KAJIAN OPTIMISASI KOMBINASI PRODUK PADA IKM ROTI JOGJA DI BEKASI NUGRAHA DANU KUSUMA

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Usaha Kecil Menengah

OPTIMASI PROFIT PADA PRODUKSI GULA SEMUT FORTIFIKASI VITAMIN A DENGAN TIGA TINGKATAN KUALITAS GRADE DI PT. XYZ

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

III. METODE PENELITIAN

OPTIMALISASI USAHA AGROINDUSTRI TAHU DI KOTA PEKANBARU

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah

III. METODE PENELITIAN

LINEAR PROGRAMMING. Pembentukan model bukanlah suatu ilmu pengetahuan tetapi lebih bersifat seni dan akan menjadi dimengerti terutama karena praktek.

IV. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan ragi (Saccharomyces cerevisiae) dan bahan pengembang lainnya

Written by Administrator Thursday, 10 September :01 - Last Updated Thursday, 10 September :08

LOGO BAKING TITIS SARI

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II GAMBARAN UMUM JAPANESE ROLL CAKE

CARA PEMBUATAN ROTI MANIS

OPTIMALISASI PRODUKSI MENGGUNAKAN MODEL LINEAR PROGRAMMING (Studi Kasus : Usaha Kecil Menengah Kue Semprong)

: 1. Mengetahui cara pembuatan roti standart dan roti wortel serta untuk. 2. Mengetahui volume adonan roti standart dan adonan roti wortel

IV. METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. akan tetapi sering dikonsumsi sebagai snack atau makanan selingan. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang gizi

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan.

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Metode Pengumpulan Data

RISET OPERASIONAL MINGGU KE-2. Disusun oleh: Nur Azifah., SE., M.Si. Linier Programming: Formulasi Masalah dan Model

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

BAB III PEMBAHASAN. produksi makanan berupa pia dan roti saronde. Kata Saronde diambil karena

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

Pastry. Pandu Prabowo Susilo

Nisaa Aqmarina EB10

BAB I PENDAHULUAN. apa yang dibutuhkan untuk mendapatkan produk yang telah ditetapkan.

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi. berkembang semakin maju guna mendapatkan output secara optimal sehingga

BAB III OBYEK PENELITIAN. melakukan penelitian, yang meliputi dari awal suatu penelitian sampai pada akhir

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

OPTIMALISASI PRODUKSI ROTI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GOAL PROGRAMMING (STUDI KASUS : UKM IBARAKI BAKERY KOTA PALU)

III KERANGKA PEMIKIRAN

MATEMATIKA SISTEM INFORMASI 2 [KODE/SKS : IT / 2 SKS]

BAB 2 LANDASAN TEORI

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA 2014

Kue atau yang disebut juga cake merupakan produk bakery yang banyak diminati masyarakat. Dalam membuat kue, ada tiga faktor yang sangat menentukan

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani

OLAHAN PANGAN DARI UBI JALAR UNGU

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan makanan pokok kedua setelah nasi. Budaya makan roti sendiri sudah

Bisnis Kerupuk Udang, Renyah Menguntungkan

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA JOB SHEET PENGOLAHAN BAKERY

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

PEMBUATAN ES KRIM SIRSAK (Annona muricata L.) dan ANALISA EKONOMI PRODUKNYA

Coklat. Berikut ini Jenis-jenis coklat yang beredar dipasaran antara lain : 1. Couverture

Mengemas Laba Usaha Kacang Mete Di Musim Lebaran

Resep Kue. Resep kue nastar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

Written by Administrator Sunday, 06 September :45 - Last Updated Sunday, 06 September :56

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

ANALISIS PENENTUAN HARGA JUAL PADA UKM RASA BAKERY DENGAN MENGGUNAKAN METODE COST PLUS PRICING DENGAN PENDEKATAN FULL COSTING PADA BULAN AGUSTUS,

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB III PEMBAHASAN. = tujuan atau target yang ingin dicapai. = jumlah unit deviasi yang kekurangan ( - ) terhadap tujuan (b m )

I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha. Kegiatan memproduksi barang dan jasa merupakan ciri khas dari adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Pengusahaan Yoghurt di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

Nama : WENY ANDRIATI NPM : Kelas : 3 EB 18

1. MOCCA ANGEL CAKE A. RESEP

BAB II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

Resep kue lapis lengkap

METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

BAB V PROSES PENGOLAHAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. industry Adijaya Bakery.Home industry ini terletak di Kompleks Ruko Wijaya

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

Hasil dan Perhitungan Uji Penerimaan Produk dari 30 panelis. Kategori penilaian 1 Perpaduan warna bagus, nice. Warna

tips: Menyimpan Tahu Segar

Transkripsi:

KAJIAN OPTIMISASI KOMBINASI PRODUK PADA IKM ROTI JOGJA DI BEKASI NUGRAHA DANU KUSUMA PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Optimisasi Kombinasi Produk Pada IKM Roti Jogja di Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Nugraha Danu Kusuma NIM H24114035

ii ABSTRAK NUGRAHA DANU KUSUMA. H24114035. Kajian Optimisasi Kombinasi Produk Pada IKM Roti Jogja di Bekasi. Dibawah bimbingan PRAMONO D FEWIDARTO. Optimisasi produksi adalah penggunaan faktor-faktor produksi seefisien mungkin. Linear Programming merupakan metode matematika dalam mengalokasikan sumber daya yang langka untuk mencapai tujuan seperti memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan, menyusun formulasi linear programming, dan mengkaji perubahan tingkat keuntungan produk roti dan pia pada IKM Roti Jogja untuk 1 tahun atau 6 periode mendatang. Dari hasil optimisasi produksi didapatkan kombinasi produk dengan menggunakan metode analisis primal, dan analisis sensitivitas. Dari metode tersebut menunjukkan adanya peningkatan keuntungan perusahaan, dan pemanfaatan sumber daya produksi yang belum optimal. Hasil tersebut dapat dijadikan penetapan kebijakan perusahaan untuk tahun berikutnya. Kata kunci: Optimisasi produksi, linear programming, analisis primal. ABSTRACT NUGRAHA DANU KUSUMA. H24114035. Optimization Product Combination Study In IKM Roti Jogja Bread in Bekasi. Supervised by PRAMONO D FEWIDARTO Production optimization is the use of factors of production as efficiently as possible. Linear Programming is a mathematical method of allocating scarce resources to achieve objectives such as maximizing profits or minimizing costs. The purpose of this study was to analyze the factors that affect profits, formulate linear programming, and examine changes in the level of profit bakery products and pia at IKM Roti Jogja for 1 year or 6 coming period. From the results obtained combination product production optimization using analytical methods of primal and sensitivity analysis. Of these methods show an increase in corporate profits, and utilization of production resources are not optimal. hese results can be used as setting policy for the company next year. Keywords: Production optimization, linear programming, analysis of primal.

KAJIAN OPTIMISASI KOMBINASI PRODUK PADA IKM ROTI JOGJA DI BEKASI NUGRAHA DANU KUSUMA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 iii

iv Judul Skripsi Nama NIM : Kajian Optimisasi Kombinasi Produk Pada IKM Roti Jogja di Bekasi : Nugraha Danu kusuma : H24114035 Disetujui oleh Dosen Pembimbing Ir Pramono D Fewidarto, MS Pembimbing Diketahui oleh Dr. Mukhamad Najib, STP, MM Ketua Departemen Tanggal lulus :

PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karunia-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi berjudul Kajian Optimisasi Kombinasi Produk Pada IKM Roti Jogja di Bekasi disusun sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Pramono D Fewidarto, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Gustri dan Bapak Sukamto beserta seluruh karyawan IKM Roti Jogja, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman atas doa, dukungan, semangat, dan inspirasi hidup. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Bogor, Februari 2014 Nugraha Danu Kusuma v

vi DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR TABEL viii DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Pengertian Produksi dan Operasi 3 Optimisasi Produksi 3 Linear Programming 3 Analisis Primal 4 Analisis Sensitivitas 5 Pengertian Batasan IKM 5 Faktor-Faktor Produksi Roti 6 Penelitian Terdahulu 9 METODE PENELITIAN 11 Kerangka Pemikiran Penelitian 11 Lokasi dan Waktu Penelitian 12 Jenis dan Sumber Data 12 Analisis Data 13 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 Gambaran Umum Perusahaan 14 Struktur Organisasi 14 Proses Produksi 15 Pemasaran 17 Perumusan Model Linear Programming 17 Perumusan Peubah Keputusan 17

Perumusan Fungsi Tujuan 18 Perumusan Persamaan Kendala 19 Hasil Optimisasi Fungsi Tujuan 28 Hasil Optimisasi Sumber Daya 31 Analisis Sensitivitas 42 Skenario 1 42 Skenario 2 43 Skenario 3 44 Implikasi Manajerial 45 KESIMPULAN DAN SARAN 47 Kesimpulan 47 Saran 47 DAFTAR PUSTAKA 48 LAMPIRAN 49 RIWAYAT HIDUP 88 vii

viii DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian 11 Gambar 2. Struktur organisasi 14 Gambar 3. Saluran distribusi IKM Roti Jogja 17 DAFTAR TABEL Tabel 1. Jenis dan sumber data 12 Tabel 2. Penjualan aktual Juli 2012 sampai dengan Juni 2013 dan target produksi Juli 2013 sampai dengan Juni 2014 IKM Roti Jogja 18 Tabel 3. Penggunaan mesin untuk pembuatan roti dan pia 26 Tabel 4. Perbandingan hasil optimisasi dan target produksi periode-1 29 Tabel 5. Perbandingan hasil optimisasi dan target produksi periode-2 29 Tabel 6. Perbandingan hasil optimisasi dan target produksi periode-3 30 Tabel 7. Perbandingan hasil optimisasi dan target produksi periode-4 30 Tabel 8. Perbandingan hasil optimisasi dan target produksi periode-5 30 Tabel 9. Perbandingan hasil optimisasi dan target produksi periode-6 31 Tabel 10. Hasil optimisasi penggunaan tepung terigu 31 Tabel 11. Hasil optimisasi penggunaan mentega 32 Tabel 12. Hasil optimisasi penggunaan gula 32 Tabel 13. Hasil optimisasi penggunaan ragi 33 Tabel 14. Hasil optimisasi penggunaan penghalus roti 33 Tabel 15. Hasil optimisasi penggunaan calcium propionate 34 Tabel 16. Hasil optimisasi penggunaan minyak goreng 34 Tabel 17. Hasil optimisasi penggunaan cokelat butir 35 Tabel 18. Hasil optimisasi penggunaan keju 35 Tabel 19. Hasil optimisasi penggunaan selai strawberry 35 Tabel 20. Hasil optimisasi penggunaan selai blueberry 36 Tabel 21. Hasil optimisasi penggunaan kacang hijau 36 Tabel 22. Hasil optimisasi penggunaan kemasan produk-1 37 Tabel 23. Hasil optimisasi penggunaan kemasan produk-2 37 Tabel 24. Hasil optimisasi penggunaan kemasan produk-3 37 Tabel 25. Hasil optimisasi penggunaan kemasan produk-4 38 Tabel 26. Hasil optimisasi penggunaan kemasan produk-5 38 Tabel 27. Hasil optimisasi penggunaan jam kerja TKL 39 Tabel 28. Hasil optimisasi penggunaan jam kerja mesin mixer 39 Tabel 29. Hasil optimisasi penggunaan jam kerja mesin pencetakan 40 Tabel 30. Hasil optimisasi penggunaan jam kerja mesin oven 40 Tabel 31. Hasil optimisasi penggunaan jam kerja mesin pengemasan 40 Tabel 32. Hasil optimisasi penggunaan anggaran biaya produksi 41 Tabel 33. Penghematan biaya produksi 41 Tabel 34. Hasil optimisasi fungsi tujuan skenario 1 43 Tabel 35. Hasil optimisasi fungsi tujuan skenario 2 44 Tabel 36. Hasil optimisasi fungsi tujuan skenario 3 44

Tabel 37. Hasil perolehan keuntungan pada kondisi optimal awal, skenario-1, skenario-2, skenario-3 45 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Perkembangan jumlah usaha dan nilai produksi IKM makanan dan minuman tahun 2006-2010 di Indonesia 49 Lampiran 2. Rekap penelitian terdahulu 50 Lampiran 3. Diagram alir tahapan penelitian 51 Lampiran 4. Rencana pengumpulan data terkait dengan tujuan penelitian 52 Lampiran 5. Perumusan fungsi tujuan 54 Lampiran 6. Perumusan persamaan kendala bahan baku tepung terigu, mentega, gula dan ragi 71 Lampiran 7. Perumusan persamaan kendala bahan baku penghalus roti, calcium propionate dan minyak goreng 72 Lampiran 8. Perumusan persamaan kendala bahan baku isian roti 73 Lampiran 9. Perumusan persamaan kendala bahan penolong kemasan produk 74 Lampiran 10. Perumusan persamaan kendala jam tenaga kerja langsung 75 Lampiran 11. Perumusan persamaan kendala jam mesin mixer dan pencetakan 76 Lampiran 12. Perumusan persamaan kendala jam mesin oven dan packing 77 Lampiran 13. Perumusan persamaan kendala anggaran biaya produksi 78 Lampiran 14. Ketersediaan jam mesin pada skenario 2 79 Lampiran 15. Hasil software LINDO 80 Lampiran 16. Hasil software LINDO skenario 1 82 Lampiran 17. Hasil software LINDO skenario 2 84 Lampiran 18. Hasil software LINDO skenario 3 86 ix

PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia selain pakaian dan tempat tinggal. Dalam teori hierarki kebutuhan Maslow, kebutuhan yang paling mendasar adalah kebutuhan fisiologis yang terdiri dari makanan, air, tempat tinggal, dan pakaian. Artinya manusia akan memenuhi kebutuhan fisiologi terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan yang lain. Roti merupakan salah satu jenis makanan yang banyak disukai oleh masyarakat Indonesia. Produk roti saat ini bukan hanya dilihat sebagai makanan sampingan, melainkan sudah menjadi makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Bahkan di kalangan remaja dan anak-anak, produk roti sudah menggeser nasi sebagai sumber karbohidrat utama. Simple dan instant food, mungkin itu sebutannya karena bisa langsung dikonsumsi serta tidak sulit untuk menemukan produk roti yang ingin dikonsumsi. Kondisi yang demikian menyebabkan produsen roti berlomba-lomba untuk memproduksi roti yang sesuai dengan keinginan konsumen serta jumlah tempat penjualan roti yang semakin bertambah. Peningkatan atau penurunan jumlah industri yang bergerak di bidang yang sama merupakan salah satu dampak dari persaingan. Persaingan merupakan ancaman bagi perusahaan atau industri pendatang baru maupun yang sudah lama berdiri karena akan berdampak pada profit yang dihasilkan dan kelangsungan hidup suatu usaha. Persaingan yang semakin ketat antar perusahaan produsen mendorong setiap perusahaan untuk mengendalikan produksinya pada setiap lini agar tercapai efisiensi penggunaan bahan baku dan kapasitas produksi yang dimiliki. Setiap perusahaan pasti menginginkan peningkatan profit untuk mengembangkan perusahaan dan memenangkan persaingan. Perkembangan jumlah usaha dan nilai produksi Industri Kecil Menengah (IKM) makanan dan minuman di Indonesia tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Lampiran 1. Dilihat dari laju pertumbuhan produksi dari tahun 2006 ke tahun 2010, jenis industri roti dan sejenisnya memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan jenis industri lainnya. Hal ini menunjukkan jenis industri roti dan sejenisnya memiliki potensi untuk dikembangkan. Roti Jogja merupakan industri yang tergolong dalam Industri Kecil Menengah (IKM) yang memproduksi roti. Perusahaan ini termasuk perusahaan pendatang baru karena baru berdiri sekitar tujuh tahun yang lalu. Produksi merupakan bagian utama dalam sebuah industri, sehingga mengatur perencanaan produksi menjadi permasalahan yang penting untuk diketahui dan dikelola dengan baik agar proses produksi suatu industri berjalan dengan lancar. Optimisasi produksi atau kombinasi produk yang optimum merupakan sebuah istilah dalam mengatur pola perencanaan produksi untuk memperoleh keuntungan yang maksimal dengan memperhatikan keterbatasan sumber daya atau faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan.

2 Perumusan Masalah Keuntungan atau profit yang maksimal menjadi salah satu tujuan dari setiap perusahaan untuk mengembangkan perusahaan dan memenangkan persaingan dengan memanfaatkan sumber daya dan kapasitas produksi yang terbatas. Perusahaan perlu memprioritaskan produk-produk apa saja yang akan diproduksi dan melakukan kombinasi produk optimum atau optimisasi produksi, yaitu menghasilkan kombinasi produk yang dapat memaksimalkan keuntungan. Berdasarkan hal di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimanakah kombinasi produk yang dapat memaksimalkan keuntungan dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki IKM Roti Jogja? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah : a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan perusahaan. b. Menyusun formulasi linear programming (LP) untuk memaksimalkan keuntungan. c. Menetapkan kombinasi produk yang dapat memaksimalkan keuntungan. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi sarana bagi penulis untuk mengimplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa kuliah secara langsung di lapangan. b. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan di bidang usaha. c. Bagi kalangan akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang terkait dengan optimisasi produksi. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berfokus pada identifikasi parameter dan kendala yang dapat digunakan untuk menentukan kombinasi produk yang nantinya dapat memaksimalkan keuntungan pada IKM Roti Jogja.

3 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Produksi dan Operasi Pengertian produksi dan operasi dalam arti luas menurut Assauri (2008) adalah kegiatan yang mentransformasikan masukan (input) menjadi luaran (output), mencakup semua kegiatan atau aktivitas yang menghasilkan barang dan jasa, serta kegiatan-kegiatan lain yang mendukung atau menunjang usaha untuk menghasilkan produk tersebut. Hal ini kegiatan produksi terdapat pada pabrik manufaktur, pertambangan, perhotelan, rumah sakit, pelayanan dan lain sebagainya. Produksi dan operasi hanya dimaksud sebagai kegiatan yang menghasilkan barang, baik barang jadi maupun barang setengah jadi. Pengertian produksi dan operasi dalam ekonomi adalah merupakan kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan dan menambah kegunaan atau utilitas suatu barang atau jasa. Menurut Handoko (2008), manajemen produksi dan operasi merupakan usaha-usaha pengelolaan secara optimal penggunaan sumber daya atau faktor produksi tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, bahan mentah, dan sebagainya dalam proses tranformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk dan jasa. Optimisasi Produksi Optimisasi produksi menurut Soekartawi (1992) adalah penggunaan faktorfaktor produksi seefisien mungkin. Faktor-faktor produksi tersebut adalah modal, mesin, bahan baku, bahan pembantu, tenaga kerja. Optimisasi yang dilakukan dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu: a. Maksimisasi, yaitu menggunakan atau mengalokasikan input yang ditentukan untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Maksimisasi keuntungan ini dapat dilihat baik dari segi laba sistem kerja yang efektif (rancangan penugasan), maksimisasi pangsa pasar dan lokasi perusahaan. b. Minimisasi, yaitu untuk menghasilkan tingkat output tertentu dengan menggunakan input atau biaya yang paling minimal. Minimisasi dapat berupa minimisasi penggunaan sumber daya, biaya distribusi, biaya persediaan, biaya pengendalian mutu, jumlah tenaga kerja, waktu proses pelayanan dan fasilitas perusahaan. Persoalan produksi menurut Mulyono (2004) adalah membuat nilai suatu fungsi beberapa peubah menjadi maksimum atau minimum atau dengan memperhatikan batasan-batasan. Biasanya pembatas-pembatas tersebut berupa tenaga kerja (men), uang (money) namun bisa pula kapasitas, permintaan, bahan baku dan lainnya. Pemrograman linier (linear programming atau LP) adalah suatu metode yang digunakan dalam penentuan optimisasi produksi suatu perusahaan. Linear Programming Sejak diperkenalkan pada tahun 1940-an, Linear Programming (LP) menjadi salah satu alat riset operasi yang paling efektif. LP merupakan metode matematika dalam mengalokasikan sumber daya yang langka untuk mencapai

4 tujuan seperti memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. LP banyak diterapkan dalam membantu menyelesaikan masalah ekonomi, industri, militer, sosial dan lain-lain (Mulyono, 2004). Model linear programming mengandung asumsi-asumsi implisit tertentu yang harus dipenuhi agar definisinya sebagai suatu masalah program linier menjadi absah. Agar linear programming dapat diterapkan maka asumsi-asumsi dasar yang dapat digunakan adalah : a. Liniarity dan Additivity Kata linier secara tidak langsung mengatakan bahwa hubungannya proporsional yang berarti bahwa tingkat perubahan atau kemiringan hubungan fungsional itu adalah konstan dan karena itu perubahan nilai variabel akan mengakibatkan perubahan relatif nilai fungsi dalam jumlah yang sama. LP juga mensyaratkan bahwa jumlah variabel kriteria dan jumlah penggunaan sumberdaya harus bersifat additif. Additif dapat diartikan sebagai tak adanya penyesuaian pada perhitungan variabel kriteria karena terjadi interaksi. b. Divisibility Asumsi ini berarti bahwa nilai solusi yang diperoleh, X j tidak harus berupa bilangan bulat. Ini berarti nilai X j dapat terjadi pada nilai pecah manapun. Karena itu variabel keputusan merupakan variabel kontinyu, sebagai lawan dari variabel diskrit atau bilangan bulat. c. Deterministic Semua parameter model (c j, a ij dan b i ) diasumsikan diketahui konstan. LP secara tidak langsung mengasumsikan suatu masalah keputusan dalam suatu kerangka statis di mana semua parameter diketahui dengan kepastian. Dalam kenyataannya, parameter model jarang bersifat deterministik, karena mereka mencerminkan kondisi masa depan maupun sekarang, dan keadaaan masa depan jarang diketahui dengan pasti. Bentuk model umum LP itu adalah : Maksimumkan (minimumkan)...(1) Dengan syarat : a ij x j (, =, ) bi, untuk semua i ( i=1,2,... m ) semua x j 0 Keterangan : X j : banyaknya kegiatan j, di mana j = 1,2,... n. berarti di sini terdapat n variabel keputusan Z : nilai fungsi tujuan c j : sumbangan per unit kegiatan, untuk masalah maksimisasi c j menunjukan keuntungan atau penerimaan per unit, sementara dalam kasus minimisasi menunjukkan biaya per unit. b i : jumlah sumber daya i (i=1, 2,..., m), berarti terdapat m jenis sumber daya a ij : banyaknya sumberdaya i yang dikonsumsi sumber daya j Analisis Primal Analisis primal digunakan untuk mengetahui dan menentukan kombinasi produk terbaik yang dapat menghasilkan tujuan dengan keterbatasan sumber daya yang ada. Maka dari itu, akan diperoleh berapa jumlah setiap variabel keputusan (Xn) yang akan diproduksi dan dapat memaksimumkan nilai fungsi tujuan (Z)

5 dengan dihadapkan pada sumber daya yang ada. Hasil analisis primal akan dibandingkan dengan tingkat kombinasi produk aktual perusahaan, sehingga dapat diketahui apakah perusahaan sudah melakukan kombinasi produk pada tingkat yang optimal (Taha, 1996). Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana jawaban optimal dapat diterapkan apabila terjadi perubahan parameter yang membangun model. Perubahan yang dapat terjadi adalah perubahan koefisien fungsi tujuan, perubahan koefisien persamaan kendala, perubahan nilai sebelah kanan model, dan adanya tambahan variabel keputusan. Analisis ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pemecahan optimal baru yang memungkinkan sesuai dengan parameter perhitungan tambahan yang minimal. Analisis sensitivitas juga berguna untuk mengetahui seberapa jauh solusi optimal awal tidak akan berubah jika terjadi perubahan pada harga jual setiap produk, biaya per satuan produk, dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki. Apabila perubahan-perubahan yang terjadi masih dalam selang yang diperbolehkan, maka solusi optimal awal tidak akan berubah. Selang dalam linier programming terdiri atas batas penurunan (allowable decrease) dan batas peningkatan (allowable increase). Batas penurunan memperhatikan besarnya nilai penurunan parameter fungsi tujuan atau nilai penurunan ketersediaan sumber daya yang tidak mengubah solusi optimal awal. Pada fungsi kendala, analisis sensitivitas dapat menilai ruas sebelah kanan kendala yang digunakan untuk menentukan status kendala pembatas dan bukan pembatas pada optimisasi produksi. Suatu kendala dikatakan pembatas apabila terdapat nilai batas penurunan dan peningkatan. Biasanya kendala bukan pembatas ditunjukkan oleh adanya nilai tidak terhingga (infinity) pada nilai batas peningkatan (allowable increase). Hal ini menunjukkan selang perubahan peningkatan mencapai tidak terhingga. Artinya seberapapun peningkatan nilai sebelah kanan kendala tersebut tidak akan mempengaruhi solusi optimal. Solusi awal akan berubah apabila perubahan yang terjadi di luar selang perubahan yang diperbolehkan (Taha, 1996). Pengertian Batasan IKM Batasan Industri kecil dan menengah menurut Undang-undang No 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, menengah dapat didefinisikan sebagai berikut : a. Industri kecil adalah kegiatan ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih dari 50 juta rupiah sampai dengan paling banyak 500 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300 juta rupiah sampai dengan paling banyak 2.5 milyar rupiah. b. Industri menengah adalah kegiatan ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,

6 dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha kecil atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih dari 500 juta rupiah sampai dengan paling banyak 10 milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari dua milyar 500 juta rupiah sampai dengan paling banyak 50 milyar rupiah. Faktor-Faktor Produksi Roti Bahan dan alat dalam pembuatan roti merupakan faktor-faktor produksi roti harus menunjang produk yang akan dipasarkan. Bahan-bahan yang berkualitas serta kelengkapan peralatan yang digunakan dapat menghasilkan produk yang layak jual. Secara umum bahan-bahan dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan roti adalah bahan dan alat-alat standar. Artinya bahan-bahan dan perlatan yang digunakan sudah memenuhi standar pembuatan roti. Bahan-bahan yang digunakan secara umum adalah tepung, telur, susu, mentega, margarin, gula dan pengembang. Adapun peralatan yang digunakan diantaranya mikser, oven/microwave, loyang/cetakan, timbangan, takaran dan plastik kemasan. (Mujib, 2011) Ada beberapa bahan dan peralatan yang menjadi standar dalam usaha roti. Bahan dan peralatan tersebut antara lain sebagai berikut. a. Tepung Tepung merupakan bahan dasar dalam membuat roti. Hampir semua jenis tepung dapat digunakan, seperti tepung beras, tepung sagu, tepung terigu, dan tepung lainnya. Namun, secara umum tepung terigu memang lebih banyak dipakai. Tepung terigu berasal dari tepung gandum yang diolah melalui penggilingan dan pemutihan. Dari pengolahan biji gandum sendiri dapat dihasilkan beberapa jenis tepung diantaranya sebagai berikut : 1. Hard Wheat Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard wheat). Tepung jenis ini memiliki kadar protein tinggi. Kadar proteinnya sekitar 11 sampai 13%. Sifat tepung ini memiliki daya serap air yang tinggi, mudah dicampur, difermentasikan, elastis dan mudah digiling. Tepung ini cocok untuk bahan baku roti, mie dan pasta. 2. Medium Wheat Tepung ini dibuat dari campuran tepung hard wheat dan soft wheat. Tepung ini memiliki kadar protein sedang. Kandungan proteinnya sekitar 10 sampai 11%. Tepung ini di pasaran dikenal dengan tepung serbaguna. Tepung jenis ini cocok digunakan untuk membuat donat, bakpao, bapel, cake dan muffin. 3. Soft Wheat Tepung ini memiliki kadar protein rendah. Kandungan proteinnya sekitar 8 sampai 9%. Tepung ini dibuat dari gandum lunak. Soft wheat cocok untuk membuat biskuit, kue kering dan jenis kue yang tidak melalui proses fermentasi karena memiliki daya serap air yang rendah, adonan sukar diuleni, tidak elastis dan daya pengembangannya rendah.

4. Whole Meal Flour Tepung ini dibuat dari biji gandum utuh termasuk dedaknya sehingga warna tepung lebih gelap. Tepung ini mengandung serat (fiber) tinggi. Tepung jenis ini cocok untuk makanan kesehatan dan menu diet, seperti roti gandum atau biskuit gandum. b. Telur Telur yang biasa digunakan adalah telur ayam. Untuk membuat roti yang diperlukan adalah kuning telurnya saja. Telur berfungsi sebagai bahan pengikat bahan-bahan lain agar adonan menjadi kental dan mudah diuleni. c. Gula Bahan lain untuk membuat roti adalah gula. Di pasaran terdapat berbagai jenis gula, seperti gula aren, gula tebu, gula batu, gula jagung dan gula pasir. Gula yang digunakan adalah gula pasir. Gula halus atau gula pasir yang digiling bisa menjadi tepung gula yang akan digunakan dalam pembuatan roti. Gula berfungsi untuk memberikan rasa manis pada roti serta membuat roti menjadi lebih empuk. Gula juga berfungsi sebagai energi bagi ragi untuk memulai aktivitasnya sehingga proses pengembangan menjadi lebih cepat. d. Mentega Mentega atau butter terbuat dari susu yang mengandung lemak susu paling tinggi. Kadar lemak dalam susu sekitar 80% bahkan lebih. Mentega memiliki aroma harum dan rasanya gurih. Di pasaran ada dua jenis mentega yang dikenal, yaitu unsalted butter (mentega tawar) dan salted butter (mentega dengan tambahan garam). Mentega harus disimpan di tempat yang bersih dan aman karena terbuat dari bahan yang mengandung lemak, mentega lebih mudah berjamur dan berbau tengik. Untuk itu simpanlah mentega dalam wadah yang tertutup rapat dan simpan dalam lemari pendingin. e. Margarin Berbeda dengan mentega, margarin terbuat dari minyak nabati. Umumnya berasal dari kelapa sawit. Warnanya lebih kuning karena ada penambahan zat warna alami. Bentuknya lebih padat karena ada proses penjenuhan asam lemak atau hidrogenasi dan titik lelehnya lebih tinggi dari mentega. Sama seperti mentega, margarin juga mudah berjamur dan berbau tengik. Simpan dalam wadah tertutup dan lebih aman disimpan dalam lemari pendingin. f. Susu Susu sering ditambahkan dalam pembuatan roti untuk meningkatkan cita rasa. Susu mengandung unsur-unsur gizi yang diperlukan tubuh dan manfaat susu bagi kesehatan sudah tidak diragukan lagi. Manfaat susu diantaranya adalah mencegah osteoporosis dan mencegah kanker usus, menetralisasi racun timah dalam makanan dan membuat kulit menjadi halus. Dalam pembuatan roti, jenis susu yang digunakan dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Jenis susu yang bisa digunakan adalah sebagai berikut : 1. Susu Skim Susu jenis ini hampir seluruh kandungan isinya adalah protein. Kadar lemaknya sangat rendah, yaitu sekitar 1%. 7

8 2. Susu Full Cream Susu jenis ini mengandung lemak sekitar 4% dan mengandung vitamin A dan D. 3. Susu Low Fat Susu jenis mengandung kadar lemak lebih rendah daru susu full cream. Jumlah lemak yang terdapat pada susu low fat sekitar setengah dari susu full cream. 4. Susu Kalsium Susu jenis ini mengandung kadar kalsium lebih tinggi. Jumlah lemak dalam susu dikurangi dan ditambah kalsium. 5. Susu UHT Susu jenis ini sudah dipanaskan dalam suhu 140 C dalam waktu 2 sampai 4 detik. Dikemas dalam karton kedap udara dan dapat disimpan dalam waktu lama karena telah melewati proses pemanasan (Ultra High Temperature-Treated). 6. Susu Kental Manis Susu ini terbuat dari susu cair yang sudah dipasteurisasi kemudian ditambah gula. Biasanya bahan baku pembuatan susu cair adalah susu segar yang tidak memenuhi syarat untuk diproses menjadi susu cair karena minimnya kandungan lemak. g. Pengembang/Ragi Bahan pengembang untuk roti biasa dikenal dengan sebutan ragi. Dalam bahsa latinnya adalah saccharomyces cerevisiae. Ragi atau dalam bahasa umum ilmiahnya yeast adalah mahluk renik atau mikroba yang memanfaatkan gula sebagai bahan makanannya untuk berkembang biak. Dalam pembuatan roti, ragi berfungsi memfermentasikan karbohidrat pada tepung dan menghasilkan CO 2 serta alkohol. Adonan akan mengembang ketika glutein memerangkap gas CO 2, sedang alkohol akan teruapkan selama pemanggangan. Ragi juga membuat adonan menjadi elastis dan lekat sehingga menaikan rasa dan aroma roti. Ragi terdapat beberapa jenis, yaitu : 1. Ragi segar (compressed yeast), berbentuk padat segar dan mengandung 70% kadar air. Harus disimpan dalam lemari es. 2. Ragi koral (active dry yeast), berbentuk koral dengan kandungan air 7,5%. Untuk mengaktifkannya, rendam dalam air bersuhu 40 C dengan perbandingan ragi dan air 1:4 selama 10 menit atau lebih. 3. Ragi instan (instant dry yeast), berbentuk butiran, sangat praktis karena dapat langsung dicampurkan dengan bahan kering lainnya (kecuali garam yang dapat mematikan kerja roti). h. Garam Garam diperlukan sebagai tambahan rasa pada roti dan memiliki fungsi untuk memberikan aroma dan rasa, mengatur kadar peragian dan memutihkan warna roti. Sedikit garam pada roti (sekitar 10 sampai 11% dari jumlah tepung terigu) dapat meningkatkan kekuatan gluten sehingga adonan roti lebih mudah diuleni dan mencegah ragi berkembang biak terlalu cepat.

9 i. Cokelat Cokelat dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk rasa. Cokelat dapat digunakan sebagai isi roti maupun hiasan luar. Cokelat dapat diolah dan dipadukan dengan bahan lain sehingga menambah cita rasa roti. Ada beberapa jenis cokelat yang dapat digunakan dalam pengolahan roti, yaitu : 1. Couverture Cokelat ini adalah jenis cokelat terbaik dan kandungan kakaonya yang tinggi sehingga menghasilkan cita rasa yang baik. Cokelat ini cocok digunakan untuk produk cokelat olahan. Cokelat ini dilelehkan terlebih dahulu sebelum digunakan. 2. Plain Chocolate Cokelat jenis ini baik digunakan untuk roti. Kandungan kakao dalam cokelat bervariasi antara 30 sampai 70%. Semakin tinggi konsentrasi massa kakao semakin naik rasanya. 3. Milk Chocolate Cokelat jenis ini merupakan campuran gula, cacoa butter, cokelat cair, susu dan vanila. Jumlah kakaonya hanya 20% dan rasanya lebih manis dibandingkan plain chocolate. Cokelat jenis ini rasanya manis dan lembut karena mengandung susu. Cokelat jenis ini tidak cocok untuk membuat roti karena kandungan kakaonya rendah dan mudah hangus jika dilelehkan. 4. White Chocolate Cokelat ini dibuat dari lemak cokelat, gula, susu dan vanila. Cokelat ini dapat dikonsumsi langsung dan dapat digunakan untuk hiasan kue. Karena mudah hangus, sebaiknya memasak cokelat ini dengan hati-hati. 5. Kakao Jenis cokelat ini tidak mengandung lemak kakao. Cokelat ini sangat mudah diolah dan ekonomis karena berbentuk serbuk. j. Keju Keju dapat dijadikan bahan tambahan dalam pembuatan roti. Keju dapat memberikan cita rasa pada roti. Keju juga dapat digunakan sebagai isi roti atau hiasan pada luar roti. Keju dapat diolah dengan bahan lain sehingga menciptakan cita rasa baru. Bahan dasar keju adalah susu yang difermentasikan. Keju memiliki kandungan gizi yang bermanfaat bagi tubuh. Dalam keju terdapat protein, lemak, karbohidrat, fosfor dan zat besi. Jenis keju berdasarkan teksturnya terbagi menjadi dua, yaitu keju lunak dan keju keras/padat. k. Selai Selai dapat menjadi isi roti, dan selai yang biasa digunakan adalah strawberry, blueberry, srikaya, pindekas, nanas, dan lain-lain. Selai juga dapat dibuat sendiri dengan penambahan cita rasa yang khas agar membedaka dengan selai-selai lainnya. Penelitian Terdahulu Andinova (2009) melakukan penelitian mengenai kajian optimisasi pada PT. Pismatex, Pekalongan. Peubah keputusan didalam proses penelitian tersebut adalah tingkat produksi sarung selama satu periode produksi (12 bulan), yang

10 dikelompokan menjadi lima kelompok jenis produk. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa PT. Pismatex mengalami kendala dalam upayanya, kendala yang dialami adalah keterbatasan sumber daya yang dimilikinya, yaitu meliputi ketersediaan bahan baku, jam tenaga kerja langsung, jam mesin dan jumlah permintaan. Pada kondisi optimal, penggunaan ketersediaan kendalakendala tersebut masih terdapat sumber daya yang belum dimanfaatkan secara optimal yang ditunjukan oleh banyaknya nilai slack dan surplus pada model. Tingkat keuntungan yang dihasilkan dari proses optimisasi produksi adalah Rp47 701 230 000. Nilai ini jauh lebih tinggi dari tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan pada saat kondisi aktual, yaitu Rp42 946 352 240. Dengan proses kombinasi produk maka dapat memberikan tambahan keuntungan sebesar Rp4 754 877 760. Pratama (2011) melakukan penelitian mengenai kajian optimisasi biaya produksi dan persediaan bahan baku pada PT. Federal Karyatama. PT. FKT memproduksi delapan jenis oli mesin yang masing-masing diproses dalam beberapa tahap. Proses optimisasi menjadikan hasil perencanaan lebih efisien dari segi biaya produksi, setelah dilakukan optimisasi biaya produksi produk pada periode produksi 2011 adalah Rp682 380 830 761, sedangkan rencana yang disusun oleh PT. FKT adalah sebesar Rp682 996 998 207, hal ini menunjukan bahwa rencana produksi yang dilakukan PT. FKT masih belum efisien. Retnianto (2012) melakukan penelitian mengenai kajian optimasi penggunaan faktor-faktor produksi pada ukm UD. Praktis Magetan, Jawa Timur. Kendala yang dihadapi oleh ukm UD. Praktis Magetan dalam upaya memaksimalkan keuntungan adalah berupa proses produksi dalam bentuk keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Pada kondisi optimum penggunaan sumber daya tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimum, ditunjukan dengan oleh banyaknya nilai pada slack/surplus dalam model. Tingkat keuntungan yang dihasilkan dari proses optimisasi dengan 3 kendala (kendala bahan baku, kendala ketersediaan jam tenaga kerja dan kendala ketersediaan jam tenaga kerja) adalah Rp430 172 700 dan aktualnya adalah Rp339 593 500, sehingga terpadat selisih sebesar Rp90 579 200 dalam satu periode. Yusuf (2009) melakukan penelitian mengenai kajian optimalisasi kain tenun sutera pada CV Batu Gede di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Kombinasi atau jenis kain sutera yang diproduksi CV Batu Gede untuk mencapai kondisi optimal sama dengan jenis kain sutera yang diproduksi pada kondisi aktual yaitu jenis kain sutera dobby dan tenun warna. Keuntungan aktual perusahaan selama periode analisis (12 bulan) adalah sebesar Rp82 862 122.62. Sedangkan keuntungan yang masih dapat dicapai perusahaan pada kondisi optimal adalah sebesar Rp85 057 260.00. Artinya perusahaan akan memperoleh keuntungan tambahan sebesar Rp2 195 137.38 selama periode 12 bulan. Rekap penelitian terdahulu disajikan pada Lampiran 2.

11 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Mendapatkan keuntungan yang maksimal merupakan salah satu tujuan dari setiap perusahaan untuk mengembangkan perusahaan sehingga memiliki daya saing yang lebih unggul dibandingkan dengan kompetitornya. Tujuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan maksimal dapat dicapai dengan cara merancang dan mengimplementasikan strategi manajemen yang tepat. Pada industri manufacturing salah satu elemen yang penting adalah bagaimana perusahaan dapat menyusun sebuah perencanaan produksi yang optimal. Perencanaan produksi sangat penting karena setiap perusahaan memiliki keterbatasan sumber daya yang akan dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan pasar. Kerangka pemikiran yang disusun diawali dengan mengatur rencana pola produksi. Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun pola produksi yaitu permintaan produk, bahan baku, kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan, dan anggaran biaya produksi. Rencana pola produksi yang berbeda pasti memerlukan pengaturan persediaan bahan baku yang berbeda pula, dengan sumber daya dan kapasitas produksi yang terbatas penambahan jumlah produksi satu jenis produk tertentu dapat mengurangi kuantitas produksi jenis produk lain. Hasil dari mengatur rencana pola produksi adalah terciptanya berbagai alternatif kombinasi pola produksi kemudian dicari manakah alternatif kombinasi pola produksi optimal yang menghasilkan keuntungan optimal atau memimalkan biaya produksi. Dampak dari mendapatkan keuntungan yang optimal atau meminimalkan biaya produksi adalah menambahkan pendapatan perusahaan yang akan mengakibatkan pengembangan usaha menjadi lebih cepat. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1. Rencana Pola Produksi Alternatif Kombinasi Pola Produksi Pola Produksi yang Optimum Membandingkan Keuntungan Target Produksi Perusahaan dengan Keuntungan Kondisi optimal Peningkatan Keuntungan IKM Roti Jogja Pengembangan usaha Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

12 Penelitian yang dilakukan di IKM Roti Jogja dimulai dengan mempelajari kondisi umum perusahaan melalui studi literatur dan wawancara dengan pembimbing lapang tentang sejarah, lokasi, struktur organisasi dan produksi. Mempelajari proses produksi, permintaan produk, bahan baku yang digunakan, kapasitas produksi melalui pengamatan, wawancara, studi literatur dan diskusi dengan pembimbing lapang. Mengidentifikasi parameter dan variabel persamaan kendala serta fungsi tujuan melalui pengolahan data dan diskusi dengan pembimbing lapang. Hasilnya adalah solusi kombinasi pola produksi yang optimal, dan keuntungan optimal melalui pengolahan data dan diskusi dengan pembimbing lapang. Tahap selanjutnya ialah mengevaluasi keuntungan optimal yang dimiliki IKM Roti Jogja dengan keuntungan produksi sesuai dengan target perusahaan yang akan menjadi dasar kebijakan atau tindakan perusahaan. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di pabrik Roti Jogja di Jl Wibawa Mukti 2 No.4 RT 001 RW 06 Kelurahan Jatiluhur Kec. Jatiasih, Bekasi. Selama kurang lebih 3 bulan dimulai pada bulan Agustus-Oktober 2013. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data primer yang digunakan berupa hasil wawancara dengan pihak perusahaan, terutama terkait dengan bagian produksi. Data sekunder yang digunakan adalah dokumen-dokumen perusahaan dan dokumen dari kementrian perindustrian yang relevan untuk penelitian ini. Jenis dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan sumber data Jenis Data Data Sumber Data Primer Proses produksi Juru Masak (Baker) Profil IKM Roti Jogja Asisten Pemilik Struktur organisasi Asisten pemilik Pola produksi Juru Masak (Baker) dan Adm Penjualan Kebutuhan bahan baku setiap produk Juru Masak (Baker) Biaya-biaya produksi Juru Masak (Baker) Sekunder Kapasitas produksi (jam dan jumlah tenaga Juru Masak (Baker) kerja langsung yang tersedia serta jam dan jumlah mesin yang tersedia) Jenis-jenis produk dan harga jualnya Adm Penjualan Penjualan setiap produk Adm Penjualan Input-input produksi dibagi menjadi input tetap dan input variabel. Inputinput tetap terdiri dari penyusutan gedung dan peralatan, sedangkan yang termasuk input variabel adalah bahan baku, tenaga kerja, biaya penggunaan listrik (PLN), pemakaian gas elpiji, biaya penggunaan air PDAM, dan biaya telephone.

13 Input-input produksi pada IKM Roti Jogja tersebut dihitung untuk satu tahun kedepan sejak bulan Juli 2013 hingga Juni 2014. Rencana pengumpulan data terkait dengan tujuan dari penelitian dapat dilihat pada Lampiran 4. Analisis Data Metode pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diolah secara deskriptif, sedangkan pengolahan data secara kuantitatif dilakukan terlebih dahulu secara manual untuk mencari tingkat produksi optimal, kemudian ditabulasikan serta dibentuk persamaan dan pertidaksamaan. Data diolah dengan menggunakan linear programming secara komputerisasi dengan memakai software LINDO (Linear Interactive and Discrete Optimizer) yang merupakan salah satu program komputer untuk aplikasi linear programming (LP).

14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan Industri Kecil Menengah (IKM) Roti Jogja merupakan salah satu produsen roti milik perseorangan yang berlokasi di Jl Wibawa Mukti 2 No.4 RT 001 RW 06 Kelurahan Jatiluhur Kecamatan Jatiasih, Bekasi. Usaha ini didirikan oleh Bapak Gustri pada tahun 2005 bersama rekan kerjanya dengan bermodalkan pengetahuan yang dimiliki sang pemilik yang dulunya bekerja di salah satu perusahaan yang memproduksi roti. Berawal dari usaha kecil-kecilan atau rumahan, usaha ini kemudian secara perlahan berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Jenis roti yang diproduksi oleh IKM Roti Jogja termasuk dalam kategori roti manis. Saat ini IKM Roti Jogja memilik 5 jenis produk yaitu 4 jenis produk roti manis dan 1 jenis produk pia. Struktur Organisasi Struktur organisasi suatu perusahaan menggambarkan suatu hubungan tanggung jawab dengan wewenang yang ada pada suatu perusahaan. Struktur organisasi juga menggambarkan pembagian kerja dari suatu aktivitas tertentu guna kelancaran usaha yang sedang dijalankan oleh suatu perusahaan. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, IKM Roti Jogja belum memiliki struktur organisasi secara tertulis, akan tetapi secara umum gambaran mengenai struktur organisasi IKM Roti Jogja telah tersirat dalam wawancara dengan pemilik usaha. Gambaran umum mengenai struktur organisasi IKM Roti Jogja dapat dilihat pada Gambar 2. PEMILIK Asisten Juru Masak (Baker) Bagian Administrasi Asisten Juru Masak Karyawan Bahan Baku Keuangan Penjualan Karyawan Tenaga Penjual Gambar 2. Struktur organisasi Struktur organisasi IKM Roti Jogja termasuk tipe organisasi fungsional, dimana pihak IKM Roti Jogja telah melakukan pembagian tugas dalam operasionalnya meskipun pembagian tersebut masih terlihat sederhana. Adapun pembagian tugas dan kriteria yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :

15 a. Pemilik Bertugas sebagai pengelola utama dan bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan. b. Asisten Pemilik Bertugas untuk membantu pemilik dalam mengelola usaha. c. Juru Masak (Baker) Karyawan ini bertugas menimbang makanan, memanggang roti dan pia, serta membuat dekorasi. Berikut ini persyaratan yang harus dimiliki juru masak. 1. Memiliki keahlian membuat roti dan pia 2. Mempunyai pengalaman kerja di bakery 3. Sebaiknya pernah mengikuti pendidikan tata boga atau kursus membuat roti dan pia 4. Hasil olahannya konsisten, artinya bentuk dan rasanya tidak berubah meskipun dibuat dalam jumlah besar 5. Memiliki kreativitas dan inovatif dalam mengolah roti dan pia d. Asisten Juru Masak Tujuan utama asisten juru masak adalah berbelanja bahan baku, membantu dalam pembuatan adonan roti dan pia. Adapun persyaratan asisten juru masak adalah sebagai berikut. 1. Memiliki kemampuan membuat roti dan pia walaupun sedikit 2. Mempunyai pengalaman kerja di toko atau usaha roti dan pia 3. Mempunyai kemampuan memilih bahan baku yang baik 4. Dapat berkerja sama dengan juru masak e. Bagian Administrasi Karyawan ini bertugas membantu pemilik usaha mengelola administrasi usaha. Tugas tersebut antara lain meliputi tugas-tugas kasir, pencatatan keuangan, dan penataan berkas. Petugas administrasi juga bertugas menerima pesanan. Berikut ini persyaratan untuk menjadi karyawan administrasi. 1. Mahir menggunakan komputer serta memiliki keahlian di bidang keuangan, marketing, dan administrasi. 2. Memiliki pengalaman kerja pada usaha roti dan pia 3. Memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas mengenai boga 4. Memiliki kemampuan komunikasi yang baik 5. Jujur f. Tenaga Penjual (Sales) Tenaga penjual diperlukan dalam penjualan produk, baik untuk penjual keliling, penjualan untuk pemasok, maupun penjualan titip jual. Tenaga penjual di IKM Roti Jogja bukan bagian dari karyawan melainkan pihak ketiga yang berkerja sama dalam penjualan roti dan pia. Proses Produksi Proses produksi merupakan kegiatan yang berantai, sehingga kelancaran suatu proses produksi pada satu bagian akan mempengaruhi proses produksi di bagian selanjutnya. IKM Roti Jogja telah memiliki beberapa peralatan modern yang tidak dikerjakan secara manual seperti mixer listrik, mesin pembuat cetakan roti dan pia, mesin pemanggang, dan mesin pengemas. Peralatan lain yang

16 digunakan dalam proses produksi adalah timbangan, alat pemotong adonan, dan loyang. Alur proses produksi roti dan pia pada IKM Roti Jogja adalah sebagai berikut: a. Penimbangan bahan baku Penimbangan bahan baku dilakukan untuk memperoleh hasil yang maksimal dan berkualitas. Bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat roti dan pia harus sesuai takaran dan timbangan berdasarkan resep. Gunakan alat ukur dan timbangan yang sesuai. b. Pengadukan bahan (mixing) Bahan-bahan yang telah ditakar dan ditimbang selanjutnya memasuki tahap pengadukan. Proses pengadukan biasanya menggunakan mixer yang kapasitasnya disesuaikan dengan jumlah roti yang akan dibuat. Biasakan semua bahan kering diaduk terlebih dahulu sebelum air dan mentega dimasukan. Hal ini dilakukan agar air dapat dimasukan secara optimal. Selanjutnya campurkan semua bahan secara merata. Lama pengadukan harus disesuaikan dengan tepung yang digunakan, semakin tinggi kadar protein dalam tepung semakin lama waktu pengadukannya. IKM Roti Jogja menggunakan dua mixer berkapasitas 50 kg dan proses pengadukan dilakukan selama 15 menit. c. Pembentukan/pencetakan roti dan pia Tahap selanjutnya adalah pembentukan adonan roti dan pia sesuai keinginan. Rasa pada roti manis dapat diisikan dengan berbagai isian roti tetapi jangan terlalu banyak mengandung air dan minyak, hal ini untuk menghindari roti terbuka, kemudian roti dan pia disusun ke dalam loyang dengan rapih tidak terlalu rapat untuk proses selanjutnya. d. Fermentasi Adonan yang telah diletakkan dalam loyang dibiarkan beberapa saat agar adonan mengembang mencapai bentuk yang maksimal. Tempat untuk fermentasi ini harus bersuhu 40 sampai 45 C dan kelembaban ruang yang stabil. Proses fermentasi dilakukan selama kurang lebih satu jam, kapasitas 60 loyang per ruang fermentasi dan IKM Roti Jogja memiliki dua ruang fermentasi. e. Pembakaran/pemanggangan Selanjutnya adalah tahap pemanggangan adonan. Jenis oven yang digunakan disesuaikan dengan kapasitas produksi. Temperatur oven sangat menentukan kualitas akhir dari roti dan pia yang dibuat. IKM Roti Jogja memiliki satu oven berkapasitas 30 loyang dengan suhu 180 C selama kurang lebih 15 menit dalam sekali proses pemangganan. f. Pendinginan Proses pendinginan dilakukan setelah pemanggangan selesai, roti didinginkan terlebih dahulu agar lebih mudah untuk dikeluarkan dari loyang. g. Pengemasan Tahap pengemasan dilakukan agar roti terhindar dari jamur dan kulit roti mengeras akibat menguapnya kandungan air dalam roti. Proses pengemasan yang dilakukan pada IKM Roti Jogja telah menggunakan mesin, dan jumlah mesin pengemasan yang dimiliki adalah satu unit.

17 IKM Roti Jogja memproduksi roti dengan satuan adonan, dan satu adonan dapat menjadi 1 000 unit roti. Komposisi dalam satu adonan adalah sebagai berikut: a. 25 kg tepung terigu b. 7 kg gula pasir c. 3 kg mentega untuk roti manis dan 3 liter minyak goreng untuk pia d. 2 kg ragi (pengembang) e. 0.06 kg penghalus roti (kue) f. 0.1 kg calcium propionate g. 5 kg rasa (cokelat butir, keju, selai strawberry, selai blueberry, dan kacang hijau) Pemasaran Pemasaran roti manis dan pia di IKM Roti Jogja dilakukan dengan penjualan melalui distributor dan tenaga pejual langsung yang telah lama berkerja sama dengan sistem pembayaran dilakukan secara langsung. Saluran distribusi IKM Roti Jogja dapat dilihat pada Gambar 3. IKM Roti Jogja Agen Pedagang Pedagang Konsumen Konsumen n Gambar 3. Saluran distribusi IKM Roti Jogja Strategi promosi yang dilakukan IKM Roti Jogja adalah push strategi. Perusahaan menghubungi dan mengirimkan produk kepada pedagang dan agen. Perumusan Model Linear Programming Perumusan model linear programming dalam penelitian ini mengasumsikan beberapa hal diantaranya adalah : a. Model tidak memperhitungkan adanya stok persediaan bahan baku dan produk jadi. b. Tidak terdapat perubahan jumlah karyawan selama Juli 2013 hingga Juni 2014. c. Adanya persamaan penggunaan bahan baku setiap produknya. d. Serta tidak ada kerusakan pada peralatan sarana produksi operasi. Perumusan Peubah Keputusan Peubah keputusan yang diteliti yaitu banyaknya produk setiap jenisnya yang dihasilkan selama dua belas bulan (Juli 2013 sampai dengan Juni 2014) atau enam periode dikarenakan dalam pengadaan bahan baku utama (tepung terigu) dilakukan dalam dua bulan sekali. Klasifikasi periode dalam penelitian ini adalah sebaga berikut: a. Periode I : Tanggal 1 Juli sampai 31 Agustus 2013 b. Periode II : Tanggal 1 September sampai 31 Oktober 2013 c. Periode III : Tanggal 1 November sampai 31 Desember 2013 d. Periode IV : Tanggal 1 Januari sampai 28 Februari 2014

18 e. Periode V : Tanggal 1 Maret sampai 30 April 2014 f. Periode VI : Tanggal 1 Mei sampai 30 Juni 2014 Produk yang dioptimisasikan dikategorikan menjadi lima kelompok berdasarkan jenis produk.. Jenis produk 1 sampai produk 5 memiliki harga jual yang sama. Target produksi Juli 2013 sampai dengan Juni 2014 IKM Roti Jogja dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penjualan aktual Juli 2012 sampai dengan Juni 2013 dan target produksi Juli 2013 sampai dengan Juni 2014 IKM Roti Jogja Periode Penjualan aktual X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 Total I 880 227 132 68 116 347 890 II 851 197 138 49 112 365 861 III 908 230 124 70 109 385 918 IV 1 013 251 167 93 113 396 1 020 V 930 238 134 79 103 386 940 VI 804 193 108 60 90 363 814 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 Data di atas merupakan hasil dari wawancara kepada asisten pemilik. Terdapat 2 data jumlah produksi disetiap periodenya yaitu penjualan aktual satu tahun sebelumnya dan target produksi yang akan dicapai untuk 6 periode selanjutnya. Jumlah target produksi tersebut menjadi acuan IKM Roti Jogja dalam menentukan jumlah produksi setiap produknya. Target produksi ditetapkan berdasarkan permintaan pada periode sebelumnya yang kemudian ditambahakan sebanyak 10 adonan disetiap periode sebagai peningkatan penjualan dan bukan berdasarkan metode peramalan. Perumusan Fungsi Tujuan Fungsi tujuan merupakan hubungan matematik linear yang menggambarkan tujuan yang ingin dicapai perusahaan. Tujuan yang hendak dicapai pada IKM Roti Jogja yaitu memaksimalkan keuntungan. Penetapan koefisien fungsi tujuan dimulai dengan menentukan kontribusi keuntungan perusahaan untuk masingmasing produk yang dihasilkan setiap periodenya. a. Perhitungan kontribusi keuntungan Menetapkan besarnya kontribusi keuntungan selalu mengikuti perubahan jumlah produk yang diproduksi. Diketahui harga jual dan biaya produksi masing-masing produk setiap periode, maka nilai kontribusi keuntungan tiap produk setiap periode dapat dihitung. Besarnya kontribusi keuntungan dapat dilihat pada Lampiran 5. b. Formulasi model fungsi tujuan Maks Z : 106738.82X 11 + 101917.81X 12 + 111104.76X 13 + 124981.88X 14 + 114352.60X 15 + 93374.77X 16 + 104938.92X 21 + 100117.81X 22 + 109304.71X 23 + 123181.88X 24 + 112552.60X 25 + 91574.77X 26 + 105438.92X 31 + 100617.81X 32 + 109804.76X 33 + 123681.88X 34 + 113052.60X 35 + 92074.77X 36 + 105438.92X 41 + 100617.81X 42 + 109804.76X 43 + 123681.88X 44 + 113052.60X 45 + 92074.77X 46 + 39938.92X 51 + 35117.81X 52 + 44304.76X 53 + 58181.88X 54 + 47200.59X 55 + 26574.77X 56

19 Perumusan Persamaan Kendala Proses produksi ditempuh perusahaan dengan segala keterbatasan. Keterbatasan inilah yang kemudian dijadikan kendala-kendala yang dihadapi perusahaan. Kendala-kendala yang dihadapi IKM Roti Jogja adalah terkait pemenuhan kebutuhan bahan baku (tepung terigu, mentega, gula, ragi, penghalus roti, calcium propionate, minyak goreng, isian rasa roti, dan kemasan), pemenuhan jam kerja TKL (Tenaga Kerja Langsung), kapasitas produksi mesin, dan anggaran biaya produksi. a. Kendala penggunaan bahan baku 1) Tepung terigu a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan tepung terigu Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan roti dan pia. Penggunaan tepung terigu untuk memproduksi roti manis dan pia ditetapkan berdasarkan resep dari juru masak (kepala produksi) untuk memproduksi satu adonan roti manis dan pia dibutuhkan 25 kg tepung terigu. Ketersediaan tepung terigu didasarkan pada perhitungan perusahaan. Ketersediaan tepung terigu dalam satu periode merupakan hasil perkalian antara target produksi dan penggunaan tepung terigu untuk satu adonan roti manis dan pia. Ketersediaan bahan baku tepung terigu dalam enam periode dapat dilihat pada Lampiran 6. b) Formulasi kendala tepung terigu pada : Periode-1 : X 11 + X 21 + X 31 + X 41 + X 51 890 Periode-2 : X 12 + X 22 + X 32 + X 42 + X 52 861 Periode-3 : X 13 + X 23 + X 33 + X 43 + X 53 891 Periode-4 : X 14 + X 24 + X 34 + X 44 + X 54 1 020 Periode-5 : X 15 + X 25 + X 35 + X 45 + X 55 940 Periode-6 : X 16 + X 26 + X 36 + X 46 + X 56 814 2) Mentega a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan mentega Salah satu bahan utama dalam pembuatan roti adalah mentega. IKM Roti Jogja menggunakan mentega sebanyak 3 kg dalam memproduksi 1 adonan roti. Jumlah tersebut ditentukan oleh juru masak (kepala produksi) dan asistennya. Perusahaan menetapkan ketersediaan mentega dalam satu periode dari hasil perkalian antara target produksi dengan penggunaan mentega untuk satu adonan roti manis. Ketersediaan bahan baku mentega dalam enam periode dapat dilihat pada Lampiran 6. b) Formulasi kendala mentega pada : Periode-1 : X 11 + X 21 + X 31 + X 41 600 Periode-2 : X 12 + X 22 + X 32 + X 42 550 Periode-3 : X 13 + X 23 + X 33 + X 43 590 Periode-4 : X 14 + X 24 + X 34 + X 44 690 Periode-5 : X 15 + X 25 + X 35 + X 45 610 Periode-6 : X 16 + X 26 + X 36 + X 46 500

20 3) Gula a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan gula Bahan lain untuk membuat roti dan pia adalah gula pasir. Gula pasir berfungsi memberi rasa manis, membuat roti menjadi empuk, dan membantu ragi untuk memulai aktivitasnya sehingga pengembangan menjadi lebih cepat dan dibutuhkan sebanyak 7 kg gula pasir dalam memproduksi 1 adonan roti dan pia. Keputusan perusahaan dalam menentukan jumlah ketersediaan gula pada satu periode berdasarkan hasil perkalian antara target produksi dan penggunaan gula untuk satu adonan roti manis dan pia. Ketersediaan bahan baku gula dalam enam periode dapat dilihat pada Lampiran 6. b) Formulasi kendala gula pada : Periode-1 : X 11 + X 21 + X 31 + X 41 + X 51 892.86 Periode-2 : X 12 + X 22 + X 32 + X 42 + X 52 864.29 Periode-3 : X 13 + X 23 + X 33 + X 43 + X 53 921.43 Periode-4 : X 14 + X 24 + X 34 + X 44 + X 54 1 021.43 Periode-5 : X 15 + X 25 + X 35 + X 45 + X 55 942.86 Periode-6 : X 16 + X 26 + X 36 + X 46 + X 56 814.29 4) Ragi a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan ragi Ragi merupakan bahan utama dalam pembuatan roti dan pia. Penggunaan ragi untuk memproduksi roti manis dan pia ditetapkan berdasarkan resep dari juru masak (kepala produksi), untuk memproduksi satu adonan roti manis dan pia dibutuhkan 2 kg ragi. Jumlah ketersediaan ragi dihitung berdasarkan hasil perkalian antara target produksi dengan penggunaan ragi untuk satu adonan roti manis dan pia. Ketersediaan bahan baku ragi dalam enam periode dapat dilihat pada Lampiran 6. b) Formulasi kendala ragi pada : Periode-1 : X 11 + X 21 + X 31 + X 41 + X 51 890 Periode-2 : X 12 + X 22 + X 32 + X 42 + X 52 865 Periode-3 : X 13 + X 23 + X 33 + X 43 + X 53 920 Periode-4 : X 14 + X 24 + X 34 + X 44 + X 54 1 020 Periode-5 : X 15 + X 25 + X 35 + X 45 + X 55 940 Periode-6 : X 16 + X 26 + X 36 + X 46 + X 56 815 5) Penghalus roti a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan penghalus roti Salah satu bahan utama dalam pembuatan roti adalah penghalus roti. IKM Roti Jogja menggunakan penghalus roti sebanyak 0.06 kg dalam memproduksi 1 adonan roti. Jumlah tersebut ditentukan oleh juru masak (kepala produksi) dan asistennya. Ketersediaan penghalus roti didasarkan pada perhitungan perusahaan. Perusahaan menetapkan ketersediaan penghalus roti dalam satu periode merupakan hasil perkalian antara target produksi dan penggunaan penghalus roti untuk satu adonan roti manis dan pia. Ketersediaan bahan baku penghalus roti dalam enam periode dapat dilihat pada Lampiran 7.

b) Formulasi kendala penghalus roti pada : Periode-1 : X 11 + X 21 + X 31 + X 41 + X 51 1 000.00 Periode-2 : X 12 + X 22 + X 32 + X 42 + X 52 1 000.00 Periode-3 : X 13 + X 23 + X 33 + X 43 + X 53 1 000.00 Periode-4 : X 14 + X 24 + X 34 + X 44 + X 54 1 166.67 Periode-5 : X 15 + X 25 + X 35 + X 45 + X 55 1 000.00 Periode-6 : X 16 + X 26 + X 36 + X 46 + X 56 1 000.00 6) Calcium propionate a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan calcium propionate Bahan lain untuk membuat roti dan pia adalah calcium propionate. Calcium propinate berfungsi sebagai pengawet makanan yang legal, dibutuhkan sebanyak 0.1 kg calcium propinate dalam memproduksi 1 adonan roti dan pia. Perusahaan menetapkan ketersediaan calcium propionate dalam satu periode merupakan hasil perkalian antara target produksi dengan penggunaan calcium propionate untuk satu adonan roti manis dan pia. Ketersediaan bahan baku calcium propionate dalam enam periode dapat dilihat pada Lampiran 7. b) Formulasi kendala calcium propionate pada : Periode-1 : X 11 + X 21 + X 31 + X 41 + X 51 1 000 Periode-2 : X 12 + X 22 + X 32 + X 42 + X 52 1 000 Periode-3 : X 13 + X 23 + X 33 + X 43 + X 53 1 000 Periode-4 : X 14 + X 24 + X 34 + X 44 + X 54 1 250 Periode-5 : X 15 + X 25 + X 35 + X 45 + X 55 1 000 Periode-6 : X 16 + X 26 + X 36 + X 46 + X 56 1 000 7) Minyak goreng a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan minyak goreng Minyak merupakan bahan utama dalam pembuatan pia. Penggunaan minyak goreng untuk memproduksi pia ditetapkan berdasarkan resep dari juru masak (kepala produksi), untuk memproduksi satu adonan pia dibutuhkan 3 liter minyak goreng. Keputusan perusahaan dalam menentukan jumlah ketersediaan minyak goreng pada satu periode merupakan hasil perkalian antara target produksi dan penggunaan minyak goreng untuk satu adonan pia. Ketersediaan bahan baku minyak goreng dalam enam periode dapat dilihat pada Lampiran 7. b) Formulasi kendala minyak goreng pada : Periode-1 : X 51 384 Periode-2 : X 52 402 Periode-3 : X 53 426 Periode-4 : X 54 438 Periode-5 : X 55 426 Periode-6 : X 56 402 8) Cokelat butir a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan cokelat butir Salah satu bahan utama dalam pembuatan roti adalah Cokelat butir. IKM Roti Jogja menggunakan cokelat butir sebanyak 5 kg dalam 21

22 memproduksi 1 adonan roti rasa cokelat. Jumlah tersebut ditentukan oleh juru masak (kepala produksi) dan asistennya. Jumlah ketersediaan cokelat butir berdasarkan hasil perkalian antara terget produksi produk roti rasa cokelat dengan penggunaan cokelat butir untuk satu adonan roti rasa cokelat. Ketersediaan bahan baku cokelat butir dalam enam periode dapat dilihat pada Lampiran 8. b) Formulasi kendala cokelat butir pada: Periode-1 : X 11 250.0 Periode-2 : X 12 217.5 Periode-3 : X 13 255.0 Periode-4 : X 14 277.5 Periode-5 : X 15 262.5 Periode-6 : X 16 212.5 9) Keju a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan keju Bahan lain untuk membuat roti adalah keju. Keju berfungsi sebagai penentu rasa atau isian roti dan dibutuhkan sebanyak 5 kg keju dalam memproduksi 1 adonan roti rasa keju. Ketersediaan keju didasarkan pada perhitungan perusahaan. Perusahaan menetapkan ketersediaan keju dalam satu periode merupakan hasil perkalian antara target produksi produk roti rasa keju dan penggunaan keju untuk satu adonan produk roti keju. Ketersediaan bahan baku keju dalam enam periode (Juli 2013 sampai Juni 2014) dapat dilihat pada Lampiran 8. b) Formulasi kendala keju pada : Periode-1 : X 21 146 Periode-2 : X 22 152 Periode-3 : X 23 138 Periode-4 : X 24 184 Periode-5 : X 25 148 Periode-6 : X 26 120 10) Selai strawberry a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan selai strawberry Selai strawberry merupakan bahan utama dalam pembuatan roti rasa strawberry. Penggunaan selai strawberry untuk memproduksi roti ditetapkan berdasarkan resep dari juru masak (kepala produksi) dan untuk memproduksi satu adonan roti dibutuhkan 5 kg selai stroberi. Perusahaan menetapkan ketersediaan selai strawberry dalam satu periode merupakan hasil perkalian antara terget produksi dengan penggunaan selai strawberry untuk satu adonan roti. Ketersediaan bahan baku selai strawberry dalam enam periode dapat dilihat pada Lampiran 8. b) Formulasi kendala selai strawberry pada : Periode-1 : X 31 76 Periode-2 : X 32 54 Periode-3 : X 33 78 Periode-4 : X 34 104 Periode-5 : X 35 88 Periode-6 : X 36 66

11) Selai blueberry a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan selai blueberry Salah satu bahan utama dalam pembuatan roti adalah selai blueberry. IKM Roti Jogja menggunakan selai blueberry sebanyak 5 kg dalam memproduksi 1 adonan roti rasa blueberry. Jumlah tersebut ditentukan oleh juru masak (kepala produksi) dan asistennya. Keputusan perusahaan dalam menentukan jumlah ketersediaan selai blueberry pada satu periode merupakan hasil pengkalian antara target produksi dan penggunaan selai blueberry untuk satu adonan roti. Ketersediaan bahan baku selai blueberry dalam enam periode dapat dilihat pada Lampiran 8. b) Formulasi kendala selai blueberry pada : Periode-1 : X 41 128 Periode-2 : X 42 124 Periode-3 : X 43 120 Periode-4 : X 44 126 Periode-5 : X 45 114 Periode-6 : X 46 100 12) Kacang hijau a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan kacang hijau Bahan lain untuk membuat pia adalah kacang hijau. Kacang hijau berfungsi sebagai penentu rasa atau isian pia, dibutuhkan sebanyak 5 kg kacang hijau dalam memproduksi 1 adonan pia. Jumlah ketersediaan kacang hijau berdasarkan pada hasil perkalian antara target produksi dengan penggunaan kacang hijau untuk satu adonan pia. Ketersediaan bahan baku kacang hijau dalam enam periode dapat dilihat pada Lampiran 8. b) Formulasi kendala kacang hijau pada : Periode-1 : X 51 382 Periode-2 : X 52 402 Periode-3 : X 53 424 Periode-4 : X 54 436 Periode-5 : X 55 426 Periode-6 : X 56 400 13) Kemasan Produk-1 a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan kemasan produk-1 Kemasan produk-1 merupakan bahan penolong pada produk roti rasa cokelat. Penggunaan kemasan untuk produk roti cokelat ini ditetapkan berdasarkan kuantitas produksi roti cokelat, dibutuhkan 1 000 unit kemasan/bungkus ukuran 50 gram dikarenakan oleh 1 adonan dapat menjadi 1 000 unit roti. Ketersediaan kemasan produk-1 didasarkan pada perhitungan perusahaan. Perusahaan menetapkan ketersediaan kemasan produk X 1 dalam satu periode merupakan hasil perkalian antara terget produksi dengan penggunaan kemasan produk-1 untuk satu adonan roti. Ketersediaan bahan kemasan produk-1 dalam enam periode dapat dilihat pada Lampiran 9. 23

24 b) Formulasi kemasan produk-1 pada : Periode-1 : X 11 252 Periode-2 : X 12 222 Periode-3 : X 13 258 Periode-4 : X 14 282 Periode-5 : X 15 264 Periode-6 : X 16 216 14) Kemasan produk-2 a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan kemasan produk X 2 Salah satu bahan penolong adalah kemasan produk-2 (roti keju). IKM Roti Jogja menggunakan kemasan sebanyak 1 000 unit (bungkus ukuran 50 gram) dalam memproduksi 1 adonan roti rasa keju. Jumlah tersebut dikarenakan oleh 1 adonan dapat menjadi 1 000 unit roti. Perusahaan menetapkan ketersediaan kemasan produk-2 dalam satu periode merupakan hasil pengkalian antara terget produksi dan penggunaan kemasan produk-2 untuk satu adonan roti. Ketersediaan bahan kemasan produk-2 dalam enam periode selama Juli 2013 sampai Juni 2014 dapat dilihat pada Lampiran 9. b) Formulasi kemasan produk-2 pada : Periode-1 : X 21 150 Periode-2 : X 22 156 Periode-3 : X 23 138 Periode-4 : X 24 186 Periode-5 : X 25 150 Periode-6 : X 26 120 15) Kemasan Produk-3 a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan kemasan produk-3 Bahan penolong lain untuk membuat roti adalah kemasan. Kemasan berfungsi untuk melindungi roti, dibutuhkan sebanyak 1 000 unit kemasan produk-3 (roti manis rasa strawberry). Jumlah tersebut dikarenakan oleh 1 adonan dapat menjadi 1 000 unit roti. Keputusan perusahaan dalam menentukan jumkah ketersediaan kemasan produk-3 pada satu periode merupakan hasil pengkalian antara terget produksi dengan penggunaan kemasan produk-3 untuk satu adonan roti. Ketersediaan bahan kemasan produk-3 dalam enam periode dapat dilihat pada Lampiran 9. b) Formulasi kemasan produk-3 pada : Periode-1 : X 31 78 Periode-2 : X 32 54 Periode-3 : X 33 78 Periode-4 : X 34 108 Periode-5 : X 35 90 Periode-6 : X 36 66 16) Kemasan Produk-4 a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan kemasan produk-4 Kemasan produk-4 merupakan bahan penolong pada produk roti rasa blueberry. Penggunaan kemasan untuk produk roti blueberry ini ditetapkan berdasarkan kuantitas produksi roti blueberry, dibutuhkan 1 000 unit

kemasan/bungkus ukuran 50 gram dikarenakan oleh 1 adonan dapat menjadi 1 000 unit roti. Jumlah ketersediaan kemasan produk-4 berdasarkan hasil perkalian antara terget produksi dan penggunaan kemasan produk-4 untuk satu adonan roti. Ketersediaan bahan kemasan produk-4 dalam enam periode selama Juli 2013 sampai Juni 2014 dapat dilihat pada Lampiran 9. b) Formulasi kemasan produk-4 pada : Periode-1 : X 41 132 Periode-2 : X 42 126 Periode-3 : X 43 120 Periode-4 : X 44 126 Periode-5 : X 45 114 Periode-6 : X 46 102 17) Kemasan Produk-5 a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan kemasan produk-5 Salah satu bahan penolong adalah kemasan produk-5 (pia kacang hijau). IKM Roti Jogja menggunakan kemasan sebanyak 1 000 unit dalam memproduksi 1 adonan pia rasa kacang hijau. Jumlah tersebut dikarenakan oleh 1 adonan dapat menjadi 1 000 unit pia. Ketersediaan kemasan produk-5 didasarkan pada perhitungan perusahaan. Perusahaan menetapkan ketersediaan kemasan produk-5 dalam satu periode merupakan hasil perkalian antara terget produksi dengan penggunaan kemasan produk-5 untuk satu adonan roti. Ketersediaan bahan kemasan produk-5 dalam enam periode dapat dilihat pada Lampiran 9. b) Formulasi kemasan produk-5 pada : Periode-1 : X 51 384 Periode-2 : X 52 402 Periode-3 : X 53 426 Periode-4 : X 54 438 Periode-5 : X 55 426 Periode-6 : X 56 402 b. Kendala jam kerja tenaga kerja langsung 1) Koefisien penggunaan dan ketersediaan jam kerja TKL Tenaga kerja penting diperhitungkan sebagai salah satu kendala karena merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Koefisien kebutuhan jam kerja tenaga kerja langsung dihitung dari berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh satu pekerja untuk memproduksi satu adonan roti atau pia dengan satuan yang digunakan adalah jam kerja/adonan. Koefisien jam kerja tenaga kerja langsung dapat dilihat pada Lampiran 10. Tenaga kerja langsung merupakan tenaga kerja yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan produksi roti dan pia. Jumlah tenaga kerja pada bagian produksi sebanyak 20 orang dengan rincian juru masak 1 orang, asisten juru masak 1 orang dan 18 sebagai karyawan produksi. Ketersediaan jam kerja TKL merupakan hasil perkalian antara hari produksi, jam kerja perhari, dan jumlah TKL. Ketersediaan jam kerja tenaga kerja langsung dapat dilihat pada Lampiran 10. 25

26 2) Formulasi kendala jam kerja TKL pada : Periode-1 : X 11 + X 21 + X 31 + X 41 + X 51 960 Periode-2 : X 12 + X 22 + X 32 + X 42 + X 52 1 040 Periode-3 : X 13 + X 23 + X 33 + X 43 + X 53 1 040 Periode-4 : X 14 + X 24 + X 34 + X 44 + X 54 1 020 Periode-5 : X 15 + X 25 + X 35 + X 45 + X 55 1 040 Periode-6 : X 16 + X 26 + X 36 + X 46 + X 56 1 040 c. Kendala jam kerja mesin Mesin dijadikan salah satu kendala karena menjadi salah satu sumber daya terbatas yang dimiliki IKM Roti Jogja. Berikut ini adalah jumlah mesin yang digunakan untuk memproduksi roti manis dan pia pada IKM Roti Jogja. Tabel 3. Penggunaan mesin untuk pembuatan roti dan pia Jumlah Mesin No Nama Mesin (unit) 1. Mesin pengaduk adonan (mixer) 2 2. Mesin pencetakan adonan 1 3. Mesin pemanggang (oven) 1 4. Mesin pengemasan (packing) 1 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 1) Mesin pengaduk adonan (mixer) a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan jam kerja mesin mixer Mesin mixer penting diperhitungkan sebagai salah satu kendala karena merupakan salah satu sumber daya terbatas yang dimiliki oleh perusahaan. Koefisien kebutuhan jam kerja mesin mixer dapat dihitung dari berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh satu mesin untuk memproduksi satu adonan roti atau pia, dengan satuan yang digunakan adalah jam kerja mesin/adonan. Koefisien penggunaan jam kerja mesin mixer dapat dilihat pada Lampiran 11. Mesin mixer atau mesin pengaduk adonan roti menggunakan tenaga listrik dan memiliki kapasitas sebesar 50 kg. Mengefisiensikan waktu untuk produksi roti dan pia dalam jumlah yang besar adalah alasan mengapa mesin ini digunakan. Ketersediaan jam mesin oven merupakan hasil perkalian antara hari produksi, jam mesin perhari, dan jumlah mesin. Ketersediaan jam kerja mesin oven dapat dilihat pada Lampiran 10. b) Formulasi kendala jam kerja mesin mixer pada : Periode-1 : X 11 + X 21 + X 31 + X 41 + X 51 960 Periode-2 : X 12 + X 22 + X 32 + X 42 + X 52 1 040 Periode-3 : X 13 + X 23 + X 33 + X 43 + X 53 1 040 Periode-4 : X 14 + X 24 + X 34 + X 44 + X 54 1 020 Periode-5 : X 15 + X 25 + X 35 + X 45 + X 55 1 040 Periode-6 : X 16 + X 26 + X 36 + X 46 + X 56 1 040 2) Mesin pencetakan roti dan pia a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan jam kerja mesin pencetakan Salah satu sumber daya yang penting untuk diperhitungkan adalah mesin pencetakan karena merupakan salah satu sumber daya terbatas yang dimiliki oleh perusahaan, dan untuk menghitung koefisien kebutuhan jam

kerja mesin pencetakan yaitu dari berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh satu mesin untuk memproduksi 1 adonan roti atau pia. Satuan yang digunakan adalah jam kerja mesin/adonan. Koefisien penggunaan jam kerja mesin pencetakan dapat dilihat pada Lampiran 11. Mesin pencetakan merupakan conveyor yang secara otomatis dapat mencetak adonan dengan kecepatan yang dapat disesuaikan yang menggunakan tenaga listrik. Penggunaan mesin pencetakan merupakan salah satu cara dalam mengefisiensikan waktu untuk memproduksi roti dan pia dalam jumlah yang besar. Ketersediaan jam kerja mesin pencetakan dapat diperoleh dari hasil perkalian antara hari produksi, jam mesin perhari, dan jumlah mesin. Ketersediaan jam kerja mesin pencetakan dapat dilihat pada Lampiran 11. b) Formulasi kendala jam kerja mesin pencetakan pada : Periode-1 : X 11 + X 21 + X 31 + X 41 + X 51 960 Periode-2 : X 12 + X 22 + X 32 + X 42 + X 52 1 040 Periode-3 : X 13 + X 23 + X 33 + X 43 + X 53 1 040 Periode-4 : X 14 + X 24 + X 34 + X 44 + X 54 1 020 Periode-5 : X 15 + X 25 + X 35 + X 45 + X 55 1 040 Periode-6 : X 16 + X 26 + X 36 + X 46 + X 56 1 040 3) Mesin pemanggang (oven) a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan jam kerja mesin oven Mesin oven penting diperhitungkan sebagai salah satu kendala karena merupakan salah satu sumber daya terbatas yang dimiliki oleh perusahaan. Koefisien kebutuhan jam kerja mesin oven dapat dihitung dari berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh satu mesin untuk memproduksi satu adonan roti atau pia. Satuan yang digunakan adalah jam kerja mesin/adonan. Koefisien penggunaan jam mesin oven dapat dilihat pada Lampiran 12. Mesin oven atau mesin pemanggang adonan roti yang menggunakan gas sebagai bahan bakarnya. Mengefisiensikan waktu untuk produksi roti dan pia dalam jumlah yang besar adalah alasan mengapa mesin ini digunakan. Ketersediaan jam kerja mesin oven merupakan hasil perkalian antara hari produksi, jam mesin perhari, dan jumlah mesin. Ketersediaan jam kerja mesin oven dapat dilihat pada Lampiran 12. b) Formulasi kendala jam kerja mesin oven pada : Periode-1 : X 11 + X 21 + X 31 + X 41 + X 51 960 Periode-2 : X 12 + X 22 + X 32 + X 42 + X 52 1 040 Periode-3 : X 13 + X 23 + X 33 + X 43 + X 53 1 040 Periode-4 : X 14 + X 24 + X 34 + X 44 + X 54 1 020 Periode-5 : X 15 + X 25 + X 35 + X 45 + X 55 1 040 Periode-6 : X 16 + X 26 + X 36 + X 46 + X 56 1 040 4) Mesin pengemasan (packing) a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan jam kerja mesin pengemasan Salah satu sumber daya yang penting untuk diperhitungkan adalah mesin packing (pengemasan) karena merupakan salah satu sumber daya terbatas yang dimiliki oleh perusahaan, untuk menghitung koefisien kebutuhan jam kerja mesin pencetakan yaitu dari berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh satu mesin untuk memproduksi satu adonan roti atau pia. 27

28 Satuan yang digunakan adalah jam kerja mesin/adonan. Koefisien penggunaan jam kerja mesin pencetakan dapat dilihat pada Lampiran 12. Mesin pengemasan merupakan mesin yang digunakan untuk mengemas roti yang menggunakan tenaga listrik. Penggunaan mesin pengemasan merupakan salah satu cara dalam mengefisiensikan waktu untuk memproduksi roti dan pia dalam jumlah yang besar. Ketersediaan jam kerja mesin pengemasan dapat diperoleh dari hasil perkalian antara hari produksi, jam mesin perhari, dan jumlah mesin. Ketersediaan jam mesin pengemasan dapat dilihat pada Lampiran 12. b) Formulasi kendala jam kerja mesin pengemasan pada : Periode-1 : X 11 + X 21 + X 31 + X 41 + X 51 960 Periode-2 : X 12 + X 22 + X 32 + X 42 + X 52 1 040 Periode-3 : X 13 + X 23 + X 33 + X 43 + X 53 1 040 Periode-4 : X 14 + X 24 + X 34 + X 44 + X 54 1 020 Periode-5 : X 15 + X 25 + X 35 + X 45 + X 55 1 040 Periode-6 : X 16 + X 26 + X 36 + X 46 + X 56 1 040 d. Anggaran biaya produksi a) Koefisien penggunaan dan ketersediaan anggaran biaya produksi Anggaran biaya produksi pun penting untuk diperhitungkan sebagai kendala karena merupakan salah satu faktor atau input produksi. Koefisien kebutuhan jam tenaga kerja langsung dihitung dari berapa banyak anggaran biaya yang dihabiskan oleh setiap jenis produk per adonan pada setiap periode. Koefisien penggunaan anggaran biaya produksi setiap jenis produk dapat dilihat pada Lampiran 13. IKM Roti Jogja menetapkan ketersediaan anggaran biaya produksi berdasarkan target produksi yang ingin dicapai. Ketersediaan anggaran biaya produksi dapat dilihat pada Lampiran 13. b) Formulasi kendala anggaran biaya produksi Periode-1 : 543 261.08X 11 + 545 061.08X 21 + 544 561.08X 31 + 544 561.08X 41 + 610 061.08X 51 557 875 000 Periode-2 : 548 082.19X 12 + 549 882.19X 22 + 549 382.19X 32 + 549 382.19X 42 + 614 882.19X 52 546 413 000 Periode-3 : 538 895.24X 13 + 540 695.29X 23 + 540 195.24X 33 + 540 195.24X 43 + 605 695.24X 53 572 968 000 Periode-4 : 525 018.12X 14 + 526 818.12X 24 + 526 318.12X 34 + 526 318.12X 44 + 591 818.12X 54 618 794 000 Periode-5 : 535 647.40X 15 + 537 447.40X 25 + 536 947.40X 35 + 536 947.40X 45 + 602 799.41X 55 582 235 000 Periode-6 : 566 625.23X 16 + 558 425.23X 26 + 557 925.23X 36 + 557 925.23X 46 + 623 425.23X 56 525 504 000 Hasil Optimisasi Fungsi Tujuan Pada penelitian ini peubah keputusan merupakan tingkat produksi produk setiap periodenya yang dapat menghasilkan keuntungan maksimal, dimana dalam operasionalnya terdapat berbagai macam kendala. Kondisi optimal yang dimaksud merupakan hasil penggambaran model terhadap pemanfaatan sumber daya yang ada dengan kendala-kendala yang membatasi, sedangkan target produksi

29 merupakan kombinasi jumlah produk yang akan diproduksi perusahaan. Model LP tidak memperhitungkan adanya jumlah persediaan produk dan bahan baku setiap periodenya, tidak terdapatnya perubahan jumlah karyawan, tidak adanya kerusakan pada mesin produksi, dan adanya kesamaan pemakaian atau penggunaan bahan baku utama (tepung terigu, mentega, gula pasir, ragi, penghalus roti, calcium propionate, minyak goreng, dan isi roti) maupun penolong (kemasan produk 1 sampai 5). Kondisi optimal dapat dikatakan sebagai representasi terhadap target produksi dengan asumsi-asumsi yang berlaku sebelumnya. Nilai selisih yang bernilai negatif berarti produksi melebihi keadaan optimal, sedangkan jika selisih bernilai positif berarti produksi tidak mencapai keadaan optimal. Tabel 4 sampai Tabel 9 merupakan perbandingan tingkat produksi selama periode mulai Juli 2013 sampai Juni 2014 pada IKM Roti Jogja. Tabel 4. Perbandingan hasil optimisasi dan target produksi periode-1 Kondisi optimal Target produksi Selisih Produk X (adonan) Keuntungan (rupiah) X (adonan) Keuntungan (rupiah) X (adonan) Keuntungan (rupiah) X 1 250 26 684 705 227 24 229 712 23 2 454 993 X 2 146 15 321 082 132 13 851 937 14 1 469 145 X 3 76 8 013 358 68 7 169 847 8 843 511 X 4 128 13 496 182 116 12 230 915 12 1 265 267 X 5 290 11 582 287 347 13 858 805-57 (2 276 518) Total 890 75 097 614 890 71 341 216 0 3 756 398 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Produk X 5 memiliki selisih dengan nilai negatif yaitu 57 adonan pada periode-1. Artinya produk X 5 merupakan produk yang diproduksi berlebih karena jumlah target produksi melebihi kondisi optimalnya, sedangkan untuk produk lainnya memiliki selisih dengan nilai positif. Nilai selisih seluruh produk pada periode-1 apabila dijumlahkan bernilai 0 sehingga tidak merubah jumlah total produksi, hanya saja mengganti kombinasi produk yang dapat meningkatkan keuntungan perusahaan sebesar Rp3 756 398. Tabel 5. Perbandingan hasil optimisasi dan target produksi periode-2 Kondisi optimal Target produksi Selisih Produk X (adonan) Keuntungan (rupiah) X (adonan) Keuntungan (rupiah) X (adonan) Keuntungan (rupiah) X 1 217.5 22 167 124 197 20 077 808 20.5 2 089 315 X 2 152.0 15 217 907 138 13 816 258 14.0 1 401 649 X 3 54.0 5 433 362 49 4 930 273 5.0 503 089 X 4 128.0 12 476 608 112 11 269 195 12.0 1 207 414 X 5 313.5 11 009 433 365 12 818 000-51.5 (1 808 567) Total 861 66 304 434 861 62 911 534 0 3 392 900 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Tabel 5 memberikan informasi bahwa produk X 5 mengalami kelebihan jumlah produksi dan produk lainnya mengalami kekurangan jumlah produksi apabila dibandingkan dengan kondisi optimal. Total jumlah produksi pada kondisi optimal dan produksi berdasarkan target produksi periode-2 sama besar yaitu 861 adonan. Informasi yang didapat lainnya adalah tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan pada kondisi optimal lebih besar dengan selisih Rp3 392 900.

30 Tabel 6. Perbandingan hasil optimisasi dan target produksi periode-3 Kondisi optimal Target produksi Selisih Produk X (adonan) Keuntungan (rupiah) X (adonan) Keuntungan (rupiah) X (adonan) Keuntungan (rupiah) X 1 255 28.331.714 230 25.554.095 25 2.777.619 X 2 137 14.974.745 124 13.553.784 13 1.420.961 X 3 78 8.564.771 70 7.686.333 8 878.438 X 4 120 13.176.571 109 11.968.719 11 1.207.852 X 5 301 13.335.733 385 17.057.333-84 -3.721.600 Total 891 78.383.534 918 75.820.263-27 2.563.271 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Perbandingan hasil optimisasi dan target produksi pada periode-3 secara umum kondisinya sama seperti kondisi periode sebelumnya. Terjadi kelebihan jumlah produksi pada produk X 5 dan produk lainnya mengalami kekurangan untuk mencapai kondisi produksi yang optimal yaitu yang dapat memaksimalkan keuntungan. Tabel 7. Perbandingan hasil optimisasi dan target produksi periode-4 Kondisi optimal Target produksi Selisih Produk X (adonan) Keuntungan (rupiah) X (adonan) Keuntungan (rupiah) X (adonan) Keuntungan (rupiah) X 1 277.5 34 682 472 251 31 370 452 26.5 3 312 020 X 2 182.5 22 480 693 167 20 571 374 15.5 1 909 319 X 3 104.0 12 862 916 93 11 502 415 11.0 1 360 501 X 4 126.0 15 583 917 113 13 976 052 13.0 1 607 864 X 5 330.0 19 200 020 396 23 040 024-66.0 (3 840 004) Total 1 020.0 100 460 318 1 020 104 810 018 0 4 349 700 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Periode-4 merupakan bulan Januari-Febuari 2014, yang artinya saat ini produksi belum dijalankan. Perusahaan perlu mempertimbangkan kombinasi produk yang akan diproduksi. Menurut hasil optimisasi, keuntungan maksimal yang dapat diperoleh adalah sebesar Rp104 810 018. Kombinasi produksi yang dihasilkan yaitu 277.5 adonan X 1, 182.5 adonan X 2, 104 adonan X 3, 126 adonan X 4, 330 adonan X 5. Perbandingan produksi berdasarkan target produksi dan produksi pada kondisi optimalnya dapat dilihat pada baris selisih di Tabel 7. Selisih negatif terjadi pada produk X 5 sebesar 66 adonan dan selisih positif terjadi pada produk lainnya dengan total 66 adonan. Sehingga total jumlah produk yang diproduksi tetap sama yaitu sebanyak 1 020 adonan. Tabel 8. Perbandingan hasil optimisasi dan target produksi periode-5 Kondisi optimal Target produksi Selisih Produk X (adonan) Keuntungan (rupiah) X (adonan) Keuntungan (rupiah) X (adonan) Keuntungan (rupiah) X 1 262.5 30.017.558 238 27.215.919 24.5 2.801.639 X 2 145.5 16.376.403 134 15.082.048 11.5 1.294.355 X 3 88.0 9.948.629 79 8.931.155 9.0 1.017.473 X 4 114.0 12.887.996 103 11.644.418 11.0 1.243.579 X 5 330.0 15.576.195 386 18.219.428-56.0-2.643.233 Total 940 84.806.781 940 81.092.968 0 3.713.813 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah)

31 Keuntungan maksimal yang dapat diperoleh perusahaan pada periode-5 sebesar Rp84 806 781. Kombinasi produksinya yaitu sebanyak 262.5 adonan produk X 1, 145.5 adonan produk X 2, 88 adonan produk X 3, 114 adonan produk X 4, 330 adonan produk X 5. Tabel 9. Perbandingan hasil optimisasi dan target produksi periode-6 Kondisi optimal Target produksi Selisih Produk X (adonan) Keuntungan (rupiah) X (adonan) Keuntungan (rupiah) X (adonan) Keuntungan (rupiah) X 1 212.5 19 842 139 193 18 021 331 19.5 1 820 808 X 2 120.0 10 988 972 108 9 890 075 12.0 1 098 897 X 3 66.0 6 076 935 60 5 524 486 6.0 552 449 X 4 100.0 9 207 477 90 8 286 729 10.0 920 748 X 5 315.5 8 384 340 363 9 646 642-47.5 (1 262 302) Total 814 54 499 863 814 51 369 263 0 3 130 600 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Hasil optimisasi menunjukkan tingkat keuntungan maksimal yang dapat diperoleh pada periode ini adalah sebesar Rp54 499 683, dengan kombinasi produksinya yaitu 212.5 adonan produk X 1, 120 adonan produk X 2, 66 adonan produk X 3, 100 adonan produk X 4, dan 315.5 adonan produk X 5. Keuntungan yang didapatkan perusahaan berdasarkan target produksi sebesar Rp51 369 263, sehingga terdapat selisih keuntungannya sebesar Rp3 130 600. Hasil Optimisasi Sumber Daya Tingkat produksi roti manis dan pia dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya setiap periodenya. Penilaian terhadap sumber daya dengan dilihat nilai slack atau surplus. Slack menunjukan kelebihan jumlah sisi kanan dari jumlah sisi kiri dalam batasan atau persamaan kendala, sedangkan surplus menunjukan kelebihan jumlah sisi kiri dari jumlah sisi kanan dalam batasan atau persamaan kendala. Slack ditunjukan dengan batasan ( ) dalam persamaan kendala, sedangkan surplus ditunjukan dengan batasan ( ) dalam persamaan kendala. Seluruh perumusan persamaan kendala pada penelitian ini menggunakan batasan ( ) sehingga memungkinkan terjadinya slack. Nilai slack sama dengan nol mengartikan bahwa penggunaan sumber daya sudah tepat atau ketersediaan sumber daya habis digunakan dalam proses produksi, sedangkan apabila nilai slack lebih dari nol menunjukan ketersediaan sumber daya tersebut berlebih. a. Penggunaan tepung terigu Hasil proses optimisasi kendala bahan baku tepung terigu disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil optimisasi penggunaan tepung terigu Periode Slack Penghematan biaya Status (kg) (rupiah) I 0.00 Habis digunakan 0 II 0.00 Habis digunakan 0 III 0.00 Habis digunakan 0 IV 0.00 Habis digunakan 0 V 0.00 Habis digunakan 0 VI 0.00 Habis digunakan 0 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah)

32 Ketersediaan tepung terigu secara keseluruhan berstatus habis digunakan, yang dikarenakan oleh tidak adanya nilai slack atau sama dengan nol. Hal ini berarti bahwa jumlah ketersediaan tepung terigu sudah tepat untuk proses produksi. b. Penggunaan mentega Berikut ini merupakan hasil proses optimisasi kendala bahan baku mentega ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil optimisasi penggunaan mentega Periode Slack Penghematan biaya Status (kg) (rupiah) I 0 Habis digunakan 0 II 7 Berlebih 63 000 III 0 Habis digunakan 0 IV 0 Habis digunakan 0 V 0 Habis digunakan 0 VI 4 Berlebih 36 000 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Dilihat dari Tabel 11 ketersediaan mentega berstatus berlebih pada periode II dan VI. Hal tersebut memiliki arti jumlah ketersediaan mentega belum tepat dan masih berlebih. Besarnya nilai slack didapatkan dengan cara memasukan nilai variabel X (jumlah produk) dari hasil optimisasi fungsi tujuan ke dalam persamaan kendala mentega. Selisih antara ruas sisi kanan dan ruas sisi kiri persamaan kendala merupakan jumlah atau nilai slack. Salah satu langkah agar mengefisiensikan persediaan bahan baku mentega adalah dengan mengurangi persediaan sebanyak nilai slacknya, yang akan menghemat biaya pembelian bahan baku tersebut sebesar Rp63 000 pada periode-2 dan Rp36 000 pada periode-6. c. Penggunaan gula Proses optimisasi menghasilkan status penggunaan kendala bahan baku gula yang dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil optimisasi penggunaan gula Periode Slack Penghematan biaya Status (kg) (rupiah) I 20 Berlebih 214 000 II 23 Berlebih 246 100 III 213 Berlebih 2 279 100 IV 10 Berlebih 107 000 V 20 Berlebih 214 000 VI 2 Berlebih 21 400 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Status bahan baku gula di seluruh periode adalah berlebih, yang artinya jumlah ketersediaan gula belum tepat dan tidak bisa meningkatkan jumlah produksi roti manis dan pia karena keterbatasan bahan baku yang lain. Besarnya nilai slack ketersediaan gula cukup bervariatif, dan nilai slack tertinggi terjadi pada periode III sebesar 213 kg. Jumlah tersebut didapat dari memasukan nilai variabel X pada persamaan kendala gula periode III

33 dengan hasil optimisasi fungsi tujuan. Saran bagi perusahaan adalah mengurangi jumlah pembelian gula sebanyak nilai slack. Misalnya pada periode III mengurangi jumlah pembelian gula sebanyak 213 kg, maka akan menghemat biaya pembelian bahan baku gula sebanyak Rp2 279 100. d. Penggunaan ragi Proses optimisasi menghasilkan status penggunaan kendala bahan baku ragi yang dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil optimisasi penggunaan ragi Periode Slack Penghematan biaya Status (kg) (rupiah) I 0 Habis digunakan 0 II 8 Berlebih 104 800 III 58 Berlebih 759 800 IV 0 Habis digunakan 0 V 0 Habis digunakan 0 VI 2 Berlebih 26 200 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Informasi yang dapat diperoleh dari Tabel di atas adalah ketersediaan bahan baku ragi habis digunakan dalam proses produksi pada periode I, IV dan V. Jumlah ketersediaan ragi pada periode tersebut sudah tepat, sedangkan pada periode yang lain ketersediaan ragi berstatus berlebih dan tidak dapat meningkatkan jumlah produk yang diproduksi karena bahan baku lain terbatas. Banyaknya nilai slack didapatkan dari memasukan hasil optimisasi fungsi tujuan yaitu variabel X kedalam persamaan kendala, apabila terdapat selisih antara ruas sisi kiri dan ruas sisi kanan maka itulah banyaknya nilai slack. Persediaan yang berlebih merupakan pemborosan dalam biaya pembelian bahan baku dan apabila jumlahnya dikurangi maka akan menurunkan biaya produksi. e. Penggunaan penghalus roti Hasil proses optimisasi kendala bahan baku penghalus roti disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil optimisasi penggunaan penghalus roti Periode Slack Penghematan biaya Status (kg) (rupiah) I 6 Berlebih 305 400 II 8 Berlebih 407 200 III 6 Berlebih 304 400 IV 8 Berlebih 407 200 V 3 Berlebih 152 700 VI 11 Berlebih 559 900 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Persediaan bahan baku penghalus roti di semua periode berlebih sebesar nilai slacknya. Slack merupakan kelebihan ruas sisi kanan dibandingkan ruas sisi kiri dalam persamaan kendala. IKM Roti Jogja dapat mengurangi jumlah persediaan penghalus roti sebanyak nilai slack tersebut, karena jumlah persediaan berlebih tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk

34 proses produksi. Misalkan pada periode-6 jumlah persediaan penghalus roti dikurangi sebanyak 11 kg akan menghemat biaya pembelian bahan baku tersebut sebesar Rp559 900. f. Penggunaan calcium propionate Berikut ini merupakan hasil proses optimisasi kendala bahan baku calcium propionate ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil optimisasi penggunaan calcium propionate Periode Slack Penghematan biaya Status (kg) (rupiah) I 11 Berlebih 396 000 II 13 Berlebih 468 000 III 11 Berlebih 396 000 IV 23 Berlebih 828 000 V 6 Berlebih 216 000 VI 18 Berlebih 648 000 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Status berlebih menyatakan bahwa pemanfaatan persediaan bahan baku calcium propionate belum tepat. Jumlah persediaan bahan baku calcium propionate tidak sesuai dengan kebutuhan produksi pada kondisi optimal. Jumlah tersebut juga tidak dapat menambah produk karena persediaan kendala lain dan disarankan bagi perusahaan untuk mengurangi jumlah persediaan atau pembelian sebanyak nilai slack. Pengurangan jumlah pembelian persediaan bahan baku akan menghemat biaya pembelian yang akan berdampak kepada biaya produksi, sebagai contoh pada periode-4 persediaan calcium propionate dikurangi sebanyak 23 kg akan menghembat biaya sebesar Rp828 000. g. Penggunaan minyak goreng Proses optimisasi menghasilkan status penggunaan kendala bahan baku minyak goreng yang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Hasil optimisasi penggunaan minyak goreng Periode Slack Penghematan biaya Status (kg) (rupiah) I 282 Berlebih 2 679 000 II 265 Berlebih 2 517 500 III 375 Berlebih 3 562 500 IV 324 Berlebih 3 078 000 V 288 Berlebih 2 736 000 VI 259 Berlebih 2 460 500 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Berdasarkan Tabel 16 dapat diperoleh informasi bahwa jumlah minyak goreng yang tersedia berstatus berlebih. Hal ini menunjukan jumlah ketersediaan minyak goreng belum tepat. Besarnya jumlah ketersediaan minyak goreng yang berlebih ditunjukan oleh nilai slacknya. Persediaan yang berlebih ini menjadi acuan untuk mengurangi jumlah pembelian bahan baku minyak goreng yang akan menghemat biaya.

35 h. Penggunaan cokelat butir Proses optimisasi menghasilkan status penggunaan kendala bahan baku cokelat butir yang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Hasil optimisasi penggunaan cokelat butir Periode Slack Penghematan biaya Status (kg) (rupiah) I 0 Habis digunakan 0 II 0 Habis digunakan 0 III 0 Habis digunakan 0 IV 0 Habis digunakan 0 V 0 Habis digunakan 0 VI 0 Habis digunakan 0 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Seluruh persediaan cokelat butir sudah dimanfaatkan sepenuhnya dalam proses produksi. Hal tersebut dikarenakan jumlah atau nilai slack sama dengan nol. Jumlah ruas sisi sebelah kiri sudah sama dengan jumlah ruas sisi sebelah kanan dalam persamaan kendala cokelat butir. i. Penggunaan keju Hasil dari proses optimisasi kendala bahan baku keju disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil optimisasi penggunaan keju Periode Slack Penghematan biaya Status (kg) (rupiah) I 0 Habis digunakan 0 II 0 Habis digunakan 0 III 5 Berlebih 49 000 IV 7 Berlebih 68 600 V 12 Berlebih 117 600 VI 0 Habis digunakan 0 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Hasil optimisasi kendala bahan baku keju hampir sama dengan kendala bahan baku cokelat butir. Perbedaannya terletak pada status persediaan keju dalam periode III, IV dan V yaitu berlebih atau tidak habis terpakai seluruhnya. Dampak dari persediaan yang berlebih adalah pemborosan dalam membeli bahan baku. j. Penggunaan selai strawberry Berikut ini merupakan hasil proses optimisasi kendala bahan baku selai strawberry ditunjukkan pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil optimisasi penggunaan selai strawberry Periode Slack Penghematan biaya Status (kg) (rupiah) I 0 Habis digunakan 0 II 0 Habis digunakan 0 III 0 Habis digunakan 0 IV 0 Habis digunakan 0 V 0 Habis digunakan 0 VI 0 Habis digunakan 0 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah)

36 Tabel 19 memberikan informasi tidak terdapat nilai slack atau sama dengan nol. Memiliki arti bahwa seluruh bahan baku selai strawberry habis digunakan dan tidak terdapat sisa atau jumlah persediaan selai strawberry sudah tepat. k. Penggunaan selai blueberry Proses optimisasi menghasilkan status penggunaan kendala bahan baku selai blueberry yang dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Hasil optimisasi penggunaan selai blueberry Periode Slack Penghematan biaya Status (kg) (rupiah) I 0 Habis digunakan 0 II 0 Habis digunakan 0 III 0 Habis digunakan 0 IV 0 Habis digunakan 0 V 0 Habis digunakan 0 VI 0 Habis digunakan 0 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Nilai atau jumlah slack sama dengan nol memberikan arti bahan baku tersebut pada seluruh periode habis dipergunakan untuk proses produksi. Jumlah persediaan tersebut dapat dikatakan sudah tepat. Kendala bahan baku selai blueberry merupakan salah satu kendala pembatas karena jumlah slacknya sama dengan nol. l. Penggunaan kacang hijau Bahan baku kacang hijau hanya digunakan untuk memproduksi pia saja. Proses optimisasi menghasilkan status penggunaan kendala bahan baku kacang hijau yang dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Hasil optimisasi penggunaan kacang hijau Periode Slack Penghematan biaya Status (kg) (rupiah) I 460 Berlebih 10 350 000 II 442 Berlebih 9 945 000 III 615 Berlebih 6 027 000 IV 530 Berlebih 11 925 000 V 480 Berlebih 10 800 000 VI 422 Berlebih 9 495 000 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Penggunaan atau pemanfaatan bahan baku kacang hijau dapat dikatakan belum tepat, dikarenakan adanya nilai atau jumlah slack. Hal tersebut mengakibatkan status persediaan kacang hijau menjadi berlebih dan menjadi pertimbangan untuk mengurangi jumlah persediaan yang mengakibatkan penghematan biaya pembelian bahan baku tersebut. m. Penggunaan kemasan produk-1 Hasil proses optimisasi kendala kemasan produk-1 disajikan pada Tabel 22.

37 Tabel 22. Hasil optimisasi penggunaan kemasan produk-1 Periode Slack Penghematan biaya Status (unit) (rupiah) I 2 000 Berlebih 128 340 II 4 500 Berlebih 288 765 III 3 000 Berlebih 192 510 IV 4 500 Berlebih 288 765 V 1 500 Berlebih 96 255 VI 3 500 Berlebih 224 595 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Berdasarkan Tabel 22 dapat diperoleh informasi bahwa ketersediaan kemasan produk-1 secara keseluruhan berstatus berlebih. Hal ini menunjukan jumlah ketersediaan kemasan produk-1 belum tepat dan masih memiliki sisa. Besarnya nilai slack dapat dilihat pada perumusan persamaan kendala bahan penolong kemasan produk 1 dengan memasukan nilai variabel X (jumlah produk) sesuai dengan hasil optimisasi fungsi tujuan. n. Penggunaan kemasan produk-2 Berikut ini merupakan hasil proses optimisasi kendala kemasan produk-2 ditunjukkan pada Tabel 23. Tabel 23. Hasil optimisasi penggunaan kemasan produk-2 Periode Slack Penghematan biaya Status (unit) (rupiah) I 4 000 Berlebih 256 680 II 4 000 Berlebih 256 680 III 1 000 Berlebih 64 170 IV 3 500 Berlebih 224 595 V 4 500 Berlebih 288 765 VI 0 Habis digunakan 0 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Dilihat dari Tabel 23 penggunaan persediaan kemasan produk-2 berstatus habis digunakan pada periode VI. Jumlah persediaan kemasan produk-2 pada periode tersebut sudah dimanfaatkan sepenuhnya atau sudah tepat, sedangkan pada lainnya persediaan kemasan produk-2 berstatus berlebih, yang ditunjukkan adanya nilai slack. o. Penggunaan kemasan produk-3 Proses optimisasi menghasilkan status penggunaan kendala kemasan produk-3 yang dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Hasil optimisasi penggunaan kemasan produk-3 Periode Slack Penghematan biaya Status (unit) (rupiah) I 4 000 Berlebih 256 680 II 0 Habis digunakan 0 III 0 Habis digunakan 0 IV 4 000 Berlebih 256 680 V 2 000 Berlebih 128 340 VI 0 Habis digunakan 0 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah)

38 Status ketersediaan kemasan produk-3 adalah habis digunakan pada periode II, III dan VI. Jumlah ketersediaan kemasan produk roti rasa stroberi sudah tepat, sedangkan pada periode I, IV dan V ketersediaan kemasan produk-3 berstatus berlebih. Besarnya nilai slack dapat dilihat pada persamaan kendala kemasan produk-3 dengan memasukan nilai variabel X sesuai dengan hasil optimisasi fungsi tujuan. p. Penggunaan kemasan produk-4 Proses optimisasi menghasilkan status penggunaan kendala kemasan produk-4 yang dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil optimisasi penggunaan kemasan produk-4 Periode Slack Penghematan biaya Status (unit) (rupiah) I 4 000 Berlebih 256 680 II 2 000 Berlebih 128 340 III 0 Habis digunakan 0 IV 0 Habis digunakan 0 V 0 Habis digunakan 0 VI 2 000 Berlebih 128 340 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Jumlah ketersediaan kemasan produk-4 pada periode III, IV dan V sudah tepat. Jumlah ketersediaan kemasan produk-4 pada periode lainnya belum tepat dan memiliki jumlah kemasan yang tidak terpakai sebanyak nilai slacknya. Sebaiknya jumlah persediaan dikurangi pada periode yang berstatus berlebih sebanyak nilai slack. Pengurangan persediaan berarti mengurangi pula biaya pembelian, sehingga efisiensi penggunaan dapat tercapai. q. Penggunaan kemasan produk-5 Hasil proses optimisasi kendala kemasam produk-5 disajikan pada Tabel 26. Tabel 26. Hasil optimisasi penggunaan kemasan produk-5 Periode Slack Penghematan biaya Status (unit) (rupiah) I 94 000 Berlebih 6 031 980 II 88 500 Berlebih 5 679 045 III 125 000 Berlebih 8 021 250 IV 108 000 Berlebih 6 930 360 V 96 000 Berlebih 6 160 320 VI 86 500 Berlebih 5 550 705 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Nilai atau jumlah slack menyatakan bahwa persediaan kemasan produk-5 belum tepat sehingga mengakibatkan berlebih. Jumlah kelebihan kemasan tersebut juga tidak bisa dipergunakan untuk meningkatkan jumlah produk yang akan diproduksi karena keterbatasan jumlah bahan lain. Perusahaan perlu mempertimbangkan pengurangan jumlah persediaan kemasan produk-5 sebanyak nilai slacknya, karena dapat menghembat biaya produksi dari biaya pembelian bahan.

39 r. Penggunaan jam kerja TKL Berikut ini merupakan hasil proses optimisasi kendala jam kerja TKL ditunjukkan pada Tabel 27. Tabel 27. Hasil optimisasi penggunaan jam kerja TKL Periode Slack Penghematan biaya Status (jam kerja) (rupiah) I 560 Berlebih 3 365 600 II 1 432 Berlebih 8 606 320 III 1 192 Berlebih 7 163 920 IV 0 Habis digunakan 0 V 800 Berlebih 4 808 000 VI 1 808 Berlebih 10 866 080 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Faktor produksi selain bahan baku yang menyerap biaya paling besar adalah tenaga kerja. Berdasarkan Tabel 27 dapat diperoleh informasi jumlah ketersediaan jam kerja TKL hampir secara keseluruhan berstatus berlebih. Hal ini memberikan arti bahwa jumlah ketersediaan jam kerja TKL belum tepat. Besarnya nilai slack merupakan selisih antara penggunaan jam kerja TKL yang dikalian jumlah produk yang diproduksi berdasarkan hasil optimisasi fungsi tujuan dengan jumlah ketersediaan. Kebijakan yang dapat dipertimbangkan dalam mengefisiensikan penggunaan jam kerja TKL adalah dengan mengalokasikan beberapa TKL menjadi tenaga penjual atau mengurangi jumlah TKL pada periode yang memiliki status berlebih. Pengurangan jumlah jam kerja TKL akan mempengaruhi biaya produksi dari biaya untuk upah TKL. s. Penggunaan jam kerja mesin mixer Proses optimisasi menghasilkan status penggunaan kendala jam kerja mesin mixer yang dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Hasil optimisasi penggunaan jam kerja mesin mixer Periode Slack (jam kerja) Status I 56 Berlebih II 143 Berlebih III 119 Berlebih IV 0 Habis digunakan V 80 Berlebih VI 180 Berlebih Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Hampir di seluruh periode status jumlah ketersediaan jam kerja mesin mixer adalah berlebih, dikarenakan oleh adanya nilai slack. Nilai slack menandakan terdapat sejumlah jam mesin mixer tidak terpakai untuk proses produksi. Jam kerja mesin yang tidak terpakai tersebut bisa dipergunakan untuk proses maintenance agar mesin dapat beroperasi dengan lancar. t. Penggunaan jam kerja mesin pencetakan Proses optimisasi menghasilkan status penggunaan kendala jam kerja mesin pencetakan yang dapat dilihat pada Tabel 29.

40 Tabel 29. Hasil optimisasi penggunaan jam kerja mesin pencetakan Periode Slack (jam kerja) Status I 28.0 Berlebih II 71.6 Berlebih III 59.6 Berlebih IV 0.0 Habis digunakan V 40.0 Berlebih VI 90.4 Berlebih Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Keadaan status jumlah ketersediaan jam kerja mesin pencetakan sama seperti keadaan status jumlah ketersediaan jam kerja mesin mixer. Perbedaannya terlihat pada nilai atau jumlah slacknya saja. Jam kerja mesin yang berlebih tersebut dapat dipergunakan oleh perusahaan untuk melakukan proses maintenance, seperti pengecekan dan perawatan supaya menjaga kelancaran proses produksi. u. Penggunaan jam kerja mesin oven Hasil proses optimisasi kendala jam kerja mesin oven disajikan pada Tabel 30. Tabel 30. Hasil optimisasi penggunaan jam kerja mesin oven Periode Slack (jam kerja) Status I 28.0 Berlebih II 71.6 Berlebih III 59.6 Berlebih IV 0.0 Habis digunakan V 40.0 Berlebih VI 90.4 Berlebih Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Berdasarkan Tabel 30 dapat diperoleh informasi bahwa jumlah ketersediaan jam kerja mesin oven pada periode IV berstatus habis digunakan. Hal tersebut mengartikan bahwa jumlah ketersediaan sudah tepat dilihat dari nilai slack yang sama dengan nol. v. Penggunaan jam kerja mesin pengemasan Berikut ini merupakan hasil proses optimisasi kendala jam kerja mesin pengemasan ditunjukkan pada Tabel 31. Tabel 31. Hasil optimisasi penggunaan jam kerja mesin pengemasan Periode Slack (jam kerja) Status I 28.0 Berlebih II 71.6 Berlebih III 59.6 Berlebih IV 0.0 Habis digunakan V 40.0 Berlebih VI 90.4 Berlebih Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah)

41 Informasi yang dapat diperoleh dari Tabel di atas adalah nilai slack pada periode IV sama dengan nol, sehingga menjadikan status kendala jam kerja mesin pengemasan pada periode tersebut menjadi habis dipergunakan untuk proses produksi. Nilai slack terdapat di periode lainnya, artinya jumlah ketersediaan jam mesin pengemasan belum tepat. Besarnya nilai slack didapatkan dengan memasukan nilai variabel X dari hasil optimisasi fungsi tujuan ke persamaan kendala jam kerja mesin pegemasan. w. Penggunaan anggaran biaya produksi Proses optimisasi menghasilkan status penggunaan kendala anggaran biaya produksi yang dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Hasil optimisasi penggunaan anggaran biaya produksi Slack Periode Status (rupiah) I 54 472 664 Berlebih II 53 067 428 Berlebih III 72 201 528 Berlebih IV 60 603 992 Berlebih V 56 041 792 Berlebih VI 48 778 848 Berlebih Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Jumlah ketersediaan anggaran untuk biaya produksi mengalami kelebihan pada seluruh periode. Jumlah kelebihan dapat dilihat pada nilai slacknya. Besarnya nilai slack didapatkan dari perhitungan pada perumusan persamaan kendala anggaran biaya produksi. Caranya dengan memasukan nilai variabel X (jumlah produk) sesuai dari hasil optimisasi fungsi tujuan, dan dibandingkan antara jumlah ruas sisi sebelah kiri dengan sisi sebelah kanan. Proses optimisasi produksi atau kombinasi produk optimum juga dapat mengefisiensikan penggunaan input dalam produksi selain menghasilkan tingkat penjualan yang maksimal. Input produksi yang dapat diefisiensikan adalah penggunaan bahan baku dan penggunaan jam tenaga kerja langsung. Dampak dari efisiensi penggunaan bahan baku dan jam TKL yaitu penghematan biaya pembelian bahan baku dan upah TKL. Penghematan biaya produksi dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Penghematan biaya produksi Biaya pembelian bahan baku Biaya upah TKL Total Penghematan Periode (rupiah) (rupiah) (rupiah) I 20 874 760 3 365 600 24 240 360 II 20 104 430 8 606 320 28 710 750 III 29 467 230 7 163 920 36 631 150 IV 24 114 200 0 24 114 200 V 20 909 980 4 808 000 25 717 980 VI 19 150 640 10 866 080 30 016 720 Total 134 621 240 34 809 920 169 431 160 Sumber : IKM Roti Jogja (2013)

42 Penghematan biaya produksi dari biaya pembelian bahan baku dan upah tenaga kerja langsung masing-masing sebesar Rp134 621 240 dan Rp34 809 920. Total penghematan biaya produksinya adalah Rp169 431 160. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas diperlukan untuk mengetahui sejauh mana hasil optimal dapat diterapkan apabila terjadi perubahan terhadap model. Suatu perubahan kecil dalam parameter menyebabkan perubahan drastis dalam solusi, dapat dikatakan bahwa solusi adalah sangat sensitif terhadap nilai parameter itu dan sebaliknya jika perubahan parameter tidak mempunyai pengaruh besar terhadap solusi maka dikatakan solusi relatif insensitif terhadap nilai parameter tersebut. Perubahan dapat terjadi pada variabel (c ij ) di fungsi tujuan, variabel (b ij ) dan variabel (a ij ) di persamaan kendala. Pada penelitian ini akan melakukan perubahan terhadap koefisien fungsi tujuan (c ij ) dan perubahan konstan sisi kanan (b ij ) saja, dikarenakan perusahaan menghindari perubahan komposisi pemakaian bahan baku (a ij ) yang akan mempengaruhi kualitas produk. Peneliti memberikan beberapa skenario pada penelitian ini, yaitu : a. Menaikan total biaya bahan baku tepung terigu sebesar 2%. b. Mengurangi ketersediaan jam setiap mesin sebanyak 16 jam per periode. c. Menaikan total biaya bahan baku tepung terigu sebesar 2% dan mengurangi ketersediaan jam setiap mesin sebanyak 16 jam per periodenya. Skenario 1 Menaikan total biaya bahan baku tepung terigu sebesar 2%. Hal ini didasarkan dari pengalaman perusahaan terhadap perubahan harga tepung terigu. Harga tepung terigu pada tahun 2012 yaitu Rp152 500, sedangkan pada tahun 2013 yaitu Rp154 000. Peningkatan harga tepung terigu yang terjadi antara tahun 2012-2013 berkisar 1%. Asumsi kenaikan sebesar 2% didasarkan sebagai antisipasi apabila terjadi kenaikan harga yang lebih besar. Kenaikan biaya bahan baku akan berdampak pada menurunnya keuntungan per adonan dari setiap produk yang dihasilkan. Pengujian model terhadap kenaikan biaya bahan baku dilakukan untuk mengetahui kenaikan biaya produksi terhadap keputusan produksi, alokasi sumber daya dan keuntungan optimal perusahaan. Kenaikan biaya bahan baku tepung terigu dapat mengubah koefisien fungsi tujuan pada model. Pada skenario 1, nilai keuntungan penjualan setiap produk per adonan dapat dilihat formulasi fungsi tujuan berikut. Maks Z = 103638.92X 11 + 98817.81X 12 + 108004.76X 13 + 121881.88X 14 + 111252.60X 15 + 90274.77X 16 + 101838.92X 21 + 97017.81X 22 + 106204.71X 23 + 120081.88X 24 + 109452.60X 25 + 88474.77X 26 + 102338.92X 31 + 97517.81X 32 + 106704.76X 33 + 120581.88X 34 + 109952.60X 35 + 88974.77X 36 + 102338.92X 41 + 97517.81X 42 + 106704.76X 43 + 120581.88X 44 + 109952.60X 45 + 88974.77X 46 + 36838.92X 51 + 32017.81X 52 + 41204.76X 53 + 55081.88X 54 + 44100.59X 55 + 23474.77X 56 Hasil dari proses optimisasi fungsi tujuan untuk skenario 1 ditunjukan pada Tabel 34.

43 Tabel 34. Hasil optimisasi fungsi tujuan skenario 1 Periode X 1 (adonan) X 2 (adonan) X 3 (adonan) X 4 (adonan) X 5 (adonan) Z (rupiah) I 250.0 146.0 76 128 290.0 72 338 639 II 217.5 152.0 54 124 313.5 63 635 334 III 255.0 137.0 78 120 301.0 75 621 434 IV 277.5 182.5 104 126 330.0 101 648 018 V 262.5 145.5 88 114 330.0 81 892 781 VI 212.5 120.0 66 100 315.5 51 976 463 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Selisih nilai Z (keuntungan) pada skenario 1 dengan kondisi optimal awal adalah sebagai berikut : Periode-1 : Rp (2 758 975) Periode-2 : Rp (2 669 100) Periode-3 : Rp (2 762 100) Periode-4 : Rp (3 162 000) Periode-5 : Rp (3 162 000) Periode-6 : Rp (2 523 220) Keuntungan optimal yang diperoleh oleh skenario 1 adalah sebesar Rp447 112 669. Keuntungan kondisi optimal awal sebesar Rp463 902 244, maka nilai keuntungan optimal pada skenario 1 lebih rendah. Kombinasi jumlah produk yang dihasilkan sama seperti pada kondisi optimal awal. Jumlah slack pada model skenario 1 sama besar dengan kondisi optimal awal. Skenario 2 Model akan diuji dengan asumsi mengurangi ketersediaan jam kerja setiap mesin sebanyak 16 jam per periode. Pengurangan tersebut dikarenakan akan digunakan untuk maintenance. Sebanyak 16 jam merupakan hasil perkalian dari jam ketersediaan jam kerja mesin perhari (8 jam) dan 2 hari dalam satu periode. Jumlah ketersediaan jam kerja mesin pada skenario 2 dapat dilihat pada Lampiran 14, sehingga dapat diperoleh disetiap model persamaan kendala mesin produksi sebagai berikut: Periode-1 : X 11 + X 21 + X 31 + X 41 + X 51 920 Periode-2 : X 12 + X 22 + X 32 + X 42 + X 52 1 000 Periode-3 : X 13 + X 23 + X 33 + X 43 + X 53 1 000 Periode-4 : X 14 + X 24 + X 34 + X 44 + X 54 980 Periode-5 : X 15 + X 25 + X 35 + X 45 + X 55 1 000 Periode-6 : X 16 + X 26 + X 36 + X 46 + X 56 1 000 Perubahan model persamaan kendala jam kerja mesin produksi terletak pada ruas sisi sebelah kanan. Pengurangan ruas sisi sebelah kanan sebanyak 16 jam pada persamaan kendala jam mesin pencetakan, oven, dan pengemasan. Pengurangan ruas sisi sebelah kanan sebesar 32 jam di persamaan kendala jam mesin mixer, dikarenakan terdapat 2 unit mesin mixer. Hasil dari proses optimisasi fungsi tujuan untuk skenario 2 ditunjukan pada Tabel 35.

44 Tabel 35. Hasil optimisasi fungsi tujuan skenario 2 Periode X 1 (adonan) X 2 (adonan) X 3 (adonan) X 4 (adonan) X 5 (adonan) Z (rupiah) I 250.0 146.0 76 128 290 75 097 614 II 217.5 152.0 54 124 313.5 66 304 434 III 255.0 137.0 78 120 301.0 78 383 534 IV 277.5 182.5 104 126 290.0 102 482 742 V 262.5 145.5 88 114 330.0 84 806 781 VI 212.5 120.0 66 100 315.5 54 499 683 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Selisih nilai Z (keuntungan) pada skenario ini dengan kondisi optimal awal adalah sebagai berikut : Periode-1 : Rp 0 Periode-2 : Rp 0 Periode-3 : Rp 0 Periode-4 : Rp (2 327 275) Periode-5 : Rp 0 Periode-6 : Rp 0 Hasil optimisasi dari skenario ini, menunjukan bahwa keuntungan optimal yang dapat diperoleh adalah Rp461 574 969 dan apabila dibandingkan dengan keuntungan optimal pada kondisi optimal awal yaitu sebesar Rp463 902 244, terdapat nilai selisih sebesar Rp2 327 275. Selisih tersebut terjadi karena terdapat penurunan jumlah produk-5 pada periode IV sebanyak 40 adonan. Status penggunaan sumber daya pada skenario terdapat beberapa perubahan dari kondisi optimal awal. Perubahan tersebut adalah peningkatan nilai slack yang terjadi pada periode IV di kendala tepung terigu, gula, ragi, penghalus roti, calcium propionate, minyak goreng, kacang hijau, kemasan produk-5, jam kerja TKL dan anggaran biaya produksi. Skenario 3 Pengujian pada model skenario ini dilakukan dengan menggabungkan asumsi skenario 1 dan 2. Fungsi tujuan pada model menggunakan asumsi perubahan pada skenario 1, sedangkan persamaan kendala menggunakan asumsi pada skenario 2. Nilai kontribusi keuntungan dalam fungsi tujuan yang diperoleh sama seperti pada skenario 1 dan nilai ruas kanan (ketersediaan) kendala sama seperti pada skenario 2. Hasil dari proses optimisasi fungsi tujuan untuk skenario 3 ditunjukan pada Tabel 36. Tabel 36. Hasil optimisasi fungsi tujuan skenario 3 Periode X 1 (adonan) X 2 (adonan) X 3 (adonan) X 4 (adonan) X 5 (adonan) Z (rupiah) I 250.0 146.0 76 128 290 72 338 639 II 217.5 152.0 54 124 313.5 63 635 334 III 255.0 137.0 78 120 301.0 75 621 434 IV 277.5 182.5 104 126 290.0 99 444 742 V 262.5 145.5 88 114 330.0 81 892 781 VI 212.5 120.0 66 100 315.5 51 976 463 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah)

45 Selisih nilai Z (keuntungan) pada skenario ini dengan kondisi optimal awal adalah sebagai berikut : Periode-1 : Rp (2 758 975) Periode-2 : Rp (2 669 100) Periode-3 : Rp (2 762 100) Periode-4 : Rp (5 365 275) Periode-5 : Rp (2 914 000) Periode-6 : Rp (2 523 220) Skenario 3 setelah dilakukan proses optimisasi menghasilkan kombinasi produk sama seperti kondisi awal, tetapi untuk produk-5 pada periode IV terjadi penurunan jumlah produk menjadi 290 adonan. Keuntungan optimal yang dapat diperoleh pada skenario ini yaitu sebesar Rp444 909 393. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan keuntungan optimal pada kondisi optimal awal, skenario 1 dan skenario 2. Hal ini dikarenakan pada model ini menggunakan 2 asumsi sekaligus. Besarnya nilai slack pada skenario ini sama seperti pada skenario 2. Hasil perolehan keuntungan pada kondisi optimal awal, skenario-1, skenario-2, skenario-3 ditunjukkan pada Tabel 37. Tabel 37. Hasil perolehan keuntungan pada kondisi optimal awal, skenario-1, skenario-2, skenario-3 Periode Keuntungan (Z) Optimal awal Skenario-1 Skenario-2 Skenario-3 I 75 097 614 72 338 639 75 097 614 72 338 639 II 66 304 434 63 635 334 66 304 434 63 635 334 III 78 383 534 75 621 434 78 383 534 75 621 434 IV 104 810 018 101 648 018 102 482 742 99 444 742 V 84 806 781 81 892 781 84 806 781 81 892 781 VI 54 499 683 51 976 463 54 446 713 51 976 463 Total 463 902 244 447 112 669 461 521 818 444 909 393 Sumber : IKM Roti Jogja, 2013 (diolah) Hasil dari Tabel 37 menunjukan bahwa asumsi-asumsi perubahan variabel mempengaruhi nilai keuntungan (Z). IKM Roti Jogja disarankan untuk melakukan perhitungan proses optimisasi kembali apabila terjadi perubahan baik pada fungsi tujuan maupun persamaan kendala. Implikasi Manajerial Penelitian ini memberikan beberapa rekomendasi mengenai kemungkinan kombinasi produk roti manis dan pia pada IKM Roti Jogja untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Berdasarkan hasil pembahasan terdapat beberapa rekomendasi manajerial yang perlu dilakuakan oleh IKM Roti Jogja sebagai berikut : a. Mengalokasikan pemanfaatan sumber daya penggunaan bahan baku dengan cara mengurangi persediaan bahan baku sebanyak nilai slack. b. jam kerja mesin yang belum dimanfaatkan dapat dipergunakan untuk proses perawatan dan perbaikan. c. Jam kerja tenaga kerja langsung yang masih belum dimanfaatkan secara sepenuhnya dapat digunakan seefektif mungkin dengan mengalokasikannya

46 menjadi tenaga penjual sehingga dapat meningkatkan jumlah penjualan atau dengan mengurangi jumlah jam kerja tenaga kerja langsung. d. Apabila terjadi perubahan maka perlu dilakukan proses optimisasi kembali. Perubahan tersebut bisa terjadi pada : 1) Variabel (a) yaitu penggunaan setiap kendala untuk satu produk. 2) Variabel (b) yang merupakan jumlah persediaan atau ruas sebelah kanan pada persamaan kendala. 3) Variabel (c) atau kontribusi keuntungan pada fungsi tujuan. Misalnya perubahan biaya produksi dan harga jual produk.

47 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dirumuskan beberapa pokok pikiran yang menjadi kesimpulan yang merupakan jawaban atas tujuan penelitian, antara lain : a. Faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan perusahaan meliputi jumlah produk, harga jual produk dan biaya produksi. Biaya produksi terdiri dari biaya variabel dan tetap. Biaya pembelian gas, listrik, upah tenaga kerja langsung, upah tenaga kerja administrasi, telephone, dan air termasuk kedalam biaya variabel sedangkan untuk biaya tetap terbagi atas biaya penyusutan mesin, peralatan dan bangunan. b. IKM Roti Jogja menghadapi kendala-kendala dalam upaya memaksimalkan keuntungan berupa keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Kendalakendala tersebut meliputi ketersediaan bahan baku, jam kerja tenaga kerja langsung, kapasitas produksi dan anggaran biaya produksi. Pada kondisi optimal penggunaan kendala-kendala tersebut masih terdapat beberapa sumber daya yang belum dimanfaatkan secara optimal yang ditunjukan oleh banyaknya nilai pada slack dalam model. c. Hasil dari proses optimisasi yaitu kombinasi produk yang dapat menghasilkan keuntungan maksimal bagi perusahaan. Keuntungan yang diperoleh pada periode I sampai VI adalah Rp75 097 614, Rp 66 304 434, Rp78 383 534, Rp104 810 018, Rp84 806 781, dan Rp54 499 863. Jumlah tingkat keuntungan yang dihasilkan sebesar Rp463 902 244. Nilai ini jauh lebih besar dari tingkat keuntungan yang diperoleh IKM Roti Jogja bila melakukan produksi berdasarkan target perusahaan yaitu sebesar Rp442 995 563, terdapat selisih tingkat keuntungan setelah proses optimisasi sebesar Rp20 906 681. Terdapat pula penghematan biaya produksi dari biaya pembelian bahan baku dan upah tenaga kerja langsung yang masing-masing sebesar Rp134 621 240 dan Rp34 809 920 dengan total sebesar Rp169 431 160. Saran a. IKM Roti Jogja sebaiknya berproduksi pada tingkat kondisi optimal, karena keuntungan yang dapat diperoleh lebih besar dibandingkan keuntungan dari produksi berdasarkan target perusahaan. b. Mengefisiensikan jumlah persediaan bahan baku. c. Proses optimisasi dengan tujuan minimisasi biaya produksi menjadi pilihan yang menarik untuk penelitian selanjutnya.

48 DAFTAR PUSTAKA Andinova, F. 2009. Kajian Optimisasi Untuk Meningkatkan Profitabilitas pada PT. Pismatex, Pekalongan. Bogor (ID) : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Assauri, S. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta (ID) : Lembaga Penerbit FE UI. Handoko, T. H. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta (ID) : BPFE. Heizer dan Render. 2009. Manajemen Operasi (Terjemahan Jilid 1). Jakarta (ID) : Penerbit Salemba Empat. I.Mujib Izanudin, Adi A. Somad, dan Yulia N. 2011. Rupiah Meriah Dari Bisnis Roti & Kue. Jakarta (ID) : Penerbit PPM. Mulyono, S. 2004. Riset Operasi. Jakarta (ID) : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pratama, L. D. 2011. Kajian Optimisasi Biaya Produksi dan Persediaan Bahan Baku pada PT. Federal Karyatama. Bogor (ID) : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Retnianto, L. W. 2012. Kajian Optimasi Penggunaan Faktor-faktor Produksi pada UKM UD.Praktis Magetan, Jawa Timur. Bogor (ID) : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 1992. Linear Programming Teori dan Aplikasinya Khususnya dalam bidang pertanian. Jakarta (ID) : Rajawali Pers. Taha. 1996. Riset Operasi, Suatu Pengantar. Jakarta (ID) : Bina Binarupa Aksara. [KEMENPERIN] Kementrian Perindustrian. 2013. Kinerja Industri Indonesia Tahun 2006-2010. Jakarta (ID) : KEMENPERIN. Yusuf, M. 2009. Optimalisasi Produksi Kain Tenun Sutera pada CV. Batu Gede di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Bogor (ID) : Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

49 LAMPIRAN Lampiran 1. Perkembangan jumlah usaha dan nilai produksi IKM makanan dan minuman tahun 2006-2010 di Indonesia No Jenis Industri Indikator 2006 2007 2008 2009 2010 Trend Jumlah Unit Usaha (Unit) 760 728 674 652 626-4,86% 1 Roti dan sejenisnya Nilai Produksi (Ribuan Rp.) 4.419.928.106 4.288.727.804 5.711.480.707 6.808.773.205 9.769.135.383 22,73% 2 Jumlah Unit Usaha (Unit) 46 46 55 48 48 1,28% Pengalengan ikan dan Nilai Produksi biota perairan lainnya 3.658.093.907 2.432.528.358 3.306.089.023 4.416.196.397 5.100.226.641 13,44% (Ribuan Rp.) Pengolahan dan Jumlah Unit Usaha (Unit) 61 68 72 114 109 18,27% 3 pengawetan ikan dan Nilai Produksi biota perairan lainnya (Ribuan Rp.) 816.476.130 589.798.532 647.746.698 806.125.158 975.828.921 6,92% Jumlah Unit Usaha (Unit) 122 108 103 81 79-10,92% 4 Kue basah Nilai Produksi (Ribuan Rp.) 206.764.608 342.722.406 320.781.945 384.840.451 437.739.063 17,54% 5 Jumlah Unit Usaha (Unit) 6 7 4 3 3-20,02% Malt dan minuman Nilai Produksi yang mengandung malt 1.219.327.967 961.211.017 762.783.924 1.108.927.053 1.397.811.122 4,25% (Ribuan Rp.) Makanan dari kedele Jumlah Unit Usaha (Unit) 80 68 73 64 58-6,80% 6 dan kacang-kacangan Nilai Produksi selain tempe dan kecap (Ribuan Rp.) 1.008.462.869 1.410.890.044 1.453.708.766 1.181.243.098 1.434.838.573 5,42% Jumlah Unit Usaha (Unit) 332 340 302 303 291-3,72% 7 Minuman ringan Nilai Produksi (Ribuan Rp.) 6.810.864.413 7.396.530.128 9.716.588.177 11.173.639.205 12.255.925.211 17,20% Sumber : Kementrian Perindustrian (2013) 49

50 Lampiran 2. Rekap penelitian terdahulu No Peneliti Tahun Judul Penelitian Metode Hasil 1 Adinova 2009 2 Pratama 2011 3 Retianto 2012 4 Yusuf 2009 Kajian optimisasi pada PT. Pismatex, Pekalongan Kajian optimisasi biaya produksi dan persediaan bahan baku pada PT. Federal Karyatama Kajian optimasi penggunaan faktor-faktor produksi pada ukm UD. Praktis Magetan, Jawa Timur Kajian optimalisasi kain tenun sutera pada CV Batu Gede di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Analisis Primal dan Dual Metode Peramalan, Analisis Primal, Metode Economic Order Quantity Analisis Primal, Dual, dan Sensitivitas Analisis Primal, Dual, dan Sensitivitas Tambahan keuntungan PT Pismatex sebesar Rp4 754 877 760 dalam satu tahun Peningkatan keuntungan PT Federal Karyatama sebesar Rp 616 167 446 dalam 12 periode, dan jumlah perencaan serta waktu pemesanan bahan baku Keuntungan UD Praktis Magetan meningkat sebesar Rp90 579 200 dalam satu periode dan pengalokasian jumlah persediaan bahan baku Keuntungan tambahan CV Batu Gede sebesar Rp2 195 137.38 dalam 12 periode, jumlah persediaan bahan baku optimalnya, dan batas kepekaan variabel pada kondisi optimal. 50

51 Lampiran 3. Diagram alir tahapan penelitian Mempelajari Kondisi Umum Perusahaan Mempelajari Proses Produksi Mempelajari Data Penjualan Mempelajari Kontribusi Keuntungan Setiap Produk Mempelajari Permintaan Produk Mempelajari Kapasitas Produksi Penyediaan Bahan Baku setiap Produk Mengidentifikasi Parameter Produksi Perusahaan Mengidentifikasi Parameter dan Variabel Keputusan dan Kendala Menyusun Formulasi Awal Sesuai Menghitung Besarnya Koefisien Pembatas Kendala Formulasi Matematis Menghitung Kombinasi Optimum Sesuai Solusi Optimum

52 Lampiran 4. Rencana pengumpulan data terkait dengan tujuan penelitian No Tujuan Data yang Dibutuhkan 1 Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan IKM Roti Jogja 2 Menyusun formulasi fungsi tujuan memaksimalkan keuntungan (Maks Z) a. Penjual setiap produk selama periode Juli 2012 Juni 2013 dan Target penjualan produksi periode Juli 2013-Juni 2014 b. Harga jual setiap produk c. Biaya produksi a. Target penjualan produk selama periode Juli 2013-Juni 2014 b. Harga jual setiap produk c. Biaya produksi : 1) Biaya pembelian bahan baku selama periode Juli 2012-Juni 2013 2) Biaya pembelian gas elpiji selama periode Juli 2012-Juni 2013 3) Biaya listrik (PLN) selama periode Juli 2012 Juni 2013 4) Upah Tenaga Kerja Langsung selama periode Juli 2012 Juni 2013 Metode Pengumpulan Data Wawancara, studi literatur dan dokumentasi Wawancara, studi literatur dan dokumentasi 3 Menyusun formulasi fungsi kendala a. Kendala bahan baku : 1) Tepung terigu a) Penggunaan tepung terigu setiap produk selama periode Juli 2013 Juni 2014 b) Ketersediaan tepung terigu selama periode Juli 2013 Juni 2014 2) Mentega a) Penggunaan mentega setiap produk periode Juli 2013 Juni 2014 b) Ketersediaan mentega selama periode Juli 2013 Juli 2014 3) Gula a) Penggunaan gula setiap produk selama periode Juli 2013 Juni 2014 b) Ketersediaan gula selama periode Juli 2013 Juni 2014 4) Pengembang/ragi a) Penggunaan ragi setiap produk selama periode Juli 2013 Juni 2014 b) Ketersediaan ragi selama periode Juli 2013 Juni 2014 5) Penghalus roti a) Penggunaan penghalus roti setiap produk selama periode Juli 2013-Juni 2014 b) Ketersediaan penghalus roti selama periode Juli 2013 Juni 2014 6) Minyak goreng a) Penggunaan minyak goreng setiap produk selama periode Juli 2013 Juni 2014 b) Ketersediaan minyak goreng selama periode Juli 2013 Juni 2014 Wawancara, studi literatur dan dokumentasi

53 Lanjutan Lampiran 4. 4 Menetapkan kombinasi produk yang dapat memaksimalkan keuntungan 7) Calcium propionate a) Penggunaan calcium propionate setiap produk selama periode Juli 2013 Juni 2014 b) Ketersediaan calcium propionate selama periode Juli 2013 Juni 2014 b. Kendala jam tenaga kerja langsung 1) Penggunaan jam tenaga kerja langsung perunit produk selama periode Juli 2013 Juni 2014 2) Ketersediaan jam tenaga kerja langsung selama periode Juli 2013 Juni 2014 c. Kendala kapasitas mesin produksi 1) Penggunaan jam kerja mesin produksi perunit produk selama periode Juli 2013 Juni 2014 2) Ketersediaan jam kerja mesin produksi selama periode Juli 2013 Juni 2014 d. Kendala anggaran biaya produksi 1) Penggunaan anggaran biaya produksi perunit produk selama periode Juli 2013- Juni 2014 2) Anggaran biaya produksi yang tersedia untuk periode Juli 2013-Juni2014 a. Tujuan no.2 b. Tujuan no.3 c. Software LINDO Pengolahan data

54 Lampiran 5. Perumusan fungsi tujuan 1. Variabel Cost Individual a. Bahan Baku Produk X 1 1) Periode I 2) Periode II 3) Periode III 4) Periode IV

55 Lanjutan Lampiran 5. 5) Periode V 6) Periode VI b. Bahan Baku Produk X 2 1) Periode I 2) Periode II

56 Lanjutan Lampiran 5. 3) Periode III 4) Periode IV 5) Periode V 6) Periode VI

57 Lanjutan Lampiran 5. c. Bahan Baku Produk X 3 1) Periode I 2) Periode II 3) Periode III 4) Periode IV

58 Lanjutan Lampiran 5. 5) Periode V 6) Periode VI d. Bahan Baku Produk X 4 1) Periode I 2) Periode II

59 Lanjutan Lampiran 5. 3) Periode III 4) Periode IV 5) Periode V 6) Periode VI

60 Lanjutan Lampiran 5. e. Bahan Baku Produk X 5 1) Periode I 2) Periode II 3) Periode III 4) Periode IV

61 Lanjutan Lampiran 5. 5) Periode V 6) Periode VI 2. Variabel Cost Share

62 Lanjutan Lampiran 5. a. Pembelian Gas LPG 12 kg 1) Periode I 2) Periode II 3) Periode III 4) Periode IV 5) Periode V

63 Lanjutan Lampiran 5. 6) Periode VI b. Listrik 1) Periode I 2) Periode II 3) Periode III 4) Periode IV

64 Lanjutan Lampiran 5. 5) Periode V 6) Periode VI c. Upah TKL 1) Periode I 2) Periode II 3) Periode III

65 Lanjutan Lampiran 5. 4) Periode IV 5) Periode V 6) Periode VI d. Upah TK 1) Periode I 2) Periode II

66 Lanjutan Lampiran 5. 3) Periode III 4) Periode IV 5) Periode V 6) Periode VI e. Telephone 1) Periode I

67 Lanjutan Lampiran 5. 2) Periode II 3) Periode III 4) Periode IV 5) Periode V 6) Periode VI f. Air

68 Lanjutan Lampiran 5. 1) Periode I 2) Periode II 3) Periode III 4) Periode IV 5) Periode V 6) Periode VI

Lanjutan Lampiran 5. 3. Fix Cost Common 69

70 Lanjutan Lampiran 5.