BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sebagai generasi unggul pada dasarnya tidak akan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Suatu perjalanan yang harus dilalui seorang anak adalah tumbuh kembang. Pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan merupakan segala perubahan yang terjadi pada anak baik secara fisik, kognitif, emosi maupun psikososial. Untuk dapat berkembang dengan optimal, anak memerlukan lingkungan yang kondusif dan orang tua juga mempunyai peranan penting (Mulyadi, 2004). Masalah anak adalah persoalan utama bagi orang tua. Salah satunya adalah perilaku tempertantrum. Tempertantrum adalah suatu luapan emosi yang tidak terkontrol pada anak. Tempertantrum (untuk selanjutnya disebut tantrum) sering kali muncul pada anak pra sekolah. Anak usia ini biasanya menjadi usia kritis anak sehingga orang tua sering dibuat pusing pada tahap ini (Ferdinand, 2008). Pada usia pra sekolah anak cenderung mengungkapkan tantrum dengan menangis, berteriak, memukul, membanting barang, dan rewel. Penelitian yang dilakukan oleh psikolog Alber Mehrobian terhadap anak anak tantrum bahwa 55% anak tantrum diungkapkan secara verbal, misalnya melalui ekspresi wajah dan sikap tubuh, 38% disampaikan melalui nada suara dan 7% melalui kata-kata (Mulyadi, 2004).
Tantrum merupakan suatu perilaku yang masih tergolong normal, yang merupakan bagian dari proses perkembangan fisik, kognitif dan emosi anak. Sebagai bagian dari proses perkembangan episode tantrum pasti berakhir. Tantrum akan hilang sendiri sesuai perkembangan usia. Tempertantrum yang dilaporkan orang tua dalam penelitian Farrington (1990) sebanyak 80% anak tantrum pada usia 2 4 tahun. Tantrum paling sedikit sehari sekali sebanyak 20% pada anak usia 2 tahun dan 10% pada usia 4 tahun. Tantrum yang sedang sampai berat dilaporkan 5% pada anak usia 3 tahun (Shohib, 1998). Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak tantrum. Salah satunya adalah pola asuh orang tua. Pola asuh dapat diartikan sebagai suatu cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Baumrind (1968), telah mengelompokan pola asuh dalam 4 tipe, yaitu: bisa diandalkan, otoriter, permisif, dan campuran (Drew, 2006). Fenomena yang terjadi pada anak usia prasekolah dengan orang tua tipe pola asuh permisif, anak menjadi tantrum ketika keinginannya ditolak. Sebagai contoh yang sering terjadi di masyarakat, anak yang menginginkan dibelikan permen. Anak ini biasanya dimanja dan mendapatkan apa yang diinginkan. Suatu saat keinginan anak ditolak orang tua karena anak batuk. Tanpa berpikir panjang anak tersebut menjadi tantrum yang ditunjukkan dengan perilaku menangis, dan menghentak-hentakan kaki di lantai agar keinginannya dipenuhi. Pola asuh otoriter akan membuat kasus tantrum bertambah parah. Anak yang dipaksakan belajar orang tuanya tetapi anak sudah mengantuk akan 2
membuat anak tantrum. Anak tetap belajar dengan alasan takut kena marah orang tua. Suatu saat anak menjadi bertambah lelah. Anak tidak berani mengungkapkan perasaannya sehingga anak tunjukkan dengan tantrum, misalnya dengan marah-marah, menangis, dan membanting barang di sekitarnya. Orang tua yang mengasuh anak secara tidak konsisten (campuran) juga bisa menyebabkan tantrum pada anak. Misalnya, orang tua tidak punya aturan jelas kapan ingin melarang, kapan mengizinkan anak berbuat sesuatu, dan orang tua yang sering mengancam untuk menghukum tetapi tidak pernah menghukum. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh ini akan dibingungkan orang tua dan menjadi tantrum jika orang tua benar-benar menghukumnya. Kasus yang dapat membuat anak tantrum juga bisa terjadi di sekolah. Anak tantrum karena ketidakmampuan anak mengungkapkan diri. Anak mempunyai keterbatasan bahasa, ada saatnya anak mengungkapkan sesuatu tetapi tidak bisa, dan orang lain pun tidak mengerti apa yang diinginkan anak. Contohya anak yang mengikuti pelajaran di kelas. Anak tidak mampu menulis apa yang diperintahkan guru. Emosi anak memuncak karena guru tidak mampu mengetahui kebutuhan anak. Akhirnya anak menjadi tantrum yang termanifestasi dengan menangis, marah bahkan memukul gurunya. Penelitian yang dimuat pada Early Childhood Research And Practice Juornal Vol. 9 No. 2 tahun 2007 yang ditulis oleh Gina Mireault dan Jessica Trahan dalam Syamsudin (2009) yang berjudul Tantrum Dan Kecemasan Pada Masa Kanak-Kanak: Sebuah Pilot Study. Penelitian ini bertujuan untuk 3
mendapatkan gambaran awal mengenai perilaku tantrum, precipitantnya, dan bagaimana orang tua merespon tantrum. Penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa dari 33 orang responden terdapat 26 orang (79%) melaporkan frekuensi tantrum anaknya dalam kategori sering terjadi, dengan kira-kira setengah dari mereka (n = 12) melaporkan tantrum terjadi harian, dan setengah (n = 14) melaporkan tantrum terjadi mingguan. Sisanya sampel (n = 7) melaporkan frekuensi tantrum sangat kurang, dari yang terjadi kurang sekali sebulan sampai yang tidak pernah (n = 1). Hasil tersebut dapat diketahui bahwa perilaku tantrum merupakan hal lumrah yang terjadi pada anak-anak dengan durasi berkisar antara 2 sampai 75 menit Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada awal bulan Januari 2009 di TK ABA 53 Plamongan Indah terhadap 10 ibu diperoleh hasil 50% ibu dengan tipe pola asuh bisa diandalkan menghasilkan anak yang tenang, setiap hari jarang menunjukkan tantrum, sebanyak 30% dengan tipe permisif menghasilkan anak yang tantrum jika keinginannya tidak dipenuhi. Orang tua yang bersikap otoriter sebanyak 20%, anak lebih agresif dan setiap hari selalu menunjukan tantrum. Hasil survey pendahuluan belum didapatkan data orang tua dengan pola asuh campuran. Tantrum pada anak usia prasekolah di TK ABA 53 Plamongan Indah termanifestasi dalam beberapa perilaku. Perilaku tersebut antara lain menangis, memukul, menendang, berteriak, memaki, dan mengancam (Komunikasi Personal, 2009). Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku 4
Tempertantrum Pada Anak Prasekolah di TK ABA 53 Plamongan Indah Semarang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahanya yaitu: Apakah ada hubungan pola asuh orang tua terhadap perilaku tempertantrum pada anak prasekolah di TK ABA 53 Plamongan Indah Semarang. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku tempertantrum pada anak pra sekolah di TK ABA 53 Plamongan Indah Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan tentang pola asuh orang tua pada anak pra sekolah di TK ABA 53 Plamongan Indah Semarang. b. Mendiskripsikan tentang perilaku tempertantrum pada anak pra sekolah di TK ABA 53 Plamongan Indah Semarang. c. Menganalisis hubungan pola asuh orang tua terhadap perilaku tempertantrum pada anak prasekolah di TK ABA 53 Plamongan Indah Semarang. 5
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Orang Tua Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada orang tua bagaimana cara mengasuh anak yang tepat dan efektif untuk mencegah perilaku tantrum pada anak. 2. Bagi Peneliti Merangsang peneliti untuk memperkaya wawasan dalam melaksanakan penelitian dan mengembangkan penelitian yang lebih luas dimasa yang akan datang. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Diharapkan dapat memperkaya bahasan tentang pola asuh orang tua dan perilaku tempertantrum pada anak. 4. Bagi Profesi Keperawatan Memperkaya pengetahuan perawat dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan kepada klien baik individu, kelompok dan masyarakat E. Bidang Ilmu Bidang ilmu yang terkait dengan penelitian ini adalah ilmu keperawatan dengan kajian di bidang ilmu keperawatan anak dan keperawatan komunitas. 6