BAB 1 PENDAHULUAN. penduduknya memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan serta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit menular dan penyakit tidak menular atau degeneratif.penyakit Tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makan, berkurangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

diantaranya telah meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 26,8%. Penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. Proportional Mortality Ratio (PMR) masing-masing sebesar 17-18%. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 1

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit hati di Indonesia umumnya masih tergolong tinggi. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya di masyarakat. 1 Peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN. depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kenaikan harga bahan bakar minyak, sepeda motor menjadi alat transportasi

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan pola fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi, yang pada gilirannya dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalaminya. Akan tetapi usia tidak selalu menjadi faktor penentu dalam perolehan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masyarakat, termasuk di Indonesia. Bangsa Indonesia yang sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. apendisitis akut (Lee et al., 2010; Shrestha et al., 2012). Data dari WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa insiden

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2014 bahwa kesehatan. harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN juta orang di seluruh dunia (Junaidi, 2010). Asma bronkial bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN UKDW. DBD (Nurjanah, 2013). DBD banyak ditemukan didaerah tropis dan subtropis karena

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari (Navaneethan et al., 2011). Secara global, terdapat 1,7 miliar kasus diare

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

BAB I PENDAHULUAN. apendisitis di Asia dan Afrika pada tahun 2004 adalah 4,8% dan. 2,6% penduduk dari total populasi. Penelitian Asif (2008) di RS

BAB 1 PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. 1. perkembangan, dan peningkatan kualitas anak berperan penting sejak masa dini

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang hidup dengan perilaku dan lingkungan sehat,

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan dan persalinan merupakan proses alamiah, tetapi bukannya tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

Jurnal Kesehatan Masyarakat (Adhar, Lusia, Andi 26-33) 26

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun 2020

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. penanganan serius, dilihat dari tingginya prevalensi kasus dan komplikasi kronis

I. PENDAHULUAN. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan. Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare Depkes RI 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak pula pada peningkatan angka kematian dan kecacatan. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker sistim reproduksi meliputi kanker serviks, payudara, indung telur,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai derajat Kesehatan Masyarakat yang setinggi-tingginya. Dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. cacing (appendiks). Infeksi ini bisa terjadi nanah (pus) (Arisandi,2008).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan

KARAKTERISTIK BAYI PENDERITA GASTROENTERITIS YANG DIRAWAT INAP DI RSUD PURI HUSADA TEMBILAHAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan faktor resiko primer penyakit jantung dan stroke. Pada

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai dengan penduduknya memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia. 1 Derajat kesehatan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup bermakna. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat antara lain ditunjukkan dengan makin menurunnya angka kematian bayi dan kematian ibu, menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita, dan meningkatnya umur harapan hidup. 2 Di sisi lain terjadi peningkatan urbanisasi, industrialisasi, dan perubahan lingkungan. 3 Perubahan tersebut telah memberi pengaruh pada transisi epidemiologi yaitu beban ganda penyakit dengan meningkatnya beberapa penyakit menular (re-emerging diseases) dan penyakit tidak menular atau degeneratif. 2 Salah satu jenis penyakit tidak menular adalah penyakit pada saluran pencernaan. 4 World Health Organization (WHO) Global Infobase tahun 2002, Cause Specific Death Rate (CSDR) penyakit saluran pencernaan di beberapa negara yaitu Jerman 51 per 100.000 penduduk, Inggris 47 per 100.000 penduduk, Perancis 42 per 100.000 penduduk, Finlandia 39 per 100.000 penduduk, Switzerland 34 per 100.000 penduduk, Swedia 33 per 100.000 penduduk, India 33 per 100.000 penduduk, Argentina 31 per 100.000 penduduk, Amerika Serikat 30 per 100.000 penduduk,

Bangladesh 26 per 100.000 penduduk, Zimbabwe 20 per 100.000 penduduk, dan Albania 16 per 100.000 penduduk. 5 Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Proportional Mortality Ratio (PMR) penyakit saluran pencernaan di Indonesia mengalami peningkatan yaitu 5,1% tahun 1992 menjadi 6,6% tahun 1995 dan 7% menurut hasil Survei Kesehatan Nasional (SUKESNAS) tahun 2001. 6 Ditjen Bina Yanmedik Depkes RI, penyakit saluran pencernaan menempati urutan ke tiga dari 10 penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kematian 6.590 dari 225.212 kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) 2,93% tahun 2007 dan 6.825 dari 234.536 kasus dengan CFR 2,91% tahun 2008. 7 Salah satu penyakit pada saluran pencernaan adalah infeksi pada appendiks yang disebut dengan appendicitis. 8 Appendicitis menyebabkan abdomen akut dan memerlukan tindakan bedah. 9 Penelitian Asif (2008) di RS Kharian Islamabad pada 220 penderita gejala abdomen akut didapat proporsi appendicitis akut 21,4%, nyeri perut non spesifik 15,4%, kolesistisis akut 12,7%, obstruksi usus halus 14,5%, ulkus peptikum 11,8%, kolik ginjal 9%, pankreas akut 4%, penyakit ginekologi 4%, diverticulitis meckel 1,3%, gastrointestinal 1,3%, tuberkulosis aleocaecal 1,3%, iskemik mesentrika 0,9%, kanker hati 0,9%, peradangan ginjal 0,5%, dan typhlitis 0,5%. 10 Penelitian Hardin (1999) di Amerika Serikat terdapat 680.000 kasus appendicitis dengan Incidence Rate (IR) 25 per 10.000 penduduk. 11 Langenscheidt (1999) di Madagaskar IR 51,1 per 10.000 penduduk. 12 Penelitian Penelitian Ballester et al (2003) di Spanyol IR 13,2 per 10.000 penduduk dan Omran et al

(2003) di Kanada IR 7,5 per 10.000 penduduk. 13, 14 Penelitian Lai (2006) di Taiwan terdapat 1.873 kasus appendicitis dengan IR 3,19 per 10.000 penduduk. 15 Penelitian Lee (2007) di Korea Selatan IR 22,71 per 10.000. 16 Penelitian Gunerhan (2008) di Turki IR 14,9 per 10.000 penduduk dan Chatbanchai et al (2008) di Thailand IR 3,7 17, 18 per 10.000 penduduk. Appendicitis dapat terjadi pada semua umur, paling sering pada dewasa muda umur 10-30 tahun dengan rasio pria : wanita sebanding. Gejala appendicitis berupa abdomen akut memberikan gambaran klinis yang sama dengan gangguan penyakit lain sehingga sulit untuk dibedakan. 19 Hal ini mengakibatkan appendicitis sulit didiagnosa dan terlambat untuk ditangani sehingga terjadi komplikasi berupa perforasi, peritonitis, dan abses. Gejala appendicitis pada anak-anak, orang tua, dan wanita hamil tidak spesifik dan biasanya diketahui setelah terjadi komplikasi. 20 Penelitian Jehan (2001) di RSUP H. Adam Malik Medan pada 60 penderita appendicitis berusia diatas 15 tahun didapat 29 orang (48,3%) laki-laki dan 31 orang (51,7%) perempuan, serta kelompok umur 15-30 tahun 41 orang (68,3%), 31-40 tahun 14 orang (23,3%), 41-50 tahun 4 orang (6,7%), dan 51-60 tahun 1 orang (1,7%). 21 Penelitian Murtala (2004) di IRD Bedah RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada 97 penderita appendicitis berusia diatas 14 tahun didapat 53 orang (54,6%) laki-laki dan 44 orang (45,4%) perempuan, serta kelompok umur 16-30 tahun 74 orang (76,3%), 31-45 tahun 20 orang (20,6%), dan 46-60 tahun 3 orang (3,1%). 22 Penelitian Martalena (2008) di RSU Kabanjahe pada 126 penderita appendicitis didapat 74 orang (58,7%) laki-laki dan 52 orang (41,3%) perempuan,

serta kelompok umur 15 tahun 9 oran g (7,1%), 16-30 tahun 71 orang (56,3%), 31-45 tahun 24 orang (19,1%), dan 46 tahun 22 orang (17,5%). 23 Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 tercatat 174 penderita appendicitis yang dirawat inap dengan rincian 38 orang tahun 2005, 26 orang tahun 2006, 49 orang tahun 2007, 34 orang tahun 2008, dan 27 orang tahun 2009. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009. 1.2. Perumusan Masalah Belum diketahui karakteristik penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui karakteristik penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009.

1.3.2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui trend penderita appendicitis rawat inap berdasarkan data tahun 2005-2009. b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita appendicitis berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, dan pekerjaan). c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita appendicitis berdasarkan keluhan. d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita appendicitis berdasarkan lama rawatan rata-rata. e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita appendicitis berdasarkan jenis appendicitis. f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita appendicitis berdasarkan status komplikasi. g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita appendicitis berdasarkan penatalaksanaan medis. h. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita appendicitis berdasarkan keadaan sewaktu pulang. i. Untuk mengetahui proporsi umur berdasarkan jenis appendicitis. j. Untuk mengetahui proporsi umur berdasarkan status komplikasi. k. Untuk mengetahui proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan jenis appendicitis.

l. Untuk mengetahui proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan status komplikasi. m. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata berdasarkan status komplikasi. n. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan medis. o. Untuk mengetahui proporsi status komplikasi berdasarkan keadaan sewaktu pulang. p. Untuk mengetahui proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan sewaktu pulang. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan untuk meningkatkan pelayanan, penyediaan fasilitas perawatan, dan pengobatan terhadap pasien yang menderita appendicitis. 1.4.2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.