estrus Pengukuran intensitas estrus dilakukan pada saat siklus estrus kedua setelah penyuntikan Prosolvin. Pengukuran meliputi : 1) Perubahan tingkah laku, 2)

Perubahan vulva, 3) Banyaknya lendir serviks, 4) Ketegangan uterus. Penilaian intensitas estrus dilakukan berdasarkan kriteria jelas (3+) selanjutnya disebut 3, sedang (2+) selanjutnya disebut 2 dan kurang (1+) selanjutnya disebut 1 ( Yusuf 1990; Kune 1998). Pada penelitian ini pengukuran intensitas estrus dilakukan terpisah pada setiap kriteria pengamatan untuk melihat hubungannya dengan level estrogen. Dengan pengamatan terpisah diharapkan dapat diketahui parameter pengukuran mana yang terbaik dan mempunyai korelasi yang tinggi dengan kadar hormon estrogen. Tabel 1. Kriteria penilaian intensitas estrus Kriteria Nilai Intensitas Tingkah laku Perubahan vulva Lendir seviks Ketegangan uterus 3. Sangat gelisah, mondar mandir, nafsu makan jauh berkurang, keinginan berinteraksi dengan sapi lain, bersuara dengan interval pendek. 2. Gelisah, penurunan nafsu makan sedikit, bersuara dengan interval yang panjang 1. Tidak begitu gelisah, nafsu makan biasa, bersuara tapi jarang, sampai tidak terlihat gejala sama sekali. 3. Vulva bengkak dan odematus, mucosa merah 2. Kebengkakan vulva tidak jelas terlihat, mucosa merah atau sebaliknya, vulva bengkak tapi tidak merah. 1. Kebengkakan vulva dan perubahan warna tidak terlihat dengan jelas. 3. Lendir banyak, bening, kental dan jatuh kelantai 2. Lendir sedang, bening, kental menggantung di ekor 1. Lendir sedikit, bening, kental, kadang tidak keluar dari vulva. 3. Uterus tegang, kenyal dan elastis 2. Uterus kurang tegang, kurang kenyal dan kurang elastis 1. Uterus tidak tegang, lembek dan tidak elastis Pengukuran Heat Detector Pengukuran waktu inseminasi yang tepat dilakukan pada saat akan dilaksanakan inseminasi dengan menggunakan heat detector yang memiliki sakala pengukuran dari 0 sampai 60 ohm. Alat yang digunakan hanya mampu

memberikan indikasi waktu pelaksanaan inseminasi yang tepat. Alat dimasukkan melalui vagina, didorong kedalam sampai menyentuh pangkal serviks atau minimal 2/3 ujung alat masuk kedalam vagina, selanjutnya alat ditekan kedinding vagina dan tombol on pada monitor skala dipencet sehingga jarum akan menunjuk angka tertentu sesuai kekentalan yang ditemukan. Tabel 2. Kriteria penilaian waktu inseminasi menggunakan heat detector. Kriteria (ohm) Interpretasi 0-30 : Perkawinan yang dilakukan pada kriteria ini terlalu dini >30-40 : Merupakan kriteria terbaik untuk perkawinan >40 60 : Perkawinan yang dilakukan pada kriteria ini terlambat Tingkat Kebuntingan Pada saat siklus estrus kedua setelah penyuntikan Prosolvin, sapi-sapi yang estrus dikawinkan dengan semen beku dari pejantan yang sama dan dilakukan oleh petugas yang sama untuk seluruh sapi. Inseminasi dilakukan dengan berpatokan kepada jarak 8 sampai 10 jam setelah onset estrus. Pemeriksaan kebuntingan dilakukan melalui palpasi rektal pada hari ke 60 atau lebih setelah inseminasi. Diharapkan tidak terjadi kesalahan pemeriksaan karena pada saat itu fetus sudah relatif besar dan bisa diraba pada dinding uterus. Pengukuran Kadar Estrogen dan Progesteron dengan Metode RIA Koleksi sampel darah untuk analisa estrogen dilakukan sehari sebelum estrus, pada saat estrus/inseminasi dan sehari setelah estrus/inseminasi. Sampel darah diambil dari vena jugularis pada daerah leher sebanyak 3 ml menggunakan spuit. Darah yang dikoleksi dipindahkan kedalam tabung yang sudah dilapisi K3EDTA, ditempatkan didalam termos yang sudah diberi es. Selanjutnya sampel darah disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit kemudian plasmanya diambil dan dipindahkan kedalam microtube untuk selanjutnya disimpan di freezer pada suhu 20 0 C sebelum dianalisa di laboratorium. Untuk analisa progesteron, koleksi darah dilakukan pada hari ke 12, 21 dan ke 24 setelah estrus/inseminasi. Metode pengambilan dan penanganan darah sama dengan analisa estrogen. Sapi-sapi yang memperlihatkan gejala estrus, pada siklus

estrus setelah dilaksanakan inseminasi, tidak diambil sampel darahnya dan dikeluarkan dari analisa progesteron dan estrogen. 125 Pada metode RIA ini 100 μl plasma darah ditambahkan dengan 1 ml Iodium ( 125 I) didalam tabung yang dilapisi dengan antibody. Terjadi kompetisi antara estrogen dan progesteron dengan Iodium 125 untuk menduduki antibody yang kemudian dihitung dengan menggunakan gama counter. Semakin besar kadar 125 I, semakin rendah level estrogen dan progesteron, sebaliknya kadar estrogen dan progesteron tinggi apabila kadar 125 I rendah. Sebelumnya telah ditetapkan standar pengukuran sebagai pedoman perhitungan, dimana pada estrogen standar yang digunakan adalah 0,00 pg/ml, 20 pg/ml dan 50 pg/ml. Pada progesteron standar yang digunakan adalah 0,00 ng/ml, 0,1 ng/ml, 0,5 ng/ml, 2 ng/ml, 10 ng/ml dan 20 ng/ml. Palpasi Estrus (H0) IB 42 H PKB 2-3 H. 18-24 H. 18-24H PGF2α Kol. E2 Kol. P4 (H-1,H0 dan H+1) (H12, H21 dan H24) Gambar 4 : Koleksi sampel darah untuk analisa hormon estrogen dan progesteron. E2=estrogen, P4= progesteron, PKB=pemeriksaan kebuntingan, IB=inseminasi. Survei Kemampuan Reproduksi Survei dengan menggunakan kuisioner dilakukan terhadap peternak untuk mengetahui kemampuan reproduksi PO, F1 Simental dan F2 Simental. Survei hanya difokuskan kepada: 1) Servis perkonsepsi (S/C) dara 2) Estrus pertama setelah beranak pertama, dihitung dengan menggunakan satuan bulan. 3) Kapan ternak dikawinkan setelah beranak pertama, dihitung dengan menggunakan satuan bulan. 4) S/C induk. 5) Calving interval (CI), dihitung dengan menggunakan satuan bulan. Walaupun sapi yang disurvei telah beranak minimal satu kali, nilai S/C dara didapatkan dari catatan yang ada dan ingatan peternak.

Survei juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan peternak dalam memelihara ternak serta pemahamannya terhadap estrus dan perkawinan ternak sapi. Selain itu survei dimaksudkan untuk mengetahui data pendukung kemampuan reproduksi seekor ternak yang meliputi kondisi sapi, pemberian pakan, perkandangan, kebersihan kandang, sumber air serta sejarah kesehatan ternak. Sedangkan penilaian kondisi sapi berdasarkan Body Condition Score (BCS) yang dikembangkan oleh Edmunson et al. (1989) yaitu dengan skor 1 5 ( dari sangat kurus sampai sangat gemuk). Temperatur dan data-data lainnya yang mendukung hasil penelitian juga dicatat saat melaksanakan survei. Analisis Data Data-data yang didapat dianalisis menggunakan program SPSS versi 12. Data intensitas estrus yang meliputi; perubahan tingkah laku, perubahan vulva, lendir serviks dan ereksi uterus dan hasil pengukuran kadar estrogen dan progesteron serta data kemampuan reproduksi yang meliputi; service perconception (S/C) dara, estrus setelah melahirkan, waktu kawin setelah melahirkan, S/C induk dan calving interval (CI) dianalisis dengan ANOVA, apabila ada perlakuan yang berbeda atau berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey. Sedangkan data hasil pengukuran estrus waktu inseminasi menggunakan heat detector serta data tingkat kebuntingan ditampilkan secara deskriptif. Hubungan antara intensitas estrus dengan kadar estrogen, hubungan antara deteksi estrus menggunakan heat detector dan kadar progesteron dengan tingkat kebuntingan dengan korelasi bivariat. Data intensitas estrus disajikan dalam bentuk raataan dan standar diviasi serta frekuensi penyebaran (%). Data pengukuran heat detector disajikan dalam bentuk frekuensi penyebaran (%) sedangkan data hasil pengukuran kadar estrogen dan progesteron disajikan dalam bentuk rataan dan standar deviasi.