BAB I PENDAHULUAN. Interaksi parameter-parameter seperti komposisi batuan asal, iklim, tatanan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang tersingkap di daerah Jawa Tengah, selain di Karangsambung dan Bayat.

BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

Bab II Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB III Perolehan dan Analisis Data

KAJIAN TATANAN TEKTONIK, ASAL BATUAN DAN IKLIM PURBA PADA BATUPASIR FORMASI NANGGULAN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

ASAL SEDIMEN BATUPASIR FORMASI JATILUHUR DAN FORMASI CANTAYAN DAERAH TANJUNGSARI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CARIU, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB I PENDAHULUAN. (Sulawesi Selatan) (Gambar 1.1). Setiawan dkk. (2013) mengemukakan bahwa

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bayat merupakan salah satu daerah yang menarik sebagai obyek penelitian

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB V SEJARAH GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Subsatuan Punggungan Homoklin

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

PROVENANCE BATUPASIR LINTASAN SUNGAI CILUTUNG, FORMASI HALANG, MAJALENGKA JAWA BARAT ABSTRAK ABSTRACT

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Interaksi parameter-parameter seperti komposisi batuan asal, iklim, tatanan tektonik dan relief dapat mempengaruhi komposisi batuan sedimen selama proses transportasi dari daerah sumber hingga ke cekungan pengendapan. Dalam hal ini tatanan tektonik memiliki peranan utama yang dapat mempengaruhi komposisi batuan sedimen (Dickinson, 1985). Studi batuan asal umumnya diperoleh dari batupasir dan konglomerat karena komponen penyusun batupasir memudahkan untuk identifikasi menggunakan mikroskop petrografis (Prasetyadi, 2007). Lunt & Sugiatno (2003) menyebutkan bahwa pada batupasir Formasi Nanggulan berkembang beberapa jenis batupasir yaitu batupasir arkosik dan batupasir kuarsa pada bagian bawah sedangkan pada bagian atas berkembang batupasir tufaan yang kaya akan material volkanik. Hasil analisis mineralogi pada batupasir Formasi Nanggulan oleh Prasetyadi (2007) menunjukkan adanya kuarsa (Qm) dengan kelimpahan berkisar 30% sampai 78%, sedangkan kuarsa polikristalin sebagian besar tersusun oleh 2-3 kristal kuarsa. Komponen feldspar dari sampel batupasir Formasi Nanggulan sebagian besar terdiri atas. Sementara itu, butir fragmen batuan yang menyusun batupasir Formasi Nanggulan terdiri batuan metamorf berupa filit kuarsa-mika, basalt, dan rijang. Komposisi batupasir tersebut dipengaruhi oleh adanya proses-proses geologi berupa pelapukan batuan sumber, erosi, maupun transportasi. Sehingga komposisi batupasir dapat mencerminkan proses geologi yang menyebabkan 1

terbentuknya batupasir meliputi karakteristik batuan asal, tatanan tektonik pada saat terbentuknya batupasir, serta iklim dan relief. Sribudiyani et al., (2003) menyebutkan bahwa deformasi Jawa Tengah bagian Selatan dipengaruhi oleh subduksi yang berlangsung dari Zaman Kapur hingga Eosen, menyebabkan adanya fragmen benua yang masuk ke bawah Pulau Jawa. Hipotesis tersebut juga didukung dengan Smyth et al., 2005 yang mengemukakan adanya fragmen Benua Gondwana di bawah Pulau Jawa berdasar analisis zircon yang memanjang dari Pegunungan Selatan hingga Yogyakarta. Sedangkan dari hasil penelitian oleh Rivdhal et al.,2015 menunjukkan bahwa umur batuan Formasi Nanggulan berdasarkan penelitian biostratigrafi gampingan adalah berkisar Eosen Tengah sampai Eosen Atas atau 42,67-40,36 juta tahun lalu sehingga dilihat dari kesamaan kala geologinya, hal ini menyebabkan kehadiran mineral kuarsa dengan kelimpahan yang besar pada batupasir Formasi Nanggulan menarik untuk dijadikan sebagai objek studi geologi dalam pembahasan mengenai batuan asal (provenance), iklim purba, maupun tatanan tektonik mengingat letak cekungan pengendapan Formasi Nanggulan sendiri yang berada di daerah busur depan magmatik sehingga kurang relevan dengan melimpahnya kandungan kuarsa pada batupasir Nanggulan. Dengan memperhatikan berbagai hal di atas, maka penelitian melalui analisis petrografi batuan silisiklastik menjadi penting untuk dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih mendetail mengenai berbagai aspek geologi meliputi asal muasal batuan menyangkut batuan asal, perkembangan iklim purba maupun perkembangan tatanan tektonik pada Formasi Nanggulan. 2

I.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana batuan asal dari batupasir Formasi Nanggulan berdasarkan pengamatan petrografi? 2. Bagaimana kondisi tatanan tektonik pada saat pengendapan sekuen batupasir Formasi Nanggulan dilihat berdasarkan aspek komposisi dan tekstur batupasir? 3. Bagaimana kondisi iklim purba (palaeoclimate) dan relief daerah sumber Formasi Nanggulan berdasarkan komposisi batupasir? I.3 Maksud dan tujuan penelitian Maksud dari penelitian ini adalah melakukan analisis petrografi kuantitatif pada substituen material dan mineral penyusun lapisan batupasir Formasi Nanggulan untuk mengetahui batuan asal, tatanan tektonik, dan kondisi iklim purba disesuaikan dengan hasil penelitian sikuen stratigrafi dan umur batuan Formasi Nanggulan. 1. Mengetahui asal komponen penyusun batupasir Formasi Nanggulan berdasar hasil analisis petrografi. 2. Mengetahui perkembangan kondisi tatanan tektonik dalam suatu rentang waktu geologi berdasarkan analisis petrografi ditinjau dari aspek tekstur dan komposisi batuan. 3. Memberikan informasi mengenai perubahan kondisi iklim purba dihubungkan dengan relief dalam suatu rentang waktu geologi dari Formasi Nanggulan berdasarkan analisis petrografi. 3

I.4 Ruang Lingkup Penelitian I.4.1 Data Data yang digunakan untuk penelitian didapatkan dari data batuan inti pemboran dan singkapan lapangan. Berikut adalah lokasi pengambilan data batuan inti : Dusun Ngroto, Desa Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo dengan koordinat 7 0 43 46.916 S110 0 11 37.418 E Dusun Klepu, Desa Banjararum, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan koordinat 7 0 43 48.757 S 110 0 11 46.457 E Gambar 1.1 Lokasi Pengambilan Batuan Inti Nanggulan 1 & Nanggulan 2 Data didapatkan & diambil dari batuan inti Formasi Nanggulan dengan ketebalan 175 meter, yaitu pada beberapa fasies batupasir yang berkembang di 4

Formasi Nanggulan seperti yang telah diteliti oleh Ansori (2015) diantaranya: Fasies Batupasir Laminasi (Laminated Sandstone), Fasies Batupasir Masif (Massive Sandstone),Fasies batupasir struktur wavy-flaser (Wavy flasher sandstone), dan Fasies Perlapisan Batupasir-Batulempung (Claystone and sandstone interbedded facies). I.4.2 Metode Metode penelitian dilakukan dengan membuat sayatan tipis pada beberapa sampel batuan yang mewakili fasies batupasir dan kedalaman. Selanjutnya, sayatan tipis diamati menggunakan metode petrografi. I.4.3 Analisis Analisis dibuat berdasarkan hasil pengamatan petrografi secara tekstural dan komposisional pada batupasir. Metode Gazzi-Dickinson digunakan untuk mengamati material rombakan (dedrital modes) yang berada dalam batuan. Selain itu, penggunaan Metode Gazzi-Dickinson digunakan untuk mengurangi dan meminimalkan ketergantungan komposisi batuan pada ukuran butir (Ingersoll et al., 1979). I.4.4 Interpretasi Hasil pengamatan kuantitatif pada parameter material rombakan (dedrital mode) digunakan untuk menginterpretasi batuan asal, tatanan tektonik, relief, dan iklim purba. Lebih jauh lagi, penelitian ini berusaha mengetahui perubahan kondisi geologi dari waktu ke waktu disesuaikan dengan kodisi sikuen stratigrafi dan umur yang didapatkan dari hasil penelitian sebelumnya. 5

I.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui batuan asal komponen penyusun Batupasir Formasi Nanggulan, iklim purba kaitannya dengan relief, dan tatanan tektonik ketika Formasi Nanggulan terbentuk disesuaikan dengan keadaan sikuen stratigrafi dan umur dari batuan inti Nanggulan-1 dan Nanggulan-2 oleh peneliti terdahulu. I.6 Peneliti terdahulu 1. Prasetyadi, 2007 Komposisi penyusun batupasir Formasi Nanggulan terdiri dari kuarsa monokristalin (Qm)berkisar 30% sampai 78%, sedangkan kuarsa polikristalin sebagian besar tersusun oleh 2-3 kristal kuarsa. Komponen feldspar dari sampel batupasir Formasi Nanggulan sebagian besar terdiri atas plagioklas dengan kandungan kalium feldspar. Sementara itu, butir fragmen batuan yang menyusun batupasir Formasi Nanggulan terdiri batuan metamorf berupa filit kuarsa-mika, basalt, dan rijang. 2. Ansori, 2014 Fasies batupasir yang berada dalam Formasi Nanggulan berdasar data batuan inti adalah Laminated Sandstone (1,05%), Massive Sandstone (9,62%), Wavy flasher sandstone (2,46%), Claystone and sandstone interbedded facies (11,09%). Lingkungan pengendapan Formasi Nanggulan ini dimulai dari sungai, estuarin yang didominasi pasang surut dan laut 6

dangkal yang dipengaruhi oleh aliran hypocynal dan aliran hypercynal. Kemudian lingkungan mengalami pendalaman selama periode tertentu. 3. Gayatri, 2005 Penelitian lingkungan paleobatrimetri yang didasarkan pada kehadiran foraminifera bentonik dari Formasi Nanggulan dari sampel yang diambil di daerah Kalikunir, Balak menunjukkan kisaran paleobatimetri Zona Batial Atas sampai abisal. 4. Sujanto dan Sumantri, 1997 Pada Kala Eosen atas, daerah cekungan Jawa Tengah Bagian Selatan ( Cekungan depan busur magmatik tempat pengendapan Formasi Nanggulan ) berupa laut paralik yang menutupi cekungan tersebut kemudian terjadi peristiwa transgresif secara cepat. 5. Sribudiyani et al., (2003) Deformasi Jawa Tengah Bagian Selatan dipengaruhi oleh subduksi yang berlangsung dari Zaman Kapur hingga Eosen, menyebabkan adanya fragmen benua yang masuk ke bawah Pulau Jawa. Hipotesis tersebut juga didukung dengan Smyth et al., 2005 yang mengemukakan adanya fragmen Benua Gondwana di bawah Pulau Jawa berdasar analisis zircon yang memanjang dari Pegunungan Selatan hingga Yogyakarta. Batuan sedimen Kenozoik tertua yang diendapkan di atas batuan dasar yakni Formasi Nanggulan memiliki karakteristik lithologi berupa konglomerat kuarsa dan batupasir yang memiliki kandungan material volkanik yang sedikit. 6. Clements, et al.,2009 7

Pada Eosen Tengah, subduksi terjadi kembali dan menyebabkan terbentuknya busur magmatik pada bagian selatan dari Paparan Sunda. Setelah itu, cekungan mendapatkan suplai klastika sedimen yang kaya akan kuarsa pada Eosen Akhir sampai Miosen Awal oleh proses erosi sungai. 7. Lunt dan Sugiatno, 2003 Dari hasil identifikasi data biostratigrafi plankton dan nannofosil, Formasi Nanggulan terbagi menjadi 6 sub-satuan diantaranya: Songo beds, Watu Puru Beds, Jetis Beds, Pellatispira transgression beds, Cunialensis clay, dan Tegalsari marls. Lithologi berupa batupasir kuarsa dengan sisipan batupasir lempungan banyak terdapat di Songo Beds. Sedangkan pada subsatuan lainnya banyak berkembang fasies batulempung, batulanau, batubara, dan batugamping. 8. Heidrick & Marliyani, 2006 Berdasarkan data biokronostratigrafi dan lithostratigrafi, Formasi Nanggulan terbagi menjadi beberapa satuan yakni Te1, Te2, Te3, top Eocene/base Oligocene nonconformity, Oligocene Nanggulan, dan base early Miocene Menoreh Nonconformity. Kandungan batupasir kuarsa banyak terdapat pada Te1 b 9. Rivdhal & Akmaludin, 2015 Penelitian yang dilakukan pada batuan inti Nanggulan 1&2 menunjukkan umur Eosen Tengah- Eosen Atas atau berkisar 42,67-40,36 juta tahun lalu yang didasarkan pada penelitian biostratigrafi nanofosil gampingan. 8