2016 PENGGUNAAN TINGKAT TUTUR BAHASA JAWA CIREBON DI KALANGAN GENERASI MUDA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dapat digunakan manusia dalam menyampaikan ide, gagasan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua

BAB I PENDAHULUAN. lisan. Secara tertulis merupakan hubungan tidak langsung, sedangkan secara. sebuah percakapan antar individual atau kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Manusia memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

PEMEROLEHAN BAHASA JAWA PADA ANAK USIA DINI DI LINGKUNGAN PENUTUR MULTIBAHASA SERTA STRATEGI PEMERTAHANANNYA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BUDAYA BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam percakapan sehari-hari di sekolah, siswa lebih banyak menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dipakai dalam interaksi antara dua orang atau lebih dan dapat

keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada (Yamin, 2010:64). Tetapi terkadang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial antara orang satu dengan yang lainnya. Dalam. komunikasi dibutuhkan alat komunikasi agar hubungan antarmanusia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tingkah laku sosial (social behavior) yang dipakai dalam komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari karena dengan bahasa kita dapat menyampaikan suatu ide, pikiran,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan bahasa, terdapat aturan-aturan pemakaian bahasa yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. haruslah digunakan ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi. Tetapi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Hal ini ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan demikian bahasa Jawa juga memiliki dialek yang tidak sedikit. dialek Banyuwangi, dialek Surabaya, dan dialek Jogjakarta.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pendukungnya. Dalam perubahan masyarakat Indonesia telah terjadi

2 pelajaran bahasa Jawa diajarkan secara terpisah sebagai mata pelakaran muatan lokal wajib diseluruh sekolah/madrasah. Pembelajaran bahasa Jawa harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kehidupan remaja pada umumnya. Hubungan antara remaja dalam

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.

JENIS-JENIS IMPLIKATUR PERCAKAPAN BERDASARKAN PELANGGARAN PRINSIP KERJASAMA DALAM TALK SHOW BUKAN EMPAT MATA DI TRANS 7

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat Indonesia terdiri dari bermacam macam suku bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis dan bahasa lisan. Variasi bahasa tulis tidak sedinamis variasi bahasa

Bab 1. Pendahuluan. Dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya air dan udara yang menjadi salah satu

PENGGUNAAN VARIASI BAHASA JAWA OLEH PARA MAHASISWA UNIPDU JOMBANG THE USE OF JAVANESE VARIATION BY THE STUDENTS OF UNIPDU JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa daerah memiliki fungsi dan peran utama dalam hal pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan. komunikasi harus mampu mengekspresikan konsep-konsep yang ada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21).

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

Jurnal Ilmiah. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan suatu keunggulan kecerdasan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. menguasai bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan. pandangan sebagian masyarakat yang tidak merasa perlu untuk

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia bermasyarakat memerlukan bahasa. Menurut Purnanto (2002: 16)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau

BAB I PENDAHULUAN. Jawa memiliki berbagai karya yang mencerminkan pemikiran, perilaku, aturan

BAB I PENDAHULUAN. dengan usia pada tiap-tiap tingkatnya. Siswa usia TK diajarkan mengenal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya. Berkomunikasi merupakan cara manusia saling

BAB I PENDAHULUAN. menanyakan sesuatu, mengekspresikan diri, dan mempengaruhi orang lain. penting bagi manusia untuk berinteraksi dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. maupun isyarat. Bahasa digunakan oleh siapa saja, mulai dari anak-anak sampai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada

BAB I PENDAHULUAN. secara lisan mengkaji tentang proses penyampaian dan penerimaan. informasi. Melalui bahasa kita dapat menyampaikan pendapat atau

BAB 1 PENDAHULUAN. wajib untuk Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Dasar. Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah perlu mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam berbagai

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA DENGAN UNGGAH-UNGGUH BAHASA JAWA PESERTA DIDIK SMP NEGERI 2 KALIWIRO KABUPATEN WONOSOBO

BAB I PENDAHULUAN. Adanya variasi bahasa dapat dilihat dalam kehidupan sehari hari. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pemerolehan bahasa merupakan periode seorang individu memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. terutama untuk menjaga kesopanan dalam bertutur atau mengucapkan bahasa

Bab 5. Ringkasan. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia.

PEMERTAHANAN BAHASA JAWA PADA INTERAKSI SISWA DAN GURU DALAM PEMBELAJARAN KAJIAN SOSIOLINGUISTIK DI MTS AL-HIKMAH PASIR DEMAK

VARIASI BAHASA JAWA PADA PERCAKAPAN WARGA DESA DURENOMBO SUBAH KABUPATEN BATANG JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehidupan seseorang dalam bermasyarakat tidak lepas dari interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Wirotho Agung, sebelah Selatan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008

RAGAM BAHASA REMAJA PUTERI DALAM PERCAKAPAN INFORMAL DI KAMPUS UPI TASIKMALAYA Oleh: Enung Rukiah ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Anak sekolah di taman kanak-kanak hingga mahasiswa di

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi dan keotonomiannya sendiri, sedangkan kode-kode lain yang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hubungan antar masyarakat dalam kehidupan sehari-hari merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan ide,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi,

BAB I PENDAHULUAN. Pengamen atau mereka lebih suka disebut dengan musisi jalanan yang

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu yang digunakan oleh masyarakat Jawa, terutama masyarakat yang tinggal di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta dan beberapa daerah di Jawa Barat, seperti Serang, Indramayu, dan Cirebon. Bahasa Jawa digunakan sebagai alat komunikasi yang sangat penting yang digunakan oleh masyarakat Jawa untuk bekerjasama dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Jawa mempunyai tingkat tutur yang sangat kompleks. Selain itu, masyarakat Jawa juga dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi rasa saling menghormati, sehingga sangat memperhatikan penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-harinya. Pada dasarnya, tingkat tutur yang ditemukan dalam bahasa Jawa ada dua yaitu tingkat tutur ngoko dan tingkat tutur krama. Pemakaian tingkat tutur bahasa Jawa pada masyarakat tidak lepas dari nilai rasa sopan santun antara penutur dan mitra tuturnya. Dalam berinteraksi, penutur akan memperhatikan mitra tuturnya. Penutur juga akan menggunakan tingkat tutur ngoko dan krama sesuai dengan status sosial serta fungsi mitra tuturnya pada saat berkomunikasi. Apabila kedudukan sosial mitra tutur lebih tinggi atau umurnya lebih tua atau tidak memiliki hubungan keakraban, maka penutur cenderung menggunakan tingkat tutur krama. Tetapi jika kedudukan sosial mitra tuturnya sama atau lebih rendah atau memiliki umur yang sama atau lebih rendah atau memiliki hubungan yang akrab maka penutur cenderung tindak tutur ngoko. Cirebon merupakan salah satu daerah yang sebagian penuturnya menggunakan bahasa Jawa. Bahasa Jawa Cirebon, atau Cirebonan, atau disebut oleh masyarakat setempat sebagai Basa Cerbon ialah sebuah dialek Jawa yang dituturkan oleh sebagian masyarakat Cirebon diwilayah pantai utara Jawa Barat

mulai dari Ciwaringin, Suranenggala kidul, Kecomberan, Astanajapura, sampai dengan Kalibuntu (Nothifer, 1980, hlm. 21) Seperti dalam beberapa masyarakat tutur lain, Masyarakat tutur bahasa Jawa Cirebon juga mengenal adanya tingkat tutur atau speech levels atau undak usuk basa atau unggah ungguh. Menurut Poedjasoedarmo (2013, hlm. 4) tingkat tutur adalah variasi-variasi bahasa yang perbedaan antara satu dan lainnya ditentukan oleh perbedaan sikap santun yang ada pada diri pembicara terhadap lawan bicara. Penggunaan tingkat tutur dalam bahasa Jawa Cirebon diilustrasikan pada contoh berikut: [1] Plo, pulang jam pira mau? Plo, pulang jam berapa tadi? Kalimat di atas termasuk ke dalam bentuk bahasa Jawa Cirebon Ngoko. Hal ini dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan, antara lain kata pira yang artinya berapa, dan kata mau yang artinya tadi. Kata pira memiliki variasi kata lain yaitu pinten (krama) dan kata lain dari mau adalah wau (krama). [2] Ajo mekoten si Nomo Jangan begitu dong Nomo Kalimat di atas terdiri dari bentuk ngoko dan krama. Dalam bahasa Cirebon, ragam krama disebut dengan istilah bebasan. Penanda tingkat tutur ngoko terdapat pada kata ajo yang berarti jangan. Bentuk lain dari ajo adalah mboten kenging (krama) dan mboten pareng (krama inggil). Sementara itu, penanda tingkat tutur krama ditunjukkan oleh kata mekoten yang artinya begitu. Kata lain dari mekoten adalah mengkonon (ngoko). Berkenaan dengan penggunaan tingkat tutur, kalangan generasi muda Cirebon diduga kurang memperhatikannya. Kurangnya perhatian dapat dilihat dari pemaparan beberapa contoh di atas, yakni adanya penerapan tingkat tutur yang kurang tertib, seperti tercampurnya ragam ngoko dan krama, dan juga adanya pengaruh bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa. Penerapan tingkat tutur yang 2

kurang tertib itu mungkin disebabkan kurangnya penguasaan terhadap bahasa Jawa Cirebon, khususnya mengenai tingkat tutur. Beberapa literatur menunjukkan bahwa penelitian dan analisis mengenai sistem tingkat tutur dalam beberapa bahasa sudah banyak dilakukan, misalnya dalam bahasa Korea dan Jepang. Martin (dalam Wilian, 2006, hlm.34) mengemukakan bahwa kalimat dalam bahasa Korea dan Jepang dianggap sudah lengkap hanya dengan sebuah predikat, sering hanya dengan sebuah bentuk kata kerja tanpa subjek. Tetapi sebelum mengucapkan kata kerja tersebut, orang Korea dan Jepang terlebih dahulu harus memilih tingkat tuturnya, yang ditentukan berdasarkan dua poros perbedaan (axis of distinction), yaitu poros pengacuan (axis of reference) dan poros penyapaan (axis of address). Pada poros penyapaan dalam bahasa Jepang, tingkat tutur dibagi ke dalam bentuk biasa (plain), sopan (polite), dan hormat (deferential). Dalam bahasa Korea, untuk pemilihan poros penyapaan terlebih dahulu harus diketahui apakah seseorang masuk dalam kelompok (ingroup) atau di luar kelompok (outgroup). Bila lawan bicara masuk pada kelompok pertama, tingkat tutur harus dipilih: biasa (plain), akrab/intim (intimate), atau sekedar kenal (familiar), dan apabila masuk pada kelompok kedua harus dipilih antara bentuk sopan (polite), otoritatif (authoritative) atau hormat (deferential). Pembahasan tentang tingkat tutur bahasa Jawa dilakukan oleh Poedjasoedarmo (2013). Poedjasoedarmo membahas sistem tingkat tutur dan kosakata penentu tingkat tutur bahasa Jawa. Sementara itu, penelitian mengenai tingkat tutur dalam bahasa Jawa juga sudah dilakukan dibeberapa wilayah diantaranya penelitian mengenai pemakaian partikel bahasa Jawa di Desa Karaban Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati (Sudarmawan, 2005), tingkat tutur dalam bahasa Sasak dan bahasa Jawa (Willian, 2006), status kebahasaan Jawa Sunda dan bilingualisme di Kabupaten Tanggerang, Banten (Prasetyo, 2011), dan tingkat tutur bahasa Jawa di kalangan masyarakat kelurahan Guwokajen, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali (Pastiti, 2013). 3

Terkait penggunaan tingkat tutur di kalangan generasi muda, di beberapa wilayah sudah dilakukan penelitian yang berkenaan dengan tingkat tutur, diantaranya penelitian mengenai tingkat tutur bahasa Jawa krama pada generasi muda sinoman di Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo (Sudarmawan, 2005), penggunaan bahasa Jawa ngoko dan krama di kalangan generasi muda Jawa di wilayah Madiun (Rustiati, 2008), dan pemakaian tingkat tutur bahasa Jawa mahasiswa kos di lingkungan kampus Universitas Negeri Semarang (Fiyani, 2009). Sementara itu, penelitian mengenai penggunaan bahasa Jawa Cirebon juga telah dilakukan, diantaranya penelitian terkait variasi bahasa Jawa dialek Cirebon dari unsur fonologi, morfologi dan leksikal (Fikri, 2012), penelitian mengenai fonologi dialek bahasa Jawa Cirebon dengan dengan tinjauan dialek sinkronis (Pramesti, 2005), dan penelitian yang terkait analisis kata-kata makian dalam bahasa Jawa Cirebon (Aditya, 2013). Tetapi, penelitian mengenai penggunaan tingkat tutur secara khusus belum dilakukan. Dengan demikian, penelitian ini bermaksud mengkaji penggunaan tingkat tutur di kalangan generasi muda Cirebon, khususnya di Plumbon, serta faktor apa saja yang mempengaruhi penggunaan tingkat tutur tersebut. Daerah Plumbon dipilih karena di daerah tersebut masih banyak ditemukan penutur asli bahasa Jawa Cirebon, termasuk generasi mudanya. 1.2 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini yaitu hanya meneliti penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa Cirebon dialek Plumbon pada generasi muda usia 18 tahun sampai dengan 35 tahun yaitu pada masa dewasa dini, selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Irwanto (dalam Rustiati, 2008, hlm. xxiii) bahwa usia dewasa awal secara umum berkisar antara 18 sampai dengan 40 tahun. Pemilihan data didasarkan pada tuturan (percakapan) di kalangan generasi muda, yaitu pada tahun 2015. 4

Penelitian ini ingin meneliti sampai tingkat mana tingkat tutur terealisasikan, apakah hanya tingkat leksikal, morfologi atau sampai tingkat sintaksis. 1.3 Rumusan Masalah Penelitian 1. Bagaimanakah tingkat tutur bahasa Jawa Cirebon digunakan di kalangan generasi muda? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa Cirebon di kalangan generasi muda? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah 1) Mendeskripsikan tingkat tutur bahasa Jawa Cirebon yang digunakan di kalangan generasi muda. 2) Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa Cirebon di kalangan generasi muda. 1.5 Manfaat Penelitian Secara teoretis diharapkan penelitian ini dapat menambah khazanah kajian sosiolinguistik bahasa Jawa dan dapat memberi sumbangan bagi pengkajian linguistik Jawa, terutama yang berkaitan dengan penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa dan bidang kajian leksikon. Secara Praktis penelitian ini diharapkan dapat : 1) Dipakai sebagai bahan penelitian bagi generasi muda Jawa di wilayah Cirebon dan masyarakat tutur bahasa Jawa tentang tingkat tutur. 2) Dipakai sebagai acuan dalam penggunaan bahasa Jawa Cirebon di kalangan generasi muda yang sesuai dengan tingkat tutur. 3) Menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi pemerintahan kota dan kabupaten mengenai gambaran penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa Cirebon di kalangan generasi muda. 5

4) Bermanfaat bagi perkembangan budaya Jawa karena seseorang yang dapat berbicara dengan memakai tingkat tutur yang tepat berarti orang tersebut tergolong orang yang ikut mengembangkan dan memelihara budaya Jawa Cirebonan. 1.6 Sistematika Penulisan Laporan penelitian ini ditulis dalam 5 (lima) bab. Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II adalah landasan teori, dalam Bab ini akan menjabarkan secara rinci landasan teori yang dipakai dalam penelitian ini yang meliputi tingkat tutur, tingkat tutur dalam bahasa Jawa, bahasa Jawa Cirebon, tingkat tutur dalam bahasa Jawa Cirebon, generasi muda dan campur kode. Bab III yaitu metodologi penelitian yang meliputi desain penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data. Bab IV adalah temuan dan pembahasan. Temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dengan berbagai kemungkinan bentuknya sesuai dengan urutan rumusan permasalahan penelitian dan pembahasan temuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Bab V berisi simpulan dan saran, yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian sekaligus mengajukan hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian tersebut. 6