ANALISIS PELAKSANAAN RUJUKAN PESERTA JKN DARI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT I DI PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO Grace Boyangan*, Marjes N. Tumurang*, Jean H. Raule* *Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah atau perusahaan. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib. Dalam penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ditempatkan pada posisi penting mengingat alur pelayanan kesehatan selalu dimulai dari FKTP. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengambilan informan berdasarkan penilaian peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas atau memenuhi syarat untuk dijadikan sampel. Jumlah sampel sebanyak 5 orang informan. Data dikumpul melalui wawancara mendalam kepada para informan dan direkam dengan recorder kemudian merangkumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Bahu sudah cukup memadai sesuai dengan standar pelayanan kesehatan tingkat pertama, akan tetapi dari segi ketersediaan fasilitas masih kurang karena ada obat-obatan dan bahan habis pakai yang belum bisa terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sehingga dalam hal penegakkan diagnosa beberapa pasien harus dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Tetapi sejauh ini Puskesmas Bahu sudah berupaya dengan optimal dalam hal penurunan jumlah rujukan, terbukti dengan menurunnya jumlah rujukan dari tahun 2014 ke tahun 2015. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa ketersediaan sumber daya manusia pada puskesmas dalam pelaksanaan rujukan sudah cukup baik namun para dokter terkadang tidak dapat menolak jika pasien bersikeras meminta rujukan rawat jalan walaupun tidak didukung oleh indikasi medis. Kata Kunci: Rujukan, Peserta JKN ABSTRAK Health insurance is a guarantee in the form of health protection for participants to benefit health care and protection to meet basic health needs are given to every person who has paid dues or dues paid by governments or companies. The National Health Insurance developed in Indonesia is part of the National Social Security System organized through social health insurance mechanisms that are mandatory. In the implementation of the National Health Insurance program, First Level Health Facilities placed in an important position considering the flow of health care always starts from First Level Health Facilities. This study used qualitative methods to capture informants based on an assessment of the researchers who those worthy or qualified to be sampled. Total sample of 5 informants. Data was collected through in-depth interviews to informants and recorded with the recorder and then summarize it. The results showed that the number of health workers in health centers Bahu is sufficient in accordance with the standards of health care first level, but in terms of the availability of facilities are lacking because there are drugs and consumables that can not be fulfilled in accordance with the needs so that in terms of enforcement diagnosis some patients should be referred to a health facility advanced level. But so far has attempted to Public Health Center Bahu optimal in terms of a decrease in the number of referrals, as evidenced by the decline in the number of referrals from 2014 to 2015. The conclusion from this study that the availability of human resources in the health centers in the implementation of the referral has been quite good, but doctors sometimes can not be refused if the patient insists on asking for a referral outpatient although not supported by medical indications. Keyword: Number of Referrals, Participant of The National Health Insurance 94
PENDAHULUAN Pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan bertujuan untuk memberikan perlindungan kesehatan dalam pemeliharaan kesehatan guna memenuhi hak warga negara atas kesehatan dengan mengamanatkan semua fasilitas kesehatan untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau bagi masyarakat. Dalam penyelenggraan program Jaminan Kesehatan Nasional, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ditempatkan pada posisi penting mengingat alur pelayanan kesehatan selalu dimulai dari FKTP. Peserta diwajibkan mengakses pelayanan kesehatan di FKTP ketika peserta mengalami gangguan kesehatan dan atau untuk pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif, pemeriksaan, pengobatan, konsultasi medis, tindakan medis non spesialistik baik operatif dan non operatif, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis, pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama, dan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis. Pemahaman terhadap kinerja medis di FKTP sering dikaitkan dengan kinerja para dokter yang bertugas di FKTP tersebut meskipun para perawat, bidan, dan tenaga administrasi turut memberi kontribusi. Hal ini dapat dipahami mengingat dokter adalah petugas kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi memberikan pertolongan medis bagi pasien. Tugas pokok dan fungsi tersebut meliputi pemberian pelayanan kedokteran sesuai metode klinik yang baku, melakukan anamnesis dengan baik, melakukan pemeriksaan fisik, menegakkan diagnosis, memberikan terapi yang sesuai, melakukan pertolongan gawat darurat, dan merujuk pasien ke pelayanan sekunder dan tersier Puskesmas Bahu kota Manado merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kota Manado yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam era BPJS terkait Jaminan Kesehatan Nasional memiliki kewenangan melakukan pelayanan kesehatan primer mencakup 155 penyakit. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada pegawai Puskesmas Bahu Kota Manado di lapangan diketahui proses pelayanan di puskesmas dilakukan dengan cara pasien datang ke puskesmas, mendaftar kepetugas puskesmas serta proses pemeriksaan dan konsultasi ke dokter dilanjutkan. Kemudian dengan berbagai pertimbangan jenis penyakit, kebutuhan penanganan lanjut dan fasilitas yang 95
kurang mendukung, maka pasien dapat dirujuk ke pelayanan lanjutan dengan membawa surat rujukan. Selain dari pada itu, pasien juga dapat langsung meminta surat rujukan bila kunjungan rujukan ulangan (kontrol) dengan syarat surat balasan rujukan dari rumah sakit sudah ada, begitu juga dengan pasien gawat darurat yang langsung dirujuk. Program Rujuk Balik (PRB) pada penyakit-penyakit kronis (diabetes melitus, hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), skizofren, Sindroma Lupus Eritematosus (SLE), epilepsi, dan stroke) wajib dilakukan bila kondisi pasien sudah dalam keadaan stabil, disertai dengan surat keterangan rujuk balik yang dibuat dokter spesialis/subspesialis. Di Puskesmas Bahu sendiri sudah terdaftar kurang lebih 49 peserta BPJS Kesehatan yang masuk dalam Program Rujuk Balik. Rujukan partial dapat dilakukan antar fasilitas kesehatan yang dibuat oleh dokter spesialis dan subspesialis. Program rujuk balik merupakan salah satu kewajiban rumah sakit untuk mengembalikan pasien ke puskesmas awal ketika pasien dinilai penyakitnya sudah stabil dan dapat ditangani kembali di puskesmas. METODE Penelitian ini dirancang menggunakan metode dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Bahu Kota Manado dari bulan Maret sampai Juni tahun 2016. Penelitian ini menggunakan pengambilan informan berdasarkan penilaian peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel. Data yang sudah terkumpul diolah secara manual dengan membuat transkrip kemudian disusun dalam bentuk matriks dan selanjutnya dianalisis dengan memakai metode analisis (content analysis) Untuk menetapkan keabsahan data, dilakukan dengan teknik pemeriksaan melalui beberapa kegiatan antara lain triangulasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan informan berdasarkan penilaian peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel. Berdasarkan penelitian di atas maka peneliti mengambil 5 informan. Tabel 1. Karakteristik 1 2 3 4 5 Jenis Kelamin Jabatan Laki-Laki Kepala Puskesmas Perempuan Dokter Puskesmas Laki-Laki Pegawai BPJS Kesehatan Laki-Laki Perawat Puskesmas Perempuan Pasien BPJS Pendidikan terakhir S-1 Kedokteran S-1 Kedokteran S-1 S-1 Keperawatan SMA 96
Ketersediaan Sumber Daya Manusia Pada Puskesmas Dalam Pelaksanaan Rujukan mendalam dengan informan, sebagian besar informan sudah mendengar dan mengetahui tentang program JKN mulai berlaku tahun 2014 termasuk di dalamnya kebijakan sistem rujukan berjenjang yang di laksanakan sesuai dengan Permenkes No 001 Tahun 2012 tentang sistem rujukan. Namun ada satu informan dari BPJS kesehatan menyatakan bahwa kebijakan ini belum berjalan maksimal di puskesmas karena masih banyak sarana prasaran untuk mendukung program JKN ini yang masih kurang. mendalam dengan informan, mereka menyatakan bahwa para dokter sudah pernah mengikuti sosialisasi tentang program JKN termasuk di dalamnya sistem rujukan dan sistem rujukan berjenjang. menjawab untuk tenaga dokter yang bertugas di puskesmas rata-rata cukup dalam melaksanakan pelayanan Program JKN. Setiap tahun BPJS melakukan kredensialing dengan puskesmas untuk mengetahui sejauh mana kesiapan puskesmas baik dari tenaga maupun sarana- prasarana yang ada di puskesmas apakah cukup dan memadai untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat. Sebagian besar penyakit dengan kasus terbanyak di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 dan 2010 termasuk dalam kriteria 4a (dokter mampu mendiagnosa penyakit dengan baik dan mampu melakukan penatalaksanaan secara baik dan benar) dengan menekankan pada tingkat kemampuan 4 (dokter mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan 155 diagnosa penyakit di puskesmas). Bila pada pasien telah terjadi komplikasi, tingkat keparahan (severity of illness), adanya penyakit kronis lain yang sulit dan pasien dengan daya tahan tubuh menurun, yang seluruhnya membutuhkan penanganan lebih lanjut, maka dokter layanan primer secara cepat dan tepat harus membuat pertimbangan dan memutuskan dilakukannya rujukan (Anonim, 2014b). Ketersediaan Sarana Puskesmas (Fasilitas Alat) Pada Puskesmas Dalam Pelaksanaan Rujukan Ketersediaan fasilitas atau sarana pelayanan kesehatan dalam melakukan pemeriksaan kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting guna mencapai penegakan diagnosa dan pemberian tindakan yang tepat. Secara umum fasilitas alat kesehatan disetiap Puskesmas masih belum sudah cukup 97
lengkap untuk memberikan pelayanan kesehatan ditingkat pertama. Sebagian besar informan menyatakan sebagian besar alat kesehatan medis di puskesmas itu kurang atau tidak ada, hanya alat-alat biasa saja yang tersedia di puskesmas. Satu informan menyatakan bahwa peralatan medis ini adalah masalah utama dari BPJS kesehatan pada saat melakukan kredensialing atau penilain kepada puskesmas, sebelum melakukan kerjasama. Ketersediaan atau kelengkapan alat medis di puskesmas harus tersedia karena menyangkut dengan pelayanan kesehatan kepada pasien atau masyarakat. mendalam dengan informan, sebagian besar informan menyatakan bahwa rujukan terjadi sesuai indikasi medis tetapi masih ada juga beberapa yang atas permintaan pasien sendiri. Pelaksanaan rujukan yang terjadi di lapangan berbeda, pasienpun menentukan dalam pemberian rujukan. Pasien bisa sangat menuntut jika menginginkan rujukan seperti dari hasil wawancara diatas. Umumnya mereka kurang percaya dengan pelayanan kesehatan di fasilitas tingkat Pertama, sehingga walaupun telah dijelaskan berulang-ulang bahwa penyakitnya dapat diobati di Puskesmas, namun mereka tetap bersikeras meminta dirujuk. Bahkan ada yang mengancam kalau tidak di rujuk akan keluar dari puskesmas. Keadaan ini biasanya dapat menyulitkan dokter dalam mengambil keputusan dan akhirnya dokterpun akan memberikan rujukan. mendalam beberapa informan menjawab bahwa pasien yang keadaan/kondisinya sudah stabil dapat dikembalikan oleh dokter spesialis/subspesialis ke puskesmas sehingga masuk dalam Program Rujuk Balik (PRB). Ketersediaan obat pada Puskesmas dalam Pelaksanaan rujukan mendalam dengan informan, sebagian besar informan yang ditanya menjelaskan bahwa perencanaan obat dari puskesmas melakukan permintaan sesuai dengan kebutuhan di kirim ke dinas kesehatan di sesuaikan dengan yang ada dalam formularium Nasional melalui sistem e- katalog. Satu informan menyatakan bahwa dinas kesehatan perlu duduk bersama dengan Pemerintah daerah untuk membahas obat-obatan, karena sering bermasalah di puskesmas, obat sering terlambat datang ke puskesmas, dan bahkan sering terjadi kekosongan obat karena sistem perencanaan yang terlalu lama prosesnya, bahkan ada PBF yang di tunjuk untuk menyediakan obat kadang tidak mau menyediakan apabila permintaan terlalu sedikit ini sangat 98
merugikan puskesmas yang setiap hari melakukan pelayanan kepada masyarakat. mendalam ada informan menjawab apabila terjadi kekosongan obat dokter polik akan mebuka resep untuk pasien membeli di luar, informan lainnya menyatakan ada kebijakan dari puskesmas untuk membeli obat sendiri dan ada juga informan lainnya menyatakan tenaga farmasi di apotik berkoordinasi dengan dokter polik memberitahukan obat yang tersedia di apotik puskesmas sehingga pasien tidak perlu terbebani membeli obat di luar. Apabila terjadi kekosongan obat di puskesmas ini akan berdampak pada terjadinya rujukan yang tinggi ke rumah sakit walaupun rujukan terjadi harus berdasarkan indikasi medis. mendalam dengan informan semua informan baik Puskemas maupun dari BPJS Kesehatan menyatakan bahwa ini sangat berdampak sekali dengan terjadinya rujukan dan angka rujukan meningkat karena pasien tidak puas dengan kekurngan atau kekosongan obat yang terjadi di puskesmas jadi pasti dirujuk atau pasien sendiri minta di rujuk, walaupun rujukan harus berdasarkan indikasi medis. Kenyataannya dinas kesehatan sebagai instansi yang bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dan ketersediaan obat-obatan tidak mampu memenuhi permintaan kebutuhan obat-obatan pasien Puskesmas, padahal BPJS Kesehatan menyerahkan sepenuhnya kepada dinas kesehatan dalam menyediakan obat-obatan tersebut. Di Era JKN ini sesuai Juknis JKN tenaga pengelolaan obat di puskesmas harus seorang apoteker, karena menyangkut dengan masalah pelayanan kefarmasian harus di lakukan tenaga yang mempunyai kompetensi yang baik dan jumlah yang cukup. mendalam dengan informan, semua informan menjawab bahwa semua puskesmas mempunyai tenaga farmasi dan jumlahnya cukup. mendalam dengan informan sebagian besar informan menjelaskan bahwa alur pengadaan obat atau perencanaan obat yaitu dari puskesmas melakukan usulan permintaan di kirim ke dinas kesehatan atau Instalasi farmasi terus di kroscek di sesuaikan obat yang terdapat dalam Fornas dan masukan dalam sistem e- katalog selanjutnya di kirim ke bidang perencanaan dinas kesehatan selanjutnya ke PBF yang telah di tunjuk. KESIMPULAN 1. Ketersediaan sumber daya manusia pada puskesmas dalam pelaksanaan rujukan sudah cukup baik namun 99
para dokter terkadang tidak dapat menolak jika pasien bersikeras meminta rujukan rawat jalan walaupun tidak didukung oleh indikasi medis. 2. Ketersediaan sarana puskesmas (fasilitas alat) dalam pelaksanaan rujukan sudah cukup baik namun perlu diupayakan peralatan yang cukup canggih untuk bisa menunjang diagnosa non spesialistik, serta penyediaan bahan habis pakai (BHP) oleh instansi terkait. 3. Ketersediaan obat pada Puskesmas dalam pelaksanaan rujukan sudah cukup baik dalam manajemen logistik obat namun alasan pasien meminta rujukan tersebut pada umumnya adalah karena obat-obat yang diberikan oleh pihak Puskesmas tidak bervariasi walaupun mereka menderita penyakit berbeda-beda. SARAN 1. Kualitas sumber daya manusia pada puskesmas dalam pelaksanaan rujukan perlu ditingkatkan melalui pelatihan atau keikutsertaan dalam seminar yang diselenggarakan oleh BPJS atau stakeholders terkait. 2. Agar dalam perencanaan pengadaan peralatan perlu diupayakan oleh Dinas Kesehatan atau melalui kerjasama dengan BPJS Kesehatan. 3. Ketersediaan obat pada Puskesmas dalam pelayanan tindakan kuratif agar diupayakan bervariasi, baik dalam kemasan maupun jenisnya. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Anonim. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009, Tentang Kesehatan. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Anonim. 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011, Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Anonim. 2014a. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan 2014: Panduan praktis sistem rujukan berjenjang: BPJS Kesehatan Anonim. 2014b. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional Dalam sistem Jaminan Sosial nasional, Jilid 1: Kementerian Kesehtan RI Kemenkes RI Anonim. 2014c. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 75 Tahun 2014, tentang Pusat Kesehatan 100
Masyarakat: Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan. Hasibuan, M. S. P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara Nur, K. I. 2012. Analisis Pelaksana Rujukan RJTP Peserta ASKES (PERSERO) Kantor Cabang Sukabumi di Puskesmas Nanggelang dan Gedong Panjang Tahun 2012. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Thabrany, H. 2014. Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Zuhrawardi. 2007. Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Wajib PT Askes pada Puskesmas Mibo, Puskesmas Batoh, dan Puskesmas Baiturahman di Kota Banda Aceh Tahun 2007. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 101