RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 63/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak I. PEMOHON 1. Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPP SBSI) diwakili oleh Prof. Muchtar Pakpahan, SH.,MA (Ketua Umum) dan Andi Naja FP. Paraga (Sekretaris Jenderal) 2. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) diwakili oleh Ir. H. Said Iqbal, ME. (Presiden) dan Muhammad Rusdi (Sekretaris Jendral) 3. Konefederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Cabang Karawang, diwakili oleh Ferry Nuvanti (Ketua) dan Agus jemat,sh (Sekretaris). 4. Dewan Pimpinan Pusat Partai Buruh (DPP PB) diwakili Sony Pujisasono,SH,MM (Ketua Umum) dan Markus Tiow (Sekretaris Jenderal) Kuasa Hukum Agus Supriyadi, SH.,MH., Gusmawati Azwar, SH., H. Abdulrahman SH., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 21 Juli 2016 II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (UU 11/2016) III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: - Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945); - Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang -Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945; 1
IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) Para Pemohon adalah Serikat Buruh/Serikat Pekerja dan Partai Politik di Indonesia sebagai badan hukum privat yang mempunyai anggota buruh dan yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagian besar anggota Para Pemohon adalah yang bekerja sebagai buruh/pekerja/karyawan di berbagai perusahaan dan di lembaga pemerintahan yang merupakan wajib pajak dan selalu membayarkan pajak secara rutin sebab penghasilan/gajinya langsung dipotong setiap bulannya sebagai pajak penghasilan yang dilakukan oleh perusahaan dan bendaharawan kantor pemerintahan yang disetor ke negara. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Norma materiil yaitu: 1. Pasal 1 angka 1 UU 11/2016 Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 2. Pasal 3 ayat (3) UU 11/2016 (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu Wajib Pajak yang sedang: a. dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan; b. dalam proses peradilan; atau c. menjalani hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. 3. Pasal 4 UU 11/2016 (1) Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan, adalah sebesar: 2
a. 2% (dua persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku; b. 3% (tiga persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan c. 5% (lima persen) untuk periode penyampaian Sur at Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017. (2) Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebesar: a. 4% (empat persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku; b. 6% (enam persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan c. 10% (sepuluh persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017. (3) Tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak Terakhir adalah sebesar: a. 0,5% (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan; atau b. 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan, untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017. 3
4. Pasal 21 ayat (2) UU 11/2016 (2) Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain. 5. Pasal 22 UU 11/2016 Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 6. Pasal 23 ayat (2) UU 11/2016... (2) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum. 2. Pasal 23A: Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang. 3. Pasal 27 ayat (1): Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 4. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 4
VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Lahirnya UU 11/2016 sangat mencedarai rasa keadilan buruh sebagai pembayar pajak. Buruh dikenai tindakan ketat wajib membayar pajak yang pembayarannya dilakukan pengusaha, dan ditambah pemerintah telah mengeluarkan PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, dimana upah dikembalikan lagi kepada rezim upah murah dengan menghilangkan hak berunding serikat pekerja/serikat buruh dan sanksi pembayar upah di bawah UMP diperingan dari pidana menjadi sanksi administrasi. 2. Lahirnya UU 11/2016 mengakibatkan para pengusaha pengemplang pajak akan diampuni hukumannya baik itu administrasi maupun pidana yang jelas bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sehingga menciderai rasa keadilan buruh yang selama ini patuh membayar pajak; 3. Pemohon mencontohkan melalui simulasi yaitu: Misalkan si A tidak membayar pajak 2,5 trilliun pertahun selama lima tahun, dan total menjadi asset 12,5 trilliun. Si A melaporkan assetnya paling lambat 30 September 2016, maka si A hanya wajib membayar 2%, yakni 250 miliar. Begitu juga misalnya si B melakukan kejahatan korupsi atau narkoba atau perdagangan manusia, uangnya disimpan di Singapura bertahun-tahun sebanyak 12,5 trilliun. Bila si B melaporkan hartanya hingga 30 September, maka si B hanya wajib membayar 250 milliar, uang kejahatannya menjadi sah karena sudah dicuci pengampunan pajak. Pembayaran itu pun menjadi rahasia dan yang mengetahuinya hanya Presiden, Menteri Keuangan, dan Dirjen Pajak; 4. Adanya Pasal 21 ayat (2) UU 11/2016 telah menabrak perlindungan sanksi dan korban sebagaimana telah diatur dan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006, dimana ruang lingkup perlindungan ini adalah pada semua tahap proses peradilan pidana; 5. Pengampunan Pajak berseberangan dengan fakta bahwa penerimaan pajak di Indonesia yang masih rendah, tidak ada jaminan setelah adanya pengampunan pajak, pengusaha di masa mendatang akan taat membayar pajak. 5
VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian undang-undang yang diajukan oleh Pemohon; 2. Menyatakan Pasal 1 ayat (1) dihubungkan dengan pasal-pasal: Pasal 3 ayat (3), Pasal 4, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22,Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bertentangan dengan UUD 1945, oleh karena itu tidak sah dan tidak mengikat; 3. Memerintahkan amar putusan Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang mengabulkan permohonan pengujian Pasal 1 ayat (1) dihubungkan dengan Pasal 3 ayat (3), Pasal 4, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22, Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak untuk dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh (30) hari kerja sejak putusan diucapkan; Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. 6