Pengaruh perbedaan waktu inseminasi buatan terhadap keberhasilan kebuntingan Sapi Brahman Cross

dokumen-dokumen yang mirip
Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sentrifugasi gradien densitas percoll (SGDP) pada sapi Peranakan Ongole (PO)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi PO cross

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

PERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG

Pengaruh Pemberian Prostaglandin F2 Alpha Terhadap Waktu Kemunculan Birahi dan Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Brahman Cross (Bx) Heifers

Keberhasilan inseminasi buatan menggunakan semen beku dan semen cair pada sapi Peranakan Ongole

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai Perbedaan Intensitas Berahi pada Generasi Pertama

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

EVALUASI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PERAH PERANAKAN FRIES HOLLAND (PFH) PADA BERBAGAI PARITAS DI KUD SUMBER MAKMUR KECAMATAN NGANTANG KABUPATEN MALANG

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),SUHU RECTAL DAN KETEBALAN VULVA TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA SAPI POTONG

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SAPI PERANAKAN LIMOUSINE DI KECAMATAN BERBEK KABUPATEN NGANJUK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DAERAH KANTONG TERNAK DI JAWA TENGAH

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN DENGAN KUALITAS DAN DEPOSISI SEMEN YANG BERBEDA PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

D.B.A. San, I.K.G.Yase Mas dan E. T. Setiatin* Program S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE TERHADAP SERVICE PER CONCEPTION DAN CALVING INTERVAL SAPI POTONG PERANAKAN ONGOLE DI KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

SURAT PERNYATAAN. Y a n h e n d r i NIM. B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. potong adalah daging. Tinggi rendahnya produksi penggemukan tersebut

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN SIMMENTAL DI KABUPATEN TULUNGAGUNG JAWA TIMUR

Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN

TAMPILAN REPRODUKSI SAPI Friesian Holstein PADA BERBAGAI PARITAS DI KOPERASI AGRONIAGA DESA GADING KEMBAR KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

POLA ESTRUS INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE DIBANDINGKAN DENGAN SILANGAN SIMMENTAL-PERANAKAN ONGOLE. Dosen Fakultas Peternakan UGM

PENGARUH METODE PERKAWINAN TERHADAP KEBERHASILAN KEBUNTINGAN SAPI DONGGALA DI KABUPATEN SIGI

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

KUALITAS SEMEN SEGAR DAN PRODUKSI SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL PADA UMUR YANG BERBEDA

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

ABSTRACT

TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK

Efisiensi reproduksi sapi perah PFH pada berbagai umur di CV. Milkindo Berka Abadi Desa Tegalsari Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang

ABSTRAK. Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham

Cahyo Andi Yulyanto, Trinil Susilawati dan M. Nur Ihsan. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang Jawa Timur

PERBEDAAN PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PO DAN BRAHMAN CROSS DI BERBAGAI LOKASI DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan sapi rakyat di Kabupaten

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

KEBERHASILAN IB MENGGUNAKAN SEMEN SEXING SETELAH DIBEKUKAN

Arnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L. Molle *** Oleh:

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

Peningkatan Angka Kebuntingan melalui Pemberian Hormone Eksogen CIDR-B dan Injeksi hcg pada Sapi Bali di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

ABSTRAK ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM

Pengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi Simmental

Kinerja Reproduksi Induk Sapi Potong pada Usaha Peternakan Rakyat di Kecamatan Mojogedang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Permintaan daging sapi terus meningkat seiring pertumbuhan

PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z)

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

PENGARUH KARAKTERISTIK LENDIR SERVIK SEBELUM INSEMINASI BUATAN (IB) TERHADAP KEBERHASILAN KEBUNTINGAN SAPI KOMPOSIT

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

TANTANGAN DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG MELALUI TEKNOLOGI REPRODUKSI

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

RESPON PENYUNTIKAN HORMON CAPRIGLANDIN PGF2 ERHADAP SINKRONISASI BERAHI INDUK SAPI BALI DI KABUPATEN BANTAENG SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL

FAKTOR-FAKTOR DALAM PENGGEMUKAN SAPI POTONG

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

Distribusi komponen karkas sapi Brahman Cross (BX) hasil penggemukan pada umur pemotongan yang berbeda

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT

Transkripsi:

ISSN : 0852-3681 E-ISSN : 2443-0765 Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (3): 17 23 Available online at http://jiip.ub.ac.id Pengaruh perbedaan waktu inseminasi buatan terhadap keberhasilan kebuntingan Sapi Brahman Cross The effect of differences time in artificial insemination toward succesful Brahman Cross pregnancy Fakhri Alfi Annashru, M. Nur Ihsan, Aulia Puspita Anugrah Yekti dan Trinil Susilawati Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang Submitted : 04 August 2017, Accepted : 05 September 2017 ABSTRAK : Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh perbedaan waktu IB terhadap keberhasilan kebuntingan sapi Brahman Cross ditinjau dari waktu dan Non Return Rate (NRR) 1. Materi dalam penelitian ini adalah sapi betina Brahman Cross berjumlah 75 ekor, 35 ekor di IB dengan interval 8-12 jam dan 40 ekor di IB dengan interval 0-4 jam. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah percobaan lapang. Pemilihan sampel ternak menggunakan Purpose Sampling dengan kriteria sapi betina dewasa bobot badan > 250, umur 1,5-2 tahun, sehat, dan bebas dari gangguan penyakit dan minimal memiliki kondisi berahi. Bahan dalam penelitian ini adalah semen beku sapi Brahman yang diperoleh dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung Jawa Barat dengan motilitas 35-40%. Variabel dalam penelitian ini adalah kebuntingan sapi dan munculnya tanda-tanda berahi. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif analitik dan uji chi-square. Data pendukung berupa pakan dan nilai dari heat detector (HD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi Brahman Cross yang di IB pada interval 0-4 jam memiliki CR berdasarkan NRR 1 lebih tinggi, yakni 70% dibandingkan dengan yang di IB pada interval 8-12 jam memiliki nilai CR 37,14%. Berdasarkan uji chi-square dinyatakan bahwa perbedaan waktu IB pada sapi Brahman Cross adalah p<0,05 yang artinya perbedaan waktu IB pada sapi Brahman Cross berpengaruh terhadap keberhasilan kebuntingan. Disarankan IB pada 0-4 jam setelah terdapat tanda-tanda berahi dan dilakukannya pengamatan NRR 2 hingga NRR 3 dan Pemeriksaan kebuntingan (PKB) untuk mengetahui keberhasilan kebuntingan pada sapi Brahman Cross secara sempurna. Kata kunci : Inseminasi buatan, sapi brahman cross, siklus estrus, kebuntingan ABSTRACT : The purpose of this research was to evaluated the difference of AI time towards Brahman Cross pregnancy rate determined by time and Non-Return Rate (NRR). The subjects in this research are 75 female Brahman Cross. Methods that were used during this research were field testing. Selection method of the sample livestock used is Purpose Sampling with criteria: Heifer with weight >250kg, aged 1,5 2 years, healthy, and free from any disease, and at least have mating urge. Materials used during this research were frozen cow semen that acquired from Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung, West Java with 35-40% motility. The variables were Cow s pregnancy and mating urge s symptoms. Data acquired during this research were analyzed descriptively and chi-square tested. Supportive data were food and value from heat detector (HD). Research result shows that Brahman Cross species which AI within 0-4 hours interval have higher CR according to NRR1, which is 70%. Compared with the other breed that AI within 8-12 hour interval, which had 37,14% CR value.according to chi-square test concluded that difference of AI time off is affecting the pregnancy rate. It is advised that AI is executed during 0-4 hour interval after showing mating symptoms and further review about the difference between AI execution time of Brahman Cross and further observation of NRR2 until NRR3 and also Pregnancy Test to know the pregnancy success rate of Brahman Cross. Keywords : Artificial insemination time, brahman cross, estrous cycle, pregnancy Corresponding author: Fahrialfiannashru@gmail.com DOI: 10.21776/ub.jiip.2017.027.03.03 17

PENDAHULUAN Impor sapi bakalan sering dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasokan daging konsumsi. Mayoritas jenis sapi yang di impor di Indonesia adalah sapi Brahman Cross (BX). Sapi potong yang dijadikan bakalan pada industri penggemukan di Indonesia berasal dari Australia dan berasal dari jenis bangsa sapi Brahman Cross (BX) (Zajulie dkk., (2015). Sapi Brahman Cross banyak diminati oleh feedloter dikarenakan pertambahan bobot harian (Avarage Daily Gain = ADG) dan persentase karkas lebih tinggi dengan komponen tulang lebih rendah dibandingkan dengan sapi lokal (Firdausi dkk., 2012). Namun sapi Brahman Cross memiliki karakteristik reproduksi jelek dengan nilai S/C 2,27. Selain impor bakalan unggul, faktor lain yang menyebabkan terjadinya kegagalan peternakan sapi potong adalah kurangnya pengetahuan mengenai perkawinan, baik secara alami atau kawin suntik (Inseminasi Buatan). Inseminasi buatan (IB) merupakan sebuah teknologi reproduksi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi reproduksi dan penyebaran bibit unggul secara merata serta dapat mencegah penyebaran penyakit akibat dari penularan kelamin (Susilawati, 2011). IB merupakan program yang telah dikenal oleh peternak sebagai teknologi reproduksi ternak yang efektif. Keberhasilan program IB dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, ternak betina itu sendiri keterampilan inseminator, ketepatan waktu IB, deteksi berahi, handling semen dan kualitas semen (Susilawati, 2011). Pamayun dkk. (2014) menyatakan bahwa keberhasilan IB sangat tergantung pada waktu inseminasi. (Ramli dkk., 2016) menambahkan penentuan waktu berahi sapi betina perlu di tangani dengan tepat. Waktu IB sangat berpengaruh terhadap kebuntingan sapi, namun waktu berahi tidak dapat ditentukan dengan pasti sehingga ditentukan waktu patokan IB sebagai berikut : apabila sapi betina yang akan dikawinkan terlihat gejala berahi pada pagi hari maka pada pagi berikutnya dikawinkan. Sebaliknya bila terjadi berahi pada sore hari, maka pagi berikutnya dikawinkan (Ihsan, 2010). Ketetapan waktu bertujuan agar spermatozoa dapat bertemu dengan sel telur untuk terjadi pembuahan dengan sempurna sehingga terjadi kebuntingan. Lama berahi 18-19 jam dengan waktu ovulasi terjadi 10-11 jam setelah estrus berakhir. Namun menentukan lamanya berahi dan waktu ovulasi dilapangan sangatlah sulit, sehingga perlu dicari solusi untuk menentukan waktu IB yang tepat.waktu terbaik untuk melakukan inseminasi buatan (IB) adalah 9-24 jam setelah tanda-tanda berahi pertama muncul (Sugiarti dan Siregar, 1999). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan waktu inseminasi buatan terhadap keberhasilan kebuntingan sapi Brahman Cross MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di breeding PT. Pasir Tengah Desa Citampele, Mentengsari, Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Penelitian dilakukan selama 39 hari. Pada tanggal 17 Januari 25 Februari 2017.Materi yang digunakan adalah sapi betina Brahman Cross berjumlah 75 ekor, 35 ekor di IB dengan interval 8-12 jam dan 40 ekor di IB dengan interval 0-4 jam. Sampel yang dipilih secara purpose sampling dengan kriteria sapi betina dewasa bobot badan > 250 kg, umur 1,5-2 tahun, sehat, dan bebas dari gangguan penyakit yang sedang dalam kondisi berahi yaitu antara lain : vulva merah, vulva membengkak, vulva hangat, vulva berlendir, dan ternak mau dinaiki dan menaiki. Bahan dalam penelitian ini adalah semen beku sapi Brahman yang diperoleh dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang dengan motilitas 35-40%. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode percobaan lapang dengan sampel sebanyak 75 ekor DOI: 10.21776/ub.jiip.2017.027.03.03 18

NIlai CR (Conception Rate)(%) J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (3): 17 23 sapi BX yang di IB dengan P1= Interval waktu 0-4 jam dan P2= interval waktu 8-12 jam. Variabel yang diteliti adalah waktu berahi dan kebuntingan yang menggunakan metode NRR, yang mana dalam penelitian ini menggunakan NRR1 berpedoman pada Fernanda dkk. (2014) bahwa jika sapi yang di IB dan tidak berahi lagi selama 21 hari setelah IB maka dianggap bunting. Perhitungan NRR1 dirumuskan dengan Jumlah Yang tidak Muncul NRR1 = Berahi dalam 1 Siklus berahi Jumlah Ternak yang di IB 100% Kemudian data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif analitik dan di uji chisquare. Hoesni (2015) menambahkan bahwa rumus uji chi-square adalah sebagai berikut : X 2 = Keterangan : O = Pengamatan e = Harapan Dalam memperkuat hasil penelitian, maka di analisis pula data pendukung mengenai kualitas berahi dan pakan. Pakan yang diberikan berupa konsentrat, hijauan dan jerami dengan frekuensi pemberian sebagai berikut : pagi diberikan hijauan, kemudian jerami, dan siang diberikan konsentrat. Heat detector merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui kualitas berahi dengan skala angka 1-60Ω pada penelitian HD digunakan untuk memastikan ternak dalam kondisi berahi ditandai dengan munculnya angka 30-40Ω HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh waktu IB terhadap keberhasian IB pada Sapi Brahman Cross Hasil nilai Conception Rate (CR) pada penelitian ini didapatkan bahwa IB pada sapi Brahman Cross dengan menggunakan interval 0-4 jam menunjukkan angka kebuntingan lebih tinggi dibandingkan dengan IB menggunakan interval 8-12 jam. Diagram keberhasilan IB pada sapi Brahman Cross berdasarkan NRR1 (P<0,05) disajikan pada Gambar 1. 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 70% Interval Waktu 0-4 jam 37,14% Interval Waktu 8-12 jam Interval Waktu IB Gambar 1. Diagram hasil CR menggunakan NRR1 pada sapi Brahman Cross dengan perbedaan interval waktu inseminasi buatan Gambar 1. IB yang dilakukan pada interval 0-4 jam setelah munculnya tandatanda berahi sesuai dengan waktu ovulasi pada sapi Brahman Cross yaitu 22 jam setelah berahi, sedangkan sapi Brahman Cross yang di IB pada interval 8-12 jam setelah munculnya tanda-tanda berahi masa ovulasinya terlambat yakni pada jam ke 26-30. Dirjen Peternakan (2008)menyampaikan waktu 18 jam DOI: 10.21776/ub.jiip.2017.027.03.03 19

adalah waktu yang baik untuk melakukan IB pada sapi Brahman Cross dengan tanda-tanda berahi sebagai berikut : diam dinaiki, sering melenguh, gelisah, menaiki temannya, nafsu makan menurun, vulva merah, bengkak, hangat dan keluar lendir. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan, yakni mengamati tanda-tanda berahi pada sapi Brahman Cross dengan kriteria 3A (Abang, Aboh, Anget). Menurut Tambing dkk. (2000) untuk terjadi fertilisasi, spermatozoa membutuhkan waktu kapasitasi selama 5-6 jam pada saluran organ reproduksi betina. Fenton dan Martinez (1980) dalam jurnal Pemayun (2014) menjelaskan bahwa angka kebuntingan terjadi sebanyak 68,32% pada sapi Holstein yang di IB 12 jam setelah kemunculan tandatanda berahi, hal tersebut dikarenakan ditambah kapasitasi agar mencapai waktu ovulasi. Pada sapi Brahman Cross ovulasi terjadi pada jam ke 22 setelah berahi (Dirjen Peternakan, 2008). Keberhasilan kebuntingan pada penelitian ini berdasarkan hasil dari NRR1. Hal tersebut sejalan dengan Fernanda (2014) Pemeriksaan kebuntingan dengan NRR dilakukan dengan 3 metode, yakni NRR1 (0-21 hari), NRR2 (22-42 hari), dan NRR3 (43-63 hari). NRR0-21 diamati pada hari ke 18-21, NRR22-42, diamati mulai hari ke 39-42, dan NRR43-63 diamati mulai hari ke 60-63. Sapi yang menunjukkan tanda-tanda berahi setelah IB ke 3 maka di anggap gagal. Penyebab terjadinya keterlambatan berahi pada sapi Brahman Cross adalah lingkungan dan genetik. Menurut Sumadi dan Siliwolu (2004) sapi Brahman Cross mengandung darah Hereford dan Shorthorn yang bukan merupakan sapi tropis. Selain itu munculnya sapi-sapi silangan seperti Brahman Cross terjadi perubahan genetik beserta fisiologisnya. Perubahan atau kombinasi gen ini yang kemudian memunculkan perubahan negatif ataupun positif, sehingga sapi hasil silangan memiliki produksi dan reproduksi yang kurang baik dibandingkan dengan sapi indukannya. Syaifuddin (2011) menambahkan bahwa reproduksi sapi Brahman Crossmasih cenderung jelek, karena memiliki memiliki Service per Conception 2,27. Angka yang tinggi tersebut mengakibatkan sapi Brahman Cross harus di IB lebih dari 1 kali. hal tersebut didukung oleh Diwyanto dan Inounu (2009) yang menyatakan bahwa sapi silangan S/C cenderung semakin meningkat, yang rata-rata di atas dua, bahkan untuk beberapa kasus banyak kejadian nilai S/C dapat mencapai di atas tiga, sehingga beranak lebih dari 18 bulan. Hasil pengukuran Heat Detector Salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui atau medeteksi berahi pada sapi menggunakan alat yang bernama heat deterctor (HD). Pembacaan HD diambil dengan cara memasukkan pendeteksi secara hati-hati dalam vagina, pengukuran akan berlangsung cepat dan direkomendasikan 2 kali pembacaan dalam sehari untuk mengetahui keadaan berahi. Rataan pengukuan kualitas berahi menggunakan HD disajikan pada Gambar 2. DOI: 10.21776/ub.jiip.2017.027.03.03 20

Berat (kg/ekor) Nilai Heat Detector Ω J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (3): 17 23 33,80% 33,60% 33,7% 33,40% 33,20% 33,00% 32,29% 32,80% 32,60% 32,40% Interval Waktu 0-4 jam Interval Waktu 8-12 jam Interval IB Nilai Heat Detector Gambar 2. Diagram nilai rata-rata Heat Detector dengan interval waktu yang berbeda Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa rata-rata dari nilai HD yang digunakan pada perlakuan IB 0-4 jam memiliki rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai HD pada perlakukan IB 8-12 jam, namun kedua perlakuan tersebut memiliki nilai range HD 30-40. Hal tersebut didukung oleh Pemayun (2014) yang menjelaskan HD adalah alat elektrik yang digunakan untuk menentukan ternak sedang berahi dengan memasukkan kedalam vagina secara pelan dan hati-hati hingga mencapai 20-30 cm, kemudian ditekan kedua tombol, dan jarum akan menunjukkan ke angka 30-40 jika ada tanda-tanda berahi, bila kurang atau lebih maka induk belum, sudah atau tidak sedang berahi. Hasil perhitungan pakan Perbandingan antara konsumsi nutrisi pakan dan kebutuhan pakan yang didapat dari Dirjen Peternakan (2008) disajikan pada Gambar 3 yang menyatakan bahwa pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan pakan. 14 12 10 8 6 4 2 0 12,39% 10,78% 0,975% 0,87% BK PK TDN Komponen Pakan Gambar 3. Diagram perbandingan antara kebutuhan nutrisi dan konsumsi nutrisi pakan sapi Brahman Cross 7,4% 6,26% Kebutuhan Konsumsi Gambar 3 menunjukkan bahwa konsumsi nutrisi pakan ternak sapi Brahman Cross tidak tercukupi, didapatkan bahwa sapi Brahman Cross mengalami kekurangan nutrisi pakan dengan BK -1,91 kg/ekor, PK -0,105 DOI: 10.21776/ub.jiip.2017.027.03.03 21

kg/ekor, dan TDN -1,14 kg/ekor. Sehingga dapat mengakibatkan sapi Brahman Cross mengalami berahi yang kurang jelas ataupun keterlambatan berahi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ternak yang diberi asupan pakan dengan kecukupan energi dan protein menyebabkan ternak lebih cepat tumbuh dan menunjukkan gejala berahi yang normal (Romano et al., 2005). Hal tersebut dibuktikan pada penelitian sapi di Nigeria Utara bahwa penambahan konsentrat kaya akan kandungan protein, karbohidrat dan campuran mineral akan memperlihatkan dewasa kelamin dan kebuntingan yang lebih cepat dibandingkan dengan sapi yang tidak mendapatkan tambahan nutrisi yang cukup (Yendraliza, 2013). Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa pemberian pakan belum sesuai dengan kebutuhan pakan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Inseminasi Buatan yang dilakukan pada sapi Brahman Cross dengan interval waktu 0-4 jam memiliki nilai persentase kebuntingan lebih baik, yakni 70% dibandingkan dengan IB yang dilakukan dengan interval 8-12 jam yang hanya 37,14%. UCAPAN TERIMAKASIH Peneliti mengucapkan terimakasih kepada PT. Pasir Tengah yang memberikan fasilitas selama penelitian berlangsung. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jendral Peternakan. 2008. Petunjuk Pemeliharaan Sapi Brahman Cross. BPTU Sembawa Dirjen Peternakan. Diwyanto, K., dan I. Inounu. 2009. Dampak Cross Breeding Dalam Program Inseminasi Buatan Terhadap Kinerja Reproduksi Dan Budidaya Sapi Potong. Wartazoa. 19 (2) : 93-102. Fernanda, M. Thoriq., T. Susilawati dan N. Isnaini. 2014. Keberhasilan IB Menggunakan Semen Beku Hasil Sexing Dengan Metode Sentrifugasi Gradien Densitas Percoll (SGDP) Pada Sapi Peranakan Ongole (PO). Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 24 (3) : 1-8. Firdausi, A., T. Susilawati., M. Nasich dan Kuswati. 2012. Pertambahan Bobot Badan Harian Sapi Brahman Cross Pada Bobot Badan Dan Frame Size Yang Berbeda. Jurnal Ternak Tropika. 13 (1) : 48-62. Hoesni F. 2015. Pengaruh Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) Antara Sapi Bali Dara Dengan Sapi Bali Yang Pernah Beranak di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 15 (4) :20-27. Ihsan, M. N 2010. Ilmu Reproduksi Ternak. Malang : UB Press. Jainudeen M. R and E.S.E. Hafez. 2008. Cattle and Buffalo. In Farm Animal Reproduction ed by B. Hafez / E.S.E. Hafez Balckwell Publish : 159-172. Pamayun, T.G.O., I.N.B. Trilaksana dan M.K. Budiasa. 2014. Waktu Inseminasi Buatan yang Tepat pada Sapi Bali dan Kadar Progesteron pada Sapi Bunting. Jurnal Veteriner. 15 (3) : 425-430. Ramli, M., T.N. Siregar, C.N. Thasmi, Dasrul, Sriwahyu dan A. Sayuti. 2016. Hubungan Antara Intensitas Estrus Dengan Konsentrasi DOI: 10.21776/ub.jiip.2017.027.03.03 22

Estradiol Pada Sapi Aceh Pada Saat Inseminasi. Jurnal Media Veterinaria. 10 (1). Romano, M.A., W. H. Barnabe., A. E. D. F. Silva and Freites. 2005. The effectof nutritional level on advancing age at puberty in Nelore heifers. Ambiencia Guarapuava PR. 1:157-167. Sugiarti, T. dan B. S. Siregar. 1999. Dampak Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) Terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Sapi Perah Di Daerah Jawa Barat. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 4 (1) : 1-6. Sumadi dan Siliwolu. 2004. Penelitian Mutu Genetik Sapi Ongole dan Brahman di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Lokakarya Nasional Sapi Potong : 31-41. Susilawati, T. 2011. Spermatology. Malang : UB Press. Susilawati, T. 2011. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Dengan Kualitas dan Deposisi Semen yang Berbeda Pada Sapi Peranakan Ongole. Jurnal Ternak Tropika. 12 (02) : 15-24. Syaifuddin, N. A., dan W. Anis. 2011. Peningkatan Reproduksi Sapi Induk Brahman CrossPost Partum Dengan Pemberian Pakan Suplemen Multinutrient Block Plus Medicated. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 127-143. Tambing, S.N., M. R. Toelihere dan T. L. Yusuf. 2000. Optimasi Program Inseminasi Buatan Pada Kerbau. Wartazoa. 10 (2) : 41-50. Yendraliza. 2013. Pengaruh Nutrisi dalam Pengelolaan Reproduksi Ternak. Kutubkhana. 16 (01) :20-26. Zajulie, M. I., M. Nasich., T. Susilawati dan Kuswati. 2015. Distrsi Komponen Karkas Sapi BrahmanCross (BX) Hasil Penggemukan Pada Umur Pemotongan yang Berbeda. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 25 (1) : 24-34. DOI: 10.21776/ub.jiip.2017.027.03.03 23