TINJAUAN PUSTAKA. Lintang Utara, Lintang Selatan, Bujur Timur dengan

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. pendekatan yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain :

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai. Kabupaten Serdang Bedagai terletak pada posisi Lintang Utara,

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. ini harus berani bekerja keras guna meningkatkan dan melipat gamdakan produksi

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN

TINJAUAN PUSTAKA. bunting. Produksi daging kambing di Indonesia pada tahun 2003 sebesar

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan karena sektor pertanian mampu memberikan pemasukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor pertanian meliputi subsektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

DAFTAR RENCANA UMUM KEGIATAN ( R.U.P )

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Peternakan adalah kegiatan usaha dalam memanfaatkan kekayaan alam biotik

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI. wilayah Kabupaten Deli Serdang. Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

2.1 KEBIJAKAN RENCANA PENGEMBANGAN MENURUT RTRW. spasial dalam pengembangan wilayah dan kota yang dibentuk atas dasar kesepakatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

II. TINJAUAN PUSTAKA

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Prawirokusumo (1990) ilmu usaha tani memperlajari bagaimana membuat dan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki area seluas 1.900,22 km 2 yang terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Pemilihan Bibit

BAB II. Gambaran Umum Wilayah Perencanaan 2.1 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SERDANG BEDAGAI KEADAAN GEOGRAFI

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. Pelaksanaan kegiatan Kajian Pengembangan Sarana Transportasi Pedesaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

BAB 5 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan lain yang bersifat komplementer. Salah satu kegiatan itu adalah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ternak Sapi Potong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

IDENTIFIKASI LOKASI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH

I PENDAHULUAN. terhadap pembangunan perekonomian Indonesia. Kebutuhan protein hewani dari

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rahmat Sulaeman, 2015

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bakalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Daerah Serdang Bedagai Letak Wilayah Secara geografis Kabupaten Serdang Bedagai terletak pada posisi 20 57 Lintang Utara, 30 16 Lintang Selatan, 980 33-990 27 Bujur Timur dengan ketinggian berkisar 0 500 meter di atas permukaan laut.kabupaten Serdang Bedagai memiliki area seluas 1.900,22 Km2 (190.022 Ha) yang terdiri dari 17 Kecamatan dan 243 Desa/Kelurahan, Ibukota Kabupaten Sedang Bedagai terletak di Kecamatan Sei Rampah yaitu Kota Sei Rampah. Secara administratif Kabupaten Serdang Bedagai berbatasan dengan beberapa daerah, yaitu : Sebelah Utara : Selat Malaka Sebelah Timur : Kabupaten Batu Bara dan Simalungun Sebelah Selatan : Kabupaten Simalungun Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang Iklim Kabupaten Serdang Bedagai imemiliki iklim tropis dimana kondisi iklimnya hampir sama dengan Kabupaten Deli Serdang sebagai kabupaten induk. Pengamatan Stasiun Sampali menunjukkan rata-rata kelembapan udara per bulan sekitar 79 %, curah hujan berkisar antara 120 sampai dengan 331 mm perbulan dengan periodik tertinggi pada bulan September 2006, hari hujan per bulan berkisar 8-20 hari dengan periode hari hujan yang besar pada bulan Mei - Juni 2006. Rata-rata kecepatan angin berkisar 0,42 m/dt dengan tingkat penguapan

sekitar 3,9 mm/hari. Temperatur udara per bulan minimum 22,2 C dan maksimum 31,9 C. Jenis komoditi peternakan terbesar yang dihasilkan di Kabupaten Serdang Bedagai adalah sapi potong, kambing, dan ayam unggas Tabel 1. Banyaknya ternak besar kecil menurut kecamatan dan jenisnya No Kecamatan Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Kambing Domba Babi 1 Kotarih - 143 2 1.624 664 1.034 2 Silinda - 139 2 820 150 905 3 Bintang Bayu - 1.610 1 3.144 834 740 4 Dolok Masihul - 3.476 100 5.549 1.293 1.630 5 Serbajadi - 1.382 30 1.560 1.570 425 6 Sipispis - 4.965 69 9.750 2.273 3.700 7 Dolok Merawan - 3.000 5 3.725 112 66 8 Tebing Tinggi 40 1.594 35 3.950 617 735 9 Tebing Syahbandar 38 1.155 7 4.037 506 806 10 Bandar Khalifah - 375 18 5.300 410 5.810 11 Tanjung Beringin - 635 43 1.920 158 650 12 Sei Rampah 2 470 15 4.380 1.254 24 13 Sei Bamban 1 125 29 1.875 590 592 14 Teluk Mengkudu 3 210 2 5.455 3.384 455 15 Perbaungan 120 1.834 207 5.953 4.218 700 16 Pegajahan - 1781 123 3.535 2.420 340 17 Pantai Cermin 173 2.830 418 1.500 1.615 1.845 Jumlah 377 25.724 1.106 64.077 22.066 20.457 Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai Tabel 2. Banyaknya ternak unggas menurut kecamatan dan jenis unggas No Kecamatan Ayam Kampung Ayam Ras itik Petelur Pedaging 1 Kotarih 2.666 - - 982 2 Silinda 2.885 - - 644 3 Bintang Bayu 4.153 - - 1.693 4 Dolok Masihul 38.312 - - 7.227 5 Serbajadi 24.821 - - 466 6 Sipispis 17.441-4.000 1.876 7 Dolok Merawan 11.405-3.200 3.915 8 Tebing Tinggi 15.740-20.000 23.601 9 Tebing Syahbandar 11.452-55.000 8.604 10 Bandar Khalifah 15.675-5.500 12.145 11 Tanjung Beringin 24.253 15.000 7.500 31.274 12 Sei Rampah 40.000 90.000 14.000 42.886 13 Sei Bamban 30.000 95.000 1.550 10.168 14 Teluk Mengkudu 9.000-600 6.008 15 Perbaungan 530.000 30.000 13.000 63.020 16 Pegajahan 258.262 - - 31.668 17 Pantai Cermin 50.000 25.000 80.000 34.830 Jumlah 1.086.062 255.000 204.350 281.027 Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedaga

Tabel 3. Jumlah produksi daging ternak dan unggas menurut kecamatan dan jenis ternak No Kecamatan Sapi Kerbau Kambing Babi Ayam pedaging 1 Kotarih 8.500 120 32.480 62.040 555 2 Silinda 8.340 120 16.400 27.060 710 3 Bintang Bayu 96.600 60 188.640 22.200 1.050 4 Dolok Masihul 208.560 6.000 332.940 48.900 4.500 5 Serbajadi 82.920 1.800 93.600 12.750 5.100 6 Sipispis 297.900 4.140 585.000 111.000 2.200 7 Dolok Merawan 180.000 300 223.500 1.980 1.300 8 Tebing Tinggi 95.640 2.100 237.000 22.050 5.050 9 Tebing Syahbandar 69.300 420 242.220 24.180 5.500 10 Bandar Khalifah 22.500 1.080 318.000 174 2.700 11 Tanjung Beringin 38.100 2.580 115.200 19.500 7.050 12 Sei Rampah 28.200 900 262.800 720 80.100 13 Sei Bamban 7.500 1.740 112.500 17.760 7.500 14 Teluk Mengkudu 12.600 120 327.300 13.650 1.500 15 Perbaungan 110.040 12.420 357.180 21.000 10.000 16 Pegajahan 106.860 7.380 212.100 10.200 3.100 17 Pantai Cermin 169.800 25.080 90.100 55.350 10.000 Jumlah 1.543.360 66.360 3.746.960 644.690 147.915 Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Perbaungan merupakan salah satu daerah penyebaran populasi ternak di Kabupaten Serdang Bedagai yang berpotensi untuk dikembangkanya populasi ternak sapi potong menjadi lebih baik lagi karena kawasan tersebut termasuk salah satu wilayah di Propinsi Sumatera Utara yang perkembangan populasi ternak sapinya pada tahun 2007 di Kecamatan Perbaungan mencapai 2.126 ekor dengan jumlah peternak 253 orang peternak.

Tabel 4. Populasi ternak sapi di kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai NO Desa Jumlah ternak sapi 1 Melati II 208 2 Simpang Tiga Pekan 21 3 Batang Terap 196 4 Tualang 110 5 Adolina 97 6 Bengkel 104 7 Cinta Air 0 8 Cintaman Jernih 130 9 Deli Muda Hulu 0 10 Deli Muda Hilir 0 11 Jumbur Pulau 143 12 Kesatuan 35 13 Kota Galuh 0 14 Lidah Tanah 151 15 Lubuk Bayas 109 16 Lubuk Cemara 44 17 Lubuk Dendang 41 18 Lubuk Rotan 53 19 Melati I 114 20 Pematang Sijanom 0 21 Pematang Tatal 53 22 Suka Beras 31 23 Suka Jadi 79 24 Sei Buluh 78 25 Sungai Naga Lawan 68 26 Sei Sijenggi 183 27 Tanah Merah 0 28 Tanjung Buluh 78 Sumber : Badan Pusat Statistik (2010) Ternak Sapi Potong Untuk memulai suatu peternakan sapi potong sebaiknya perlu terlebih dahulu mengadakan pengenalan terhadap berbagai bangsa/jenis sapi potong, terutama menyangkut hal seperti pertumbuhan, produksi dan lain hal yang menentukan perkembangan sapi tersebut sehingga apabila hendak mendirikan peternakan atau memelihara ternak sudah mendapat gambaran umum akan hal-hal apa yang perlu diadakan untuk menjamin perkembangan ternak tersebut dengan baik (Abidin dan Simanjuntak, 1977).

Para peternak sapi harus menyadari bahwa daerah tropis seperti di Indonesia ini suhu udaranya relatif tinggi, sehingga sangat berpengaruh terhadap kehidupan ternak sapi. Bagi bangsa-bangsa sapi lokal (tropis) hal ini tidak akan menimbulkan gangguan yang berat (stress). Bangsa-bangsa sapi tropis yang kita kenal ialah Zebu (Bos indicus) dan Banteng (Bos sondaicus), atau hasil persilangan dari kedua golongan tersebut. Penyebaran Zebu di daerah tropis, khususnya di Asia, ternyata lebih banyak dibandingkan dengan sapi-sapi Eropa (Bos taurus) (AAK, 1991). Sapi-sapi asli Indonesia yang terkenal yaitu : sapi Bali, sapi Ongole sedangkan sapi lainnya seperti sapi Madura, sapi Aceh dan sapi Lampung tidak begitu terkenal karena sifat penyebaran dan pertumbuhan tidak begitu menonjol bila dibandingkan dengan kedua sapi tersebut (Abidin dan Simanjuntak, 1977). Menurut Idris dkk (1991), sapi Ongole berukuran besar dan gagah, watak sabar dan tenaga kuat, baik untuk pekerjaan yang berat. Tanda-tandanya : kepala tidak terlalu panjang, profil melengkung sekali, leher pendek dan tebal, tubuh padat, besar dan kuat. Panjang tubuh ± 110 cm dari tingginya. Tinggi sapi jantan 140-160 cm, betina 130-140 cm. Kaki agak panjang tetapi kuat. Ambing kurang baik tumbuhnya. Warna bulu putih atau abu-abu dengan kuning tua. Sapi dari daerah yang beriklim sedang mempunyai kerangka yang relatif kurang kompak, sedangkan sapi-sapi tropis mempunyai kerangka persegi, anggota badan lebih besar, lipatan kulit menggantung antara kerongkongan dan brisket sapi tertentu yang besar dengan kulit yang berbulu sangat pendek (Lawrie, 1995). Karakteristik sapi dari tipe potong adalah : bentuk tubuh padat, dalam, lebar dan kaki pendek. Badan seluruhnya berisi daging. Sela garis tubuh lurus dan

rata. Kepala pendek dan lebar pada frontalisnya. Leher tebal dan bahu berisi. Punggung dan pinggang lebar. Kemudi lebar. Dada lebar dan dalam. Dilihat dari samping, tubuh tampak seperti segi empat panjang dan dalam. Pertumbuhan tulang, dagingdan lemak badan tampak baik (Idris dkk, 1991). Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Produksi Ternak sapi potong sebagai salah satu sumber makanan berupa daging, produktivitasnya masih sangat memprihatinkan karena volumenya masih sangat jauh dari target yang diperlukan konsumen. Hal ini disebabkan oleh produksi daging masih sangat rendah (Pane dan Ismed, 1986). Rendahnya populasi ternak sapi merupakan salah satu faktor penyebab volume produksi daging masih rendah. Pada umumnya, selama ini di negara kita sebagian besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas (Parakkasi, 1998). Disamping itu, ternak sapi yang dipelihara ini masih merupakan bagian kecil dari seluruh usaha pertanian dan pendapatan total. Tentu saja usaha berskala kecil ini terdapat banyak kelemahan. Diantaranya adalah sebagai produsen perorangan pasti tidak dapat memanfaatkan sumber daya produktivitasnya yang tinggi seperti pada sektor usaha besar dan modern. Sebab pada usaha kecil ini baik dalam pengadaan pakan, bibit, transportasi, pemeliharaan dan lain sebagainya akan menjadi jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan usaha skala besar (Tafal, 1981).

Menurut Sugeng (2001), tingkat produksi yang rendah diakibatkan beberapa faktor sebagai berikut : faktor tujuan pemeliharaan, faktor bibit, dan faktor pakan tersedia terbatas. Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan adalah faktor genetik, faktor lingkungan serta interaksi faktor genetik dengan lingkungan. Seekor ternak yang genetiknya tidak menghasilkan daging, walaupun hidupnya dalam lingkungan yang baik tidak akan menghasilkan daging yang baik tetapi hidup dalam lingkungan yang jelek juga tidak akan menghasilkan daging yang memuaskan (Lasley, 1978). Menurut Berg dan Butterfield (1976), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pertambahan berat badan adalah bangsa ternak, umur ternak, jenis kelamin dan makanannya serta lingkungannya. Beberapa karakteristik sosial ekonomi peternak yang diduga berpengaruh terhadap pendapatan peternak yaitu : a. Pengalaman Beternak Pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh terhadap penerimaan inovasi dari luar. Dalam melakukan penelitian, lamanya pengalaman diukur mulai sejak kapan peternak itu aktif secara mandiri mengusahakan usahataninya tersebut sampai diadakan penelitian (Fauzia dan Tampubolon, 1991). b. Tingkat Pendidikan Model pendidikan yang digambarkan dalam pendidikan petani bukan pendidikan formal yang acap kali mengasingkan pertanian dan realitas. Pendidikan petani yang dikembangkan adalah pendidikan yang memungkinkan

tiap-tiap pribadi berkontak dengan orang lain, pekerjaan dan dengan dirinya sendiri (kebutuhan, perasaan, dorongan, saling memberi dan menrima, berbicara dan mendengarkan). Model pendidikan ini mempunyai ideal yang mengarah pada suatu sasaran agar petani mempunyai mentalitas yang baik yang disertai dengan penguasaan manajemen dasar serta memiliki skill dalam praktek bertani, yang akhirnya membawa petani untuk memperoleh produksi yang optimal. Produksi yang optimal tentu merupakan suatu langkah penting untuk memenuhi kebutuhan. (Wiryono, 1997). Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan keterampilan/pendidikan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja (Ahmadi, 2003). Menurut Soekartawi (1986), menyatakan bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berpikir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru. Peternak yang tingkat pendidikannya lebih tinggi seharusnya dapat meningkatkan lebih besar pendapatan peternak namun kenyataan di lapangan berbeda seperti yang telah diuraikan diatas karena pada dasarnya peternak yang ada di daerah peneltian masih tergolong berpendidikan menengah. Menurut Abidin dan Simanjuntak (1997), faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut dapat berasal dari faktorfaktor topografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya bahan-bahan makanan rerumputan dan penguat. Disamping itu faktor pengalaman yang dimiliki peternak masyarakat sangat menentukan pula berkembangnya peternakan didaerah itu.

c. Umur Semakin muda usia peternak (usia produktif 20 45 tahun) umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan mint untuk mengadopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi. (Chamdi, 2003). d. Sistem Pemeliharaan Pada umumnya sapi sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari berada di dalam kandang. Mereka makan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga cepat menjadi gemuk dan kotorannya pun cepat bisa terkumpul dalam jumlah yang lebih banyak sebagai pupuk. Sapi sapi memperoleh perlakuan yang lebih teratur atau rutin dalam hal pemberian pakan, pembersihan kandang, memandikan sapi,menimbang, mengendalikan penyakit. (Sugeng, 2001). Sistem pemeliharaan semi intensif adalah kegiatan pemeliharaan ternak dengan sistem pengembalaan yang dilakukan secara teratur dan baik.dalam kondisi tertentu, pemilik sudah mulai menaruh perhatian terhadap ternak yang dipeliharanya, terutama ketika ternak akan melahirkan dan digemukan untuk dipotong dengan mengurung ternak selama sehari penuh. Dalam hal ini pemilik sudah mulai menjaga kebersihan kandang dan memberikan obatobatan/konsentrat sebagai tambahan makanan. (Mulyono dan Sarwono,2007). Sistem pemeliharaan ekstensif merupakan beternak secara tradisional yaitu campur tangan peternak terhadap ternak peliharaanya hampir tidak ada. Ternak dilepas begitu saja dan pergi mencari pakan sendiri di lapangan pengembalaan, pinggiran hutan atau tempat lain yang banyak ditumbuhi rumput dan sumber

pakan. Sesuai dengan habitat aslinya, ternak menyukai pakan dari tanaman di daerah perbukitan (Mulyono dan Sarwono,2007). Usaha Peternakan Rakyat Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain : skala usaha kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap perubahan-perubahan (Cyrilla dan Ismail, 1988). Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak. Pada umumnya ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia berlahan sempit, permodalan terbatas, tingkat pengetahuan petani yang terbatas dan kurang dinamik, serta pendapatan petani yang rendah (Soekartawi dkk, 1986). Di dalam pertanian rakyat, hampir tidak ada usaha tani yang memproduksi satu macam hasil saja. Disamping hasil-hasil tanaman, usaha pertanian rakyat meliputi pula usaha-usaha peternakan, perikanan, dan kadang-kadang usaha pencarian hasil hutan (Mubyarto, 1991). Usahatani atau usaha peternakan mempunyai ciri khas yang mempengaruhi prinsip-prinsip manajemen dan tehnik-tehnik yang digunakan. Usahatani dan usaha peternakan sering dianggap sebagai usaha yang lebih banyak resikonya dalam hal output dan perubahan harga serta pengaruh cuaca terhadap keseluruhan proses produksi (Kay dan Edward, 1994). Menurut Kay dan Edward (1994), dalam usahatani dan usaha peternakan, pembagian kerja dan tugas manajemen jarang dilakukan, kecuali untuk skala usaha besar. Petani dalam usahatani tidak hanya menyumbangkan tenaga saja,

tetapi lebih dari itu. Dia adalah pemimpin (manager) usahatani yang mengatur organisasi produksi secara keseluruhan (Mubyarto, 1991). Skala Pemilikan Menurut Sodiq dan Abidin (2002), berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak usaha peternakan diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Peternakan sebagai usaha sambilan: Yaitu: tingkat pendapatan petani dari usaha ternaknya tidak lebih tinggi dari 30% total pendapatannya. 2. Peternakan sebagai cabang usaha: Yaitu: petani mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan usaha ternak sebagai cabang usaha lainnya, pendapatan petani berkisar antara 30%-70% dari total pendapatan usaha ternak secara keseluruhan. 3. Peternakan sebagai usaha pokok: Yaitu: usaha ternak menjadi usaha pokok, sedangkan usaha tani lainnya hanya sebagai sambilan. Tingkat pendapatan petani berkisar antara 70%-100% dari usaha ternak. 4. Peternakan sebagai industri: Yaitu: usaha peternakan sudah menjadi suatu usaha pemeliharaan ternak dengan komoditas ternak terpilih (specialiced farming) dengan tingkat pendapatan mencapai 100%.

Panca Usaha Ternak Potong 1. Bibit Menurut Sugeng (2001), dalam hal penelitian bibit dengan cara seleksi dan penyingkiran ternak yang kurang baik dari kelompok yang dipelihara tidak perlu dilakukan. Laju pertumbuhan ternak yang bagaimanapun tidak perlu dihiraukan. Yang terpenting bagi peternak adalah ternak yang dipelihara itu tetap bisa berkembang biak. Salah satu faktor keberhasilan beternak adalah ketrampilan memilih bibit ternak, sebagai pejantannya digunakan pemacak milik desa atau milik pemerintah atau dengan inseminasi buatan (Dinas Peternakan, 1983). 2. Pakan Keberhasilan suatu usaha ternak hanya mungkin tercapai apabila faktor-faktor penunjangnya memperoleh perhatian yang penuh. Salah satu faktor utamanya adalah makanan disamping faktor genetis dan manajemen. Oleh karena itu, bibit ternak yang baik dan dari jenis yang unggul harus diimbangi dengan pemberian makanan yang baik pula (AAK, 1991) Sistem alat pencernaan dari berbagai jenis-jenis ternak mencerminkan pula macam bahan makanan yang dapat dimakannya. Ternak ruminansia atau pemamah biak mempunyai alat pencernaan yang berbeda dari non ruminansia. Ruminansia menggunakan hijauan sebagai bahan makanan utama sebaliknya ternak ternak non ruminansia menggunakan kosentrat sebagai bahan makanan pokok ( Abidin dan Simanjuntak,1997).

Ternak sapi sebagai salah satu hewan ruminansia beralat pencernaan yang terbagi atas empat bagian, yakni rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Dengan alat ini, sapi mampu menampung jumlah bahan pakan yang lebih besar dan mampu mencerna bahan pakan yang kandungan serat kasarnya tinggi. Sehingga pakan pokok hewan ini berupa hijauan atau rumput dan pakan penguat sebagai tambahan. Pada umumnya bahan pakan hijauan diberikan dalam jumlah 10 % dari berat pakan dan pakan penguat cukup 1 % dari berat badan (Sugeng, 2000). Pada tabel dibawah ini dapat dilihat penggunaan makanan oleh berbagai ternak sebagai berikut : Tabel 5. Penggunaan makanan oleh berbagai ternak Babi (%) Unggas (%) Sapi Perah (%) Sapi Potong (%) Sapi potong (%) Penguat / konsetrat 97,4 95,3 26,2 18,4 6,0 Hijauan 2,6 4,7 73,8 81,6 94,0 Sumber : Ir. Susetyo, dkk (1969). Di negara kita pemberian makanan pada ternak belum begitu diperhatikan. Pada umumnya ternak hanya diberikan makanan hijauan dengan cara menggembalakan di lapangan ataupun diarit untuk diberikan pada ternaknya. Pada umumnya kualitas rumput tersebut sangat rendah, karena jarang terdapat pemeliharaan rumput rumputan Hijauan makanan Ternak secara khusus untuk makanann ternaknya (Abidin dan Simanjuntak, 1977) 3. Kandang Perkandangan dan peralatan sangat penting dalam menentukan sukses tidaknya sesuatu perusahaan ternak sapi. Oleh karena itu sangat perlu untuk merencanakan pembuatan kandang dengan peralatan seefisien mungkin.

Peternakan sapi dengan sistem pemeliharaan di pasture (padang pengembalaan), kandang diperlukan hanya untuk malam hari dimana sapi sapi tersebut pada pagi harinya dilepas pada padang pengembalaan ini dapat dibuat pula kandang yang dilengkapi dengan atap yang bisa terbuat dari genteng atau rumbia atau bisa juga tanpa atap. Lantainya sebaiknya di semen. Sebagai patokan umum seekor sapi dewasa membutuhkan tempat seluas 2,5 sampai 3 m 2 (kira kira 1,5 x 2 m) per ekornya (Abidin dan Simanjuntak, 1977). Luas kandang per ekor 1,5 m x 1,8 m = 2 m 2. Membuat kandang untuk kapasitas 8 10 ekor di bawah satu atap lebih ekonomis daripada kapasitas 2 3 ekor di dalam satu atap. Lantai kandang, baik lantai tanah, adukan semen, aspal, batu batu dan sebagainya, harus dibuat agak sedikit miring. Kemiringan lantai kandang cukup dibuat 5 cm saja. Kemiringan lantai ini bertujuan agar air kencing sapi tidak berhenti dan bercampur dengan kotoran dan tilam (bedding) yang dipakai sebagai alas ternak, sehingga kesehatan sapi tetap terjamin (AAK, 1991). Kontruksi kandang menurut Sugeng (2001), dibangun dengan perencanaan yang benar akan menjamin kenyamanan hidup ternak, sebab bangunan kandang sangat erat hubungannya dengan kehidupan ternak. Sehubungan dengan kebutuhan hidup ternak sapi untuk beradaptasi ini, maka perencanaan bangunan kandang yang perlu diperhatikan ialah : iklim setempat, kontruksi dan bahan bangunan. Ketiga faktor ini perlu diperhatikan karena faktor faktor tersebut akan membawa kenyamanan bagi ternak apabila kesemuannya tadi dipadu dengan baik (AAK, 1991).

4. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Penyakit yang timbul pada sapi potong biasannya dibagi atas empat macam yaitu : 1) external parasitis, 2) internal parasitis, 3) penyakit menular, 4) penyakit tidak menular. Pencegahan terhadap timbulnya penyakit lebih penting daripada mengobati. Oleh karena itulah maka para peternak selalu menjaga kesehatan dari pada ternak ternaknya melalui sanitasi yang baik, penyemprotan dengan desinfektan, vaksinasi secara teratur. Ternak ternak akan mudah tertular penyakit bila manajemennya kurang baik. Parasit parasit dan penyakit biasannya berkembang baik pada ternak ternak yang kondisinnya tidak baik dan dapat menyebar pada ternak ternak yang sehat lainnya (Abidin dan Simanjuntak, 1977). Sapi yang terkena penyakit biasanya menimbulkan kerugian besar terlebih penyakit menular, walaupun terkadang tidak menyebabkan kematian secara langsung namun dapat merusak kesehatan. Misalnya penyakit brucellosis dan tubercullose, anthrax, mulut dan kuku. Penanggulangan perlu secara dini. Para peternak tidak perlu mengetahui masalah masalah kedokteran hewan, tetapi yang perlu adalah pengenalan berbagai jenis penyakit dan sebabya, akibat serangan, gejala yang tampak, penyebarannya, pencegahan dan pemberantasannya (AAK, 1991). 5. Pemasaran Permintaan pasar atas daging sapi meningkat terus dari tahun ke tahun sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan taraf hidu rakyat disertai dengan pengertian mengenai kepentingan pangan dan gizi. Hal tersebut sangat erathubungannya dengan kehidupan sosial dan agama, seperti

musim haji, musim hajatan (pernikahan, dll), hari Natal dan tahun Baru, dan puncaknya adalah hari raya Idul Fitri dan bulan Syawal (Darmono, 1993). Pada tahun 1994, proyeksi permintaan daging sapi di Indonesia adalah 324.000 ton, sedangkan daging sapi yang tersedia adalah 308.000 ton dan sebagian besar dipenuhi dari produksi local. Dengan demikian, terdapat kelebihan permintaan sebesar 16.000 ton. Kesenjangan antara permintaan dan pemasokan daging sapi tersebut merupakan peluang pemasaran bagi daging sapi di Indonesia (Arifin, 1993). Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan pengetahuan masyarakat tentang gizi berpengaruh terhadap pola konsumsi masyarakat kearah gizi berimbang sehingga memberikan peluang pemasaran hasil-hasil peternakan. Disamping itu, terbukanya perdagangan internasional mengakibatkan kemungkinan ekspor ternak dan hasil semakin meningkat bila diikuti dengan peningkatan kualitas (Gunawan, dkk 1993). Pendapatan Usaha Ternak Biaya Produksi Biaya adalah nilai dari semua pengorbanan ekonomis yang diperlukan, yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat di ukur untuk menghasilkan suatu product (Cyrilla dan Ismail, 1988). Menurut Boediono (1998), biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumber daya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan, biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya biaya variable.

Biaya tetap (fix cost) adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegitan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu, sedangkan biaya variable (variabel cost) adalah biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan ( Widjaja, 1999). Depresiasi asuransi, perbaikan rutin, pajak dan bunga modal termasuk ke dalam biaya tetap, sedangkan pakan, bibit, pupuk, obat-obatan, bahan bakar dan kesehatan ternak termasuk biayatidak tetap (Kay and Edward, 1994). Pengeluaran atau biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi (input) yang diperlukan pada proses produksi. Untuk sarana produksi yang dibeli dimasukkan dalam biaya tunai, sedangkan untuk sarana produksi yang tidak dibeli dimasukkan dalam biaya diperhitungkan (Soeharjo dan Patong, 1973). Menurut Mubyarto (1991), biaya produksi terbagi dua kelompok yaitu biaya-biaya yang berupa uang tunai dan biaya dalam bentuk natura. Penerimaan dan Pendapatan Soekartawi, dkk (1986) menyatakan bahwa penerimaan merupakan nilai produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa penerimaan merupakan hasil perkalian dari produksi total dengan harga per satuan. Produksi total adalah hasil utama dan sampingan, sedangkan harga adalah harga pada tingkat usaha tani atau harga jual petani. Penerimaan dalam usaha tani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan selama periode pembukuan yang sama, sedangkan pendapatan adalah penerimaan dikurangi dengan biaya produksi (Kay dan Edward, 1994).

Soeharjo dan Patong (1973) menyebutkan bahwa dalam analisis pedapatan diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran sama jangka waktu yang ditetapkan. Selanjutnya disebutkan bahwa tujuan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dan keadaan yang akan datang dari kegiatan usaha. Dengan kata lain analisis pendapatan bertujuan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha. Analisis usaha Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersil. Melalui hasil analisis ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang di hadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki hasil dari usaha ternak tersebut. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha. Hernanto (1996), menyatakan bahwa analisis usaha dimaksudkan untuk mengetahui kinerja usaha secara menyeluruh. Ada tiga laporan utama yang berkaitan dengan analisis usaha yaitu : (1) arus biaya dan penerimaan (cash flow), yaitu berupa biaya operasional (2) neraca (balance sheet), yaitu berupa harta, utang dan modal (3) pertelaan pendapatan (income statement), yaitu menyangkut laporan laba-rugi berupa pendapatan dikurangi dengan beban (biaya). Pendapatan (income statement) lebih menunjukkan kepada sumber-sumber penerimaan dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk mencapai penerimaan tersebut. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana riil untuk periode selanjutnya. Menurut Suharno dan Nazaruddin

(1994), gambaran mengenai usaha ternak yang memilki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis usaha juga dapat memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit, pakan, kandang serta lamanya modal akan kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh. Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih dapat di tingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatanya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi. Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Aritonang, 1993).