PERAN WALI KELAS DALAM PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENANGANAN SISWA BERMASALAH. Muhammad Ferdiansyah

dokumen-dokumen yang mirip
LAYANAN KONSELING DI SEKOLAH (KONSEP & PRAKTIK)

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN HASIL ALAT UNGKAP MASALAH (AUM) OLEH GURU BK DI SMP NEGERI DAN SWASTA DI KECAMATAN PADANG UTARA KOTA PADANG

BENTUK KERJASAMA GURU BK DENGAN WALI KELAS DALAM MENGATASI MASALAH BELAJAR PESERTA DIDIK DI SMA DIAN ANDALAS PADANG. Oleh ABSTRACK

BENTUK PENILAIAN DALAM PELAKSANAAN LAYANAN KONSELING PERORANGAN OLEH GURU BK DI SMA PGRI 1 PADANG JURNAL. Asmaneli

HAMBATAN PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK OLEH GURU BK DI SMA NEGERI KOTA PADANG. Oleh: Nurlela* Azrul Said** Rahma Wira Nita**

ANALISIS KINERJA GURU PEMBIMBING DALAM PENYUSUNAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING

Oleh: Eldawati. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACK

PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN BELAJAR PESERTA DIDIK DI KELAS VIII SMP NEGERI 1 SUTERA JURNAL

Volume 2 Nomor 3 September 2013 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling

GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA DIAN ANDALAS PADANG JURNAL

ANALISIS PELAKSANAAN EVALUASI PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMP NEGERI 1 KABILA KABUPATEN BONE BOLANGO OLEH : MUHAMMAD GUFRAN LAHIYA

PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM MEWUJUDKAN KEPERCAYAAN DIRI PESERTA DIDIK DI KELAS VII SMP NEGERI 27PADANG JURNAL PENELITIAN

EFEKTIFITAS LAYANAN KONSULTASI DALAM MEMBANTU KONSULTI MENGENTASKAN MASALAH PIHAK KETIGA JURNAL

JURNAL PENELITIAN. Oleh : SOTRIADI NPM:

Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Profesional

KERJASAMA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN GURU MATA PELAJARAN DALAM MENGEMBANGKAN CARA BELAJAR SISWA

KOMPETENSI SOSIAL GURU BK/KONSELOR SEKOLAH (STUDI DESKRIPTIF DI SMA NEGERI KOTA PADANG)

BAB I PENGANTAR A. Alasan Praktik B. Tujuan Praktik

MASALAH BELAJAR PESERTA DIDIK TINGGAL KELAS DAN PROGRAM LAYANAN OLEH GURU BK (Studi di SMP MUHAMMADIYAH 6 PADANG) JURNAL RANI ETA PUTRI NPM:

KERJASAMA GURU BK DAN GURU MATA PELAJARAN DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 1 TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT E JURNAL

KENDALA PELAKSANAAN KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA NEGERI 1 PESISIR TENGAH KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Hambatan Guru Bimbingan dan Konseling dalam Pemberian Layanan Bimbingan Kelompok di SMA Negeri 1 Panti Kabupaten Pasaman

UPAYA GURU BK DALAM MEMPERBAIKI CARA BELAJAR PESERTA DIDIK MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN DI SMP NEGERI 18 PADANG ARTIKEL

ASESMEN TERHADAP KETERAMPILAN MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENYUSUN SKRIPSI PENELITIAN KUALITATIF

Oleh: Taufik. Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Padang Sumatera Barat

EVALUASI PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DI SMAN 46 JAKARTA SELATAN

PERANAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENINGKATKANKEDISIPLINAN BELAJAR SISWA

UPAYA GURU BK DALAM MENGATASI PESERTA DIDIK YANG UNDER ACHIEVER ARTIKEL. Gusri Defriani NPM :

PROSIDING Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling dan Konsorsium Keilmuan BK di PTKI Batusangkar, November 2015

PELAKSANAAN DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR DAN PENGAJARAN REMEDIAL OLEH GURU BK DAN GURU MATA PELAJARAN

PERAN GURU BK DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL PESERTA DIDIK KELAS VIII MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DI SMP NEGERI 12 PADANG

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal sekarang sudah merupakan bagian yang integral dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana

PERSEPSI SISWA TENTANG LAYANAN INFORMASI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA YANG DIBERIKAN GURU BK SMAN 1 KUBUNG

SULUH Jurnal Bimbingan Konseling, April 2017, Volume 3 Nomor 1 (42-46)

Vipi Nandiya 1), Neviyarni 2), Khairani 3)

FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA NILAI SOSIOLOGI SISWA DI SMA NEGERI I BONJOL KECAMATAN BONJOL KABUPATEN PASAMAN

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan belajar siswa. Di sekolah

Peran Guru BK dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik Tinggal Kelas di SMA Negeri 2 Solok Selatan. By:

KEBUTUHAN PESERTA DIDIK TERHADAP PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA NEGERI 4 KERINCI. Oleh: Andre Setara Dinata

PERSEPSI PESERTA DIDIK TENTANG PELAKSANAAN LAYANAN INFORMASI BIDANG PENGEMBANGAN KARIER DI KELAS XI SMA N 2 BAYANG

KENDALA GURU BK DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DI KELAS X SMK NEGERI 4 PADANG

PANDUAN MODEL PENGEMBANGAN DIRI

PEMBERIAN LAYANAN PENGUASAAN KONTEN UNTUK MENINGKATKAN KESIAPAN KARIER MAHASISWA IKIP PGRI PONTIANAK

PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING SERTA PERAN GURU MATA PELAJARAN DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA PALANGKA RAYA. Oleh : Taufik Yusuf * dan M.

PEROLEHAN SISWA SETELAH MENGIKUTI LAYANAN KONSELING PERORANGAN

Andreas Setiawan Di bawah bimbingan Giyono dan Ranni Rahmayathi Z ABSTRACT

PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PENDIDIKAN INKLUSI DI SMK NEGERI 4 PADANG

PERAN PENGAWAS BK UNTUK MENINGKATKAN PROFESIONALITAS GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

PEMANFAATAN SARANA DAN PRASARANA BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMP NEGERI SE-KECAMATAN LENGAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN.

STUDI DESKRIPTIF TENTANG MODEL EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA NEGERI DI KABUPATEN BANTUL

PELAKSANAAN LAYANAN PENGUASAAN KONTEN OLEH GURU BK DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR PESERTA DIDIK DI KELAS X SMKN 2 PAYAKUMBUH By:

KINERJA KONSELOR SEKOLAH DALAM PENYUSUNAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PADA KONSELOR SEKOLAH SE- KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN AKADEMIK 2012/2013

PERAN GURU BK DALAM MEMBANTU PESERTA DIDIK MENENTUKAN JURUSAN KE PERGURUAN TINGGI DI KELAS XII SMAN 2 KOTA PADANG PANJANG

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

Oleh: Iponofita Yani. Fitria Kasih Rahma Wira Nita. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT

PERANAN GURU MATA PELAJARAN DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK YANG MEMPEROLEH HASIL BELAJAR RENDAH

HAMBATAN YANG DIHADAPI OLEH GURU BK DALAM PELAKSANAAN LAYANAN KONSELING PERORANGAN DI SMPN 4 BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN ARTIKEL

Peni Putri Ninda Sari * Dra. Hj. Fitria Kasih, M.Pd., Kons ** Yasrial Chandra, M.Pd **

MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI PESERTA DIDIK DALAM PERENCANAAN KARIR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PELAYANAN BIMBINGAN KARIR

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

STUDI TENTANG PELAKSANAAN APLIKASI INSTRUMENTASI BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMP DAN SMA NEGERI KOTA SUMENEP

PELAKSANAAN PELAYANAN DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING PADA SMA DI KOTA METRO TAHUN AJARAN 2012/2013

Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM

BAB I PENDAHULUAN. ini sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan yang tertuang dalam Undangundang. Sisdiknas No 20 tahun 2003 pasal 3:

MANAJEMEN PENANGANAN MASALAH SISWA (STUDI DI MTS MUHAMMADIYAH 3 AL-FURQAN BANJARMASIN) Husnul Madihah*

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

PERBEDAAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK JURUSAN IPA DENGAN JURUSAN IPS DI SMA NEGERI 1 PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA OLEH:

DESKRIPSI KOMPETENSI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA KECAMATAN KWANDANG DAN KECAMATAN ANGGREK KABUPATEN GORONTALO UTARA

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

KENDALA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PELAKSANAAN LAYANAN INFORMASI DI SMA NEGERI 7 KERINCI

PELAKSANAAN LAYANAN KONSELING PERORANGAN DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VIII DI SMP NEGERI I SALO PROVINSI RIAU JURNAL

PENINGKATAN DISIPLIN SISWA MENGGUNAKAN KONSELING KELOMPOK PENDEKATAN BEHAVIOR SISWA SMP KELAS VIII

PENERAPAN KETERAMPILAN DASAR DALAM KONSELING KELOMPOK OLEH GURU BK DI KELAS VIII SMP NEGERI 31 PADANG JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi

LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada dalam rangka upaya

PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK PINDAHAN DALAM BELAJAR DI MTs TI BATANG KABUNG PADANG. Oleh: Hermina Mirawati*) Asmaiwaty Arief**)) Yusnetti**))

INTERAKSI SOSIAL PESERTA DIDIK BERPRESTASI DALAM BELAJAR DI SMP NEGERI 4 PAYAKUMBUH JURNAL MARISA NANDA

KESIAPAN MAHASISWA DALAM MELAKSANAKAN LAYANAN KONSELING PERORANGAN DI SEKOLAH

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 SUKORINI

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA DI MAN 2 PEKALONGAN

PROFESIONALISME KONSELOR : EVALUASI PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF DI SEKOLAH

FAKTOR PENGHAMBAT PELAKSANAAN EVALUASI PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING OLEH GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA NEGERI KOTA PADANG.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut

Keywords: Effectiveness, Information Services, Teachers BK

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

INTERVENSI KRISIS DI SEKOLAH. Farida Harahap Tim: Nanang EG, M.Ed

BAB III METODE PENELITIAN. analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan-tujuan

Sigit Sanyata

IV. GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. SMP Negeri 19 Bandar Lampung merupakan salah satu SMP milik pemerintah

KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING. By: Asroful Kadafi

PENDAHULUAN. Keywords: Teachers Commitment, Principal Leadership and Teachers discipline

FAKTOR PENYEBAB PERILAKU MEMBOLOS PESERTA DIDIK DAN UPAYA GURU BK DALAM MENGATASINYA (Studi terhadap Peserta Didik di SMA Negeri 1 Kota Solok)

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DI SMA N 16 PADANG JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGURANGI PELANGGARAN TATA TERTIB SISWA DI SEKOLAH

Transkripsi:

PERAN WALI KELAS DALAM PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENANGANAN SISWA BERMASALAH Muhammad Ferdiansyah Abstract The homeroom teacher can be a primary relation of counselor in dealing with troubled students, because they have full responsibilities in handling students problems in the class. This study aimed to describe and answer the research question, the role of the homeroom teachers in the maintenance of guidance and counseling in school and its impact on the dealing with troubled students in the founded class. This study can be produced models and troubled student program based education. The design of this research was qualitative research. The approach used was a descriptive case study, with key informants in the study is the homeroom teacher of SMAN 1 Pariangan Tanah Datar. The results of this study showed that homeroom teacher s role in the maintenance of guidance and counseling were still weakness. It was caused: (1) lack of understanding of the homeroom guidance and counseling, (2) lack of functional communication between counselor and homeroom teachers, (3) lack of guidance and counseling s public services, 4) there were no effort of insentive constructing carried out the headmaster in improving the competence of the counseling teacher, (5) no time classes given to counselor, and (6) there was reference of the regulation books in the school as a standard reference on dealing with troubled students. Consequently, dealing with troubled students held in school tended to use disciplined approach in an allivated effort. Kata kunci: Role of Homeroom Teacher, Guidance and Counseling, Troubled Students. PENDAHULUAN Peraturan pemerintah tentang tenaga pendidik sebagai tenaga professional, mengisyaratkan bahwa pekerjaan pendidikan tidak boleh diselenggarakan dengan cara apa adanya. Keprofesionalan pendidik tidak datang dan terlaksana dengan sendirinya, melainkan melalui upaya profesionalisasi sebagaimana telah ditegaskan dalam PP No.19 Tahun 2005 Pasal 28 Ayat 1 yang berbunyi: Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Prayitno (2010: 6) menyatakan guru bimbingan dan konseling (selanjutnya di sebut guru BK) sebagai salah satu profesi pendidik, memiliki peran yang besar sebagai pengampu pelayanan konseling dalam penyelenggaraan pendidikan. Akan tetapi perlu diingat juga sekolah, tidak terlepas dari peranan berbagai pihak di sekolah. Selain guru BK sebagai pelaksana utama penyelenggaraan bimbingan dan konseling, juga perlu melibatkan peran kepala sekolah, wakil kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, dan staf tata usaha. Menurut Nurihsan (2006: 66) mengatakan: Wali kelas adalah personel sekolah yang menjadi mitra kerja utama guru BK atau konselor dalam aktivitas bimbingan dan konseling di sekolah. Dari pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa wali kelas sebagai mitra utama guru BK memiliki peran yang sangat diharapkan dapat memfasilitasi kebutuhan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling. Lebih jauh Winkel (1998:182) menjelaskan agar dapat memahami siswa-siswa dengan baik wali kelas perlu menyimpan, mencatat data siswa dan bahan-bahan informasi lainnya ke dalam catatan komulatif atau catatan-catatan sekolah. Sebagian dari data yang didapat dari siswa itu sendiri, atau dari orang tua siswanya yang mengisi formulir informasi lisan, dan data lainnya 1 Muhammad Ferdiansyah, Program Studi Bimbingan dan Konseling Program Pascasarjana, FIP Universitas Negeri Padang 2 A Muri Yusuf, Dosen Program Studi Bimbingan Konseling, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang 3 Daharnis, Dosen Program Studi Bimbingan Konseling, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang 1 2013oleh Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP UNP Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

2 dihasilkan dari pelaksanaan tes atau melalui observasi terhadap kegiatan siswa, kebiasaan, tingkah lakunya baik di dalam kelas, di halaman sekolah maupun di luar sekolah, karena hal ini akan sangat membantu guru BK dalam memahami karakter siswa yang akan mendapatkan pelayanan bimbingan dan konseling dari guru BK. Selain itu sebagai pengelola kelas tertentu, wali kelas berperan dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling, sebagaimana yang tertuang dalam Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling di SMA (2004: 42 ) sebagai berikut: 1. Membantu guru BK melaksanakan tugastugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya. 2. Membantu guru mata pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya. 3. Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling. 4. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi kasus. 5. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru bimbingan dan konseling atau wali kelas. Perlu disadari bahwa kelas adalah masyarakat kecil, di sana duduk siswa-siswa yang merupakan anggota masyarakat, masih terbungkus dalam tubuh yang masih kecil, cara berfikir yang masih labil, yang rentan sekali mengalami suatu permasalahan di sekolah. Oleh karena itulah mereka perlu tuntunan, panutan dari sang guru terutama wali kelas. Siswa-siswi yang masih labil tersebut hendaknya harus diarahkan dengan baik dan benar agar kelak mereka mampu menghadapi permasalahan di sekolah maupun di kehidupan masyarakat dengan baik dan mandiri. Selanjutnya meski saat ini paradigma pelayanan bimbingan dan konseling lebih mengedepankan pelayanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan. Namun pelayanan bimbingan dan konseling terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi perhatian, dalam hal ini, perlu diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus ditangani oleh guru BK. Oleh karena itulah Willis (2004: 52) mengemukakan ada tiga tingkatan masalah berserta mekanisme dan petugas yang menanganinya yaitu sebagai berikut: 1. Masalah (kasus) ringan. Kasus ringan merupakan pelanggaran ringan yang dialami oleh siswa seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum-minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (wali kelas atau guru BK) dan mengadakan kunjungan rumah. 2. Masalah (kasus) sedang. Kasus sedang yang dialami oleh siswa di sekolah seperti: gangguan emosional, berpacaran dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru BK (wali kelas), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli atau profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakankonferensi kasus. 3. Masalah (kasus) berat. Kasus berat yang dialami siswa seperti: gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus. Dengan melihat penjelasan di atas, dapat dimaknai bahwa penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan bimbingan dan konseling tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru BK di sekolah, tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk bersama-sama membantu siswa dalam upaya siswa memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan pribadi secara optimal. Merujuk pada penjelasan tersebut, peran wali kelas sangat diharapkan dalam menunjang kepentingan efektifitas dan efisiensi pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Gibson dan Mitchell (2010: 108) menyatakan bahwa: Wali kelas adalah relasi utama guru BK dalam menjalankan perannya dalam penyelenggaraan bimbingan dan koseling di sekolah, hal tersebut dikarenakan wali kelas-lah yang memiliki intensitas kontak harian lebih besar dari para personel sekolah lainnya, sehingga memungkinkan wali kelas yang seharusnya lebih paham akan kondisi dan kebutuhan siswa yang berada dalam kelas binaannya. Pernyataan ini, diperkuat dengan fakta yang peneliti temukan melalui pengamatan di lapangan bahwa, intensitas kontak pribadi harian guru BK di SMAN 1 Pariangan dengan para siswa belum maksimal, yang mengakibatkan pengetahuan pribadi guru BK terhadap kebutuhan siswa akan konseling terbatas. Fakta lain yang terlihat koordinasi yang terjadi antara guru BK dan personel sekolah belum berjalan secara ideal, yang ditandai dengan kepala sekolah sering

3 memberikan tugas di luar dari kewenangan tugas guru BK. Dalam hal ini, guru BK umumnya melaksanakan tugas dari kepala sekolah. Tugastugas tersebut diantaranya pencatat pelanggaran siswa seperti, siswa yang berkelahi, tidak memakai seragam lengkap, bolos dan tidak mengikuti upacara bendera. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji dan memfokuskan masalah penelitian lebih mengenai bagaimana peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di SMAN 1 Pariangan Kabupaten Tanah Datar serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah. Merujuk pada fenomena dan penjelasan tersebut, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pariangan Kabupaten Tanah Datar serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah dikelas binaan METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan rancangan pendekatan studi kasus. Menurut Yusuf, (2013: 343) penelitian studi kasus adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi secara mendalam, mendetail, intensif, holistik dan sistematis tentang orang, kejadian, latar sosial atau kelompok dengan menggunakan bermacam teknik serta sumber informasi untuk memahami secara efektif bagaimana orang, kejadian, latar alami itu beroperasi dengan konteknya. Mengacu pada pengertian tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap, rinci, jelas dan sistematis tentang peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah di kelas binaan. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah wali kelas di SMAN 1 Pariangan. Lebih jauh Emzir (2010: 20) menyatakan pengambilan informan di dilakukan dengan cara purposive sampling untuk mengidentifikasi orangorang yang akan menjadi informan penelitian, pemilihan informan harus didasarkan pada kemampuan mereka memberikan kontribusi pemahaman tentang fenomena yang akan diteliti (sampling intensitas). Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Kemudian dari data yang didapat dicek dengan teknik pemeriksaan data yang didasarkan atas sejumlah kreteria tertentu. Menurut Yusuf (2013: 396) ada empat kreteria untuk menguji keabsahan data melalui (1) uji Kepercayaan, (2) uji Keteralihan, (3) uji Defendibilitas (4) uji Konformitas. Selanjutnya Moleong (1994: 102) menyatakan dari data yang terkumpul dilakukan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam satu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Mengacu pada pernyataan tersebut, maka untuk dapat mengatur uratan data ke dalam suatu pola Yin (2008: 140) menjelaskan untuk penelitian kasus, strategi analisis yang tepat digunakan adalah analisis dominan, yang terdiri dari, analisis penjodohan pola, analisis penjelasan dan analisis deret waktu. Dalam proses pelaksanaan analisis yang dominan tersebut peneliti membandingkan antara pola yang didasarkan atas empiri dengan pola yang diterapkan di SMAN 1 Pariangan, lalu dari hasil membandingkan pola tersebut peneliti menyajikan temuan kasus yang berkenaan dengan peran wali kelas dalam bentuk teks naratif selanjutnya peneliti menelusuri serangkaian kegiatan yang menyebabkan keterlaksanaan program bimbingan dan konseling sampai dengan kebijakan kepala sekolah yang mengarah pada peran kepala sekolah dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling. HASIL 1.Profil Informan Hasil Wawancara Mendalam a. Profil EL (Wali kelas XI IPS.1) EL berusia 58 tahun adalah wali kelas yang mengajar mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial. EL merupakan Alumni dari IKIP Padang (sekarang UNP), EL merupakan salah satu guru senior yang masih bertugas di SMAN 1 Pariangan, dari hasil wawancara peneliti dengan EL pada tanggal 31 Oktober 2012 diperoleh keterangan bahwa, EL telah mengajar di SMAN 1 Pariangan sudah lebih dari 20 tahun, sebelum mengajar di sekolah ini, EL sepat mengajar di Sekolah Dasar (SD), dan sekolah menengah pertama (SMP) yang ada di Batusangkar dan sekarang masa kerja EL sebagai guru tinggal dua tahun lagi dan selanjutnya akan segera memasuki masa pensiun. b. Profil DN (Wali kelas IPA.2) DN berusia 55 tahun adalah seorang wali kelas yang mengajar mata pelajaran matematika. Latar belakang pendidikan DN merupakan lulusan sarjana pendidikan dari IKIP Padang (sekarang UNP), DN merupakan salah satu guru senior yang yang bertugas di SMAN 1 Pariangan, dari hasil wawancara peneliti dengan DN pada tanggal 31 Oktober 2012 diperoleh keterangan bahwa, DN telah bertugas selama 18 tahun di SMAN 1 Pariangan dan sering kali bertugas menjadi wali kelas. c. Profil WR (Wali kelas X.2) WR berusia lebih kurang lebih 50 tahun adalah seorang wali kelas yang mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia. Latar belakang pendidikan WR merupakan lulusan pendidikan sarjana dari IKIP Jakarta (sekarang UNJ), WR juga merupakan

4 salah satu guru senior yang masih bertugas di SMAN 1 Pariangan, dari hasil wawancara peneliti dengan DN pada tanggal 31 Oktober 2012 diperoleh keterangan bahwa, DN telah bertugas di SMAN 1 Pariangan lebih kurang 15 tahun. 2. Temuan Penelitian Peran Wali kelas dalam penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Berdasarkan hasil temuan penelitian, dapat digambarkan bahwa, peran wali kelas dalam SMAN 1 Pariangan belum terlaksana dengan optimal. Masih ada diantara lima aspek peran wali kelas yang belum dilaksakan oleh wali kelas yang menjadi informan utama penelitian. Peneliti menyusun materi pertanyaan dengan berpedoman pada pedoman khusus pelaksanaan bimbingan dan konseling yang dikeluarkan oleh Depdiknas pada tahun 2004 yang mewakili lima aspek peran wali kelas dalam bimbingan dan konseling di sekolah. Pada wali kelas X.2, ada beberapa perannya dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan, akan tetapi kegiataannya belum begitu terencana dan terprogram secara baik. Wali kelas melaksanakan perannya dalam bimbingan dan konseling hanya pada peran yang dianggap perlu dan bersifat urgens saja. Jika tidak terlalu mendesak, maka wali kelas tidak akan melaksanakan perannya dalam bimbingan dan konseling. Begitu juga dengan wali kelas XI IPS.1, peran wali kelas sebagai salah satu anggota utama penyelenggara bimbingan dan konseling sudah ada yang terlaksana, tetapi belum sepenuhnya berjalan. Hal yang menjadi penyebabnya, karena wali kelas XI IPS.1 berpendapat bahwa, guru BK seyogyanya bertanggung jawab penuh dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah. Hal ini disampaikan, wali kelas XI IPS.1 pada saat memberi keterangan mengenai perannya dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Di sisi lainnya juga terlihat bahwa, wali kelas berasumsi memasyarakatkan atau mensosialisasikan dan menyelenggarakan bimbingan dan konseling adalah tugas penuh dari guru BK, bukan tanggung jawab dari wali kelas maupun guru mata pelajaran. Lebih jauh, dari data temuan penelitian mengenai peran wali kelas baru tergambar, pada aspek wali kelas membantu guru BK dalam menangani penyelesaian masalah siswa, yang menyangkut dengan pelanggaran tata tertib. Seperti berkelahi, merokok bolos dan pelanggaran tata tertib lainnya, wali kelas XII IPA.2 termasuk wali kelas yang kurang optimal terlibat dalam sekolah. Hanya beberapa kegiatan yang dilakukan dari lima komponen inti peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Hal ini terlihat dari banyaknya pertanyaan yang mewakili setiap aspek pelaksanaan peran wali kelas, dijawab belum pernah dilakukan karena wali kelas XII IPA.2 berpendapat bahwa hal tersebut adalah kewajiban guru BK, bukan menjadi kewajiban wali kelas. Peran wali kelas XII IPA.2 yang terlaksana pada saat, memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya untuk mengikuti atau menjalani kegiatan bimbingan dan konseling. Dari apa yang dikemukakan oleh wali kelas XII IPA.2, tampak bahwa lemahnya pemahaman wali kelas mengenai perannya dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling, sehingga menimbulkan pendapat bahwa bimbingan dan konseling hanya ditujukan kepada siswa yang bermasalah dalam hal disiplin saja. Selain itu kurangnya komunikasi fungsional antara wali kelas dan guru BK, turut serta berakibat pada kekeliruan pemahaman wali kelas terhadap kegiatan bimbingan dan konseling. Keterangan yang peneliti dapat dari guru BK, menjelaskan bahwa lemahnya pemahaman wali kelas, mengenai perannya dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyelenggaraan bimbingan dan konseling belum berjalan secara optimal. Karena keberadaan wali kelas sebagai pembina kelas sangat berperan penting dalam upaya penanganan permasalahan siswa, sebab wali kelas merupakan guru yang memiliki intensitas waktu lebih besar dibandingkan dengan personel sekolah lainnya dalam berinteraksi dengan siswa di kelas. Hal ini, jelas membuka kesempatan kepada wali kelas untuk lebih memahami karakter siswanya secara mendetail, dibandingkan dengan personel sekolah lainnya. Dalam hal ini, seyogyanya wali kelas telah memiliki banyak informasi mengenai masingmasing pribadi siswanya. Jika hal tersebut didukung dengan pemahamannya terhadap perannya dalam bimbingan dan konseling. Maka akan lebih mudah mewujudkan fungsi dan perannya dalam merencanakan, mempersiapkan dan memberikan kemudahan bagi siswa untuk mendapatkan pelayanan dari guru BK, dengan begitu, maka program bimbingan dan konseling di sekolah seyogyanya akan dapat terlaksana dengan optimal. Namun di sisi lain secara tersirat, guru BK juga merasa begitu sulit menyelenggarakan bimbingan dan konseling di sekolah karena situasi dan lingkungan sekolah yang kurang begitu mendukung, mulai dari fasilitas, sistem sampai dengan lemahnya dukungan dari para personel sekolah dalam penyelengaraan bimbingan dan konseling di sekolah. Sehingga guru BK harus bekerja ekstra bukan hanya memasyarakatkan dan memahamkan siswa mengenai tujuan, fungsi, manfaat dan manajemennya pelayanan bimbingan dan konseling. Namun juga pada personel sekolah

5 lainnya terutama kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru ataupun wali kelas itu sendiri. Selain itu guru BK di SMAN 1 Pariangan juga mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan siswa, karena guru BK tidak mendapatkan jam masuk kelas kelas, ditambah lagi dengan sikap guru BK yang cenderung pasif dalam kegiatannya bimbingan dan konseling. Sehingga guru BK tampak hanya menunggu siswa yang bermasalah, melalui rekomendasi dari wali kelas atau personel sekolah lainnya. Hal yang mendasar yang peneliti pahami, mengapa peran wali di SMAN 1 Pariangan belum terlaksana secara optimal, ternyata salah satu faktor yang menyebabkannya hal ini terjadi, adalah karena kurangnya pemahaman wali kelas dan guru BK mengenai konsep pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah. Mulai dari kegiatan, manfaat, fungsi dan tujuan dari penyelengaraan bimbingan dan konseling di sekolah. Sehingga muncul pemikiran bahwa peran wali kelas hanya sekedar mengecek daftar kehadiran siswa dan mengisi rapor dan peran wali kelas dalam bimbingan dan konseling hanya sekedar memberikan infomasi atau keterangan mengenai siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling dari guru BK. Melihat dari faktor lainnya, pihak sekolah juga belum berupaya secara maksimal dalam segi sosialisasi, secara khusus dari guru BK kepada guru-guru atau personel sekolah, ataupun rapat interen untuk memberikan pengarahan, mengenai konsep dan program penyelenggaraan bimbingan dan konseling mulai dari fungsi, tujuan, manfaat dari sekolah, baik dari guru BK ataupun kepala sekolah. Selanjutnya dari hasil observasi dan wawancara dengan kepala sekolah, diperoleh keterangan bahwa, permasalahan yang menjadi penyebab rendahnya pelaksanaan peran wali kelas dalam bimbingan dan konseling, sepertinya akar permasalahan masih kembali pada alasan keterbatasan dana operasional sekolah untuk mengupayakan peningkatan kompetensi guru BK melalui kegiatan-kegiatan seminar atau sosialisasi yang sering diadakan oleh ABKIN atau perguruan tinggi di Sumatera Barat. Berdasarkan data yang terkumpul dan setelah dianalisis, dapat dikategorikan bahwa, peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di SMAN 1 Pariangan belum berjalan optimal, yang disebabkan oleh: (1) kurangnya pemahaman wali kelas mengenai bimbingan dan konseling, (2) lemahnya komunikasi fungsional antara guru BK dan wali kelas, (3) tidak ada jam masuk kelas yang diberikan oleh kepala sekolah, (4) kurangnya pemasyarakatan pelayanan bimbingan dan konseling, (5) belum adanya upaya pembinaan yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru BK. (6) Adanya acuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana SekolahSekolah (KUHPS) dalam penanganan siswa bermasalah. Selain itu temuan penelitian di lapangan, pada umumnnya wali kelas dan guru BK dalam proses penanganan siswa bermasalah lebih banyak menggunakan pendekatan disiplin, yang mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Sekolah (selanjutnya disingkat KUHPS). Dengan penerapan pola tersebut pada tingginya jumlah siswa yang dikeluarkan dari SMAN 1 Pariangan atau dengan kata lain direkomendasikan pindah mencari sekolah lain. Dari penuturan wali kelas yang peneliti peroleh, dalam proses penanganan siswa bermasalah di sekolah, wali kelas umumnya selalu mengacu pada KUHPS dalam penanganan siswa bermasalah. Apabila siswa mengalami masalah dalam bidang disiplin maka wali kelas akan menasehati siswa dan tetap mencatat pelanggaran siswa sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh siswa sesuai dengan rujukan yang di gunakan di SMAN 1 Pariangan. Mengkaji lebih jauh, peneliti menemukan bahwa dengan penerapan pendekatan disiplin yang di terapkan di sekolah berdampak pada tingginya jumlah siswa yang dikeluarkan dari sekolah. Keterangan yang diperoleh peneliti dari guru BK, pada kurun waktu 2011-2012 telah terdapat lima orang siswa kelas X yang dikeluarkan, tiga orang siswa kelas XI dan tiga orang dari kelas XII. Adapun yang menyebabkan siswa tersebut keluar atau pindah ke sekolah lain adalah karena melanggar tata tertib sekolah. Seperti bolos, mencoret mobil kepala sekolah, merokok dan hamil di luar nikah PEMBAHASAN Berdasarkan hasil temuan penelitian yang dilakukan ditemui berbagai fenomena yang menambah wawasan dan pengetahuan, serta keyakinan atas teori-teori yang dikaji pada penelitian ini. Agar hasil penelitian ini mudah untuk dipahami berikut dijelaskan berdasarkan fokus penelitian. 1. Peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di SMAN 1 Pariangan. Dari temuan penelitian di lapangan, terungkap bahwa peran wali kelas dalam SMAN 1 Pariangan masih terdapat beberapa peran wali kelas yang belum terlaksana secara optimal. Hal ini ditandai dengan belum terlaksananya pola penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang telah dirumuskan oleh depdiknas tahun 2004 dalam panduan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di SMA dengan benar, masih

6 terdapat banyak kelemahan peran wali kelas dalam penyelengaraan bimbingan dan konseling di SMAN 1 Pariangan. Mengingat pentingnya peran wali kelas dalam penyelanggaraan bimbingan dan konseling, oleh karena itulah seyogyanya wali kelas, harus memahami perannya dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling, sebagaimana yang dikemukakan oleh Gibson dan Mitchell (2010:111) peran wali kelas sebagai pendukung program konseling harusnya dapat memberikan kontribusi dalam memberikan siswa-siswa yang membutuhkan bimbingan dan konseling. Karena idealnya wali kelas harus mampu, menjadi barisan pertama kontak antara siswa dan program bimbingan dan konseling di sekolah. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gibson dan Mitchell, Natawidjaja (1988: 1) menyatakan bahwa: Pada dasarnya program bimbingan dan pelayanan bukan hanya dilaksanakan oleh konselor sekolah saja, melainkan semua tenaga pendidik yang bertugas di sekolah memiliki fungsi dan peranannya masing-masing dalam rangka pelaksanaan program bimbingan tersebut, dalam hal ini termasuk guru dan terutama bagi wali kelas. Pendapat tersebut di atas juga didukung oleh pendapat Sukardi, (2008: 90) yang menyatakan, wali Kelas sebagai guru yang diberi tugas khusus disamping mengajar untuk mengelola status kelas siswa tertentu dan bertanggung jawab membantu kegiatan bimbingan dan konseling di kelasnya. Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa agar penyelenggaraan peran wali kelas dalam bimbingan dan konseling dapat berjalan secara optimal. Pemahaman dan komunikasi wali kelas dengan guru BK harus berjalan dengan baik guna terciptanya kerja sama antara seluruh personel sekolah dalam mewujudkan penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang bermanfaat bagi semua siswa. 2. Faktor yang menyebabkan lemahnya peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di SMAN 1 pariangan. Dari hasil penelitian, terungkap bahwa, ada beberapa faktor yang mempengaruhi peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yaitu: (1) kurangnya pemahaman wali kelas mengenai BK, (2) lemahnya komunikasi fungsional antara guru BK dan wali kelas, (3) kurangnya pemasyarakatan pelayanan bimbingan dan konseling, (4) belum adanya upaya pembinaan yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru BK, (5) tidak ada jam masuk kelas yang diberikan oleh kepala sekolah dan (6) adanya acuan KUHPS sebagai acuan standar penanganan siswa bermasalah, yang merupakan faktor pengambat penyelenggaraan bimbingan dan konseling di SMAN 1 Pariangan. Menurut Nurihsan (2007: 56) bimbingan dan konseling sebagai bagian dari proses pendidikan sekolah, tidak akan mungkin mencapai sasarannya apabila tidak memiliki program yang bermutu, dalam artian tersusun secara jelas, sistematis, dan terarah. Oleh karena itu, maka seyogyanya dalam program tersebut harus terdapat unsur-unsur pokok personel yang terlibat di dalam kegiatankegiatan yang diselenggarakan. Selain itu di sekolah SMAN 1 Pariangan guru BK tidak mempunyai jam khusus masuk kelas, maka sebisa mungkin guru BK seyogyanya bekerja sama dengan wali kelas dalam memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling di samping juga berupaya memanfaatkan media secara kreatif untuk memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling. Lebih lanjut Yusuf LN (dalam Supriatna 2011: 68) menjelaskan bahwa personel sekolah termasuk di dalamnya wali kelas sangat besar perannya dalam memperlancar penyelenggaraan program bimbingan dan konseling di sekolah. Pembinaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dengan adanya upaya berupa bimbingan, pengawasan dan dorongan. Sahertian (2009: 19) menjelaskan tujuan pembinaan adalah untuk memberikan pelayanan dan bantuan dalam meningkatkan kualitas mengajar guru di kelas yang pada muaranya meningkatkan kualitas belajar siswa. Lebih jauh, Depdiknas (2004) menegaskan bahwa tanggung jawab pembinaan guru adalah berada di tangan pembina, adapun pembina yang dimaksud adalah kepala sekolah selaku penanggung jawab pelaksanaan teknis bimbingan dan konseling di sekolahnya. Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah sangat dituntut untuk mampu melakukan pembinaan kepada para personel sekolah dalam upaya untuk meningkatkan mutu sekolah yang dipimpinnya. Supaya semua personel sekolah dapat meningkatkan kompetensi yang sangat berguna dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan tujuan sekolah. 3. Dampak peran wali kelas terhadap penanganan siswa bermasalah dalam bimbingan dan konseling.

7 Berdasarkan hasil temuan khusus penelitian, pada umumnnya wali kelas dan guru BK dalam penanganan siswa bermasalah lebih banyak menggunakan pendekatan disiplin yang mengacu pada KUHPS yang berakibat pada tingginya jumlah siswa yang dikeluarkan atau dengan kata lain direkomendasikan pindah mencari sekolah lain. Data yang peneliti dapatkan dari wawancara dengan salah satu guru BK pada kurun waktu 2011-2012 sudah terdapat lima orang siswa kelas X yang dikeluarkan, tiga orang siswa kelas XI dan tiga orang siswa kelas XII adapun yang menyebabkan siswa tersebut keluar atau pindah ke sekolah lain adalah karena melanggar tata tertib sekolah. Seperti bolos, berkelahi, mencoret mobil kepala sekolah, merokok dan hamil di luar nikah. Tingginya jumlah siswa, yang dikeluarkan di SMAN 1 Pariangan, salah satu penyebabnya karena wali kelas belum begitu memahami dengan baik perannya dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Selanjutnya rendahnya pemahaman guru BK mengenai konsep pendekatan bimbingan dan konseling juga berakibatnya pada penerapan pola penanganan siswa bermasalah yang dilaksanakan kurang sesuai dengan mekanisme yang benar. Dengan penerapan pola penanganan siswa bermasalah yang cenderung menggunakan pedekatan disiplin, yang mengacu pada KUHPS, mengakibatkan pada tingginya jumlah siswa yang dikeluarkan dari sekolah. Seyogyanya pola penanganan siswa bermasalah, hendaknya dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: Seorang siswa yang bermasalah atau melanggar tata tertib dapat ditindak oleh kepala sekolah, tindakan tersebut diinformasikan kepada wali kelas yang bersangkutan. Sementara itu guru BK berperan dalam mengetahui dan latar belakang permasalahan yang menyebabkan siswa tersebut melakukan pelanggaran. Dalam hal ini seharusnya guru BK melakukan tindakan dengan menggunakan pendekatan bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan sumber data, setelah wali kelas merekomendasikan kepada guru BK. Dengan menggunakan pendekatan persuasif, harusnya sebisa mungkin guru BK berusaha untuk membangun hubungan konseling yang hangat (rapport) kepada siswa. Glading (2012: 148) menjelaskan tahap pertama yang dari proses konseling adalah mencakup keterampilan membangun hubungan dan memfokuskan diri untuk mendapat partisifasi klien dalam mengeksplorasi klien, dan adanya motivasi klien untuk berubah. Apabila guru BK sudah mampu melakukan hal ini (membangun rapport) maka sangat kecil sekali kemungkinan pengambilan keputusan mengeluarkan siswa atau mengembalikan siswa kepada orangtua. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mendidik anak menjadi lebih baik, oleh karena itu di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku yang merentang dari kategori ringan sampai dengan berat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudrajat, (diakses 7 Januari 2013) upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: (1) pendekatan disiplin dan (2) pendekatan bimbingan dan konseling. Penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan disiplin yang merujuk pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa. Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan lembaga hukum yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para siswanya. Senada dengan penjelasan tersebut Prayitno (2012: 13) menjelaskan bahwa: Pendekatan bimbingan dan konseling, berbeda dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui bimbingan dan konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan atau pengentasan dengan menggunakan berbagai pendekatan persuasif dengan memanfaatkan keahliah guru BK atau konselor dalam menggunakan teknik umum dan khusus yang ada dalam proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Mengingat pentingnya penggunaan pendekatan bimbingan dan konseling dalam upaya pengembangan kemandirian siswa. Maka seyogyanya kerja sama antara guru BK dan wali kelas merupakan keharusan. Karena dalam hubungan fungsional kemitraan antara wali kelas, guru mata pelajaran dan guru BK. Oleh karena itulah dalam upaya penanganan

8 siswa bermasalah di kelas, guru BK hendaknya menyiapkan program bimbingan dan konseling yang tepat dalam upaya penanganan siswa bermasalah. Salah satu kegiatan yang bisa di upayakan adalah membuat model pendekatan bimbingan dan konseling untuk pengentasan siswa bermasalah, sehingga wali kelas dan guru BK tidak hanya mengacu pada pendekatan disiplin, yang merujuk pada aturan tata tertib sekolah dalam upaya pengentasan siswa bermasalah. Adapun dampak hasil penelitian ini mengenai upaya penangan siswa bermasalah di SMAN 1 Pariangan salah satunya adalah membuat model pendekatan bimbingan dan konseling dalam upaya pencegahan dan pengentasan siswa bermasalah di kelas binaan. Adapun dampak hasil penelitian ini mengenai upaya penangan siswa bermasalah di SMAN 1 Pariangan salah satunya adalah membuat model pendekatan bimbingan dan konseling dalam upaya pencegahan dan pengentasan siswa bermasalah di kelas, adapun program bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut: 1. Program I: Model Pendekatan Bimbingan dan Konseling Dalam Penanganan Siswa Bermasalah di Kelas a. Latar Belakang Berdasarkan hasil penelitian mengenai Peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah serta dampaknya terhadap penanganan siswa bermasalah di kelas binanaan, didapatkan bahwa. Peran wali kelas belum berjalan secara optimal sesuai dengan pedoman khusus pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah, hal tersebut disebakan karena, (1) kurangnya pemahaman wali kelas mengenai BK, (2) lemahnya komunikasi fungsional antara guru BK dan wali kelas, (3) kurangnya pemasyarakatan pelayanan bimbingan dan konseling, (4) belum adanya upaya pembinaan yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru BK, (5) tidak ada jam masuk kelas yang diberikan oleh kepala sekolah dan, (6) adanya acuan KUHPS sebagai acuan standar penanganan siswa bermasalah. merupakan faktor pengambat SMAN 1 Pariangan. Dengan terjadinya kondisi tersebut, akibatnya penanganan siswa bermasalah di kelas jarang sekali terselesaikan dengan baik. Pelayanan bimbingan dan konseling yang merupakan salah satu komponen utama dari kurikulum pun kurang dimanfaatkan dengan baik dalam upaya pengentasan masalah siswa. Hal ini menunjukkan bahwa bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dalam pendidikan yang menjadi tugas dan tanggung jawab guru BK dalam penanganan siswa bermasalah. Oleh karenanya, wali kelas dan guru BK sebagai personel sekolah yang mempunyai peran penting dalam pelayanan bimbingan dan konseling, hendaklah memberikan bantuan kepada siswa dalam mengatasi permasalahan siswa, dalam hal ini diharapakan kepada wali kelas guru BK dan personel sekolah untuk tidak hanya berfokus pada pendekatan disiplin saja dalam mengatasi siswa bermasalah. Sehingga dari temuan penelitian ini, hendaknya wali kelas, guru BK, kepala sekolah dan semua personil sekolah di SMAN 1 Pariangan untuk bekerja samamenerapkan pendekatan bimbingan dan konseling dalam penanganan siswa bermasalah. b. Tujuan Wali kelas dan guru BK diharapkan dapat mengunakan pendekatan bimbingan dan konseling dalam penaganan siswa bermasalah. c. Perencanaan Kegiatan Sebelum kegiatan dilakukan, diperlukan perencanaan yang matang terlebih dahulu, di antaranya: 1) Lama kegiatan sekitar: 90 menit atau 1 jam pembelajaran (1 jam pembelajaran setara 45 menit) 2) Sasaran kegiatan adalah: semua personil sekolah. 3) Jenis kegiatan, kegiatan dapat dilakukan dengan pemberian layanan informasi dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan dinamika kelompok. 4) Format kegiatan, kegiatan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa format yaitu: 1) format individual, 2) format kelompok, dan 2) format klasikal yaitu melayani sejumlah wali kelas dalam satu kelas. 5) Materi kegiatan adalah: informasi mengenai peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling dan upaya pendekatan bimbingan dan konseling dalam mengatasi permasalahan siswa. 6) Alat bantu buku pedoman khusus pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal dan buku pedoman khusus bimbingan dan konseling di sekolah menengah atas. 7) Tempat, dapat digunakan ruangan kelas, atau ruangan guru. 8) Pelaksana, dilaksanakan oleh konselor atu guru BK dengan mengundang narasumber lainnya yang berkompeten.

9 d. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan kegiatan ini mengacu pada perencanaan kegiatan. Kegiatan ini dapat dilakukan secara rutin atau insidental. Volume dan waktu untuk pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling di dalam kelas dan di luar kelas diatur oleh guru pembimbing dengan persetujuan pimpinan sekolah. Guru pembimbing dalam hal ini berpartisipasi secara aktif dengan melibatkan personil sekolah lainnya. Kegiatan program dicatat dan dilaporkan pelaksanaannya. e. Penilaian Kegiatan Penilaian hasil kegiatan dapat dilakukan melalui: 1) Penilaian segera (LAISEG), yaitu penilaian untuk mengetahui perolehan siswa yang dilayani. 2) Penilaian jangka pendek (LAIJAPEN), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu sampai dengan satu bulan) untuk mengetahui dampak layanan/kegiatan terhadap siswa. 3) Penilaian jangka panjang (LAIJAPANG), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu bulan sampai dengan satu semester) untuk mengetahui lebih jauh dampaknya terhadap siswa. Dari pemaparan program tersebut, dapat disimpulkan bahwa, penanganan siswa bermasalah dengan mengunakan pendekatan bimbingan dan konseling secara profesional, diharapkan dapat menekan tinginya jumlah siswa yang dikeluarkan. Oleh karena itulah, guru BK seyogyanya harus mampu meyelenggarakan proses bimbingan dan konseling secara professional tanpa harus menggunakan pendekatan disiplin dalam pengambilan sanksi kepada siswa. SIMPULAN Berdasarkan temuan dan pembahasan analisis penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Peran wali kelas dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di SMAN 1 Pariangan belum berjalan secara optimal. Masih ada beberapa peran wali kelas dalam pelayanan bimbingan dan konseling yang belum mengacu pada pola depdiknas tahun 2004. 2. Adapun faktor yang mempengaruhi kurang optimalnya pelakasanaan peran wali kelas dalam penyelengaraan bimbingan dan konseling adalah: (a) lemahnya pemahaman wali kelas mengenai perannya dalam bimbingan dan konseling. (b) kurang berjalannya komunikasi fungsional antara guru BK dan wali kelas, (c) kurang optimalnya upaya pemasyarakatan yang dilakukan oleh guru BK, (d) belum adanya upaya pembinaan yang intensif oleh kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru BK, (d) tidak ada jam khusus yang diberikan oleh kepala sekolah. (e) adanya acuan standar Kitab Undang-undang Hukum Pidana sekolah yang di tetapkan oleh sekolah dalam penanganan siswa bermasalah. 3. Kurang berjalannya peran wali kelas dalam SMAN 1 Pariangan yang didasari oleh wali kelas belum sepenuhnya memahami perannya dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling. dan berdampak pada kerja sama antara wali kelas dan guru BK dalam penanganan siswa bermasalah belum berjalan secara optimal, hal ini mengakibatkan pada tingginya jumlah siswa yang dikeluarkan dari sekolah serta siswa kurang mengenal manfaat pelayanan konseling bagi siswa. SARAN Berdasarkan temuan penelitian, pembahasan, kesimpulan dan implikasi yang telah dikemungkakan di atas, ada beberapa saran yang diajukan peneliti, yaitu: 1. Wali kelas hendaknya, meningkatkan wawasan profesional mengenai perannya dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling agar dapat menjalin kerja sama dengan guru BK secara profesional. Sehingga penanganan siswa bermasalah dapat dilakukan melalui pendekatan yang mendidik, dalam artian tidak selalu menggunakan pendekatan disiplin dalam penanganan siswa yang bermasalah. 2. Guru BK hendaknya, dapat menggunakan media publikasi yang ada di sekolah dalam rangka memasyarakatkan bimbingan dan konseling kepada siswa dan memberikan informasi mengenai fungsi, peran dan manfaat bimbingan dan konseling serta informasi lainnya yang berkenaan dengan upaya untuk menggali dan mengembangkan potensi siswa. Mengingat guru BK tidak mempunyai jam khusus masuk kelas. Oleh karena itu hendaknya, guru BK dapat merancang dan membuat model dan modul pendekatan bimbingan dan konseling dalam penanganan siswa bermasalah agar penyelangaraan bimbingan dan konseling dapat dirasakan oleh seluruh siswa. 3. Kepala sekolah hendaknya, dapat meningkatkan kompetensi kepemimpinan agar fungsi kepala sekolah sebagai manejer dapat berjalan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dalam memberikan dukungan penuh dan memfasilitasi wali kelas, guru BK dan seluruh personel sekolah terhadap penyelenggaraan bimbingan dan konseling, sehingga penyelenggaraan bimbingan dan konseling dapat berjalan secara baik.

10 DAFTAR RUJUKAN Depdiknas, 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling di SMA. Jakarta: Depdiknas. Glading, Samuel T. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh. Terjemahan oleh Winarno dan Lilian Yuhono. Jakarta: PT. Indeks. Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif; Analisis Data. Jakarta: Rajawali Press. Moleong. Lexy J. 1998. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Natawidjaja. Rochman 1988. Peranan Guru dalam Bimbingan di Sekolah. Bandung: Abardin. Nurihsan. A. Juntika. 2007. Bimbingan dan Konseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama Prayitno. 2010. Modul Kedua Pendidikan Profesi Pendidik: Pendidik Profesional, Padang: UNP Press. ---------. 2010. Modul Ketiga Pendidikan Profesi Pendidik: Aktivasi Energi Pembelajaran, Padang: UNP Press. ---------. 2012. Seri Panduan Layanan dan Kegiatan Pendukung Konseling. Padang. UNP Press. SMAN 1 Pariangan. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Sekolah. Tanah Datar: Provinsi Sematera Barat. Sudrajat, Akhmad 2008. Penanganan Siswa- Bermasalah di Sekolah. [Online],(http://www.Akhmadsudrajat.w ordpress.com/2008/07/08/penanganan siswa bermasalah, diakses 20 Desember 2012). Sukardi. D. Ketut 2008. Pengantar Pelaksanaan Bimbingan da Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Supriana, Mamat. 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada. Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta. Winkel. W.S. 1998. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia. Yin. Robert K. 2008. Studi Kasus; Desain dan Metode. Terjemahan oleh M. Djauzi Mudzakir. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Yusuf. A. Muri. 2013. Metode Penelitian; Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan. Padang: UNP Press. Yusuf. A. Muri. 2011. Asesmen dan Evaluasi Pendidikan:Pilar Penyedia Informasi dan Kegiatan Pengendalian Mutu Pendidikan. Padang: UNP Press.