TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI OPERASIONAL

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

Abstrak. Kata Kunci :Curahan Jam Kerja, Umur, Pendidikan, Pendapatan Suami, Jumlah Tanggungan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014

SOSIALISASI KEMANDIRIAN KERJA ANAK PETANI MISKIN ( STUDI KASUS: KELUARGA PETANI MISKIN DI NAGARI TALU KECAMATAN TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Badan Pusat Statistik mendefinisikan bekerja adalah melakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PELUANG WANITA BERPERAN GANDA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG KEMITRASEJAJARAN PRIA DAN WANITA DI KABUPATEN BANDUNG

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II PENDEKATAN TEORITIS. 2.1 Tinjauan Pustaka Kebijakan Pemerintah dalam Hal Gender dalam Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

dan antar pemangku kepentingan pembangunan. Keseimbangan diartikan sebagai keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial,

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

Jurnal Wahana Foresta Vol 8, No. 2 Agustus 2014 IDENTIFIKASI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DI SEKITAR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI TEBING TINGGI

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kegiatan penyadapan getah pinus di wilayah RPH Pager Gunung KPH Kedu

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

DATA TERPILAH DALAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ISU AKTUAL GENDER DALAM RPI BADAN LITBANG KEHUTANAN

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender?

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Apalagi jika hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN DALAM KETENAGAKERJAAN

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

PENDEKATAN TEORETIS TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penduduk yang timbul akibat mortalitas, fertilitas, migrasi serta mobilitas social.

ANGGARAN RESPONSIF GENDER Anggaran Responsif Gender (ARG) DAN PENYUSUNAN GENDER BUDGET STATEMENT

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IKU Pemerintah Provinsi Jambi

BAB I PENDAHULUAN. penduduk berpengaruh positif apabila perekonomian dapat menyerap tambahan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik sendiri dalam pelaksanaan pembangunan yang menuntut semua

BAB 5 PENUTUP. sebagai lembaga swadaya masyarakat yang ada di wilayah Grobogan mampu

BAB I PENDAHULUAN. jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna

PEMECAHAN MASALAH PADA WANITA SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL S K R I P S I

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh nilai-nilai, norma-norma, hukum-hukum, ideologi dari masyarakat yang bersangkutan. Perbedaan gender suatu kelompok masyarakat berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Dalam suatu kelompok masyarakat posisi perempuan ada yang ditinggikan, direndahkan atau bahkan sejajar dalam segala bidang atau pada bidang tertentu daripada laki-laki. Karena gender merupakan hasil kontruksi sosial budaya, maka perbedaan gender dalam suatu masyarakat dapat berubah dari waktu ke waktu (Suharjito dkk, 2003). Menurut Wiliam-de Vries (2006) gender sama sekali berbeda dengan pengertian jenis kelamin dan gender bukanlah perempuan atau laki-laki. Gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan, yang terbentuk oleh tempat kita berada. Gender tercipta melalui proses sosial budaya yang panjang dalam suatu lingkup masyarakat tertentu, sehingga dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Gender juga berubah dari waktu ke waktu sehingga bisa berlainan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Berdasarkan Inpres No. 9 Tahun 2000 yang tercantum dalam Laporan Tahunan Kegiatan Pengarusutamaan Gender Tahun 2005 disebutkan bahwa, gender merupakan konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai

manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Dalam relasi sosial yang setara, perempuan dan laki-laki merupakan faktor yang sama pentingnya dalam menentukan berbagai hal yang menyangkut kehidupan. Peran Gender Gender dan Pembagian Tugas (Peran) dalam Rumah Tangga Pembagian kerja adalah mengalokasikan anggota rumah tangga laki-laki dan perempuan, dewasa dan anak-anak untuk melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan peranannya dalam kegiatan produktif dan reproduktif. Pembagian tugas atau peran sebenarnya sulit untuk dibatasi, mana tugas untuk perempuan dan mana untuk laki-laki, karena sebenarnya pembagian tugas gender kebanyakan bisa dilakukan oleh keduanya. Pembagian tugas laki-laki dan perempuan perlu dilakukan untuk berbagi tanggung jawab secara adil. Pembagian tugas yang baik tidak menjadikan gender sebagai masalah karena pembagian peran laki-laki dan perempuan tersebut menguntungkan kedua belah pihak (Djohani, 1996). Keluarga atau rumah tangga merupakan satuan masyarakat terkecil dimana segala macam hubungan antara laki-laki dan perempuan dapat tercermin. Mulai dari pembedaan peran, pembagian kerja, penguasaan dan akses atas sumbersumber baik fisik, maupun ideologis, hak dan posisi (Simatauw dkk, 2001) Kegiatan produktif adalah kegiatan yang menyumbangkan pendapatan seseorang/keluarga dalam bentuk uang atau barang yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan seseorang/keluarga. Misalnya: bertani, berkebun, beternak, berdagang, membuat kerajinan tangan, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan

reproduktif adalah kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga seperti melahirkan dan mengasuh anak, serta pekerjaan rumah tangga (Tobing dkk, 2005). Perempuan pada umumnya memiliki dua peran yaitu peran reproduktif dan produktif, sementara laki-laki hanya produktif, dan sedikit reproduktif. Berdasarkan hasil penelitian di Yuscaran-Honduras menunjukkan bahwa pada awalnya bidang pertanian merupakan pekerjaan laki-laki. Namun seiring terjadinya degradasi lahan pertanian telah meningkatkan peran perempuan pada kegiatan pertanian. Tenaga kerja laki-laki pada rumah tangga yang lahan pertaniannya marginal (miskin) dan peka erosi cenderung meninggalkan pertaniannya dan bekerja di sektor non-pertanian (offfarm). Sehingga beban tenaga kerja perempuan cenderung bertambah berat, yakni bukan hanya bertanggung jawab untuk kegiatan reproduksi melainkan juga pada lahan pertaniannya. Peran tenaga kerja perempuan tersebut tergantung ketersediaan tenaga anak dewasa yang dapat membantu bekerja dan keberadaan anak bayi dan balita (Suharjito dkk, 2003). Gender dalam Pengambilan Keputusan Di dalam rumah tangga setiap hal yang menyangkut kepentingan keluarga atau bahkan pribadi-pribadi anggota memiliki cara tertentu untuk mengambil keputusan. Ada keluarga yang pengambilan keputusan tertinggi adalah ayah, ada yang bersama-sama (ayah dan ibu), ada pula yang ibu saja. Kadangkala pengambilan keputusan memiliki jenjang berdasarkan umur dan jenis kelamin (Simatauw dkk, 2001). Pembagian peran yang berjalan dalam suatu masyarakat tertentu seringkali meletakkan perempuan pada posisi yang kurang menguntungkan, misalnya dibatasi akses dan kontrolnya terhadap pengambilan

keputusan, bahkan keputusan-keputusan yang menyangkut dirinya dan kehidupannya. Dalam banyak hal, perempuan diharuskan tunduk pada keputusan yang diambil laki-laki (Tobing dkk, 2005). Analisis terhadap kesenjangan dan isu gender digunakan melalui penerapan parameter yang menjadi acuan yaitu akses, partisipasi, kontrol dan manfaat. Keempat acuan tersebut dikaji terhadap suatu program agar dapat ditemukan faktor kesenjangan dan isu gender yang potensial timbul. Selama ini peran perempuan dalam sektor pertanian di pedesaan sangat tinggi namun seringkali tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengembangan sektor pertanian (Ruswita dkk, 2005) Penempatan kaum perempuan dalam posisi yang seolah-olah tidak penting dalam aktivitas pengelolaan sumber daya alam ini disebabkan adanya mitos negatif yang masih berkembang, antara lain: perempuan adalah istri di rumah, hasil hutan adalah domain laki-laki, laki-laki adalah kepala rumah tangga, perempuan adalah anggota masyarakat yang pasif, perempuan kurang produktif dibanding laki-laki (Suharjito dkk, 2003). Peran perempuan dalam menyumbang ekonomi keluarga tidak dapat dianggap ringan khususnya yang bekerja pada kegiatan rehabilitasi hutan. Kegiatan rehabilitasi hutan sering identik dengan kegiatan laki-laki karena dianggap cukup berat. Anggapan ini membuat peran perempuan kurang diperhitungkan dalam kegiatan rehabilitasi hutan. Padahal pada tahap pelaksanaan di lapangan perempuan memegang peranan cukup penting (CIFOR, 2007) Perekonomian modern selalu mengukur hasil produksi dengan uang. Setiap hasil kerja diukur atau disetarakan dengan uang. Disamping itu kerja-kerja

reproduktif seperti memasak, mencuci, mengasuh anak tidak dapat dan tidak diukur dengan uang. Bahkan pekerjaan produktif seperti bertani di sekitar pekarangan, beternak hewan kecil, dan menenun meski kebutuhan sendiri pun tidak diukur dengan uang. Hal ini menyebabkan pekerjaan traditional perempuan tidak dianggap penting. Padahal pada masyarakat yang tidak menggantungkan kebutuhan barang-barang dari luar, seringkali melakukan pekerjaan subsisten semacam ini dan justru hal inilah yang menunjang kehidupan mereka sehari-hari (Simatauw dkk, 2001). Curahan Waktu Kerja Curahan kerja adalah waktu yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan produktif yaitu kegiatan yang menghasilkan pendapatan baik secara langsung berupa uang atau tidak langsung (Haryono dkk, 1997). Jam kerja adalah jumlah waktu (dalam jam) yang digunakan untuk bekerja. Jumlah jam kerja dapat dijadikan ukuran produktivitas kerja seseorang pekerja. Jumlah jam kerja kurang dari 35 jam seminggu dikategorikan mempunyai jam kerja dibawah normal dan disebut sebagai setengah penganggguran. Pendapatan Rumah Tangga Menurut BPS dalam Dede (1998) Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama dan makan satu dapur, atau sesorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta mengurus keperluan sendiri. Orang yang tinggal di rumah tangga ini disebut anggota rumah tangga, sedangkan yang bertanggung jawab atau dianggap bertanggung jawab terhadap rumah tangga adalah kepala rumah tangga.

Hasil penelitian dari Alfredi dkk yang berjudul Pengaruh Karakteristik Demografi, Sosial dan Ekonomi terhadap Pendapatan Petani Penyadap Getah Pinus di Kecamatan Sesena Padang Kabupaten Mamasa menyebutkan bahwa ada empat hal yang mempengaruhi besarnya pendapatan penyadap yaitu umur petani penyadap, jumlah anggota keluarga yang terlibat, pendidikan dan jam kerja efektif. Petani Penyadap Pinus Hutan tanaman pinus memberi manfaat ganda baik bagi pengelola hutan pinus (Perum Perhutani) maupun masyarakat petani yang tinggal di sekitar hutan pinus. Perum Perhutani akan mendapatkan kayu dan getah serta keuntungan lainnya yaitu (1) tenaga kerja dengan upah murah, (2) pengurangan biaya pengamanan hutan pinus, dan (3) peningkatan citra perusahaan karena melibatkan petani sekitar hutan. Bagi petani kegiatan penyadapan getah pinus akan dapat meningkatkan pendapatannya. Kontrak penyadapan getah pinus di Perum Perhutani ditentukan sepenuhnya oleh Perum Perhutani mulai dari penentuan jumlah tegakan dan luasan petak yang dapat disadap oleh petani sampai dengan penentuan harga getah. Pada masa awal perekrutan tenaga penyadap getah, Perum Perhutani menawarkan kesempatan penyadapan kepada masyarakat petani sekitar hutan pinus yang terlibat dalam penanaman pinus. Jika petani tersebut tidak bersedia, maka kesempatan akan diberikan kepada masyarakat petani lain yang bersedia. Bagi Perum Perhutani, kesediaan petani untuk menyadap pinus tidak saja penting tetapi juga menentukan kelestarian hasil getah dan keamanan pohon pinus. Bahkan apabila tenaga kerja melimpah dan kompetitif, maka terdapat kemungkinan terjadi penurunan upah riil. Namun, apabila petani tidak bersedia

menyadap pinus maka akan menimbulkan persoalan (1) peningkatan upah tenaga sadap dari luar daerah, (2) keamanan pohon pinus tidak terjamin, dan (3) citra Perum Perhutani akan turun di masyarakat sekitar hutan. Untuk itu faktor yang menentukan kesediaan petani menyadap pinus menjadi penting untuk diketahui (Cahyono, 2010).