II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran reciprocal teaching pertama kali diterapkan oleh Brown

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Sains berasal dari natural science atau science saja yang sering disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sains tersebut (Gallagher, 2007). Dengan demikian hasil belajar sains diharapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses (perbuatan) yang bertujuan untuk mengembangkan sesuatu. teruji, pengamatan yang seksama dan percobaan yang terkendali.

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA SMP SEBAGAI DAMPAK LESSON STUDY

PENINGKATAN KUALITAS GURU SAINS MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuri terbimbing (guided inquiry) merupakan kegiatan inkuri dimana masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi kimia di

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya mempunyai akhlak mulia, tetapi juga mempunyai kemampuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. hasil-hasil penelitian serta mendapatkan informasi tentang cara-cara

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan, terakhir kurikulum berbasis kompetensi (KBK) pada tahun 2004

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. dan komposisi zat menggambarkan bagaimana partikel-partikel penyusun zat

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan selalu mengalami pembaharuan

BAB II KAMAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. untuk menuju suatu lembaga yang beretika, selalu menggunakan nalar,

SCIENTIFIC CONCEPTS AND GENERIC SCIENCE SKILLS RELATIONSHIP IN THE 21 st CENTURY SCIENCE EDUCATION

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013

saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sains diartikan sebagai bangunan ilmu pengetahuan dan proses.

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP) merumuskan 16

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN KIMIA DARI PEMAHAMAN KONSEP KIMIA MENJADI BERPIKIR KIMIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik itu pelaksana pendidikan, mutu pendidikan, sarana prasarana pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu karena

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan guru kimia SMA Surya

BAB 1 PENDAHULUAN. pengetahuan, fakta, hukum, prinsip, dan teori, juga kimia sebagai proses kerja

BAB I PENDAHULUAN. secara maksimal. Keberadaan buku ajar memberikan kemudahan bagi guru dan. siswa untuk dapat memahami konsep secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. Kimia yang merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

2015 KONSTRUKSI DESAIN PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA MENGGUNAKAN KONTEKS KERAMIK UNTUK MENCAPAI LITERASI SAINS SISWA SMA

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan peradaban dunia, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga

I. PENDAHULUAN. siswa kelas XI IPA adalah mendeskripsikan sifat larutan penyangga dan peranan. larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Strategi Literasi Pada Pembelajran Bertema Alat Ukur Pada Kendaraaan Bermotor Untuk Meningkatkan Literasi Fisika

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu aspek yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran merupakan suatu proses sistemik yang meliputi banyak komponen. Sumber belajar menurut Rohani (2004: 161) adalah:

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

Nurun Fatonah, Muslimin dan Haeruddin Abstrak Kata Kunci:

I. PENDAHULUAN. yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi siswa dengan lingkungannya

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari tentang zat, meliputi

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PAD A TOPIK SEL ELEKTROLISIS

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang terus-menerus, bahkan dewasa

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilannya mengantarkan siswa mencapai prestasi yang baik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN. sains berkaitan juga dengan bagaimana cara mencari tahu, baik fakta-fakta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. calon guru kimia ditengarai memiliki keterbatasan kecakapan generik biokimia

II. TINJAUAN PUSTAKA. pesan sehingga memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.

I. PENDAHULUAN. proses aktualisasi siswa melalui berbagai pengalaman belajar yang mereka dapatkan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pendidikan sains memiliki potensi dan peranan strategis dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki milenium ketiga, lembaga pendidikan dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran fisika pada jenjang Sekolah Menengah Atas. (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

Perbandingan Peningkatan Keterampilan Generik Sains Antara Model Inquiry Based Learning dengan Model Problem Based Learning

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015

PENGEMBANGAN ALAT PENILAIAN BERBASIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS PADA PRAKTIKUM STRUKTUR HEWAN

Yuniar Fikriani Amalia, Zainuddin, dan Misbah Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hidupnya. Proses pembelajaran terjadi karena adanya interaksi antara

BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. Kimia yang merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, sangat erat kaitannya

EKSPLORASI KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA MATA PELAJARAN KIMIA DI SMA NEGERI 9 SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kualitas SDM. Pendidikan matematika dan ilmu pengetahuan alam merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. banyak dituntut untuk mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa: kecerdasan peserta didik semata, tetapi juga untuk mengembangkan semua

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sasaran pendidikan adalah manusia. Penddidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuh

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Lidia Rahmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pendidikan sains merupakan salah satu komponen dasar dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu mengenai cara mencari tahu

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di Sekolah Menengah Atas banyak mengalami

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Reciprocal Teaching Model pembelajaran reciprocal teaching pertama kali diterapkan oleh Brown dan Palincsar di tahun 1982. Model pembelajaran reciprocal teaching diartikan sebagai empat strategi pemahaman dan pengaturan diri spesifik, yaitu merangkum bacaan, mengajukan pertanyaan, memprediksi materi lanjutan, dan mengklarifikasi istilah-istilah yang sulit dipahami. Dengan pengajaran terbalik guru mengajarkan siswa keterampilan-keterampilan kognitif penting dengan menciptakan pengalaman belajar melalui pemodelan perilaku tertentu dan kemudian membantu siswa mengembangkan keterampilan tersebut atas usaha mereka sendiri dengan pemberian semangat, dukungan dan suatu sistem scaffolding. Scaffolding adalah bimbingan yang diberikan oleh orang yang lebih tahu kepada orang yang kurang atau belum tahu, misalnya guru kepada siswa atau siswa yang pandai dengan siswa lain yang kurang pandai (Brown dan Palincsar, 1984 dalam Trianto, 2007). Menurut Palincsar dan Brown seperti yang dikutip oleh Slavin (2009:16) reciprocal teaching adalah pendekatan konstruktivis yang didasarkan pada prinsip-prinsip membuat pertanyaan, mengajarkan keterampilan metakognitif melalui pengajaran, dan pemodelan oleh guru untuk meningkatkan

13 keterampilan membaca pada siswa yang berkemampuan rendah. Reciprocal teaching adalah prosedur pengajaran atau pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan kepada siswa tentang strategi-strategi kognitif serta untuk membantu siswa memahami bacaan dengan baik. B. Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Reciprocal Teaching Berikut ini adalah saran dari Nur dan Wikandari 2000 (dalamtrianto, 2007) tentang skenario bagaimana seorang guru memperkenalkan reciprocal teaching kepada siswa. Pada awal penerapan reciprocal teaching guru memberitahukan bahwa akan memperkenalkan suatu pendekatan/ strategi belajar, menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedurnya. Selanjutnya mengawali pemodelan dengan membaca suatu paragraf bacaan. Kemudian menjelaskan dan mengajarkan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan yaitu: 1. Memikirkan pertanyaan-pertanyaan penting yang dapat diajukan dari apa yang telah dibaca, dan memastikan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. 2. Membuat rangkuman tentang informasi terpenting dari apa yang telah dibaca. 3. Memprediksi apa yang mungkin dibahas pada bagian tulisan selanjutnya. 4. Mencatat apabila ada hal-hal yang kurang jelas atau tidak masuk akal dari bacaan yang dibaca dan selanjutnya apakah kita berhasil membuatnya menjadi masuk akal.

14 Sebagai salah satu pengetahuan prosedural yang diajarkan setahap demi setahap, reciprocal teaching diajarkan dengan menerapkan pembelajaran langsung (direct instruction). Adapun tahapan pembelajaran langsung dalam mengajarkan reciprocal teaching adalah sebagai berikut: 1. Guru menyiapkan teks bacaan materi pelajaran yang akan dibahas pada hari ini. Memberitahu tujuan bahwa siswa akan diajak belajar materi pelajaran tertentu hari ini dengan memberdayakan kemampuan mereka sendiri. Strategi yang akan dilatihkan itu bernama reciprocal teaching. 2. Guru memodelkan strategi reciprocal teaching tahap demi tahap menggunakan paragraf/alinea pertama di dalam bahan bacaan yang disediakan. 3. Guru dapat mengulangi langkah ini dengan menggunakan alinea kedua di dalam bahan bacaan. Pada akhir langkah ini siswa harus dipastikan sudah memahami langkah-langkah yang dimodelkan tadi. 4. Guru membimbing siswa untuk menirukan apa yang telah dimodelkan, memberikan balikan dan mendiskusikan penampilan siswa. Materi pelajaran yang digunakan adalah materi alinea ketiga dan seterusnya. 5. Guru meminta siswa mengulangi sekali lagi langkah-langkah tersebut. C. Kemampuan Generik Sains Sains berasal dari natural science atau science saja yang sering disebut dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sains meliputi Kimia, Bilogi, Fisika, Geologi, dan Astronomi. Belajar sains sarat akan kegiatan berpikir sehingga

15 pembelajaran sains perlu diubah modusnya agar dapat membekali setiap siswa dengan keterampilan berpikir dari mempelajari sains menjadi berpikir melalui sains. Oleh sebab itu, diharapkan siswa memiliki kemampuan berpikir dan bertindak berdasarkan pengetahuan sains yang dimilikinya yang disebut dengan keterampilan generik sains. Jadi, pembelajaran dengan keterampilan generik sains adalah suatu pembelajaran yang mengajak siswa berpikir melalui sains dalam kehidupannya (Liliasari, dkk. 2007:13). Menurut Suprapto (Darliana 2007:1) bahwa pada dasarnya cara berpikir dan berbuat dalam mempelajari berbagai konsep sains dan menyelesaikan masalah, serta belajar secara teoritis di kelas maupun dalam praktik adalah sama (mengikuti Prinsip Segitiga Pengkajian Alam) karena itu ada kompetensi generik. Kompetensi generik adalah kompetensi yang digunakan secara umum dalam berbagai kerja ilmiah. Kompetensi generik diturunkan dari keterampilan proses dengan cara memadukan keterampilan itu dengan komponen-komponen alam yang dipelajari dalam sains yang terdapat pada Struktur Konsep atau Prinsip Segitiga Pengkajian Alam. Dalam mengembangkan sains untuk meningkatkan kompetensi siswa, perlu diperhatikan kemampuan dasar siswa. Selama ini pembelajaran sains kurang berhasil meningkatkan kompetensi siswa karena guru belum mengetahui di mana kelemahan pembelajaran sains yang harus diatasi. Materi sains, praktik, dan model pembelajaran telah banyak dipelajari secara mendalam, tetapi belum ada satu pun yang berhasil meningkatkan kompetensi siswa.

Adapun alur komponen-komponen pada Kompetensi Ilmiah adalah sebagai 16 berikut: Kemampuan Dasar Siswa Berpikir Berbuat Bersikap KOMPETENSI ILMIAH Konteks Sains Kesehatan Sumber Daya Alam Lingkungan Bencana Alam Sains Pengetahuan Sains Pengetahuan Mengenai Sains Gambar 2. Diagram komponen-komponen kompetensi ilmiah (Darliana, 2007:1). Kemampuan dasar siswa merupakan kemampuan yang dibawanya dari sejak lahir yang terdiri dari berpikir, berbuat, dan bersikap. Pengembangan dan peningkatan kemampuan dasar siswa bergantung pada pengalamannya. Pengalaman belajar siswa di sekolah menentukan keluasan pengembangan dan tahap peningkatan kemampuan dasar siswa. Karena itu di negara-negara maju, pembelajaran dilakukan dengan berbagai macam pengalaman belajar, antara lain inkuiri di laboratorium dan pembelajaran di lingkungan. Konteks sains adalah situasi atau area aplikasi kompetensi. Konteks sains banyak jenisnya sehingga tidak mungkin semua konteks sains dapat digunakan untuk melatih siswa meningkatkan kompetensinya. OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) (2006) memilih lima konteks sains untuk PISA (Programme for International Students Assessment), yaitu kesehatan, sumberdaya alam, lingkungan, bencana alam,

17 serta sains dan teknologi. Kemampuan dasar siswa merupakan kemampuan yang sangat luas yang dapat digunakan untuk mempelajari dan menggunakan berbagai konsep dari berbagai disiplin ilmu. Jika kemampuan dasar siswa ini diintegrasikan dengan pengetahuan mengenai sains akan menjadi kompetensi luas (kompetensi generik) yang dapat digunakan untuk mempelajari dan menggunakan berbagai pengetahuan sains dalam berbagai konteks sains untuk memenuhi kebutuhan hidup siswa di berbagai situasi hidupnya (misalnya untuk belajar di sekolah yang lebih lanjut dan memecahkan masalah di masyarakat). Pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan literasi sains mengutamakan peningkatan kompetensi luas ini yang dapat ditunjukkan dengan peningkatan keterampilan generik. Jika kemampuan dasar siswa diintegrasikan dengan pengetahuan mengenai sains dan pengetahuan sains akan menjadi kompetensi spesifik yang khusus untuk memahami dan menggunakan pengetahuan sains tertentu. Karena keterikatannya dengan pengetahuan sains tertentu, kompetensi spesifik tidak dapat digunakan secara luas seperti kompetensi luas. Pengintegrasian kemampuan dasar siswa, pengetahuan mengenai sains, pengetahuan sains, dan konteks sains akan menjadi kompetensi sangat spesifik yang khusus menggunakan pengetahuan sains tertentu dalam konteks sains yang tertentu pula (Darliana, 2007:1). Menurut Brotosiswoyo (2000:6) kemampuan generik sains dalam pembelajaran IPA dapat dikategorikan menjadi 9 indikator yaitu: (1) pengamatan langsung; (2) pengamatan tak langsung; (3) kesadaran tentang

18 skala besaran; (4) bahasa simbolik; (5) kerangka logika taat-asas; (6) inferensi logika; (7) hukum sebab akibat; (8) pemodelan matematika; (9) membangun konsep. Makna dari setiap keterampilan generik sains tersebut menurut Liliasari, dkk (2007:14-15) adalah sebagai berikut. 1. Pengamatan Langsung Sains merupakan ilmu tentang fenomena dan perilaku alam sepanjang masih dapat diamati oleh manusia. Hal ini menuntut adanya kemampuan adanya kemampuan manusia untuk melakukan pengamatan langsung dan mencari keterkaitan-keterkaitan sebab akibat dari pengamatan tersebut. 2. Pengamatan Tak Langsung Dalam pengamatan tak langsung, alat indera yang digunakan manusia memiliki keterbatasan. Untuk mengamati keterbatasan tersebut manusia melengkapi diri dengan berbagai peralatan. Beberapa gejala alam lain juga terlalu berbahaya jika kontak langsung dengan tubuh manusia seperti arus listrik, zat-zat kimia beracun, untuk mengenalnya diperlukan alat bantu seperti ampermeter, indikator, dan lain-lain. Cara ini dikenal dengan pengamatan tak langsung. 3. Kesadaran akan Skala Besaran Dari hasil pengamatan yang dilakukan maka seseorang yang belajar sains akan memiliki kesadaran akan skala besaran dari berbagai obyek yang dipelajarinya. Dengan demikian ia dapat membayangkan bahwa yang dipelajarinya itu tentang dari ukuran yang sangat besar seperti jagad raya sampai yang sangat kecil seperti keberadaan pasangan elektron. Ukuran jumlah juga sangat mencengangkan, misalnya penduduk dunia lebih dari 5 milyar, maka jumlah molekul dalam 1 mol zat mencapai 6.02 x 10 23 buah. 4. Bahasa Simbolik Untuk memperjelas gejala alam yang dipelajari oleh setiap rumpun ilmu diperlukan bahasa simbolik, agar terjadi komunikasi dalam bidang ilmu tersebut. Dalam sains misalnya bidang kimia mengenal adanya lambang unsur, persamaan reaksi, simbol-simbol untuk reaksi searah, reaksi kesetimbangan, resonansi dan banyak lagi bahasa simbolik yang telah disepakati dalam bidang ilmu tersebut. 5. Kerangka Logika Taat Asas Pada pengamatan panjang tentang gejala alam yang dijelaskan melalui banyak hukum-hukum, orang akan menyadari keganjilan dari sifat taat asasnya secara logika. Untuk membuat hubungan hukum-hukum itu agar taat asas, maka perlu ditemukan teori baru yang menunjukkan kerangka logika taat asas. Misalnya keganjilan antara hukum mekanika Newton dan elektrodinamika Maxwell, yang akhirnya dibuat taat asas dengan lahirnya teori relativitas Enstein.

6. Inferensi Logika Logika sangat berperan dalam melahirkan hukum-hukum sains. Banyak fakta yang tak dapat diamati langsung dapat ditemukan melalui inferensi logika dari konsekuensi-konsekuensi logis hasil pemikiran dalam belajar sains. Misalnya titik nol derajat Kelvin sampai saat ini belum dapat direalisasikan keberadaannya, tetapi orang yakin bahwa itu benar. 7. Hukum Sebab Akibat Rangkaian hubungan antara berbagai faktor dari gejala yang diamati diyakini sains selalu membentuk hubungan yang dikenal sebagai hukum sebab akibat. 8. Pemodelan Matematik Untuk menjelaskan hubungan-hubungan yang diamati diperlukan bantuan pemodelan matematik agar dapat diprediksikan dengan tepat bagaimana kecendrungan hubungan atau perubahan suatu fenomena alam. 9. Membangun Konsep Tidak semua fenomena alam dapat dipahami dengan bahasa sehari-hari, karena itu diperlukan bahasa khusus ini yang dapat disebut konsep. Jadi belajar sains memerlukan kemampuan untuk membangun konsep, agar bisa ditelaah lebih lanjut untuk memerlukan pemahaman yang lebih lanjut, konsep-konsep inilah diuji penerapannnya. 19 Melalui sembilan macam keterampilan generik sains orang dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Misalnya berpikir kritis banyak dikembangkan apabila seseorang melakukan pengamatan langsung dan tak langsung, menyadari akan skala besaran, membuat pemodelan matematik, dan membangun konsep. Berpikir kreatif diterapkan ketika seseorang merumuskan bahasa simbolik, inferensia logika, dan menemukan kerangka logika taat-asas dari hukum alam. Berpikir pemecahan masalah diterapkan apabila seseorang sedang menyelidiki berlakunya hukum sebab-akibat pada sejumlah gejala alam yang diamatinya. Selanjutnya pengambilan keputusan dapat digunakan orang ketika membangun konsep, membuat pemodelan matematik, dan menemukan inferensi logika. Dengan demikian orang hanya mempelajari sains dari segi terminologinya saja

apalagi secara hafalan maka berarti pula ia belum belajar sains dengan benar dan belum dapat berpikir sains (Liliasari, 2007:4). 20 Pesatnya perkembangan pengetahuan sains menuntut pertambahan konsepkonsep sains yang harus dipelajari siswa. Sebagai akibatnya, perlu ada pemilihan konsep-konsep essensial yang dipelajari siswa. Konsep-konsep essensial ini dipilih berdasarkan pada pentingnya konsep tersebut untuk kehidupan siswa dan pentingnya memberikan pengalaman belajar tertentu kepada siswa agar memperoleh bekal keterampilan generik sains yang memadai. Untuk menentukan pengetahuan sains yang perlu dipelajari siswa, pengajar perlu terlebih dahulu melakukan analisis konsep-konsep sains yang ingin dipelajari.