BAB I PENDAHULUAN. RPJPN) tercantum delapan misi pembangunan nasional Indonesia mewujudkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan I - 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.

Bab 5 Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012)

MODAL DASAR PD.BPR/PD.PK HASIL KONSOLIDISASI ATAU MERGER

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

1. COOPERATIVE FAIR KE-1

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

PENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. kapita (Irawan dan Suparmoko, 2002). Sedangkan menurut Todaro (2003),

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) dan Satu Data Pembangunan Jawa Barat

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

BAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.

BAB I PENDAHULUAN. GDP baik secara keseluruhan maupun per kapita. Tujuan dari pembangunan

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III).

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. undang undang ini adalah besaran alokasi dana desa yang sebelumnya hanya. cukup besar mulai Tahun 2015 yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

BERITA RESMI STATISTIK

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

PROFIL PEMBANGUNAN JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Yth. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota se-jawa Barat. Disampaikan dengan hormat, terima kasih. T April 2017 antor Wilayaha

BAB VII PEMBAHASAN. guna membiayai pembangunan pada suatu negara. Pajak merupakan salah satu

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 Tahun 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. Timur dan Tenggara. Negara-negara dengan sebutan Newly Industrializing Countries

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional 2005-2025 (UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN) tercantum delapan misi pembangunan nasional Indonesia mewujudkan masyarakat berahlak mulia, bermoral, beretika, berbuday dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila, mewujudkan bangsa yang berdaya saing, mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum, mewujudkan Indonesia aman,damai dan bersatu, mewujudkan pemerataan pembangunan dan bekeadilan, mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari, mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional. mewujudkan Indonesia yang berperan penting dalam pergaulan dunia internasional. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk suatu daerah. Pembangunan nasional diselenggarakan secara terpadu dan berkesinambungan dengan memprioritaskan kebutuhan tiaptiap daerah sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan melalui pembangunan baik secara jangka panjang maupun jangka pendek. Salah satu tujuan dari pembangunan adalah untuk menanggulangi kemiskinan dengan upaya meningkatkan pendapatan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan secara 1

nasional dan daerah. Tingkat kemiskinan yang tinggi dan cenderung meningkat akan menghambat pembangunan yang telah direncanakan pemerintah, maka salah satu indikator yang menjadi penentu keberhasilan pembangunan nasional adalah menurunnya tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyakit dalam perekonomian yang bersifat multidimensional, dan upaya dalam mengatasi kemiskinan menjadi hal yang rumit. Upaya mengatasi kemiskinan sabaiknya dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu. Upaya pembangunan ekonomi dilakukan pemerintah pusat maupun daerah dalam mengatasi masalah kemiskinan melalui kebeijakan-kebijakan dan program pembangunan yang telah dirancang dan disepakati. Kebijakan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan perlu terlebih dahulu memperhatikan faktorfaktor penyebab kemiskinan atau dalam analisis kemiskinan disebut determinan kemiskinan. Kebijakan pemerintah daerah yang berorientasi pada program pengentasan kemikinan sudah seharusnya didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan tersebut. Faktor-faktor penyebab kemiskinan dapat berupa karakteristik makro, sektor, komunitas, rumahtangga,dan individu (Word Bank, 2002). Pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu hal yang sangat penting dan menjadi syarat utama bagi terciptanya penurunan tingkat kemiskinan walaupun pada kenyataannya masih banyak daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan. 2

Laju pertumbuhan ekonomi digunakan untuk mengukur kemajuan ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional, pendapatan perkapitanya dipergunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk sebab semakin meningkat pendapatan perkapita dengan kerja konstan semakin tinggi tingkat kemakmuran penduduk dan juga produktivitasnya sehingga dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menciptakan lapangan pekerjaan. Pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Keberhasilan pembangunan di kabupaten indramayu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Indramayu mengalami pertumbuhan yang pluktiatif selama kurun waktu 14 tahun. Pertumbuhan ekonomi yang paling rendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 0,54% serta pertumbuhan paling tingggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 8,79% (BPS, 2015) Jumlah penduduk merupakan suatu faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Apabila jumlah penduduk diimbangi dengan kualitas yang memadai maka hal tersebut menjadi modal pembangunan yang handal, tetapi apabila kualitas penduduknya tidak memadai akan menjadi beban pembangunan. Pertumbuhan penduduk yang semakin cepat akan berpengaruh terhadap meningkatnya kemiskinan apalagi bagi mereka yang tidak memiliki lahan dan alat produksi. Jumlah penduduk yang terus mengalami peningkatan dan cenderung bertambah banyak memerlukan kualitas dan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai dan dapat diakses oleh semua orang, sehingga dengan bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan semakin tinggi pula kebutuhan sarana dan prasarana yang memadai di suatu daerah. Jumlah penduduk kabupate indramayu 3

jawa barat tahun 2006-2009 terus mengalami peningkatan tetapi pada tahun 2010 mengalami penurunan namun tahun berikutnya perlahan mulai tumbuh tetapi belum bisa menyamai kuantitas pada tahun 2006-2009, jumlah penduduk terbanyak terjadi pada tahun 2009 yaitu sebanyak 1.744.897 jiwa (PUSDALISBANG, 2015). Pengangguran merupakan masalah yang harus diatasi karena berkaitan erat dengan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan haruslah beriringan dengan demikian pengangguran yang tinggi karena jumlah penduduk yang terus bertambah dapat teratasi sehingga kemiskinan akan mengalami pengurangan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila kondisi tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) dapat terwujud. Pengangguran akan menimbulkan efek mengurangi pendapatan masyarakat, dan itu akan mengurangi tingkat kemakmuran yang telah tercapai. Tingginya tingkat pengangguran merupakan salah satu cerminan kurang berhasilnya pembangunan karena terjadi ketidak seimbangan jumalah tenaga kerja dengan luas lapangan pekerjaan yang tersedia. Tingkat pengangguran di Kabupaten Indramayu tergolong masih tinggi, dimana masih dalam kisaran diatas 5 persen. Tingkat pengangguran di Kabupaten Indramayu tidak stabil, mengalami beberapa kali fase naik turun. Pada tahun 2002, tingkat pengangguran sebesar 120139, kemudian naik menjadi 85370 di tahun 2003. Peningkatan tingkat penggangguran terjadi secara beruntun dari tahun 2008 dan tahun 2010, dari 73869 di tahun 2008 menjadi 86309 di tahun 2010 dan mulai mengalami penurunan kembali dai tahun 4

berikutnya. Pengangguran tertinggi terjadi di tahun 2002 sebesar 120139 sedangkan yang terendah terjadi di tahun 2014 sebesar 61403 (BPS, 2015). Pendidikan dijadikan pioneer dalam membangun bangsa karena pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam mengatasi masalah kemiskinan dengan investasi pembentukan modal manusia dan pembangunan produktivitas manusia. Analisis atas investasi dalam bidang pendidikan menyatu dalam pendekatan modal manusia. Modal manusia (human capital) adalah istilah yang sering digunakan oleh para ekonom untuk pendidikan, kesehatan, dan kapasitas manusia yang lain yang dapat meningkatkan produktivitas jika hal-hal tersebut ditingkatkan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. XIX Tahun 2016 tentang Program Indonesia Pintar, meningkatkan akses bagi anak usia 6 (enam) sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah dalam rangka mendukung pelaksanaan pendidikan menengah universal/rintisan wajib belajar 12 (dua belas) tahun; Program Pemerintah Wajib Belajar 12 tahun gratis dalam mewujudkan Indonesia Pintar mulai diberlakukan pada bulan Juni 2015. Banyaknya lulusan sekolah menengah atas yang ada di kabupaten indramayu jumlah lulusan terbanyak terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 6.757 sedangkan lulusan paling sedikit berada pada tahun 2002. Kenaikan secara berturut-turut terjadi pada tahun 2007-2010, yaitu sebesar 4.387 pada tahun 2007, di tahun 2008 sebesar 4.645, kemudian 4.961 tahun 2009, dan tahun 2010 sebesar 5.478. Secara umum terjadi pluktusi dari tahun ke tahun namun penurunan jumlah 5

lulusan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kenaikan jumlah lulusan Di Kabupaten Indramayu pada tahun 2002 sampai dengan tanun 2015 (BPS, 2015). Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat sangatlah penting untuk melihat angka harapan hidup. Di negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-rata hidup lebih lama, dengan demikian secara ekonomis mempunyai peluang untuk memperoleh pendapatan lebih tinggi. menunjukkan angka harapan hidup di Kabupaten Indramayu pada tahun 2002 2015. Angka harapan hidup mengalami pertumbuhan yang positif selama kurun waktu 14 tahun,. dari 63,75 persen di tahun 2002 menjadi 66,1 persen di tahun 2008 dan 70,59 di tahun 2015. Peningkatan paling signifikan terjadi pada kurun waktu 2013-2014 dimana 67,74 di tahun 2013 menjadi 70,29 pada tahun 2014 (BPS, 2015). Kabupaten dengan tingkat sosial ekonomi yang baik cenderung akan lebih teratur dan tertata dengan baik sehingga masalah-masalah sosial ekonomi akan lebih mudah dikendalikan. Pada aspek luas wilayah, akan berkaitan dengan tingkat mobilitas dan interaksi antar penduduk. Hal tersebut di atas merupakan faktor penting dalam penentuan strategi pembangunan suatu kabupaten yang mempunyai masalah kemiskinan cukup tinggi dan harus segera diselesaikan dengan mengambil kebijakan yang tepat dan signifikan dalam mengatasi masalah kemiskinan yang terjadi sehingga penting sekiranya berbagai informasi yang 6

dapat dijadikan acuan/atau pertimbangan dalam mengambil sebuah kebijakan supaya dapat berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Menurut BPS (2003), seseorang tergolong kedalam penduduk miskin jika rata-rata pengeluaran perkapita perbulannnya dibawah garis kemiskian. Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Tabel 1.1 Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2015 No Kab/Kota Kabupaten 2010 2011 2012 2013 2014 2015 (%) (%) (%) (%) (%) (%) 1 Bogor 9,97 9,65 8,82 9,54 8,91 8,96 2 Sukabumi 10,65 10,28 9,78 9,24 8,81 8,96 3 Cianjur 14,32 13,82 13,17 12,02 11,47 12,21 4 Bandung 9,29 8,99 8,32 7,94 7,65 8 5 Garut 13,94 13,47 12,7 12,79 12,47 12,81 6 Tasikmalaya 12,78 12,36 11,75 11,57 11,26 11,99 7 Ciamis 10,34 9,98 9,61 8,62 8,38 8,98 8 Kuningan 14,68 14,2 13,69 13,34 12,72 13,97 9 Cirebon 16,12 15,56 14,94 14,65 14,22 14,77 10 Majalengka 15,51 14,98 14,44 14,07 13,42 14,19 11 Sumedang 12,94 12,48 11,85 11,31 10,78 11,36 12 Indramayu 16,58 16,01 15,42 14,99 14,29 14,98 13 Subang 13,54 13,06 12,47 12,35 11,73 12,27 14 Purwakrta 10,57 10,22 9,56 9,28 8,8 9,14 15 Karawang 12,21 11,8 11,1 10,69 10,15 10,37 16 Bekasi 6,11 5,93 5,25 5,2 4,97 5,27 17 Bandung Barat 14,68 14,22 13,33 12,92 12,26 12,67 18 Pangandaran 10,76 Sumber : PUSDALISBANG Provinsi Jawa Barat Dilihat dari data tabel 1.1, bahwa Kabupaten Indramayu merupakan kabupaten dengan tingkat kemiskinan yang paling tinggi di antara kabupaten- 7

kabupaten lainnya di Provinsi Jawa Barat walaupun persentase penduduk miskin di Kabupaten Indramayu menunjukan kecenderungan yang terus menurun, yakni dari sebesar 16,58 persen pada tahun 2010 kemudian 16,01 persen pada tahun 2011 menjadi 15,42 persen pada tahun 2012 di tahun 2013 tingkat kemiskinannya sebesar 14,99 persen pada 2014 sebesar 14,29 persen, dan di tahun 2015 sebesar 14,98 persen (PUSDALISBANG, 2008-2014). Walaupun tingkat kemiskinan Kabupaten Indramayu terus mengalami penurunan setiap tahunnya namun tingkat kemiskinan di Kabupaten Indramayu masih lebih besar dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Hal ini merupakan suatu masalah yang harus secepatnya diatasi oleh pemerintah Kabupaten Indramayu dengan mengeluarkan kebikakan-kebijakan yang epektif yang dapat memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pengentasan masalah kemiskinan, karena itu peneliti tertarik mengambil topik tentang Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Di Kabupaten Indramayu Tahun 2002-2015 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, tingkat pengangguran, tingkat pendidikan dan angka harapan hidup terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Indramayu pada tahun 2002-2015. 8

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan dari analisis ini adalah: Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, tingkat pengangguran, tingkat pendidikan, angka harapan hidup terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Indramayu pada tahun 2002-2015 1.4 Kegunaan Praktis/Empiris Selain kegunaan teoritis diatas, diharapkan penelitian ini juga dapat memberikan kegunaan praktis atau empiris berupa: 1. Sebagai persyaratan akademis untuk menempuh gelar Sarjana Strata-1 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan dapat menerapkan ilmu-ilmu di bangku kuliah 3. Sebagai tambahan bahan referensi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan. 4. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil sebuah kebujakan. 5. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat penelitian di bidang ilmu ekonomi pembangunan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. 9

10