dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. dan Kusuma, 2011). Umumnya, masa remaja sering diartikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. diri untuk memulai tahap pematangan kehidupan kelaminnya.saat inilah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui -2 SD di bawah median panjang berdasarkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam lima tahun pertama kehidupannya (Hadi, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pertumbuhan manusia merupakan proses dimana manusia. meningkatkan ukuran dan perkembangan kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan syarat mutlak

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi.

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

I. Panduan Pengukuran Antropometri

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KONSEP DASAR PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN APA PERBEDAAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN

HUBUNGAN JENIS KELAMIN, USIA DAN RIWAYAT PENYAKIT INFEKSI DENGAN KEJADIAN STUNTING ANAK DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembanguan manusia Indonesia (Saputra dan Nurrizka, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Children's Emergency Fund (WHO dan UNICEF 2004), berat badan lahir

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas intelektual dapat belajar keterampilan baru tetapi lebih lambat

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional di bidang kesehatan adalah upaya yang. dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat, yaitu pertumbuhan fisik, perkembangan mental,

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

BAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan dan pematangan (Hurlock,

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari (Navaneethan et al., 2011). Secara global, terdapat 1,7 miliar kasus diare

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam hal perkembangan otak dan pertumbuhan fisik yang baik. Untuk memperoleh

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG SOP SENAM HAMIL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan. angaka kematian yang tinggi dan penyakit terutama pada kelompok usia

BAB I PENDAHULUAN. membandingkan keberhasilan pembangunan SDM antarnegara. perkembangan biasanya dimulai dari sejak bayi. Kesehatan bayi yang

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) antara -3

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Stunted merupakan indikator untuk mengukur status gizi seseorang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

MENGENAL PARAMETER PENILAIAN PERTUMBUHAN FISIK PADA ANAK Oleh: dr. Kartika Ratna Pertiwi, M. Biomed. Sc

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya asupan zat gizi yang akan menyebabkan gizi buruk, kurang energi

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Anak a. Definisi Banyak perbedaan definisi dan batasan usia anak, menurut Depkes RI tahun 2009, kategori umur anak ialah usia 5-11 tahun. Undang- undang nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan menurut UU RI No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dalam pasal 1 ayat 1, menerangkan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandngan. World Health Organisation (WHO) sendiri memiliki batasan usia anak, ialah yang berusia 0-19 tahun. 9,10 Anak tidak bisa dikatakan sebagai seorang dewasa dalam bentuk kecil, karena anak memiliki ciri yaitu selalu bertumbuh dan berkembang, yang melibatkan proses berkesinambungan dan kompleks yang terjadi sejak konsepsi sampai dewasa dan berkaitan dengan perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. 1 b. Pertumbuhan Anak Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah atau ukuran baik tingkat sel, organ maupun individu. Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur baik dengan satuan berat maupun panjang. Sedangkan perkembangan adalah kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang bertambah kompleks, berpola teratur dan dapat diramalkan. 1 Keadaan otak, genetik (keturunan) dan lingkungan merupakan faktor yang turut mempengaruhi tumbuh kembang anak. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa sebagai modal dasar, faktor genetik turut berperan dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang 4

anak. Pada faktor genetik, tinggi badan (TB) anak perempuan lebih terkait dengan TB ayah, sedangkan TB anak laki-laki lebih berkorelasi dengan TB ibu. Lingkungan juga berpengaruh terhadap tinggi badan pada masa anak dan remaja. Sebuah penelitian di Jepang menyatakan bahwa pria dan wanita penduduk asli Jepang lebih pendek dari orang keturunan Jepang yang tinggal di Amerika. 11,12 Pada 1000 hari pertama kehidupan yakni sejak konsepsi sampai anak berusia 2 tahun merupakan masa yang penting bagi anak, karena organ-organ baru mulai terbentuk dan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan peka terhadap lingkungan, jika terjadi gangguan kehamilan dan malnutrisi jangka panjang, dampaknya akan ireversibel dan berpengaruh pada kualitas hidup kedepannya. Termasuk dalam hal ini adalah pertumbuhan otak yang merupakan salah satu organ vital manusia, pertumbuhan tercepat otak terjadi sejak trisemester tiga kehamilan sampai anak berusia 2 tahun pasca lahir, malnutrisi pada masa ini akan mengakibatkan gangguan jumlah sel otak dan mielinisasi lalu berdampak pula pada pertumbuhan dan perkembangan anak secara umum, yang tidak bisa dikejar pada masa pertumbuhan berikutnya sehingga tingkat kognitif dan motorik anak pun terganggu. 1 c. Perawakan pendek (Stunting) 1) Definisi Perawakan pendek (stunting) adalah indeks status gizi di mana panjang badan/tinggi badan berdasar umur berada di bawah garis normal. Pada dasarnya definisi stunting bersifat relatif, bergantung pada tinggi badan orangtua dan pola pertumbuhan populasi setempat. Populasi yang dimaksud berkaitan dengan ras atau golongan tertentu, sedangkan daerah atau ketinggian dataran tempat tinggal tidak berkaitan dengan kondisi perawakan pendek meskipun banyak orang yang tinggal di dataran tinggi cenderung lebih pendek dari orang-orang yang tinggal didataran rendah. Stunting juga merupakan jenis malnutrisi terbanyak dan masih 5

menjadi masalah gizi utama hampir di seluruh provinsi Indonesia, ditandai dengan gangguan pertumbuhan dan berdampak pada kecerdasan intelektual, motorik, psikosoial yang buruk karena perkembangan fisik dan mental anak dapat bermasalah. 2,13,14 Seorang anak dikatakan memiliki tinggi badan di bawah garis normal/pendek jika hasil pengukuran tinggi badan/ umur (TB/U) berada di bawah -2 standar deviasi (SD) dan dikatakan sangat pendek jika TB/U berada di bawah -3SD. Pengukuran tersebut dinilai dengan WHO Chart. 14 2) Prevalensi dan Insidensi Di negara-negara tertentu, stunting menjadi masalah kesehatan yang utama karena berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas anak. Menurut WHO 2010, Indonesia menempati urutan kelima di dunia dengan jumlah stunting sebanyak 7,6 juta balita Berdasarkan Riskesdas, prevalensi stunting di Indonesia sempat mengalami penurunan dan kenaikan selama 2007, 2010, dan 2013 berturut-turut dengan angka 36,8%, 35.6 %, dan 37,2%. Sedangkan di Jawa Tengah insidensi stunting mencapai 33,9% dan prevalensi balita stunting di Semarang sendiri mencapai 20,66%. 4,5 3) Pengukuran tinggi badan a) Anak bisa berdiri Cara pengukuran tinggi badan : 15 (1) Meminta klien untuk melepaskan alas kaki dan hiasan rambut yang mungkin dapat mempengaruhi hasil pengukuran TB anak. (2) Pastikan alat geser berada di posisi atas. (3) Klien/ anak diminta berdiri tegak dengan posisi kepala, lengan, bahu belakang, pantat dan tumit menempel di dinding tempat alat ukur dipasang, pandangan lurus ke depan dan tangan tergantung bebas. 6

(4) Turunkan meteran alat pengukur hingga pas di atas kepala si anak. Pastikan alat ukur berada tepat ditengah kepala dan bagian belakang alat ukur tetap dalam keadaan menempel di dinding. Baca dan catat hasil pengukuran dengan desimal satu di belakang komadengan melihat angka di alat pengukuran. b) Bayi/Anak belum bisa berdiri Langkah untuk melakukan pengukuran : 15 (1) Letakkan alat ukur panjang badan di tempat yang datar (misalnya lantai atau meja). (2) Posisikan panel kepala pada alat ukur berada di sebelah kiri dan panel penggeser berada di sebelah kanan pemeriksa. (3) Tarik panel penggeser sampai kira-kira cukup untuk menaruh anak, lalu baringkan anak dengan posisi diantara panel alat ukur. Pastikan panel bagian kepala (panel yang tidak dapat di geser) tepat menempel pada kepala anak. (4) Tekan lutut dan rapatkan kedua kaki anak sampai lurus menempel pada meja/lantai tempat pengukuran. Tekan telapak kaki anak sampai membentuk sudut siku dan tarik panel penggeser sampai menempel pada telapak kaki anak. (5) Baca dan catat panjang badan pada skala di alat pengukuran panjang badan. 4) Penyebab dan faktor-faktor yang berhubungan dengan stunting a) Masalah endokrin Masalah yang terjadi pada sistem endokrin dapat memengaruhi pertumbuhan. Misalnya kelainan pada kelenjar endokrin yang menyebabkan anak mengalami hipotiroidisme (kekurangan hormon tiroid) maupun hipertiroidisme. Anak dengan hipotiroidisme mengalami pertumbuhan rangka yang lebih lambat dibanding pertumbuhan jaringan lunak, sehingga anak akan tampak gempal dan pendek. Sedangkan pada anak 7

hipertiroidisme terjadi pertumbuhan tulang yang berlebihan namun juga terjadi pematangan dan penutupan epifisis lebih dini sehinga anak akan lebih tinggi daripada anak lainnya tapi saat dewasa, tinggi badannya justru mungkin lebih pendek. Kelainan pada sekresi hormon pertumbuhan ( growth hormon) juga tentu memiliki dampak langsung pada tinggi badan anak, baik defisiensi maupun sekresi hormon yang berlebih. 16 b) Kelainan kromosom Banyak penyakit akibat kelainan kromosom yang disertai disgenesis gonad memiliki gejala klinis berperawakan pendek. Contohnya antara lain : (1) Sindrom Down Kelainan kromosom terletak pada kromososm 21 dan 15, anak akan memiliki retardasi mental dan jasmani. Salah satu ciri dari sindrom down ini ialah perawakan pendek, walaupun pertumbuhan pada masa bayi kadang baik namun kemudian menjadi lambat. 17 (2) Sindrom Turner Kelainan ini merupakan penyebab perawakan pendek terbanyak pada wanita. Pada sindrom Turner, anak lahir sudah pendek dan penyimpangan pertumbuhan terus berlanjut hingga remaja. Rata-rata tinggi badan akhir saat dewasa ± 142cm. 2 c) Sindrom Cushing Pada sindrom ini terjadi peningkatan glukokortikoid baik berasal dari endogen (tumor adrenal atau pituitari) maupun eksogen (pemberian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama). Khas pada sindrom ini adalah adanya peningkatan berat badan yang relatif cepat anmun tidak disertai penambahan tinggi badan. 2 d) Perawakan pendek keturunan 8

Anak dengan perawakan pendek keturunan memiliki jalur pertumbuhan dibawah normal namun kurva TB masih sejajar dengan kurva pertumbuhan normal, rasio TB terhadap BB, perkembangan pubertas, dan pemeriksaan laboratorium juga masih dalam batas normal. Biasanya satu atau kedua orangtua anak memiliki tinggi badan di bawah TB rata-rata. 2 e) Penyakit kronis Penyakit kronis dapat terjadi secara bawaan atau didapat. Diagnosis dibuat berdasar anamnesis, pemeriksaan penunjang dan gejala klinis. Anak dengan penyakit kronis memiliki gangguan pertumbuhan dapat dikarenakan penyakit itu sendiri ataupun dari nafsu makan yang turun. Termasuk dari penyakit kronis ini ialah keganasan dan penyakit infeksi. 2 f) Malnutrisi Malnutrisi adalah kondisi yang disebabkan karena diet/gizi yang tidak tepat, dapat berlebih ataupun kurang. Namun malnutrisi pada stunting lebih berkaitan pada gizi kurang. Malnutrisi dapat terjadi karena faktor penyebab langsung yaitu asupan gizi yang tidak adekuat, dan penyakit yang sedang diderita, maupun penyebab tidak langsung berupa faktor sosial ekonomi. Sosial ekonomi yang rendah dapat meningkatkan risiko kejadian stunting pada anak, adapun faktor sosial ekonomi ini meliputi : pendapatan rumah tangga rendah (kemiskinan), pola konsumsi keluarga, pendidikan ibu, higiene perseorangan maupun lingkungan dan fasilitas sanitasi yang buruk yaitu terbukanya saluran pembuangan kotoran sehingga menyebabkan terjangkitnya penyakit menular yang lebih sering dan kemudian berdampak menjadi stunting. 6,18,19 g) BBLR BBLR (berat badan lahir rendah) ditandai dengan berat lahir < 2500 gram. Berdasarkan sebuah penelitian, anak dengan 9

berat lahir yang rendah dibanding anak dengan berat lahir normal lebih berisiko 12,789 kali menjadi stunting. Bayi perempuan yang memiliki riwayat BBLR cenderung menjadi wanita stuntingdan melahirkan anak BBLR seperti dirinya, risiko mortalitas pun tinggi. 20 h) Jenis kelamin Proporsi balita laki-laki berstatus gizi stunting lebih banyak dibanding bayi perempuan. Laki-laki 1,77 kali lebih berisiko menjadi stunting. Kebiasaan di masyarakat yang cenderung lebih memerhatikan makanan anak perempuan dibanding laki-laki, pemberian makanan tambahan lebih dini, dan kejadian diare yang lebih banyak pada bayi laki-laki turut berpengaruh. 21 i) Usia Penelitian di Tanzania oleh Chirande (2010), prevalensi stunting balita lebih banyak pada usia 24-59 bulan dibanding anak balita usia 0-23 bulan. Ramli (2009) menyebutkan bahwa risiko kejadian stunting pada usia 0-23 bulan lebih tinggi daripada balita usia 0-59 bulan. 6,22 2. Penyakit Infeksi Penyakit adalah sesuatu yang menyebabkan gangguan kesehatan atau kelainan jaringan maupun organ pada makhluk hidup. Etiologi dari penyakit dapat bermacam-macam, salah satunya ialah adanya mikroorganisme patogen yang menginvasi tubuh sehingga mengakibatkan penyakit infeksi. Hampir semua makhluk hidup pernah diduduki oleh mikroorganisme, namun tidak serta merta langsung menimbulkan gangguan kesehatan pada makhluk hidup yang diduduki tersebut (hospes), hal ini karena invasi mikroorganisme belum tentu menimbulkan penyimpangan fungsi tubuh, tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit (virulensi) dan ke mampuan tubuh dalam 10

mempertahankan homeostasis. Contoh dari mikroorganisme penyebab infeksi antara lain: jamur, protozoa, cacing, bakteri dan virus. 23,24 Masa balita disebut juga masa keemasan atau masa kritis, di mana masa ini berlangsung pendek dan balita sangat peka terhadap lingkungannya, perkembangan motorik mengalami kemajuan dan kecepatan pertumbuhan menurun. Masa anak-anak terutama balita sangat rentan terhadap berbagai jenis penyakit terutama penyakit infeksi dan seringkali terjadi secara berulang. Beberapa hal yang berkaitan erat dengan kejadian infeksi adalah sanitasi dan higiene, di mana kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan sesudah defekasi, saluran pembuangan limbah merupakan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. 1,25 Infeksi sering terjadi bersamaan dengan malnutrisi bahkan mengarah pada lingkaran setan di mana infeksi dapat menyebabkan malnutrisi dan bila seseorang menderita malnutrisi maka ia mudah terkena infeksi. Infeksi yang menyebabkan malnutrisi ini terjadi karena saat seseorang sakit membutuhkan gizi yang lebih untuk melawan penyakitnya ditambah seringkali merasa tidak nafsu makan sehingga asupan gizi tidak adekuat, hal ini semakin mengarahkan kondisi malnutrisi pada infeksi. 2,25 Anak yang memiliki riwayat penyakit infeksi akan diikuti peningkatan risiko kejadian stunting sebanyak 2,33 kali. Penyakit pada masa anak-anak yang terjadi berulang kali juga meningkatkan risiko kejadian stunting sebagaimana penelitian di Manado, yang menyebutkan bahwa subyek dengan riwayat sakit >6 kali setahun lebih berisiko mengalami stunting dan subyek dengan durasi sakit >3hari berisiko 2 kali lebih besar untuk mengalami stunting. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nanang (2015) bahwa frekuensi sakit balita >6 kali setahun lebih berpeluang mengalami stunting. Meskipun begitu, ada juga beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa riwayat penyakit infeksi tidak berhubungan dengan stunting. 26-28 11

A. Kerangka Teori Masalah endokrin Keturunan Keganasan Sosial ekonomi Penyakit infeksi Malnutrisi BBLR Perawakan pendek (stunting) Jenis kelamin Kelainan kromosom Usia 12

B. Kerangka Konsep Riwayat penyakit infeksi Usia balita Stunting Jenis kelamin C. Hipotesis Terdapat hubungan antara jenis kelamin, usia dan riwayat penyakit infeksi dengan kejadian stunting. 13